Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. The Functional Living Index-Emesis Scale (Skala FLIE)

The Functional Living Index-Emesis Scale (Skala FLIE) merupakan

suatu instrumen berupa kuesioner berdasarkan The Functional Living Index-

Cancer Scale ( Skala FLIC). Skala FLIE yang digunakan dalam penelitian ini

telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. 2,3,11,15

Skala FLIE adalah suatu instrumen yang bersifat self-assesment yang

dapat digunakan untuk menilai pengaruh mual dan muntah akibat

kemoterapi terhadap aktifitas sehari-hari pasien, dimana Skala FLIE pada

akhirnya dapat menunjukkan kualitas hidup dari pasien penderita kanker

khususnya tumor ovarium ganas yang mendapat kemoterapi.2,3,11,15

Skala FLIE merupakan suatu instrumen patient-reported outcome

(PRO) terdiri dari 18 pertanyaan , dimana 9 pertanyaan merupakan spesifik

domain dari gejala mual (Nausea Domain) dan 9 pertanyaan merupakan

spesifik domain dari gejala muntah (Vomiting Domain) yang dinilai

berdasarkan kualitas hidup pada aktifitas sehari-hari dari pasien penderita

tumor ovarium ganas.2,3,11,15

Pengukuran Skala FLIE dilakukan pada hari ke-2 sampai hari ke-5

setelah pemberian kemoterapi, dimana sebelum pemberian kemoterapi

pasien mendapat terapi anti emesis terlebih dahulu. Pengukuran ini

Universitas Sumatera Utara


dilakukan untuk mengevaluasi gejala mual dan muntah yang terjadi dalam 24

jam pertama post kemoterapi (acute phase), dan dalam periode 48 – 72 jam

post kemoterapi (delayed phase).2,3,11,15,16,25

Respon terhadap skala FLIE diukur dengan Visual Analog Scale(VAS)

setiap item dijawab sesuai dengan jawaban “tidak ada/tidak ada sama sekali”

dan “ada” dengan tanda benar yang membagi skala menjadi enam segmen

yang sama, yang disajikan dalam bentuk garis horizontal sepanjang 10 cm

dan terdiri dari Skala 1 s/d 7. Skala 7 menunjukkan kualitas hidup pasien

dalam aktifitas sehari-hari paling baik dan ini menunjukkan tidak ada

pengaruh mual dan muntah akibat kemoterapi terhadap aktifitas sehari-hari.

Sedangkan skala 1 menunjukkan kualitas hidup yang rendah dalam aktifitas

sehari-hari dan ini menunjukkan bahwa pengaruh mual dan muntah akibat

kemoterapi sangat buruk terhadap aktifitas sehari-hari. Item dalam domain

berbobot sama, sebagian item berbobot terbalik dan di jumlahkan untuk

mendapatkan skor domain sesuai dengan instrument’s Scoring dan

Interpretation manual. Dua skor domain kemudian dijumlahkan untuk

membuat total skor. Total skor paling rendah dari Skala FLIE adalah 18 dan

total skor paling tinggi adalah 126. Skor lebih tinggi, lebih menguntungkan

dan kurang mencerminkan dampak pada kehidupan sehari-hari dan

karenanya kemampuan yang lebih besar untuk mempertahankan fungsi

sehari-hari. Skor FLIE dibuat dengan mengembangkan titik akhir biner.

Disebut “no impact on daily life”(NIDL), didefinisikan sebagai skor item FLIE

Universitas Sumatera Utara


rata-rata > 6 pada skala titik 7, rata-rata respon > 6 mencerminkan pilihan

eksplisitnya untuk menggunakan kategori terbaik, yang berarti “tidak sama

sekali”. 2,3,11,1

Gambar 1 Item sampel dari kuesioner FLIE

Dengan demikian, obat anti emesis yang efektif seharusnya dapat

mengurangi atau menghilangkan gejala mual dan muntah akibat kemoterapi

sehingga menimbulkan dampak positif terhadap kualitas hidup pasien dalam

aktifitas sehari-hari.2,3,11,28

2.2. Terapi Anti Emesis terhadap Gejala Mual dan Muntah akibat

Kemoterapi

Mual dan muntah adalah gejala yang umum terjadi pada pasien

penderita kanker yang mendapat kemoterapi. Khususnya, kemoterapi yang

termasuk kategori sedang dan tinggi berdasarkan Emetogenic Potential of

Universitas Sumatera Utara


Single Antineoplastic Agents from American Society of Clinical Oncology.
2,15,16,24,27

Manifestasi dari gejala mual dan muntah akibat kemoterapi

diklasifikasikan menjadi gejala akut (acute), gejala tertunda (delayed) dan

gejala antisipasi (Anticipatory). Gejala akut mual dan muntah terjadi dalam

24 jam dari mulai pemberian kemoterapi dan puncaknya 4-10 jam. Gejala

mual dan muntah yang tertunda terjadi setelah 24 jam pemberian kemoterapi

dan puncaknya terjadi antara 48-72 jam. Sedangkan gejala antisipasi dari

mual dan muntah terjadi sebelum pemberian kemoterapi siklus lanjut, hal ini

merupakan suatu respon yang berhubungan dengan episode pemberian

kemoterapi terdahulu yang tidak mendapat terapi pengontrolan gejala mual

dan muntah.2,15,16,20,24,25

Tabel 1. Obat sitostatika dengan pemberian antiemetik30

Obat sitostatika Sebelum sitostatika Setelah sitostatika


1. Emetogenik berat Dexametason 8-20 mg dengan Metoklopramid 10-40 mg atau
• Cisplatin >50 mg/mL Ondansetron 8 mg penambahan dexametason untuk
IV 1-3 jam 5 hari (dosis awal 8 mg selama 3
hari, untuk 2 hari dosis 4 mg)

1. Emetogenik Sedang Dexametason 8-20 mg dengan Metoklopramid atau


• Cyclophospamid Ondansetron 8 mg prokhlorperazin sesuai dosis
• Doxorubicin untuk 1-3 hari

2. Emetogenik Ringan Dexametason 8-12 mg Metoklopramid atau


• Fluorouracil Prokhlorperazin
• Metotrexat

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Tingkat keparahan mual dan muntah (NCI 2006)33

1 2 3 4 5
MUAL Hilang selera Asupan makan Asupan kalori Mengancam Kematian
makan, berkurang tanpa dan cairan oral nyawa
kebiasaan penurunan BB tidak memadai:
makan tidak bermakna : cairan IV tube
berubah Cairan IV atau feeding atau
TPN perlu≥ 24 TPN perlu > 24
jam jam
MUNTAH 1 episiode 2-5 episiode /24 ≥ 6 episiode/24 Mengancam Kematian
dalam 24 jam jam cairan IV jam: Cairan IV nyawa
perlu < 24 jam atau TPN perlu
≥24 jam

2.2.1. Dexametason

Deksamethasone adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas

imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksamethasone

bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang.

Aktivitas anti-inflamasi Deksamethasone dengan jalan menekan atau

mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat

akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit

pada tempat inflamasi.31

Penggunaan sebagai antiemetik belum jelas, tetapi dexamethason

memiliki peranan yang sangat penting sebagai bagian vital dari regimen

antiemetik untuk pencegahan CINV (chemotherapy-induced nausea and

vomiting) yang akut (24 jam setelah kemoterapi) atau tertunda(2-5 hari

setelah kemoterapi). Terdapat 3 guidelines, MASCC (Multinational

Association of Supportive Care in Cancer), ASCO (American Society of

Clinical Onkology, NCCN (National Comprehensive Cancer Network) yang

Universitas Sumatera Utara


merekomendasikan pemberian dexamethasone untuk pencegahan akut mual

muntah pada kemoterapi emetogenik (menyebabkan mual-muntah), derajat

rendah, sedang, dan tinggi. 31,32

Mekanisme kerja steroid (Dexamethason) dalam mengurangi mual-

muntah belum jelas diketahui, diduga terkait dengan penurunan produksi

mediator inflamasi yang diketahui bekerja pada area CTZ (Chemoreceptor

trigger zone), juga terkait dengan perbaikan fungsi sawar darah otak. Steroid

juga diketahui bekerja secara sinergis dengan antagonis reseptor 5HT3.31

Untuk pencegahan CINV akut, dosis dexamethason yang

direkomendasikan adalah 20 mg (12 mg ketika diberikan bersama dengan

aprepitant) untuk kemoterapi yang sangat ematogenik dan dexamethason 8

mg sebagai dosis tunggal (12 mg menurut guideline NCCN) untuk kemoterapi

emetogenik derajat sedang. Rekomendasi dosis ini terutama didasarkan

pada studi Italian group for antiemetik research. Dexamethason dapat

diberikan sampai dengan 4 hari setelah kemoterapi. Umumnya pada hari ke-2

dan seterusnya dilakukan penurunan dosis.31.32

2.2.2. Metoclopramide

Metoclopramide adalah derivat benzamide yang tersubstitusi (Gambar

1) dengan struktur kimia yang mirip dengan procainamide tapi tanpa adanya

efek anti-arrhythmic. Dengan rumus bangun(4-amino-5-chloro-N-(2-

(diethylamino),ethyl )-2-methoxybenzamide). Metoclopramide pada dasarnya

Universitas Sumatera Utara


antagonis D2 dopamin, tetapi juga dapat bertindak sebagai agonis pada

serotonin 5-HT4 reseptor dan menyebabkan penghambat lemah dari reseptor

5-HT3.Metoclopramide digunakan untuk pengobatan gejala mual dan muntah

pasca operasi atau kemotherapi dengan cara menghambat D2 dan 5-HT3

reseptor di zona pemicu kemoreseptor.31,34,35

Metoclopramide umumnya dimulai dengan dosis 5-10 mg secara oral

dalam 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur. Dosis dapat ditingkatkan

sampai 20 mg empat kali sehari jika perlu, tetapi diperhatikan efek samping

yang mungkin timbul Sebagian besar efek samping dari metoklopramid

disebabkan karena kemampuannya dengan mudah melintasi sawar darah di

otak diantaranya mengantuk, letih, lesu dan depresi. Blokade reseptor D2

pusat dapat menyebabkan reaksi ekstrapiramidal serta hiperprolaktinemia.34

Adapun struktur Metoklopramide adalah sebagai berikut :35

Gambar 2. Struktur Kimia Metoklopramide35

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Ondansetron

Ondansetron adalah serotonin 5-HT3 antagonist reseptor generasi

pertama yang paling sering digunakan sebagai obat anti mual dan muntah

akibat pemberian kemoterapi pada pasien penderita kanker. Efeknya

terhadap saraf perifer dan sentral. Ondansetron mengurangi aktifitas dari

Nervus Vagus yang mengaktifkan pusat muntah di medulla oblongata.

Ondansetron juga menghambat reseptor serotonin pada trigger zone

kemoreseptor. Ondansetron tidak mempunyai efek pada reseptor dopamine

dan reseptor muskarinik.2,3,12,17,18,19,23,24,25,27,28

Adapun struktur Ondansetron adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Struktur Kimia Ondansetron

Pemberian Ondansetron per-oral sebanyak 1–3 kali per hari,

tergantung pada keparahan gejala mual dan muntah akibat kemoterapi. Dosis

normal per-oral untuk dewasa adalah 8 mg dan diberikan biasanya tidak lebih

dari 2-3 hari. Pemberian secara oral membutuhkan waktu 1,5 – 2 jam untuk

Universitas Sumatera Utara


mencapai konsentrasi maksimum di dalam plasma. Selain per-oral

Ondansetron dapat diberikan secara intravena dimana sediaan Ondansetron

injeksi terdiri dari 2 ml, 4 ml dan 10 ml. Ondansetron diekskresikan dari tubuh

melalui ginjal dan hati. Efek Potensial dari Ondansetron dapat meningkat

apabila dikombinasikan dengan dexamethasone.3,4,7,12

2.6. Kanker Ovarium Ganas

Tumor ovarium ganas adalah penyebab kematian akibat tumor

ginekologi yang menduduki urutan ke empat di Amerika Serikat. Laporan

statistik kanker Amerika Serikat (USA Cancer Statistic) pada tahun 2006

diperkirakan terdapat 20.810 kasus tumor ovarium ganas baru dengan

15.310 kematian, yang mencakup kira-kira 5% dari semua kematian wanita

karena tumor ganas. Di Inggris dijumpai 7000 kasus baru setiap tahunnya

dengan 5400 kematian. Dan tumor ganas ovarium merupakan tumor ganas

ginekologi kedua yang paling sering ditemukan setelah tumor ganas korpus

uteri.1,20,21

Beberapa penelitian di Indonesia, seperti Kartodimejo di Yogyakarta

tahun 1976 mendapatkan angka kejadian tumor ganas ovarium sebesar

30,5% dari seluruh keganasan ginekologi, Gunawan di Surabaya tahun 1979

mendapatkan 7,4% angka kejadian tumor ganas ovarium dari seluruh

keganasan ginekologi. Sementara itu Danukusumo di Jakarta pada tahun

Universitas Sumatera Utara


1990 mendapatkan kejadian tumor ganas ovarium sebesar 13,8%.

Sedangkan Fadlan di medan tahun 1981-1990 mengatakan angka kejadian

tertinggi kanker ovarium berada pada kelompok umur 41-50%. 1,36

Jenis kanker ovarium terbanyak adalah CEO sebanyak 13 pasien

(52%) dan stadium IIIC memiliki prevalensi tertinggi (28%). Kombinasi

kemoterapi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi Cisplatin-

Cyclophosphamide pada 9 pasien (47,4%) kemudian Carboplatin-Paclitaxel

pada 7 pasien (36,8%).1,20,22

Terapi untuk mencegah efek samping kemoterapi telah diberikan

kepada seluruh pasien yaitu menggunakan Metoklopramid, Ondansetron, dan

Domperidon sebagai antiemetik; kortikosteroid (Dexamethasone) untuk

mencegah reaksi alergi dan sebagai anti mual dan muntah. Terapi lain yang

diterima pasien berdasarkan gejala dan komplikasi yang menyertai.

Penatalaksanaan kemoterapi telah sesuai dengan pedoman yang ada.23

Klassifikasi tumor ganas ovarium epithelial menurut WHO :1

1. Serous tumors

• Adenocarcinoma

• Surface papillary adenocarcinoma

• Malignant adenofibroma and cystadenofibroma

Universitas Sumatera Utara


2. Mucinous tumors

• Adenocarcinoma

• Malignant adenofibroma

• Mural nodule arising in mucinous cystic tumor

3. Endometrioid tumors

• Adenocarcinoma

• Adenoacanthoma

• Adenosquamous carcinoma

• Malignant adenofibroma with a malignant stromal component

• Adenosarcoma

• Endometrial stromal sarcoma

• Carcinosarcoma homologous and heterologous

• Undifferentiated sarcoma

4. Clear cell carcinoma

• Adenocarcinoma

5. Transitional cell tumors

• Malignant Brenner’s tumor

• Transitional cell carcinoma (non-Brenner type)

Universitas Sumatera Utara


6. Squamous cell carcinoma

7. Malignant mixed epithelial tumors (specify types)

8. Undifferentiated carcinoma

Stadium Kanker Ovarium berdasarkan International Federatiom of

Gynecologist and Obstetricians (FIGO) Tahun 2000.

Stadium I : Tumor terbatas pada ovarium.

Stadium Ia : Pertumbuhan terbatas pada 1 ovarium

Stadium Ib :Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium;

Stadium Ic :Tumor dengan stadium la atau Ib dengan pertumbuhan

tumor di permukaan luar satu atau kedua ovarium; atau

dengan kapsul pecah; atau dengan asites berisi sel

ganas atau dengan bilasan peritoneum positif

Stadium II :Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan

perluasan ke panggul

Stadium Iia :Perluasan dan atau metastasis ke uterus dan/ atau tuba

Stadium IIb :Perluasan ke jaringan pelvis lainnya

Stadium Iic :Tumor stadium IIa atau IIb tetapi dengan tumor pada

permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah;

Universitas Sumatera Utara


atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau

dengan bilasan peritoneum positif.

Stadium III :Tumor mengenai satu atau kedua tumor dengan implan

peritoneum, di luar pelvis dan/atau KGB retroperitoneal

atau inguinal positif. Metastasis ke permukaan hati

masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil,

tetapi secara histologi terbukti meluas ke usus besar

atau omentum.

Stadium IIIa :Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB negatif

tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara

mikroskopik adanya penumbuhan (seeding) di

permukaan peritoneum abdominal

Stadium IIIb :Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan

implan di permukaan peritoneum dan terbukti secara

mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan KGB

negatif

Stadium IIIc :Implan di abdomen dengan diameter > 2 cm dan / atau

KGB retroperitoneal atau inguinal positif.

Stadium IV :Pertumbuhan mengenai satu / kedua ovarium dengan

metastasis jauh. Disertai efusi pleura dengan hasil

sitologi positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga

metastasis ke parenkim hati.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3. Klasifikasi Histopatologis menurut WHO1

Tabel 3. Klasifikasi Karsinoma Ovarium berdasarkan World Health


Organization (WHO)
• Adenocarcinoma serous
• Tumor mucin (Adenocarcinoma mucinous)
• Adenocarcinoma
• Pseudomyxoma peritonei
• Tumor endometrioid
• Malignant mixed müllerian tumor
• Clear cell adenocarcinoma
• Tumor sel transisional
• Malignant Brenner tumor
• Karsinoma sel transisional
• Karsinoma sel skuamosa
• Mixed carcinoma
• Undifferentiated carcinoma
• Small cell carcinoma

Kanker ovarium jenis epitelial dibagi sesuai grading / differensiasinya:1

- GX : Grading tidak dapat ditentukan

- G1 : Berdifferensiasi baik

- G2 : Berdifferensiasi sedang

- G3 : Berdifferensiasi buruk.

Universitas Sumatera Utara


2.7. Kemoterapi

Prosedur pelaksanaan Kemoterapi sistemik menggunakan obat-

obatan yang diinjeksikan kedalam vena dan dapat diberikan secara oral.

Obat-obatan masuk ke pembuluh darah dan mencapai seluruh area tubuh,

sehingga kemoterapi sangat berguna untuk kanker yang telah bermetastase.

Pada beberapa kasus kanker ovarium, kemoterapi dapat diinjeksikan melalui

sebuah kateter yang di hubungkan langsung kedalam kavum abdomen.

Prosedur kemoterapi ini disebut sebagai kemoterapi intraperitoneal. Obat-

obatan yang diberikan juga diabsorbsi kedalam pembuluh dalah, sehingga

kemoterapi intraperitoneal juga merupakan salah satu tipe dari sistemik

kemoterapi. Obat-obatan kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker

tetapi juga merusak beberapa sel normal. kemoterapi untuk kanker ovarium

dilakukan 6 siklus. Setiap siklus di jadwal secara teratur menggunakan dosis

obat secara reguler. Obat yang berbeda mempunyai siklus yang bervariasi.

Obat ini biasanya diberikan secara intravena selama siklus 3 sampai 4

minggu. Kebanyakan ahli onkologi di Amerika Serikat percaya bahwa

kemoterapi kombinasi lebih efektif dalam penanganan kanker ovarium

daripada penggunaan obat kemoterapi tunggal. Terapi kombinasi

menggunakan campuran platinum seperti cisplatin atau carboplatin, dan

taxane, seperti paclitaxel (Taxol®) atau docetaxel (Taxotere®), merupakan

penanganan yang baku / standard. 18,19,20,2

Universitas Sumatera Utara


2.8. Kemoterapi yang Mempunyai Potensi Emetogenik

TABEL 4. DAFTAR OBAT-OBAT YANG MEMPUNYAI POTENSI

EMATOGENIK2

Universitas Sumatera Utara


2.9. Kerangka Konsep

PENDERITA PEMBERIAN PENILAIAN MUAL DAN


TUMOR KEMOTERAPI MUNTAH YANG BERDASARKAN
OVARIUM (TAXOL DAN SKOR KUESIONER THE
PLATINUM) DAN FUNCTIONAL LIVING INDEKS
GANAS
ANTIEMETIK EMESIS SCALE (FLIE) YANG DI
(DEXAMETHASON, NILAI PADA HARI I SEBELUM
ONDANSETRON, KEMOTERAPI, HARI II SETELAH
METOKLOPRANIDE) KEMOTERAPI DAN HARI V

HARI I SEBELUM KEMOTERAPI

HARI II SETELAH KEMOTERAPI

HARI V SETELAH KEMOTERAPI

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai