Anda di halaman 1dari 13

FRAKTUR TULANG BELAKANG

Disusun Oleh

1. Achmad Yuli Wahyudi (1503001)


2. Annisa Rahma Maulida (1503013)
3. Juli Nur Wahidah (1503047)
4. Konik Diana (1503049)
5. Mega Arghia Paramitha (1503061)
6. Puri Setiawati (1503075)
7. Windy Priyamitha (1503093)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KARYA HUSADA SEMARANG
TAHUN 2018

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma merupakan keadaan individu mengalami cidera oleh suatu sebab keran
kecelakaan baik lalu lintas, olahraga, industri, jatuh dari pohon, dan penyebab utama
terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu trauma dapat terjadi
karena tertimpa beban berat atau terjatuh dari ketinggian yang menyebabkan gerakan
fleksi yang hebat, sedangkan kompresi fraktur terjadi kerena hiperektensi. Akibatnya
medula spinalis akan mengalami cidera dan mengakibatkan disfungsi neuromuskuler
pada daerah yang cidera.
Antara usia 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun setidakknya satu
mengidap fraktur vertebral. Di AS, 700.000 fraktur vertebra terjadi pertahun, tapi hanya
sekitar 1/3 yang diketahui. Dalam urutan kejadian 9.704 wanita usia 68,8 tahun pada
studi selama 15 tahun, didapatkan 324 wanita sudah menderita fraktur vertebral pada saat
mulai dimasukkan kedalam penelitian; 18.2% berkembang pada saat mulai di masukkan
ke dalam penelitian; 18. 2% berkembang menjadi fraktur vetebra, tapi risiko meningkat
hingga 41.4% pada wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur veterbra . Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dapat diserap oleh
tulang (Carpenitto, 2007).
Komplikasi fraktur yang sering terjadi antara lain adalah infeksi, sindrom
kompartemen, atropi, kaontraktur. Sehingga peran perawat dalam hal ini adalah mengatsi
atau mengurangi masalah tersebut dan tidak menambah komplikasi lain seperti
penyembuhan fraktur yang lama (delayed union). Dengan peningkatan nutrisi dan
perwatan luka dengan tekhnik septik dan aseptic.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fraktur tulang belakang/vertebrae?
2. Bagaimana Anatomi Vertebrae?
3. Bagaimana penanganan pertama pada pasien fraktur vertebrae?
4. Bagaimana tanda gejala pada pasien fraktur vertebrae?
5. Bagaimana mencegah fraktur vertebrae?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan fraktur tulang belakang/vertebrae
2. Untuk mengetahui Anatomi Vertebrae
3. Untuk mengetahui penanganan pertama pada pasien fraktur vertebrae
4. Untuk mengetahui tanda gejala pada pasien fraktur vertebrae
5. Untuk mengetahui pencegahan fraktur vertebrae
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi – Fisiologi
Vertebra merupakan tulang tak beraturan yang membentuk punggung dan
mudah digerakan. Fungsinya yaitu menahan kepala dan anggota tubuh yang lain,
melindungi organ-organ vital, sebagai tempat melekatnya tulang iga dan tulang
panggul, serta menentukan sikap tubuh. Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33
vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5, sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap
vertebra terdiri dari:
1. Corpus/body
2. Pedikel
3. Prosessus artikularis superior dan inferior
4. Prosessus transversus
5. Prosessus spinosus
Diantara vertebra ditemui diskus intervertebralis (Jaringan
fibrokartillagenous), yang berfungsi sebagai shock absorber. Dikus ini terdiri dan
bagian: a. Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus fibrosus. b. Dalam: cair
yang disebut nukleus pulposus. Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:
Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).
a. Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).
b. Lig kapsulare, antara proc sup dan inferior.
c. Lig intertransversale
d. Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.
e. Lig supra dan interspinosus.
Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf,
yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf
tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).

B. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan
jenis dan luasnya. Faktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan putir, mendadak bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang
patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan
lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf
dan kerusakan pembuluh darah. (Brunner and Suddarth, 2001).
C. Definisi Fraktur vertebrae
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan
olah raga dsb yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang
vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi
Patah tulang belakang adalah kondisi ketika tulang belakang Anda patah.
Tulang belakang dibentuk oleh vertebra yang saling menumpuk. Vertebrae—tulang
pada tulang belakang—dapat patah, persis seperti tulang lain di tubuh. Namun, patah
tulang belakang bisa jauh lebih parah daripada patah tulang lainnya di tubuh karena
patah tulang belakang dapat menyebabkan trauma pada saraf tulang belakang.
D. Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian
3. Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)
4. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra
5. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
E. Jenis-Jenis
1. Pola Fraktur Fleksi (menekuk kedepan)
a. fraktur Kompresi. Saat bagian depan (anterior) dari vertebra mendapat
tekanan berlebihan dan kehilangan tumpuan, sedangkan bagian belakang
(posterior) tidak. Jenis fraktur ini biasanya stabil dan jarang berhubungan
dengan masalah persyarafan / neurologis.
b. Axial burst fracture. Vertebra kehilangan tumpuan pada kedua bagian depan
dan sisi belakang. Hal ini sering disebabkan oleh jatuh dari ketinggian dan
mendarat di kaki.

2. Pola Fraktur ekstensi (menekuk kebelakang)


a. Fleksi/distraksi (Chance) fracture. Vertebra secara berhubungan antara satu
ruas dengan ruas yang lain Tertarik dan saling terpisah (distraksi). Hal ini
dapat terjadi dalam kecelakaan seperti cidera kepala saat kecelakaan mobil,
di mana tubuh bagian atas terlempar kedepan sementara panggul distabilkan
oleh sabuk pengaman mobil.
3. Pola Fractur Rotasi
a. Proses fraktur melintang. Fraktur ini jarang terjadi dan hasil dari rotasi atau
ke samping ekstrim (lateral) lentur, dan biasanya tidak mempengaruhi
stabilitas.
b. Fraktur-dislokasi.Ini adalah cedera yang menyebabkan tulang tidak stabil
dan / atau jaringan lunak / ligament yang mengikat tulang belakang kendur
sehingga dapat bergerak dari posisi asalnya. Cedera ini sering menyebabkan
kompresi sumsum tulang belakang yang serius.

D. Patofisologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida,
Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi
traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma
yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut
“whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari
tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis
bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti
secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan
paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat
bersifat sementara atau menetap.Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat
tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam
beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan
infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara
makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan
daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara
langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang
belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang
terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Hematomielia adalah
perdarahan dlam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia
grisea.trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri,
jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi
karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic
dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan
kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat
tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik
dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia,
gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika
radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang
terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang
akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan
dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan,
gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan
disertai shock spinal.Sshock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang
karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama
1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi,
hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan
hipotensi. Setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda
gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik
serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah
tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba
dan posisi tidak terganggu (Price &Wilson (1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi
akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum
belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi
pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan
yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.
Gambaran klinik berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan
daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu (Aston. J.N, 1998).
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia
perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks
bulbokafernosa (Aston. J.N, 1998).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penanganan Patah Tulang Belakang / Spinal

Pada kondisi patah tulang punggung atau tulang belakang si penderita akan merasa sakit
pada bagian belakang atau bagian leher. Jika demikian maka jangan menimbulkan banyak
gerakan pada korban agar tidak merusak sumsum tulang belakang yang bisa
mengakibatkan lumpuh permanen. Sebaiknya tunggu ambulan atau petugas medis yang
berpengalaman untuk mengurus korban lebih lanjut.

Langkah – langkah penanganan:

1. Segera hubungi ambulamce,laporkan kepada petugas kondisi pasien dan apa saja
yang telah dilakukan saat petugas tiba di lokasi.
2. Jangan membuat pasien banyak bergerak baik berpindah tempat, mengangkat kepala,
berdiri, duduk, dsb. Jika tidak mendesak jangan korban patah tulang belakang jangan
dipindahkan dari tempat semula dan jaga posisi agar tetap dengan kepala lurus ke atas
(Kecuali dalam kondisi darurat)
3. Hilangkan konstriksi
a. Hilangkan / longarkan segala pakaian ketat sekitar leher perlahan
b. Bila tidak dapat dilongarkan, potong benda yang menghalangi tersebut dari
bagian depan leher agar tidak menggangu jalur nafas.
4. Hangatkan badan penderita patah tulang punggung dengan selimut.
5. Gunakan pengangkut dengan alas yang kuat dan keras seperti papan, meja, dll
diangkut minimal dua orang agar stabil.
B. Cara memindahkan korban:
1. Gunakan kertas koran atau karton yang telah dilipat untuk membuat “neck collar”
sebagai sanggahan leher (lihat cara pemasangan pada gambar)
2. Selipkan lipatan koran/karton tersebut pada leher korban. Ikatkan atau sambungkan
dengan balutan di sekitar leher korban.
3. Jangan ikatkan terlalu kencang karena akan mempersulit pernafasan dan sirkulasi
darah
4. Jika memungkinkan, selipkan papan kecil di bawah kepala dan bahu pasien dan
pungung pasien. Berikan ikatan pada kepala dan dada pasien untuk menjaga
kestabilan.
5. Dengan penolong minimal dua orang, balikkan pasien secara perlahan pada tandu /
stretcher, atau selipkan pintu, papan pada bagian bawah dengan menjaga posisi leher,
punggung dan tulang belakang tetap pada satu garis lurus.
6. Pindahkan korban dengan hati-hati pada posisi wajah menghadap ke atas, bila korban
muntah atau menjadi tidak sadar, balikkan sisi tubuh pasien dengan hati-hati untuk
mengeluarkan muntahan dari mulut korban.
C. Fase Penyembuhan Tulang
1. Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang
menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen
dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi
lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar
frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang
melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai
tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas,
kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
(Tucker,Susan Martin . 1998)
E. Komplikasi (Mansjoer, Arif, et al. 2000).
1. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal
union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara
fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk
sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).
3. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu
lama dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi
karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan
dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh
darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
7. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan
untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika
tidak ditangani segera.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Vertebra merupakan tulang tak beraturan yang membentuk punggung dan mudah
digerakan. Fungsinya yaitu menahan kepala dan anggota tubuh yang lain, melindungi organ-
organ vital, sebagai tempat melekatnya tulang iga dan tulang panggul, serta menentukan
sikap tubuh. Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal
5, sacral 5 dan coccygeus 4).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya. Faktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
putir, mendadak bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya
juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. (Brunner and
Suddarth, 2001).
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga
mengakibatkan defisit neurologi

B. Saran
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada pembaca, dalam
penulisan makalah ini penulis masih jauh dari kesempurnaan. untuk itu penulis mohon saran
kepada pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company,
Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB
Lippincott Company, Philadelphia.
Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai