Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit
infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena
angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang sangat
berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya
meningitis (Andarsari, 2011).
Meningitis yang juga disebut leptomeningitis atau arachnoiditis adalah
suatu reaksi peradangan (inflamasi) pada selaput otak (meningen) yang
melapisi otak dan medulla spinalis, sehingga melibatkan arachnoid, piameter
dan cairan serebrospinal (CSS) (Mace, et al, 2008)
Bakteri penyebab meningitis bermacam-macam antara lain yaitu
Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Listeria monocytogenes, bakteri batang gram negatif (E.coli, Pseudomonas
aeruginosa), dan lain-lain (Mace, et al, 2008).
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat.
Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau
mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka
kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50% (Kurniawati,
2013).
Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan
angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa
Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus
meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis
pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang
disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan
puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus
meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian

1
pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan
diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan
angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14%
dan gangguan pendengaran 28% (Kurniawati, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui
asuhan keperawatan meningitis terhadap anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi
meningitis pada anak.
2. Agar mahasiswa mampu mengatasi dan mengetahui penyebab
meningitis pada anak.
3. Agar mahasiswa mampu mengatasi dan mengetahui gejala
meningitis pada anak.
4. Agar mahasiswa mampu mengatasi dan mengetahui
patofisiologi meningitis pada anak.
5. Agar mahasiswa mampu mengatasi dan mengetahui asuhan
keperawatan meningitis pada anak.

1.4 Manfaat Penulisan


Agar dapat menjadi referensi dengan memberikan Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Meningitis.

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Teori Penyakit
2.1.1 Definisi Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen/membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medula spinalis (Muttqin,2010).
Meningitis adalah radang selaput otak yang dapat disebabkan oleh

virus atau bakteri (Suririnah,2009).

Meningitis adalah inflamasi lapisan si sekiling otak dan medula


spinalis yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Meningitis
diklasifikasikan sebagai meningitis septik atau aseptik. Bentuk aseptik
mungkin merupakan dampak primer atau sekunder dari limfoma,
leukimia, atau HIV. Bentuk septik disebabkan oleh bakteri seperti
Streptococcus pneumoniae dan Nesseria meningitidis (Brunner &
Suddarth, 2013).

2.1.2 Etiologi
Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri
yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
 Haemophillus influenza
 Nesseria meningitides (meningococcal)
 Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
 Streptococcus, grup A
 Staphylococcus aureus
 Escherichia coli
 Klebsiella
 Proteus
 Pseudomonas

3
Virus
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini
biasanya bersifat “self-limitting”, dimana akan mengalami penyembuhan
sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna
Jamur
Protozoa (Donna D., 1999)
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan perubahan pada cairan otak:
a. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan plamater (cairan otak jernih)
Penyebab : Mycobacterium tuberculosa (penyebab terseringnya),
virus, toxoplasma Gandhi, riketsia(Black,Joyce.M dan Jane
Hawk,2014).
b. Meningitis purulenta
Radang bernanah pada araknoid dan plamater yang meliputi otak
dan medulla spinalis.
Penyebab : pneumokokus, meningokokus, streptokokus
hemolitikus, stapilokokus aureus, hemopilus influenza, Escherichia
coli, peudmonas aeruginosa, Neisseria meningitis(Black,Joyce.M
dan Jane Hawk,2014).

Berdasarkan penyebabnya:
1. Meningitis Bakteria.
Salah satu infeksi yang menyerang susunan saraf pusat,
mempunyai resiko tinggi dalam menimbulkan kematian &
kecacatan. (bersifat purulenta)
S. Pneumonie : mengaktifkan imunoglobulin A protease yang
menonaktifkan antibodi local
N. Meningitis : biasanya menginvasi dan membentuk koloni koloni
di sel sel faring (Black,Joyce.M dan Jane Hawk,2014)

4
2. Meningitis Tuberkulosi
Bukan karena terinfeksinta selaput otak, melainkan tuberkel pada
permukaan otak, peradangan ditemukan sebagian besar di otak,
terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan
tuberkel. (Black,Joyce.M dan Jane Hawk,2014)
3. Meningitis Viral/ Aseptik
Terjadi sebagai akibat dari berbagai penyakit seperti campak,
herpes simpleks, herpes zooster, tidak terbentuk adanya eksudat di
CSS, melainkan adanya inflamasi pada korteks serebri, kerusakan
jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena.
(Black,Joyce.M dan Jane Hawk,2014)
4. Meningitis Jamur
Termasuk kejadian yang cukup langka, biasanya merupakan
dampak dari penyebaran jamur melalui darah ke sumsum tulang
belakang. Meskipun siapapun dapat terkena meningitis jamur,
namun orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti
penderita HIV, kanker dan penyakit tertentu adalah yang paling
berisiko.Penyebab meningitis jamur yang paling sering pada orang-
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah adalah
Cryptococcus. Cryptococcus menjadi penyebab meningitis paling
umum pada orang dewasa di Afrika. (Black,Joyce.M dan Jane
Hawk,2014)

2.1.4 Patofiosiologis
Organisme penyebab memasuki aliran darah, melintasi
sawar darah-otak, dan memicu reaksi inflamasi di meningers.
Tanpa memperhatikan agens penyebabnya, inflamasi terjadi di
subaraknoid dan pia meter. Kemudian, terjadi peningkatan tekanan
intrakranial (ICP). Infeksi meningeal biasanya muncul melalui satu
dari dua cara berikut: melalui aliran darah akibat infeksi lain
(selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera

5
traumatik pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau
meningokokal juga muncul sebagai infeksi oportunis pada pasien
AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit Lyme.

Meningitis bakterial adalah bentuk meningitis yang


paling berat. Patogen bakterial yang paling sering dijumpai
adalah N. Meningitis (meningitis meningukokal) dan S.
Pneumoniae, yang merupakan penyebab 80% kasus meningitis
pada individu dewasa. Haemopbilus Influenzae dulu
merupakan penyebab tersering meningitis pada anak-anak.
Namun, karena adanya vaksinasi, infeksi oleh organisme ini
kini jarang dijumpai di negara maju (Brunner & Suddarth,
2013).

6
WOC

7
2.1.5 Menifestasi klinik
Menurut (Brunner&Suddarth, 2013), Manifestasi Klinis dari
Meningitis berupa :
1. Sakit kepala dan demam sering kali menjadi gejalan awal; demam
cenderung tetap tinggi selama proses penyakit; sakit kepala
biasanya tidak kunjung hilang atau berdenyut dan sangat parah
akibat iritasi meningeal.
2. Iritasi meningeal memunculkan sejumlah tanda lain yang dikenali
dengan baik sebagai tanda umum semua jenis meningitis :
a. Kaku kuduk adalah tanda awal

b. Tanda Kering positif : Ketika berbaring dengan paha


difleksikan pada abdomen, pasien tidak dapat
mengekstensikan tungkai secara komplet.

c. Tanda Brudzinski positif : Memfleksikan leher pasien


menyebabkan fleksi lutut dan panggul; fleksi pasif pada
ekstermitas bawah disatu sisi tubuh menghasilkan
pergerakan yang serupa dieksteermitas sisi yang lain.
d. Fotofobia (sensitivitas terhadap cahaya) biasa terjadi.
3. Ruam (N. Meningitidis): berkisar dari ruam petekie dengan lesi
purpura sampai area ekomosis yang luas.
4. Disorientasi dan gangguan memori; manifestasi perilaku juga
sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami
letargi, tidak responsif, dan koma.
5. Kejang dapat terjadi dan merupakan akibat dari area iritabilitas di
otak; ICP meningkat sekunder akibat perluasan pembengkakan di
otak atau hidrosealus; tanda awal peningkatan ICP mencakup
penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik fokal.
6. Infeksi fulminal akut terjadi pada sekitar 10% pasien meningitis
meningokokal, memunculkan tanda-tanda septikemia yang
berlebihan: awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di
wajah dan ekstermitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular

8
diseminta (DIC) terjadi searah mendadak; kematian dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah awitan infeksi.

2.1.6 Komplikasi
1. Hidrosefalus
Gangguan keseimbangan produksi dan absorbsi CSS didalam
ventrikel Otak. Setiap gangguan produksi dan absorbsi CSS akumulasi
CSS dalam ventrikel meningkat. Ventrikel mengalami dilatasi dan
menekan substansi otak ke tulang kranial (neonatus) akan
menyebabkan pembesaran otak ( Muttaqin,2010 ).
2. Hipertermi
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko untuk
mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari
370C (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan kerentanan
terhadap faktor-faktor eksternal. ( Muttaqin,2010)
3. Kejang atau Konvulsi
Suatu kondisi medis saat otot
tubuh mengalami fluktuasi konstraksi dan peregangan dengan sangat
cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali. Kejang
secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan etiologinya
yakni Kejang Primer/idiopatik yang terjadi tanpa ada sebab yang jelas
ataupun penyakit yang mendasarinya. Kejang Sekunder/simptomatis
yang timbul sebagai suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh
pasien tersebut. Contohnya penyakit infeksi ensefalitis. (
Muttaqin,2010 )
4. Edema serebral
Adalah kondisi di mana terjadi peningkatan jumlah air yang
terkandung di dalam otak. Umumnya, edema serebral terjadi akibat
reaksi inflamasi di otak.Edema serebral merupakan kondisi yang dapat
mengancam jiwa. Kepala merupakan organ yang memiliki bentuk yang

9
tetap karena adanya tulang tengkorak, sehingga saat terjadi
pembengkakan maka tekanan di dalam kepala akan meningkat.
Tekanan yang meningkat menyebabkan dorongan pada jaringan otak
dan dapat menyebabkan herniasi otak. ( Muttaqin,2010 )

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Riwayat Klinis
Diagnose meningitis ditegakkan berdasarkan riwayat klinis
yang meliputi infeksi pernapasan, sinus, dan telinga tengah atau
riwayat trauma kepala. Dilakukan untuk mendeteksi adanya virus
atau bakteri yang ada di dalam tubuh akibat penyakit
tersebut (Hartono,2006)
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan melakukan pemeriksaan melalui tanda
Kernig yaitu nyeri dan spasme otot hamstring (otot di belakang
lutut) terjadi ketika dilakukan ekstensi pasif sendi lutut, sementara
sendi pangkal paha difleksikan dengan sudut 90o terhadap
abdomen. Berikutnya adalah tanda Burdzinski, fleksi sendi
pangkal paha dan lutut sebagai respon terhadap fleksi pasif leher
dan dada. Kedua tanda ini menunjukan adanya inflamasi
meningeal dan radiks saraf spinal, yang teriritasi ketika
diregangkan pada saat pemeriksaan ini (Hartono,2006)
3. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan menggunakan
fungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal. Ciri – ciri
cairan serebrospinal yang abnormal diantaranya, tekanan
cairannya +180mmHg, cairan berwarna keruh atau seperti susu,
penurunan glukosa, peningkatan kadar protein, dan jumlah sel
darah putih dalam CSS. Pemberian warna pada CSS dapat
menentukan penyebab meningitis selama belum dilakukan terapi
antibiotic. (Hartono,2006)

10
4. Pemeriksaan Hitung Darah Lengkap
Penghitungan darah untuk menunjukan adanya kenaikan
dari sel darah putih yang dapat menunjukan adanya infeksi
(Ginsberg, 2005)
5. Pemeriksaan Koagulasi (Koagulasi Intravaskuler Diseminata
Pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pendarahan akibat thrombin bersirkulasi dalam darah hanya pada
daerah tertentu. Dasarnya ialah adanya pembekuan darah dalam
pembuluh – pembuluh darah kapiler serebral.
6. Kultur Darah
Untuk mengetahui adanya perkembangbiakan atau
pertumbuhan atau ditemukannya bakteri atau virus dalam darah
(Ginsberg,2005)
7. Kultur Urine
8. Kultur Sputum
9. CT-Scan
Untuk mengetahui besaran luas dari infeksi
meningitis(Hartono,2006)
10. Radiografi Dada dan Kranium
Untuk mengetahui sumber utama dari infeksi tersebut
(Hartono,2006)
11. Fungsi Lumbal
Tindakan memasukkan jarum LP ke dalam ruang
subarachnoid untuk mengambil cairan otak (liquor cerebro
spinalis).Indikasi:
a) Urgent: meningitis serosa/meningitis purulenta, perdarahan
subarachnoid, febris dengan kesadaran menurun (sebab tidak jelas)
b) Biasa: tumor mielum (sebelum dan sesudah
mielografi/caudiografi), Sindrom Guillain Barre (bila perlu
diulang-ulang ± satu minggu), kelumpuhan yang penyebabnya
tidak jelas

11
Kontraindikasi:Ada tanda peningkatan TIK, ada infeksi kulit/luka
bernanah sekitar LP, ada deformitas conpus vertebrae di tempat
pungsi, tidak ada inform consent dari pasien/keluarga

2.1.8 Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil
kultur. Pada orang dewasa, Benzyl penicillin G dengan dosis 1-2 juta
unit diberikan secara intravena setiap 2 jam. Pada anak dengan berat
badan 10-20 kg. Diberikan 8 juta unit/hari,anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg diberikan 4 juta unit/hari.
Ampicillin dapat ditambahkan dengan dosis 300-400
mg/KgBB/hari untuk dewasa dan 100-200 mg/KgBB/ untuk anak-
anak. Untuk pasien yang alergi terhadap penicillin, dapat dibrikan
sampai 5 hari bebas panas.
Terapi suportive seperti memelihara status hidrasi
danoksigenasi harus diperhatikan untuk keberhasilan terapi. Untuk
DIC, beberapa penulis merekomendasikan pemberian heparin 5000-
10.000 unit diberikan dengan pemberian cepat secara intravena dan
dipertahankan pada dosis yang cukup untuk memperpanjang clotting
time danpartial thromboplastin time menjadi 2 atau 3 kali harga
normal. Untuk mengontrol kejang diberikan anticonvulsan. Pada
udem cerebri dapat diberikan osmotik diuretik atau corticosteroid,
tetapi hanya bila didapatkan tanda awal dari impending herniasi.

2.1.9 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Tujuan : mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu
yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola
hidup sehat..Pada bayi pencegahan bisa dilakukan dengan pemberian
vaksin (imunisasi meningitis) agar dapat membentuk kekebalan.ex:
(Hib, PCV7, PPV, MCV4, MMR, HbOC atau PRP-OMP). Hunian

12
sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, ex : not over
crowded.Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan
pemberian kemoprofilaksis(antibiotik) kepada orang yang kontak
dekat atau hidup serumah dengan penderita. Ex : vaksin tetravalen
A,C, W135, Y>35. Imunisasi untuk pencegaha infeksi Haemophilus
Influenzae (menggunakan vaksinHaemophilus Influenzae tipe b)
disarankan diberikan untuk bayi 2,3,4 bulan. (Black,Joyce.M dan Jane
Hawk,2014)
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan : untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit.Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
Diagnosis dini & Pengobatan Segera.Diagnosa penyakit dapat
dilakukan dengan pemfis, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan X-Ray paru.Meningitis merupakan
salah satu penyebab terjadinyahydrocephalus. Untuk itu perlu
dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi
orang – orang yang berisiko menderita meningitis. Vaksinasi
dianjurkan untuk individu yang berpergian ke luar negeri, orang
dengan gangguan sistem imun dan pasien yang menderita gangguan
limpa.
3. Pencegahan Tersier
Tujuan : mengurangi aktifitas klinik yang mencegah kerusakan
lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit terhenti. Pada
tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan
dan kecacatan akibat meningitis dan membantu penderita untuk
melakukan penyeusuaian fisik terhadap kondisi yang sudah tidak
bisa diobati lagi. Ex : Tuli dan ketidakmampuan untuk
belajar..Fisioterapi dan rehabilitasi juga sbg media pencegahan &
mengurangi kecacatan.

13
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis dengan Meningitis pada Anak
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat/tanggal lahir, NO.
MR penanggungjawab, dll.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang
dan penurunan kesadaran.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama
apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan
obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis
tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien,
seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic
dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas
tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau
bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan

14
demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang
telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama
menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive
yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama
tindakan melalui pembuluh darah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya di dapatkan data adanya infeksi yang dialami ibu pada akhir
kehamilan.
4. Pengkajian Fisik
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: Perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang
ditimbulkan kondisinya.
Tanda: Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter,
kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa
penyakit jantung conginetal ( abses otak ).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi
berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari
pusat vasomotor ); takikardi, distritmia ( pada fase akut ) seperti
distrimia sinus (pada meningitis ).
c. Eliminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.

15
d. Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode
akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa
kering.
e. Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri
( pada periode akut).

f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan
biasanya berat ), Pareslisia, terasa kaku pada semua
persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf
cranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas (minimitis)
.Timbul kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan
dalam penglihatan, seperti diplopia ( fase awal dari beberapa
infeksi ).Fotopobia ( pada minimtis).Ketulian ( pada minimitis /
encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
Adanya halusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : Status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai
kebingungan yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi /
psikosis organic ( encephalitis ). Kehilangan memori, sulit
mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala berkembangnya
hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial).
Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi. Mata ( ukuran / reaksi
pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya (
peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus
).Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ). Karakteristik fasial (wajah ) ;
perubahan pada fungsi motorik dan sensorik ( saraf cranial V dan
VII terkena ).Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang
lobus temporal .Otot mengalami hipotonia/ flaksid paralisis ( pada

16
fase akut meningitis .Spastik (encephalitis). Hemiparese hemiplegic
( meningitis / encephalitis ).Tanda brudzinski positif dan atau tanda
kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi meningeal ( fase
akut ).Regiditas muka ( iritasi meningeal ).Refleks tendon dalam
terganggu, brudzinski positif. Refleks abdominal menurun.
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin
akan diperburuk oleh ketegangan leher/ punggung kaku,nyeri pada
gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah menangis/
mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan
mental ( letargi sampai koma ) dan gelisah.
i. Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi
lain, meliputi mastoiditis telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen
atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak /
cedera kepala.Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada
meningitis, terpajan oleh campak, herpes simplek, gigitan binatang,
benda asing yang terbawa.Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda : Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil.
Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic.
5. Data Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan
pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan
penekanan respons inflamasi
5. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan proses
infeksi/inflamasi, toksin dalam sirkulasi
6. Kerusakan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neouromuskuler, penurunan kekuatan/ ketahanan.
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi interpersonal dan
keikutsertaan merasakan. Ancaman kematian/perubahan dalam
status kesehatan

2.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NIC NOC


KEPERAWATAN

1 Gangguan perfusi Pasien bed rest total Perubahan pada tekanan


jaringan dengan posisi tidur intakranial akan dapat
sehubungan terlentang tanpa bantal. meyebabkan resiko untuk
dengan Monitor tanda-tanda terjadinya herniasi otak.
peningkatan status neurologis dengan Dapat mengurangi kerusakan
tekanan GCS. otak lebih lanjut.
intrakranial. Monitor tanda-tanda vital Pada keadaan normal
seperti TD, Nadi, Suhu, autoregulasi mempertahankan
Respirasi, dan hati-hati keadaan tekanan darah sistemik
pada hipertensi sistolik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan

18
Monitor intake dan menyebabkan kerusakan
output vaskuler cerebral yang dapat
Bantu pasien untuk dimanifestasikan dengan
membatasi muntah, peningkatan sistolik dan
batuk. Anjurkan pasien diiukuti oleh penurunan
untuk mengeluarkan tekanan diastolik. Sedangkan
napas apabila bergerak peningkatan suhu dapat
atau berbalik di tempat menggambarkan perjalanan
tidur. infeksi.
Berikan cairan perinfus Hipertermi dapat menyebabkan
dengan perhatian ketat. peningkatan IWL dan
Monitor AGD bila meningkatkan resiko dehidrasi
diperlukan pemberian terutama pada pasien yang
oksigen tidak sadar, nausea yang

Berikan terapi sesuai menurunkan intake per oral.

advis dokter seperti: Aktifitas ini dapat


Steroid, Aminofel, meningkatkan tekanan
Antibiotika. intrakranial dan
intraabdomen.Mengeluarkan
napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat
melindungi diri dari efek
valsava
Meminimalkan fluktuasi pada
beban vaskuler dan tekanan
intrakranial, vetriksi cairan dan
cairan dapat menurunkan
edema cerebral
Adanya kemungkinan asidosis
disertai dengan pelepasan

19
oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral.
Terapi yang diberikan dapat
menurunkan permeabilitas
kapiler.
Menurunkan edema serebri.
Menurunkan metabolik sel /
konsumsi dan kejang.

2 Resiko terjadi Longgarkan pakaian, Proses konveksi akan terhalang


kejang ulang berikan pakaian tipis oleh pakaian yang
berhubungan yang mudah menyerap ketat dan tidak menyerap
dengan hipertermi. keringat keringat.
Berikan kompres dingin Perpindahan panas secara
Berikan ekstra cairan konduksi
(susu, sari buah, dll) saat demam kebutuhan akan
Observasi kejang dan cairan tubuh
tanda vital tiap 4 jam meningkat
Batasi aktivitas selama Pemantauan yang teratur
anak panas menentukan tindakan
Berikan anti piretika dan yang akan dilakukan
pengobatan sesuai advis aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan
meningkatkan panas
Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan
sebagai propilaksis

3 Potensial Monitor kejang pada Gambaran tribalitas sistem

20
terjadinya injuri tangan, kaki, mulut dan saraf pusat memerlukan
sehubungan otot-otot muka lainnya. evaluasi yang sesuai dengan
dengan adanya intervensi yang tepat untuk
kejang, perubahan mencegah terjadinya
status mental dan Persiapkan lingkungan komplikasi.
penurunan tingkat yang aman seperti Melindungi pasien bila kejang
kesadaran batasan ranjang, papan terjadi
pengaman, dan alat Mengurangi resiko jatuh /
suction selalu berada terluka jika vertigo, sincope,
dekat pasien dan ataksia terjadi
Pertahankan bedrest total Untuk mencegah atau
selama fase akut mengurangi kejang.
Berikan terapi sesuai Catatan : Phenobarbital dapat
advis dokter seperti; menyebabkan respiratorius
diazepam, phenobarbital, depresi dan sedasi.
dll.

2.1.4 Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
klien (Potter & Perry,2009).

2.1.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009).
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak (Hidayat A, 2007).

21
BAB III
CONTOH KASUS
Asuhan Keperawatan Meningitis Pada Anak
3.1 Pengkajian
A. IDENTITAS
Nama anak : An “L”
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor Register : 10261115
Lahir : Normal (Spontan B)
Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 3 Januari 2003
Diagnosa Medis : Meningtis
Tanggal MRS : 13 April 2003 jam 23.30 WIB

Nama Ibu : Ny. “H”


Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya

Nama Ayah : Tn. “B”


Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA

22
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama : Kejang
2. Perjalanan penyakit sekarang
Tanggal 7-9-2001 jam 14.30 WIB Anak mulai panas lalu diberi
obat penurun panas (Sirup Salmol) 1 kali dan dikompres, disertai batuk
dan pilek. Tetapi panas tidak turun. Muntah sebanyak 2 kali yaitu jam
23.30 WIB dan 01.30 WIB sebanyak ± 2-3 sendok makan dengan berisi
makanan. Lalu kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali,
lamanya ± 5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat
kejang adalah mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan kedua kaki
kaku (ekstensi). Setelah kejang terjadi anak langsung menangis. Batuk
tidak mengeluarkan dahak, suara grok-grok, konsistensi pilek agak kental,
jernih, dan keluar kadang-kadang, tetapi tidak sesak.
3. Penyakit Riwayat Dahulu
Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami kejang,
epilepsi, trauma kepala, radang selaput otak, ostitis media akut. Penyakit
yang pernah diderita anak yaitu panas, batuk, pilek tetapi jarang terjadi.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Prenatal : selama hamil sehat tidak ada kelainan seperti pendarahan
dan sakit panas, Ibu hanya minum obat yang diberikan bidan. Ibu tidak
minum jamu.
2. Neonatal: melahirkan usia kehamilan 9 bulan, spontan, tidak ada
kelainan, anak langsung menangis keras, BB : 3300 gr PB : 48cm.
3. Post Natal : bayi sehat, menetek kuat, tidak ada kelainan, tali pusat
lepas hari ke 7.

23
5. Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan bahwa imunisasi anaknya sudah lengkap. Reaksi
setelah mendapat imunisasi DPT anak panas tetapi tidak kejang, sembuh
dengan meminum obat yang diberikan petugas kesehatan.
6. Riwayat Perkembangan Anak
a. Riwayat personal sosial :Anak mudah beradaptasi dengan
lingkungan di sekitarnya. Anak masih ngompol dan belum bisa
memberi tahu orang tua bila ingin BAK/BAB.
b. Gerakan motorik kasar : anak sudah bisa berjalan, mendorong, dan
menarik kursi, dapat mengerjakan perintah secara sederhana.
c. Gerakan motorik halus : anak bisa memegang pensil dan mencoret-
coret.
d. Bahasa : anak sudah bisa bicara beberapa kata, misalnya : mama,
papa, memanggil kakaknya (Iza), dan memanggil binatang
peliharaan (anjing), minum, dll.
Kesimpulan : Tidak ada kelainan dalam perkembangan.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : tidak ada keluarga yang menderita penyakit epilepsi, kelainan
syaraf, penyakit menular ataupun menurun dari ayah.
Ibu : ibu menderita hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita
penyakit diabetes mellitus sejak tahun 1992, dari keluarga ibu tidak ada
yang menderita kelainan syaraf, epilepsi.
Anak : kakaknya menderita sakit batuk dan pilek selama satu minggu
8. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu ataupun
orang lain.
2. Hubungan dengan anggota keluarga baik: anak sangat dekat dan manja
dengan ibunya. Biasanya anak bermain bersama kakak apabila
ditinggal ibu memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kakaknya
berusia 9 tahun, sudah kelas 4 SD.

24
3. Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak bermain di rumah
bersama ibunya. Kadang-kadang anak bermain dengan teman
sebayanya yang dekat dengan rumahnya.
4. Pembawaan secara umum: Anak tampak gelisah dan rewel, kadang-
kadang menangis minta digendong, anak sangat manja kepada ibunya.

C. Pola Kebiasaan dan Fungsi


1. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Sebelum sakit : mandi 2 kali/hari, keramas 2 kali/minggu, ganti
celana setiap ngompol, baju ganti tiap pagi dan sore.
Setelah sakit : mandi 2 kali/hari, tidak pernah keramas, ganti
baju tiap pagi dan sore dan celana ganti tiap ngompol.
Keluarga sangat khawatir saat anaknya kejang karena selama ini tidak
ada keluarga yang kejang. Keluarga tidak tahu cara pencegahan dan
pertolongan kejang. Kalau anak sakit biasanya dibawa ke dokter atau
rumah sakit bila setelah diberi obat paracetamol atau bodrexin tidak
sembuh. Anak bila sakit rewel, sering minta digendong. Anak tampak
takut bila ada petugas kesehatan yang akan melakukan perawatan/
tindakan medik.
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : makan 3-4 kali/hari, dengan porsi satu
mangkuk kecil habis, tidak ada pantangan dalam makanan,
komposisinya nasi tim dan lauknya bervariasi tiap hari yaitu
tahu, tempe, ikan laut, telur dan daging. Sayurnya seperti bayam, sup,
soto, dan lain-lain. Minum : air putih ± 3 – 5 gelas (ukuran 100 cc),
anak masih menetek.
Selama sakit : sehari makan 3 kali/hari, porsi yang disediakan
rumah sakit dimakan separuh. Komposisinya nasi tim, lauk, sayur, dan
buah. Anak lebih sering menetek. Minum air putih ± 4 – 6 kali/100 cc,
pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok lalu dimuntahkan.

25
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada.
BAB lancar setiap pagi hari, konsistensi lembek, warna kuning.
Selama sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada.
BAB setiap hari, konsistensi lembek, warna kuning.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Bermain bersama kakaknya ± 4 – 5 jam sehari,
waktu terbanyak bersama ibu. Bersama ayah kadang–kadang, antara 3
– 4 jam. Biasanya anak juga bermain sendiri sambil melihat TV atau
mendengarkan musik sambil menari.
Selama sakit : aktivitas anak menjadi menurun karena terpasang
infus di tangan kiri, anak sering minta digendong ibu.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : tidur malam antara jam 20.00 – 05.00 WIB, siang
tidur antara jam 12.00 – 15.00 WIB, terbangun bila ngompol.
Selama sakit : pada siang hari tidurnya sulit ± ½ - 1 jam, tidurnya
sering terbangun dan rewel minta digendong. Pada malam hari
tidurnya jam 01.00 – 04.00 WIB, anak rewel dan tidurnya sering
terjaga.
D. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. Tekanan darah :-
Nadi : 132 kali/menit
Respirasi : 30 kali/meniT
Suhu : 38,2 ºC
4. BB / TB :9 kg / 77 cm
Status gizi : 2n + 8
2(1,5) + 8 = 11 kg
9/11 x 100 % = 81,8 % (gizi kurang)

26
E. Pemeriksaan Fisik Umum
1. Kepala: Tak ada tanda – tanda mikrochepali ataupun makrochepali,
lingkar kepala 46 cm, ubun – ubun besar menutup, bentuk kepala
normal.
2. Rambut: Warna pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut
cukup, tidak terdapat kutu.
3. Muka / wajah: Tidak ada rhisus sardonicus, simetris, tidak terdapat
oedema, wajah tidak tampak pucat.
4. Mata: Ketajaman penglihatan baik, palpebra simetris, tak ada midriasis
atau miosis, sklera tidak ikterus, konjungtiva tak anemis, pergerakan
normal, tak ada strabismus.
5. Hidung:
Bentuk normal, tidak terdapat epistaksis, nampak keluar secret
berwarna kental dan jumlahnya sedikit, tidak ada polip, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
6. Telinga: Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak
keluar cairan.
7. Mulut: Simetris, tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada
karies, lidah bersih, tidak terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir
tampak kering dan pecah-pecah
8. Tenggorokan: Tonsil tak tampak kemerahan dan tak tampak
pembesaran, faring tampak kemerahan, tak ada eksudat.
9. Leher: Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak
ada pembesaran vena jugularis, tak ada pembesaran kelenjar getah
bening.
10. Dada / Thorax: Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada
refraksi intercostal, tidak terdapat ronchi, tak ada wheezing, pernaasan
cepat dan iramanya teratur.
11. Jantung: Detak jantung normal dan frekwensinya teratur
12. Abdomen: Turgor kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan
hepar normal, tidak teraba benjolan / tumor, gerak peristaltik normal.

27
13. Kulit: Kebersihan kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada
oedem, kulit teraba panas.
14. Ekstrimitas: Ekstrimitas atas: tak ada oedem, pergerakan normal, pada
tangan kiri terpasang infus sejak 8 september 2001, tak ada tanda –
tanda flebitis, akral hangat, lila = 14 cm.
Ekstrimitas bawah: tak ada oedem, pergerakan normal, akral hangat.
15. Genetalia
Vulva: kebersihan cukup, tidak tampak keluar sekret, tidak ada oedema
maupun iritasi.
Anus: kebersihan cukup, haemorroid tidak tampak.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Data Laboratorium
Laboratorium 8 – 9 2001 jam 03.30
Pemeriksaan darah
HB : 12,00 gr % (P 11,4 – 15,1)
Leukosyt :19 x 109/L (P 4,3 – 11,3)
Trombosyt : 173 x 109/L (150 – 350)
PCV :0,35 (P 0,38 – 0,42)
Glukosa darah acak : 288 mq/dl (< 200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8 - 5)
Natrium = 133 meq/L (135 - 144)
LP(lumbalpungsi) : Keluarga menolak walaupun
sudah diberikan penjelasan tujuan dan prosedurnya.
Data Lain
Therapi yang diberikan :
8-9-2001 : Ampicilin 3x300 mg IV
Paracetamol 3x100 mg P.O
Diazepam 2,7 mg IV (bila kejang)
Infus D5 ¼ S 500 cc/24 jam.

28
3.2 Diagnosa Keperawatan
Dari analisa dan sintesa data di atas maka dapat diambil diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1. Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
2. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
yang ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan, BB kurang dari
normal, anak tidak mau PASI.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi yang
ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.

3.3 Intervensi Keperawatan


Tabel 3.1 Perencanaan Pada Kasus Kejang Demam
No. Rencana Rasional
1 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB
Diagnosa / masalah : potensial kejang
berulang berhubungan dengan
hiperthermi
Tujuan : kejang ulang tidak terjadi
dalam waktu 2x24 jam
Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu tubuh normal (36-37,5oC)
- Nadi (100-110 x /mnt)
- RR (24-28 x /mnt)
- Kesadaran composmentis
Rencana :
1. Longgarkan pakaian,berikan 1. Proses konveksi akan terhaalang
pakaian tipis yang menyerap keringat oleh pakaian ketat dan tidak menyerap

29
2. Berikan kompres dingin pada keringat
kepala dan ketiak 2. Perpindahan panas secara
3. Berikan ekstra cairan (pasi, asi, konduksi
sari buah, dan lain-lain) 3. Saat demam kebutuhan akan
Cairan: 1150–1300 cc/24 Jam cairan tubuh semakin meningkat
4. Observasi kejang dan tanda vital 4. Pemantauan yang teratur
tiap 4 jam menentukan tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya
5. Batasi aktivitas selama anak 5. Aktivitas dapat meningkatkan
panas metabolisme sehingga meningkatkan
suhu tubuh

6. Berikan anti piretika dan 6. Menurunkan panas pada pusat


pengobatan sesuai advise dokter hipotalamus dan sebagai propilaksis

- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)


- Ampicillin 3 x 300 mgIV
- Paracetamol 3 x 100 mg (per
oral)
7. Berikan health education kepada 7. Menjaga kebersihan dan
keluarga tentangpersonal hygene: kelembaban bibir
membersihkan daerah bibir dengan air
hangat 2 x/hari dan mengolesi bibir
dengan madu
2
Tanggal 8-9-2001 jam 11.10 WIB
Diagnosa / masalah :
Gangguan pemenuhan nutrisi
berhubungan dengan nyeri saat
menelan
Tujuan : nutrisi terpenuhi dalam 2x24

30
jam
Kriteria :
- porsi makan yang disediakan
dihabiskan
- anak mau minum pasi
- BB anak meningkat
- turgor kulit baik, konjungtiva
tidak anemis
Rencana : 1. Dengan pemberian penjelasan
1. Beri penjelasan pada keluarga keluarga diharapkan mengerti, dan
tentang penyebab gangguan dapat mendukung program perawatan
pemenuhan nutrisi, pentingmya nutrisi yang diberikan
bagi tubuh dan cara mengatasinya
2. Berikan health educational 2. Untuk mengurangi nyeri saat
kepada keluarga tentang : menelan dan untuk mencukupi
- berikan makanan pada anak kebutuhan nutrisi
dengan porsi kecil dan frekuensinya
sering
- berikan pasi ditambah dengan
madu secara bertahap
3. Kolaborasi dengan tim gizi 3. Sebagai fungsi dependen
untuk pemberian diit : perawat/bidan dengan ahli lain.
TKTP 900 kalori, 20 gr protein
PASI 6 x 100 cc
4. Observasi intake dan output
4. Mengetahui keseimbangan
jumlah nutrisi tubuh.
5. Lakukan penimbangan BB 5. deteksi perubahan BB sebagai
tiap hari evaluasi pemberian diit

31
3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB
Masalah : kurangnya pengetahuan
keluarga tentang penyakit
berhubungan dengan keterbatasan
informasi
Tujuan : pengetahuan keluarga
bertambah tentang penyakit anaknya
dalam 24 jam
Kriteria :
- keluarga tidak sering bertanya
tentang penyakit anaknya
- keluarga mampu diikutsertakan
dalam proses perawatan
- keluarga mentaati setiap proses
perawatan
Rencana :
1. Mengetahui sejauh mana
1. Kaji tingkat pengetahuan
pengetahuan yang dimiliki keluarga
keluarga
dan kebenaran informasi yang didapat
2. Agar keluarga dapat
menerima informasi dengan mudah
2. Beri penjelasan tentang penyakit
dan tepat sehingga tidak timbul
yang diderita anak dan semua prosedur
kesalahpahaman sehingga keluarga
perawatan yang akan dilakukan
lebih kooperatif
3. Sebagai upaya alih informasi
3. Berikan health education cara dan mendidik keluarga agar mandiri
menolong anak kejang dan mencegah dalam mengatasi masalah kesehatan
kejang :
- jangan panik saat kejang
- baringkan anak di tempat rata

32
dan lembut
- kepala dimiringkan
- pasang gagang sendok di mulut
yang telah dibungkus kain bersih
- setelah kejang berhenti dan
anak sadar segera minumkan obat dan
tunggu sampai keadaan tenang
- jika suhu tinggi, lakukan
kompres dingin dan beri minum
banyak
- segera bawa ke RS bila kejang
lama
4. Mencegah peningkatan suhu
4. Berikan helath education agar
lebih tinggi dan serangan kejang ulang
selalu sedia obat penurun panas (sesuai
dengan anjuran dokter) bila anak panas
segera bawa RS bila suhu belum turun
24 jam berikutnya
5. Sebagai upaya preventif
5. Jika anak sembuh, jaga agar
serangan kejang ulang
tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari penderita penyakit
menular sehingga tidak mencetuskan
kenaikan suhu 6. Imunisasi pertusis

6. Beritahu agar memberikan reaksi panas yang dapat


keluarga
memberikan informasi pada petugas menyebabkan kejang ulang
imunisasi bahwa anaknya pernah
mendapat serangan kejang sehingga
pemberian imunisasi DPT tidak
diberikan pertusis, hanya DT saja

33
3.4 Evaluasi
1. Diagnosa / masalah : potensial terjadi kejang berulang berhubungan
dengan hiperthermi
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 09.00 WIB
S: Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang dan
badannya masih panas, anak masih rewel, ibu sudah membersihkan
bibir anaknya dan mengolesi dengan madu.
O: Kejang ulang tidak terjadi, badan teraba panas akral hangat, turgor
kulit baik, anak tampak rewel, kelembaban bibir cukup, bibir tampak
bersih.
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 38oC N : 128 x/mnt RR : 28 x/mnt
A : Tujuan belum berhasil
P : Rencana dipertahankan
o Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat
o Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
o Berikan ekstra cairan
Infus : D5 ¼ S 500cc / 24 jam, ASI, PASI : 6 x 100cc
o Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
o Batasi aktivitas selama anak panas
o Berikan pengobatan sesuai dengan advis dokter.
Terapi: Valium 2,7 mgIV (bila kejang)
Ampicilin 3 x 300 mgIV
Paracetamol 3 x 100 mg per oral

34
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang, badannya
tidak panas lagi, anak tidak rewel dan bisa tidur nyenyak, anak kembali ceria lagi.
O : Kejang ulang tidak terjadi kulit tidak teraba panas, turgor kulit baik anak
tampak ceria, infus dilepas sejak jam 09.00 WIB
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 37,2oC N : 100 x/mnt RR : 25 x/mnt
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan

2. Diagnosa / masalah : gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri


saat menelan
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 10.00 WIB
S : Ibu mengatakan porsi makan yang disediakan dimakan separuh, anak mau
minum PASI± 2 - 3 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor kulit baik, akral tidak pucat, konjungtiva tidak anemi,
PASI yang diberikan diminum ± 2 – 3 x 100cc
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.10 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan
habis,, PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100cc

35
O : BB : 9 kg, turgor lebih baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis,
anak masih menetek, anak tampak ceria kembali
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari

Catatan Perkembangan
Tanggal 11-9-2001 jam 08.00 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan
habis PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100 cc.
O : BB : 9 kg, turgor kurang baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis,
anak masih menetek, anak tampak ceria dan bisa diajak bercanda
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana hari ini pulang

3. Diagnosa / masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit


berhubungan dengan keterbatasan informasi
Evaluasi
Tanggal 8-9-2001 jam 12.30 WIB
S : Ibu mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknya dan cara
pencegahannya.
O : Ibu / keluarga dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan
Keluarga mau dan mampu diikutsertakan dalam proses perawatan,
Keluarga tidak sering bertanya lagi tentang penyakit anaknya,
Keluarga mentaati setiap proses perawatan
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan

36
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
4.1 Observasi Contoh Kasus Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis
KEADAAN PASIEN

Nama anak : An “L”

Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor Register : 10261115
Lahir : Normal (Spontan B)
Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 3 Januari 2003
Diagnosa Medis : Meningtis
Tanggal MRS : 13 April 2003 jam 23.30 WIB

Keluhan: Kejang yang dimulai dari demam disertai batuk pilek.


Kesimpulan:

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Meningitis adalah radang pada meningen/membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medula spinalis. Klasifikasi meningitis dibedakan
berdasarkan perubahan cairan di otak dan penyebabnya. Etiologi dari
meningitis berasal dari virus, bakteri, dan jamur. Faktor risiko dari
meningitis adalah usia, jenis kelamin, lingkungan, musim, kehamilan,
imunologi, lifestyle, trauma kepala, kelainan anatomis. Patofisiologi dari
meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ
atau jaringan tubuh yang lain.. Menifestasi klinis dari meningitis adalah sakit
kepala, demam, perubahan pada tingkat kesadaran, iritasi meningen, kejang,
ruam, dan infeksi fulminating. Pemeriksaan penunjang dari meningitis selain

37
pemeriksaan laboratorium adalah pemriksaan pungsi lumbal. Penatalaksanaan
meningitis biasanya menggunakan antibiotic. Pencegahan meningitis ada tiga
yaitu pencegah primer, sekunder, dan tersier. Komplikasi meningitis adalah
hidrosefalus, herniasi otak, edema serebral dan kebutaan. Diagnosa
keperawatan untuk penyakit meningitis adalah resiko infeksi, resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral, hipertermia berhubungan dengan
penyakit, nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis (infeksi),
mual berhubungan dengan biofisik (meningitis), hambatan mobilitas ditempat
tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan neuromuscular, resiko dubitus

4.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
memberikan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Meningitis
.

38
DAFTAR PUSTAKA

Black,Joyce.M dan Jane Hawk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Buku
2. Jakarta: Elsevier

Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes: Neurologi. 2005. Jakarta: Erlangga

Hartono, Andry. 2006. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.Jakarta:


EGC

Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Herdman,T.H dan Kamitsur,S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:


Definition dan Classificatio 2015-2017. 10 nd edition. Oxford:Wiley Blackweli

Bulecheck,G et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


6 thEdition. Missouri: Elesvier

Moorhead, S et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement


of Health Outcomes. 5 th Edition. Missouri: Elesvier

Muttaqin,Arif. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Potter & Perry. (2009). Fundamental of Nursing 7 th Edition.

Hidayat A. Aziz Alimul (2007), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Kurniawati, A. (2013). Pola Penggunaan Antibiotik pada Terapi Meningitis di


Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1–4.

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.12. Jakarta. EGC

39

Anda mungkin juga menyukai