Tahapan Eksplorasi Emas by Rustan Ardino PDF
Tahapan Eksplorasi Emas by Rustan Ardino PDF
SERTA
TAHAPAN KEGIATAN EKSPLORASI
Disusun Oleh :
Pada intinya setelah kita menguasai dasar alterasi dan mineralisasi, akan kita
apakan zonasi tersebut, apakah mau “dipelong” saja atau membuat kesepakatan
dengan teman dengan membuat perjanjian “ Bro... kita tidak pernah melihatnya
kan??” atau “samain aja lah...!!!” (biasanya hal ini sering dilakukan jika
mendapat sesuatu yang tidak diketahui atau tidak bisa terpecahkan...hayoo
ngaku....heheh..)
Terpikirkan untuk sedikit berbagi pengalaman (secara garis besar nya saja tapi
yaa...) yang saya dapat dari para suhu yang sudah fasih di dunia eksplorasi emas
kepada kawan-kawan yang mungkin membutuhkan. Tulisan ini saya susun
dengan bahasa santai tetapi tidak mengurangi kualitas dari isi yang akan saya
sampaikan.
Pengayaan juga dapat terjadi karena adanya interaksi antara air meteorik yang
merembes ke bawah permukaan dengan fluida panas magma yang membawa
mineral berharga, yang kemudian dapat menyebabkan mineralisasi tersebar
merata (disseminations) atau dapat pula terkonsentrasi mengisi patahan dan
retakan-retakan yang biasanya hadir sebagai urat (vein, veinlets, stringer,
stockwork) dan lain sebagainya.
Jadi secara simple nya kalau sudah ada proses mineralisasi sudah pasti
teralterasi, tetapi kalau ada proses alterasi belum tentu menyebabkan
mineralisasi.
( Nah gimana teman sudah sedikit ada gambaran???... fahami per kata, kalo
kamu sudah dapat kesimpulan atau sudah faham dengan alterasi dan
mineralisasi, yuukkk kita lanjuuutt.....!!. kalo belum silahkan pengertian diatas
dibaca berulang-ulang sampai maksudnya kalian fahami ).
Menurut Poulsen (2000) dan Robert (2004), pembentukan emas dibagi menjadi
tiga bagian yaitu :
1. OXIDIZED INTRUSION RELATED
2. REDUCED INTRUSION RELATED
3. OROGENIC
Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Tetapi dalam tulisan kali ini, saya hanya akan mengulas proses alterasi dan
mineralisasi di bagian Oxidized Intrusion Related, mungkin dilain kesempatan
mudah-mudahan dengan izin ALLAH saya bisa membahas dua sistem utama yang
lainnya. (ngeles alias belum cukup ilmunya....maaf yak pemirsah...saya juga
masih dalam tahap belajar..hehe).
Dalam sistem Oxidized Intrusion Related atau berhubungan dengan intrusi yang
teroksidasi berdasarkan kedalaman nya juga secara umum dibagi menjadi dua
bagian yaitu sistem epithermal (bagian lebih dangkal dari kerak bumi), dan
sistem porphyry dengan kedalaman + 1-2 km (Corbett 2004). Berdasarkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan penemu dari berbagai penelitian, sistem
Oxidized Intrusion Related dibagi lagi dalam beberapa sistem yang lebih banyak.
Tetapi dikarenakan tulisan ini hanya sebagai pengenalan awal alterasi-
mineralisasi, maka yang akan dibahas adalah sitem yang secara umum sering
dijumpai di Indonesia.
( jika kurang puas, saya harap anda tidak akan pernah puas dengan ilmu
pengetahuan, silahkan mengembangkan sendiri dengan mencari di berbagai
literatur. Saya harap tulisan saya ini hanya sebagai pengenalan dasar dan
pemicu bagi anda untuk lebih tertarik terhadap alterasi-mineralisasi ).
DASAR ALTERASI DAN MINERALISASI SERTA TAHAPAN KEGIATAN EKSPLORASI 3
2.1. Sistem Epithermal
Low Sulfidation (LS) atau lebih dikenal dengan sebutan vein system, Terjadi
karena adanya reaksi keseimbangan antara fluida yang naik ke permukaan
dengan batuan samping, kemudian fluida tersebut tereduksi menjadi fluida
berpH mendekati Netral. Biasanya sistem ini penyebarannya dikontrol oleh
struktur yang berkembang di daerah tersebut.
Secara umum ore yang ditemukan pada sistem LS berasosiasi dengan kuarsa
dan/atau kalsedonik, adularia, calcite, rhodochrosite, K mica (Illite atau sericite),
chlorite dan pyrite.
Penciri sistem LS ini secara umum sering dijumpai adanya vein yang bisa berupa
tekstur colloform – crustiform banded, cavity filling, cockade, comb structure dan
lain-lain, atau bisa juga berupa stockwork. Dan salah satu penciri paling dominan
adalah adanya silica sinter dibagian permukaan yang merupakan Petunjuk paleo-
surface dan paleo-watertable.
Mengacu kepada model yang dibuat oleh om saya yaitu Buchanan 1981
(ngimpii..hehhee...!!!), Alterasi yang berkembang pada sistem LS bisa dilihat dari
gambar 2.2.
Tetapi alterasi yang umum ditemukan pada LS hanya dibagi kedalam tiga zona
yaitu propylitic, Argilic dan Silicification/Silicic/Vein. Warna disini hanya sebagai
ilustrasi dan bukan sebagai warna alterasi. Warna yang biasa digunakan untuk
alterasi yaitu hijau untuk propylitic, kuning untuk argilic, orange untuk advance
argilic dan merah untuk silicification/silicic. Tetapi itu semua tidak terlalu penting
untuk diperdebatkan, biasanya pewarnaan ditentukan sesuai kesepakatan
bersama, yang tujuannya hanya untuk membedakan antar zonasi.
Gambar 2.2. Menunjukan pembagian zona alterasi dan penyebaran mineralisasi terhadap
kedalaman di bawah permukaan bumi.
Foto 2.1. Bentuk texture, structure, alterasi dan mineralisasi pada low sulfidation system.
Dapat dikatakan pula bahwa daerah tersebut sudah mengalami erosi yang cukup
kuat, tipis kemungkinan akan ditemukan Au yang Ekonomis untuk dilakukan
penambangan.
Berikut saya akan share foto-foto yang mengindikasikan berada pada zona base
metal.
Foto2.10. Foto2.11.
Foto2.12. Foto2.13.
Foto2.16. Foto2.17.
Foto2.18. Foto2.19.
Tetapi di lapangan memang tidak semudah seperti yang ada pada model, akan
banyak variasi tentunya, dan tidak selamanya model ini dapat kita jadikan acuan.
Masih banyak model alterasi pada sistem LS yang lain yang mungkin lebih sesuai
dengan daerah yang anda eksplorasi.
( naahh gimana makin penasaran kan??... selamat mencari model dari peneliti
yang lain yaa...kalo sudah menemukan jangan lupa di share dengan penulis yaa..
karna penulis juga masih sangat-sangat haus ilmu nih ..heehe...).
Sistem ini atau yang sering disebut dengan “HS” adalah sistem dengan Fluida
panas tinggi (200-3000C), asam tinggi (pH 0-2) dan air yang teroksidasi kemudian
bereakasi menyebabkan pencucian terhadap batuan di kedalaman yang dangkal.
Batuan asal yang ‘tercuci’ (leached) akibat fluida asam tersebut terbentuk di
lingkungan hidrotermal yang berdekatan dengan volkanik aktif. Kehadiran
mineral-mineralnya mengindikasikan kondisi oksidasi yang terjadi pada sistem
magmatik-hydrothermal aktif. Komponen reaktif dari sumber magmatik yang
teroksidasi naik ke dekat permukaan dengan sedikit interaksi dengan batuan
yang dilewati. Gas yang kaya SO2 and HCl terserap oleh air tanah menyebabkan
SO2 menjadi H2SO4 dan H2S, kemudian diikuti dengan peruraian H2SO4 and HCl.
Secara umum zona alterasi yang terbentuk biasanya menyerupai bentuk jamur
dikarenakan pada sistem ini sangat dikontrol oleh lithologi yang dilewati oleh
larutan hydrothermal. Semakin porous batuan yang dilewati maka akan semakin
luas penyebaran alterasi dan mineralisasinya. Biasanya alterasi akan berkembang
baik pada batuan piroklastik.
Ciri khas yang sering dijumpai pada sistem ini adalah adanya tekstur vuggy silica
yaitu berupa rongga-rongga pada silica yang merupakan hasil leaching dari
mineral yang menyusun batuan samping, biasanya feldspar. Rongga yang
terbentuk tersebut di sebagian tempat biasanya terisi oleh native sulphur, alunite
atau crystalin quartz.
Alterasi yang dapat dijumpai pada sistem HS dari zona terluar menuju zona inti
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4. Menunjukan pembagian zona alterasi secara terperinci pada High Sulfidation
System.
Foto 2.26. Foto karakteristik alterasi dan mineralisasi yang berkembang pada lingkungan High
Sulfidation System.
Gambar 2.5. Menunjukan pembagian zona alterasi secara terperinci pada Porphyry (Corbet).
Semakin banyak intrusi yang terjadi pada batuan beku yang mempunyai tekstur
porfiritik, maka batuan beku yang terbentuk pertama atau yang paling tua akan
memiliki kandungan logam mulia (khususnya tembaga) yang semakin banyak.
Ciri khas dari sistem ini adalah muncul banyaknya stockwork yang diakibatkan
oleh ada banyaknya retakan akibat desakan dari magma yang mengintrusi.
Cara pemetaan yang paling efisien untuk daerah dengan sistem porphyry adalah
dengan melakukan soil sampling dengan cara gridding untuk spasi grid
tergantung dengan kebutuhan dan ketersediaan budget, semakin rapat spasi grid
akan semakin bagus karna data yang di dapat akan semakin akurat. Jika setelah
diambil sampling dan dilakukan analisa, idealnya bagian terluar akan
memperlihatkan anomali unsur Pb dan Zn dan dibagian tengah akan muncul
anomali unsur Cu-Au-Mo yang meningkat. Dibagian tengah inilah yang akan kita
fokuskan untuk dilakukan penelitian lebih detil lagi, termasuk merencanakan
letak titik untuk dilakukan pemboran.
Prophylitic Alteration
Phylic Alteration
Potasic Alteration
Zona ini merupakan zona inti dari sistem porphyry, biasanya dicirikan
dengan hadirnya mineral secondary biotite dan/atau secondary
k.feldspar, mineral tembaga seperti, chalcopyrite, tennantite (copper
arsenic sulphide) atau copper oxide seperti (malachite, azurite, bornite),
dan lain sebagainya.
Sebetulnya masih banyak lagi pembahasan mengenai sistem Porphyry, ini hanya
sebagai pengenalan dasar saja, silahkan temen-temen mencari literatur lain yang
lebih detil membahas sistem ini.
Tahapan awal dari eksplorasi emas yaitu kita mencari anomali keberadaan emas
dari endapan material yang berada di sungai dengan cara bleg sampling, Stream
Sediment dan Panned Concentrate.
Tidak lupa juga sebagian team melakukan traverse sungai dengan cara tape and
compass supaya lokasi pengambilan sampel dapat diketahui secara akurat.
Diambil pada sungai utama atau cabang utama dengan lebar sungai >
10 meter,
Kegiatan ini terus dilakukan sampai kita temukan daerah yang merupakan source
dari endapan emas tersebut.
Pada tahapan ini setelah kita menemukan dimana source-nya, maka selanjutnya
pekerjaan yang kita lakukan adalah melakukan pengambilan sampel pada batuan
baik itu di sungai, di punggungan atau di lereng bukit yang diduga merupakan
sumber dimana alterasi dan mineralisasi berkembang. Jangan lupa untuk
Ada beberapa cara pengambilan sampel batuan pada tahapan ini diantaranya
adalah :
Sampel float dapat memberikan informasi tentang host rock dan keberadaan
tempat asalnya, float sering kali ditemukan cukup jauh dari sumbernya
tergantung ukuran, jenis alterasi - mineralisasi serta media yang membawanya.
Pengambilan sampel float ini bisa juga dilakukan bersamaan dengan pekerjaan
yang dilakukan pada tahapan reconnaissance.
Sampel chip diambil dari permukaan outcrop setelah bagian atasnya dibersihkan
terlebih dahulu, conto diambil dengan spasi teratur berkisar 10 - 30 cm dengan
jarak interval 1 - 10 meter secara menerus disesuaikan dengan panjang outcrop
yang ditemukan. Pengambilannya dilakukan dengan cara mengambil sedikit-
sedikit (Chip) sesuai spasi dan interval pada suatu singkapan secara keseluruhan,
bagian yang diambil tersebut dikumpulkan kedalam satu karung sampel dan
penomoran yang sama seberat 3-5 kg untuk satu buah sampel.
Semua lokasi pengambilan sampel di plot pada peta beserta analisa geokimianya,
dari sini kita sudah bisa mengetahui arah penyebaran alterasi secara regional
pada peta yang kita buat untuk melakukan pekerjaan pada tahapan selanjutnya.
Setelah semua pekerjaan pada tahapan semi detil dilakukan, maka pada tahapan
ini kita sudah mulai fokus melakukan pekerjaan sampling yang lebih detil pada
area zona alterasi yang telah di boundary pada tahapan sebelumnya untuk
DASAR ALTERASI DAN MINERALISASI SERTA TAHAPAN KEGIATAN EKSPLORASI 22
mengetahui batas penyebaran zona alterasi secara lebih detil. Pada tahap ini
pekerjaan yang kita lakukan adalah melakukan pengambilan soil sample dengan
sistem griding dan rock sample dengan sistem channel sampling. Sebagian
sampel batuan diambil untuk dianalisa petrografi, fluid inclusion dan analisa XRF.
Sampel Channel diambil dari outcrop setelah bagian atasnya dibersihkan terlebih
dahulu, sampel diambil dengan cara membuat alur memanjang dan menerus
memotong tegak lurus suatu urat atau zona mineralisasi dengan panjang interval
pengambilan tiap sampel nya antara 1 – 2 meter, channel yang memotong
interval harus sistematis, hal tersebut untuk memudahkan penggambaran dan
interpretasi nantinya.
Gambar 3.6. Contoh cara pengambilan sample channel pada batuan yang telah mengalami
alterasi dan mineralisasi.
Tujuan pengambilan sampel ini untuk melihat mineral yang dominant serta
mineral-mineral lainnya yang membentuk batuan tersebut sehingga pemberian
nama batuan lebih spesifik. Disamping itu juga bisa memberikan informasi
adanya mineral ubahan hasil alterasi dan mineral berharga hasil mineralisasi,
hubungan mineral yang satu dengan yang lainnya, dan lain sebagainya.
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui jenis mineral clay yang terdapat pada
batuan yang telah teralterasi secara spesifik seperti mineral illite, smectite,
kaolinite, monmorilonite atau mineral clay yang lainnya.
Dibawah ini saya berikan contoh model hubungan antara nilai resistivity dan
chargebility dengan penyebaran alterasi.
1. Factual Map
2. Geological Interpretation Map
3. Alteration and Mineralization Interpretation Map
4. Rock Sample Number and Locations Map
5. Rock Trench Sample Numbers and Locations Map
6. Ridge and Spur Soil Sample Numbers and Locations Map
7. Grid Soil Sample Numbers and Locations Map
8. Rock Au Assay Results Map
9. Soil Au Assay Results Map
10. Rock Trench Au Assay Results Map
11. Ridge and Spur Soil Assay Results Map
12. Grid Soil Au Assay Results Map
13. Rock Au Anomalous Map
14. Soil Au anomalous Map
15. Drilling Target Locations Map
Setelah semua tahapan kegiatan diatas dilalui, lakukan evaluasi apakah data yang
kita dapatkan layak dilanjutkan atau tidak ketahap selanjutnya yaitu tahap
pengeboran untuk membuktikan di bawah permukaan kemenerusan zona yang
telah kita cover pada pemetaan di permukaan.
Jika daerah pemetaan sudah yakin berpotensi besar dan pemilik modal siap
melanjutkan ke tahap drilling...yuukk kita mulai bahas apa saja yang kita lakukan
pada aktifitas pengeboran.
Meskipun kegiatan drilling secara teknis tidak dilakukan oleh geologist, tetapi
alangkah baiknya kita mengetahui bagian-bagian yang secara umum mudah
dikenali dan perlu diingat. Bermacam type diamond drill rig yang biasa dipakai
untuk eksplorasi mineral seperti Long Year, Jacro dan lain-lain.
Pastikan lokasi drill pad dan koordinat titik yang akan dibor sudah benar;
Posisikan rig menghadap ke koordinat titik yang akan dibor, tentukan
arahnya memakai compass sunto dengan cara menembak balik pada
jarak ± 10 meter dari hadapan muka rig agar jarum compass tidak
terpengaruh oleh kemagnetan dari logam rig tersebut;
Tentukan kemiringan yang diinginkan dengan cara menempelkan salah
satu sisi dinding clinometer pada bagian atas permukaan sumbu tengah
drill road yang sudah siap ditancapkan;
Ukur dan catat panjang mata bor, ukur dan catat juga panjang drill road
yang terpasang;
Perhatikan kondisi tanah dipermukaan, jika tanah itu gembur dan
diperkirakan gembur, mudah longsor, maka persiapkan beberapa casing
untuk menanggulanginya;
Persiapkan core box dan pembatas core yang sesuai dengan ukuran mata
bor dan drill road nya (PQ, HQ atau NQ);
Persiapkan alat tulis, busur derajat, clifboard, meteran ukuran 3 meter,
spidol permanent dan geotechnical log sheet.
Hasil analisa tersebut di atas akan representatif (mewakili) jika core recovery
mendekati atau hingga 100% dan cara pengambilan sampel core nya benar. Oleh
karena itu hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Catat panjang mata bor ditambah panjang pipa pertama berapa meter
panjangnya;
2. Catat berapa meter run ke 1 (satu) bisa tembus pada batuan kebawah
dari permukaan, kemudian catat berapa meter drill road yang tersisa di
Gambar 3.10. Cara memasukan inti bor ke dalam core box (A, B, C dan D) dan beberapa
pekerjaan utama dalam program pengeboran.
Gambar 3.11. Posisi Meja dan Core box dan labeling untuk pmotretan.
Gambar 3.13. (A) memperlihatkan tombak dan tanda pada core, (B) memperlihatkan
jejak tombak yang sempurna.
Gambar 3.15. Goniometer dimana papan kayu tempat meletakan batuan inti bor dapat
dinaikan dan diturunkan sudutnya disesuaikan dengan kemiringan bornya.
Cara sampling pada inti bor / core adalah dengan membagi dua core sama besar
seperti terlihat pada gambar 3.17 di bawah ini. Vein-vein yang terbagi dua harus
sama besar / simetris dan harus konsisten dari awal sampai akhir kedalamannya,
bagian sebelah kiri setengah potongan core disimpan sebagai duplikat, dan
potongan bagian kanan disampling untuk dianalisa di laboratorium.
Jika ketebalan urat kuarsa kurang dari 50 cm, satukan saja dengan batuan
sampingnya yang dominant menjadi satu sample, kecuali kalau ternyata setelah
dianalisa di laboratorium kadar mineral logam mulianya significant, maka sampel
harus dipisahkan.
Gambar 3.18. Contoh Cara Sampling Batuan pada Inti bor atau Paritan.
Setelah core dibelah dan dilakukan spacing sampling, masukkan sebagian core
untuk sampel kedalam calico bag (kantong yang terbuat dari kain), beri nomor
dengan spidol permanent dan juga code sampel type nya, disamping itu juga
masukkan kartu nomor sample yang sama dengan yang ditulis pada bagian luar
calico bag.
Buat catatan daftar sample di dalam buku besar secara teratur dari mulai tanggal
sampling, yang melakukan sampling tersebut, tanggal pengiriman sampel,
sampel nomor berapa sampai berapa, timbang masing-masing sampel, berapa
berat dan jumlah total sampel yang telah terambil, dan masukan kedalam
sample dispatch.
Segera lakukan pembuatan tanda pada lokasi titik bor dengan menyematkan
tanggal start dan finish drilling, nama perusahaan, nomor bor dan kedalaman
terakhir pada pipa paralon dan tembok semen pada saat belum keras setiap kali
setelah selesai drilling di setiap lokasi yang berbeda seperti contoh gambar di
bawah ini.
Foto 3.5. kegiatan cementing dan pemberian identitas pada bekas lubang bor.
Setelah itu data dikumpulkan dan dibuat modeling untuk mengetahui bentuk
tubuh bijih beserta perhitungan cadangannya melalui software modeling seperti
Datamine atau Micromine. Tetapi yang digunakan di perusahaan tempat saya
bekerja yaitu Micromine.
4. PENUTUP
Demikian temen-temen hal yang bisa saya sharing untuk saat ini, yaitu dimulai
dari tahap awal eksplorasi sampai dengan tahapan pengeboran, dikarenakan
baru sampai tahap ini saja yang sudah penulis lakukan untuk kegiatan eksplorasi
emas. Mudah-mudahan kedepannya saya bisa sharing kembali mengenai hal apa
saja yang dipersiapkan dan dilakukan pada tahapan eksploitasi.
Batuan Beku
And Andesite Lat Latite
Ano Anorthosite Maf Mafic rock undiff
Apl Aplite Mnz Monzonite
Acd Acid rock undiff. Nor Norite
Bas Basalt Peg Pegmatite
Cbn Carbonatite Phn Phonolite
Dac Dacite Per Peridotite
Dol Dolerite Pyx Pyroxenite
Dun Dunite Rhd Rhyodacite
Dio Diorite Rhy Rhyolite
Fel Felsic rock undiff. Sep Serpentinite
Gab Gabbro Spl Splilite
Grd Granodiorite Syn Syenite
Gra Granite Ton Tonalite
Hzb Harzburgite Tra Trachyandesite
Int. Intermediate rock undiff Trc Trachyte
Kim Kimberlite Umf Ultramafic
Lam Lamprophyre
Batuan Metamorf
Amp Amphibolite Gnt Granulite Mvl Metavolcanic
Batuan Vulkanik
Agv Volcanic Agglomerate Int Intermediate Tuff
Ant Andesitic Tuff Lit Lithic Tuff
Tipe Breksi
Bmt Matrix Supported Bft Fault Breccia
Singkatan Umum
Alt Altered Fsp Feldspathic
App Approximately Frg Fragments
Ang Angular Frt Fractured
Bdd Bedded Gos Gossaneous
Warna
Lig Light Org Orange
Blk Black Pnk Pink
Blu Blue Pur Purple
Brn Brown Red REd
Grn Green Wht White
Gry Grey Ylw Yellow
Tekstur
AP = Aphanitic (0.004 – 0.06 mm)
BD = Bedded
BN = Banded
BR = Brecciated
CB = Contorted
CL = Clayey
CM = Chilled Margin
CT = Clastic
CR = Cenulated
CS = Closed – Structured/Framework supported
DR = Drusy
EQ = Equigranular
FB = Flow Banded
FE = Felted
FG = Fragmental
GA = Graded Bedding
GB = Granoblastic
GF = Graphic
GL = Granulose
GN = Gneissic
Struktur
BD = Bedding
BN = Banding in Igneous Rock
CL = Cleavage
FA = Fault
FO = Fold
JO = Joint/Joint Set
LI = Lineation
ME = Metamorphic Foliation