Anda di halaman 1dari 5

Beredarnya isu mengenai produk SARI ROTI yang beracun.

Langkah awal yaitu pihak perusahaan membentuk tim khusus dan menentukan strategi yang
akan digunakan untuk menangani kasus tersebut. Langkah selanjutnya yaitu menganalisis
penyebab beredarnya isu mengenai produk SARI ROTI yang beracun, kemudian setelah
melakukan analisis mengenai penyebabnya ternyata hasil menunjukkan memang adanya
korban yang keracunan, berita ini langsung menyebar luas sehingga menyebabkan
menurunnya penjualan terhadap produk SARI ROTI. Setelah diselidiki ternyata korban
tersebut memang mengkonsumsi produk SARI ROTI dan memang benar korban tersebut
keracunan. Selanjutnya penyelidikan dilanjutkan pada produk SARI ROTI yang sudah
dikonsumsi korban tersebut dari penyelidikan tersebut ditemukan ternyata produk yang
dikonsumsi korban sudah kadaluwarsa. Dengan munculnya krisis seperti itu pihak
perusahaan harus menanganinya dengan mensosialisasikan lagi mengenai tanggal
kadaluwarsa produk SARI ROTI yang terbilang cepat hal tersebut dikarenakan produk SARI
ROTI berasal dari bahan-bahan yang tidak mengandung pengawet untuk itu sebelum
membeli produk SARI ROTI pihak konsumen harus memperhatikan tanggal kadaluwarsa
dari produk tersebut. SARI ROTI sendiri sebelumnya sudah memproduksi banyak roti selama
bertahun-tahun serta sudah mendapatkan kepercayaan dari konsumen dan SARI ROTI pun
sudah dikenal sebagai roti yang produknya tanpa bahan pengawet. Data itulah yang menjadi
alasan mengapa isu mengenai produk SARI ROTI yang beracun itu tidak benar.
Tim khusus yang dibentuk oleh PT Sinar Sosro, malam itu, 6 Juni 2009,
harus rela bekerja hingga dini hari. Mereka berembug, menganalisa dan
menentukan strategi untuk menghadapi ‘serangan gerilya’ di dunia maya.
Sosro diserang oleh HOAX!

Tak ada yang menyangka bahwa manajemen Sosro yang selama ini
tampak adem-ayem, hari itu harus membuat keputusan besar, yakni
mengibarkan bendera ‘perang’ untuk melawan dan menghentikan viral
Hoax (berita bohong) yang menyebar cepat di internet. Mereka terkejut
saat bagian customer service tak henti-hentinya menjawab pertanyaan
dari agen maupun distributor yang menanyakan, “Ada apa gerangan
dengan Sosro?”

Tidak berhenti sampai di situ. Pelanggan-pelanggan kelas kakap dan pemilik toko swalayan
tiba-tiba membatalkan pesanan rutin. Mereka menunggu sampai ada penjelasan resmi dari
perusahaan. Tentu, manajemen Sosro kaget bukan kepalang dan menyadari bahwa mereka
sedang menghadapi bola panas yang kini bergerak liar sangat cepat.

Vice Marketing Director PT Sinar Sosro, Ronny Jatnika, mengaku, harus menggunakan
kacamata bantu setelah seharian penuh memelototi berita-berita miring tentang perusahaan di
depan komputernya. “Mata ini sampai berair kelamaan di depan monitor,” ungkapnya. Ronny
dipaksa memutar otak lebih keras bagaimana caranya menghentikan virus yang menyebar
bagai viral.

Selidik punya selidik, kekacauan itu ternyata bersumber dari sebuah email yang menyudutkan
Sosro dengan memanfaatkan keampuhan teknologi internet. Kisah bermula pada 8 April
2009. Hariadhi, seorang netter, memulai diskusi di milis Creative Circle Indonesia (CCI). Di
milis ini ia membuat tulisan berjudul “Waspada! Teh Botol Sosro Beracun!”

Dari judulnya yang bombastis, sontak banyak tanggapan atas postingan tersebut. Dan,
rupanya, eksperimen Hoax naik lagi di milis yang sama pada 30 April dengan judul lebih
gawat dari sebelumnya, “Teh Botol Sosro Racunnya Teh!”

Celaka dua belas. Informasi menyesatkan ini menyebar dengan cepat melalui forward email
dan keluar dari konteks milis asalnya ke jaringan para anggota masing-masing. Puncaknya,
pada 5 Mei 2009, isu Teh Botol Sosro mengandung racun menyebar dan singgah ke forum
fashionedaily.com yang anggotanya mayoritas ibu-ibu dan tentu saja menjadi santapan
empuk karena isu tersebut jelas sangat menyentuh kepentingan melindungi keluarga atau
anak.

Isu miring ini terus menyebar, baik melalui forum-forum yang lebih besar, seperti
indonesiaindonesia.com, melalui email berantai, muncul di blog dan di-copy paste ke blog-
blog lain. Praktis, keyword ‘Teh Botol Sosro’ mendadak populer di search engine. Sampai-
sampai Google yang menjadi rujukan para onliner di seluruh dunia harus turun tangan dan
merekamnya melalui salah satu fi turnya, GoogleTrends.

Sekadar info, standard GoogleTrends ini sangat tinggi sehingga ia tidak akan mencatat
sebuah keyword jika memang yang mencari di search engine kategorinya hanya biasa-biasa
saja. GoogleTrends baru bergerak kalau memang terbukti ada lonjakan yang luar biasa. Itulah
yang terjadi pada Sosro. Dari bulan bahkan tahun sebelumnya, tidak terekam sama sekali.
Akan tetapi, pada periode Mei dan Juni, grafi k di GoogleTrends dengan kata kunci ‘Teh
Botol Sosro’, tiba-tiba melejit membentuk sebuah grafi k yang bergerak naik.

Tercatat, kata ‘Teh Botol Sosro’ direkam di 57.500 search pages result pada 30 Juni 2009,
yang artinya ada lonjakan hampir 50 kali dalam tempo dua bulan. Hampir sebulan
berikutnya, pada 27 Juli 2009, hasil di atas meningkat dua kali menjadi 106.000 search pages
result, atau bergerak naik 100 kali lipat hanya dalam tempo tiga bulan. Bisa dikatakan, data-
data statistik yang difasilitasi oleh GoogleTrends berfungsi sebagai alarm dan bisa dijadikan
alat untuk mendeteksi secara dini terjadinya sebuah krisis di internet.

Lantas, apa yang dilakukan oleh mana jemen Sosro? Manajemen Sosro langsung tanggap.
Dibentuklah sebuah tim khusus yang tugas utamanya adalah meredam gejolak di internet.
Ronny menuturkan bagaimana Sosro menangani krisis yang terjadi. Ia melakukannya dengan
menyebutkan fakta-fakta di lapangan, seperti “Sosro sudah lebih dari 35 tahun beroperasi di
Indonesia, memproduksi ratusan juta botol tiap tahun, sekaligus telah menjadi ikon produk
kebanggaan nasional dengan prestasi sebagai pelopor produsen teh siap minum dalam
kemasan pertama di dunia.”

“Bahan bakunya dipetik dari kebun teh milik sendiri dan diproduksi melalui 10 pabrik dan
menyerap tenaga kerja sebanyak 8.500 orang. Kami juga melibatkan puluhan ribu agen
maupun distributor, termasuk berbagai industri ikutan seperti gelas, logam, plastik, gula dan
transportasi serta tentu saja ratusan juta konsumen,” papar Ronny.

Data-data inilah, yang menurut Ronny, menjadi alasan kuat bagi manajemen untuk terus
bergerak dan tidak tinggal diam. Terlebih, isu yang berkembang jelas-jelas menyudutkan
Sosro. Misalnya, isu negatif dari email yang beredar menyebutkan adanya ‘korban’ seorang
anak dengan gejala kecanduan. Ibunya, bernama Martini, menemukan berita di internet
mengenai kandungan berlebihan hidroxilic acid (atau nama resminya dalam format IUPAC
adalah dihidrogen monoksida/H2O) di dalam Teh Botol Sosro.

Rupanya si ibu langsung ingat kalau anaknya tadi siang menghabiskan tiga botol teh yang
dibungkus dalam berbagai kemasan dan merk. Ia menyebut, bahan baku utama Teh Botol
Sosro bukan teh alami, tapi hidroxilic acid sehingga rasanya lebih enak daripada yang lain.
Celakanya, zat ini disebut berbahaya kalau dikonsumsi berlebihan.

Email tersebut didramatisir dengan pernyataan Dr. Priyadi Handoko, ahli kesehatan dari
IKDN, ”Sedetik saja gejala kelebihan ini terlambat ditangani, nyawa pasien melayang,”
katanya. Saat dikonfi rmasi ke humas Sosro, tanpa menyebut nama, jawabannya standar
bahwa Teh Botol Sosro sudah lulus uji POM, tapi ketika ditanya mengenai kandungannya,
jawaban humas Sosro adalah membanting telpon. Dalam email tersebut dikatakan bahwa
anak Martini masih tergolek di tempat tidur dan ibunya bingung mengobati kecanduan
anaknya karena tidak punya biaya.

Ronny mengungkapkan, dari email inilah timnya melakukan lokalisir isu negatif karena
dampaknya mulai terasa. Dari sisi internal, Ronny mengakui, isu tersebut membuat
karyawan, komisaris dan share holder resah karena mendapat banyak pertanyaan secara tiba-
tiba. Parahnya, mereka tidak tahu bagaimana cara menepis isu miring tersebut. Secara
eksternal, para mitra bisnis seperti agen, modern trade, pelanggan korporasi dan retailer terus
mempertanyakan kebenaran isu dan bahkan ada yang menangguhkan order. Setali tiga uang
di kalangan media online, situs, blog, email dan milis makin cepat menyebar menembus
lintas media, waktu, negara dan kalangan.

Melihat reaksi yang timbul begitu cepat dalam waktu singkat, Ronny dan timnya mengambil
inisiatif. “Ini merupakan manajemen krisis, maka kami tidak menggunakan SOP reguler.
Kami mengutamakan kecepatan untuk merespons, memberi feedback dan menyajikan
kebenaran serta ke lengkapan informasi,” katanya.

Prioritas utamanya adalah, melokalisir, menetralisir dan memberikan klarifi kasi secara
obyektif agar citra Teh Botol Sosro tidak menjadi buruk dan manajemen tidak kehilangan
kredibilitasnya.Dengan cepat Sosro merilis sikapnya di situs resminya dengan memberikan
datadata serta fakta bahwa yang dimaksud dihidrogen monoksida (H2O) tidak lain dan tidak
bukan adalah air. Dihidrogen monoksida itu adalah HOAX yang juga pernah terjadi di
Amerika Serikat pada 1990, karena ketidakpahaman publik terhadap istilah ilmiah air. Hoax
ini juga telah tercatat di Wikipedia, ‘kamus terpercaya’ yang diakui oleh dunia online.

Prioritas kedua yang dilakukan Sosro adalah memproses pembuat isu dengan melaporkannya
ke divisi cyber crime di Polda. “Meskipun pada akhirnya kami memaafkan pelakunya, proses
ini kami jalani untuk membuat efek jera kepada yang bersangkutan dan mengantisipasi
mereka yang cenderung menjadi follower di kemudian hari,” Ronny menjelaskan.

Setelah membereskan urusan internal dengan membekali ‘how to’ menangani krisis kepada
stake holder dan membuat tenang sekaligus berperan memberikan penjelasan, membentuk
contact center khusus dengan panduan tanya jawab (Question & Answer) yang sudah
disusun, tim krisis Sosro bergerak keluar. Pelaku isu yang sudah ‘bertobat’ dilibatkan dengan
membuat pengakuan dan permintaan maaf di blognya sendiri dan link-nya disambungkan ke
situs resmi Sosro untuk menjadi penguat atas pernyataan resmi manajemen.

Upaya lain yang dilakukan, memanfaatkan channel lain melalui penerimaan kunjungan-
kunjungan mas – yarakat yang ingin melihat proses produksi di pabrik, menjawab telpon
yang masuk dengan panduan yang sudah disiapkan, serta melalui forum dan event seperti
pameran, booth atau mendatangi door to door beberapa pelanggan utama. Selain itu, juga
dilakukan penyebaran informasi melalui online pribadi dari semua tim Sosro baik melalui
blog, facebook, friendster, twitter dan media sosial lainnya. “Kami juga memasang
advertorial khusus di salah satu portal news referensi,” papar Ronny.

Nukman Luthfie, pakar online strategist, menilai upaya yang dilakukan Sosro sudah tepat.
Menurutnya, ini berbeda sekali dengan pendekatan yang dilakukan oleh manajemen RS Omni
dalam kasus Prita Mulyasari. “Dengan informasi resmi yang dikeluarkan oleh Sosro dalam
waktu singkat, isu negatif di internet bisa diredam karena ada sumber resmi yang bisa
dirujuk. Beruntung Sosro bisa memangkas krisis dengan cepat sebelum melebar ke mana-
mana,” imbuh Nukman.

Hal sama juga disampaikan Enda Nasution, tokoh blogger. Enda melihat
Sosro cepat membuat pernyataan resmi dan itu bisa dilihat secara online.
“Ini penting karena melalui situs resminya, sebuah perusahaan bisa
memberikan informasi penyeimbang di antara informasi negatif yang
berseliweran,” katanya. Nukman menimpali, “Inilah bedanya dengan
kasus RS Omni. Saat orang sibuk mencari keyword Omni, RS Omni justru
tidak mempunyai situs.” Bagaimana dengan perusahaan Anda, apakah
sudah menyiapkan situs dan mewaspadai gejala krisis online?

Anda mungkin juga menyukai