Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
II. LAPORAN KASUS
2
distribusi gas dalam usus halus/besar meningkat dengan gambaran hearing bone
appearance dan coil spring, psoas shadow kanan dan kiri menghilang. Setelah
dilakukan pemeriksaan dilakukan tindakan laparotomi eksplorasi, sebelumnya
diberikan cairan parenteral, analgesik dan antibiotok profilaksis. Pada saat durante
operasi didapatkan gall blader perforasi dengan diameter sebesar 1 cm (Gambar 2)
3
III. DISKUSI
4
Gamabar 5. Anatomi Gall Blader
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap-tiap
orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan2.
Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan antara vena-
vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan
bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya
menuju vena portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran venanya.
Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan
masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada
akhinya akan masuk ke nodus pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh
cabang dari saraf simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka.
Saraf preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik
simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama dengan arteri hepatik
dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf para simpatetik berasal dari cabang
nervus vagus2.
5
3.2. Fisiologi Kandung Empedu
Fungsi kandung empedu yaitu sebagai berikut:
Dalam keadaan dimana kandung empedu tidak berfungsi dengan baik, garam
empedu yang telah melalui sirkulasi enterohepatik sebagian besar akan disimpan di
usus halus3.
6
3.3. Perforasi Kandung Empedu
1. Definisi Perforasi Kandung Empedu
Kandung empedu perforasi (GBP) merupakan komplikasi yang jarang tetapi
mengancam kehidupan dari kolesistitis akut. Kadang-kadang GBP mungkin tidak
berbeda dari kolesistitis akut tanpa komplikasi dengan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi karena keterlambatan diagnosis. Jadi GBP masih terus
menjadi masalah penting bagi ahli bedah. Kebanyakan kasus hanya dapat
didiagnosis selama operasi. Pria kasus kolesistitis akut dengan demam tinggi, sel
darah putih tinggi (WBC) count, dan penyakit sistemik terkait harus cermat
diselidiki9.
A. Batu empedu
7
Prevalensi batu empedu meningkat seiring dengan perjalanan usia,
terutama untuk pasien diatas 40 tahun. Perempuan berisiko dua kali lebih
tinggi mengalami batu empedu dibandingkan dengan pria. Kejadian batu
empedu bervariasi di negara berbeda dan di etnis berbeda pada negara yang
sama. Perbedaan ini menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting
dalam pembentukan batu empedu. Prevalensi tinggi batu empedu campuran
di Negara Barat, sedangkan di Asia umumnya dijumpai batu pigmen 10.
Batu pigmen sering diasosiasikan dengan penyakit hemolitik dan
sering dijumpai di daerah endemik anemia hemolitik dan malaria. Batu
pigmen hitam merupakan penyebab batu empedu di Negara barat sekitar
25%, terdiri dari polimer bilirubin tanpa kalsium palmitat, sedikit kolesterol dan
matriks dari bahan organik. Batu pigmen hitam biasanya multipel, kecil,
ireguler, dan berwarna hijau-kehitaman. Batu pigmen coklat mengandung
kalsium bilirubinat, kalsium palmitat, dan hanya sedikit jumlah kolesterol yang
terikat pada matriks bahan organic10.
Faktor gaya hidup , seperti obesitas, kurangnya beraktivitas, diet, dan
obat-obatan juga berperan penting dalam kejadian batu empedu baik
simtomatik ataupun asimtomatik. Diet tinggi karbohidrat, rendah protein
nabati, dan rendah serat juga dihubungkan dengan batu empedu simpomatik.
Obat-obatan diuretic seperti thiazid dan terapi estrogen juga meningkatkan
resiko batu empedu10.
3. Patogenesis Batu empedu
a. Batu kolesterol: adanya ketidakseimbangan antara kolesterol, garam
empedu, dan fosfolipid yang menyebabkan terbentuknya empedu
litogenik.
b. Batu bilirubinat : dikaitkan dengan hemolisis kronik, infeksi bakteri yang
memproduksi beta glukuronidase.
c. Batu campuran : dikaitkan dengan abnormalitas anatomi, stasis,
riwayat operasi sebelumnya, dan riwayat infeksi terdahulu 8.
4. Manifestasi Klinis Batu empedu
Hanya 20-25% pasien dengan batu empedu yang menunjukkan gejala klinis.
Biasa batu empedu dijumpai ketika dilakukan pemeriksaan USG dan dijumpai
asimtomatik pada 80% pasien12.
1) Kolik bilier
8
Kolik yang diakibatkan oleh obstruksi transien dari batu empedu
merupakan keluhan utama pada 70-80% pasien. Nyeri kolik
disebabkan oleh spasme fungsional di sekitar lokasi obstruksi. Nyeri
kolik mempunyai karakteristik spesifik; nyeri yang dirasakan bersifat
episodik dan berat, lokasi di daerah epigastrium, dapat juga dirasakan
di daerah kuadran kanan atas, kuadran kiri, prekordium, dan abdomen
bagian bawah. Onset nyeri tiba-tiba dan semakin memberat pada 15
menit pertama dan berkurang hingga tiga jam berikutnya. Resolusi
nyeri lebih lambat. Nyeri dapat menjalar hingga region interskapular,
atau ke bahu kanan1.
2) Kolesistitis kronik
Diagnosis yang tidak pasti yang ditandai dengan nyeri perut atas
kanan yang bersifat intermiten, distensi, flatulens, dan intoleransi
makanan berlemak, atau apabila mengalami kolesistitis episode ringan
yang berulang1.
3) Kolesistitis obstruktif akut
Ditandai dengan nyeri konstan pada hipokondrium kanan, pireksia,
mual, dapat atau tidak disertai dengan jaundice, Murphy sign positif
(nyeri di kuadran atas kanan), leukositosis1.
4) Kolangitis
Ditandai dengan nyeri abdominal, demam tinggi, obstruktif jaundice
(Charcot’s triad), nyeri hebat pada kuadran atas kanan1.
5) Jaundice obstruktif
Ditandai nyeri abdominal atas, warna feses pucat, urin berwarna gelap
seperti teh pekat, dan adanya pruritus. Jaundice obstruktif dapat
berujung ke kolangitis bila saluran bersama tetap terjadi obstruksi1.
5. Pemeriksaan Batu empedu
a. Ultrasonografi (USG): merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan
untuk mendeteki batu empedu. USG memiliki sensitivitas 95% dalam
mendiagnosis batu kandung empedu yang berdiameter 1,5mm atau lebih.
b. Computed Tomography (CT) : berguna untuk mendeteksi atau
mengeksklusikan batu empedu, terutama batu yang sudah terkalsifikasi,
namun lebih kurang sensitif dibandingkan dengan USG dan
membutuhkan paparan terhadap radiasi.
9
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Cholangiopancreatography
(MRCP) : lebih berguna untuk menvisualisasi saluran pankreas dan
saluran empedu yang terdilatasi.
d. Endocospic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) : lebih untuk
mendeteksi batu pada saluran empedu
6. Penatalaksanaan Batu empedu
Penatalaksanaan non operatif untuk batu empedu yaitu terapi
pengenceran dengan asam empedu dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy). Penatalaksanaan oral dengan asam empedu hanya dapat
dilakukan untuk batu kolesterol, namun tetap memiliki angka rekuren yang
tinggi sehingga zaman sekarang jarang digunakan. ESWL merupakan terapi
yang cocok untuk pasien dengan batu soliter berdiameter 0.5-2 cm, dan
angka rekurennya lebih rendah dibandingkan terapi oral. Namun hanya
sebagian kecil orang yang cocok dengan terapi ini. Tindakan operatif yaitu
kolesistektomi merupakan penalataksanaan yang telah menjadi baku emas
untuk batu empedu saat ini12.
a. Kolesistektomi
Kolesistektomi atau pengangkatan kandung empedu merupakan salah
satu prosedur abdominal yang paling umum. Kolesistektomi adalah
penatalaksanaan yang definitif untuk batu empedu simtomatik1.
Indikasi Kolesistektomi
•Kolesistitis akut
•Kolesistitis emfisema
10
•Perforasi kandung empedu
•Riwayat koledokolitiasis
Elektif
•Diskinesia biliaris
•Kolesistitis kronik
•Kolelitiasis simpomatik
Kolesistektomi Laparoskopi
Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi antara lain pasien yang
tidak bisa menoleransi anestesi umum atau bedah mayor. Kondisi seperti
koagulopati, kehamilan dan sirosis tidak lagi dianggap sebagai kontraindikasi
namun memerlukan perhatian dan persiapan lebih dan evaluasi resiko
beserta keuntungannya1.
11
Kolesistektomi terbuka
Indikasi Kolesistektomi Terbuka
12
mengalami gangguan fungsi kardiovaskular, sehingga diperlukan alternatif
lain ataupun pengurangan dari tekanan insuflasi12.
B. Kolesistitis
1. Definisi Kolesistitis
Kolesistitis adalah inflamasi akut dan kronis dari kandung empedu,
biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada
duktus sistikus dan menyebabkan distensi kandung empedu.
2. Etiologi Kolesistitis
Penyebab tersering kolesistitis akut adalah obstruksi terus-menerus
duktus sistikus oleh batu empedu yang mengakibatkan peradangan akut
kandung empedu. Pada hampir 90% kasus disertai dengan kolelitiasis4.
3. Patofisiologi Kolesistitis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah; 7
4. Epidemiologi Kolesistitis
Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens
kolesistitis dan kolelitiasis di negara kita lebih rendah dibandingkan dengan
negara-negara barat. Meskipun dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut
umumnya perempuan, gemuk dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut
13
Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara
kita5.
5. Penatalaksanaan Kolesistitis
Tindakan Umum
Tirah baring, pemberian cairan intravena, diet ringan tanpa lemak dan
menghilangkan nyeri dengan petidin (demerol) dan buscopan4.
Antibiotika
Bedah
Pada kolestisistitis akut sebaiknya dilakukan kolesistektomi
laparoskopik secepatnya pada 1-2 hari perawatan. Beberapa dokter bedah
lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan harapan menjadi
lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah bila kondisi
pasien benar-benar hampir pulih, dengan dasar pemikiran bahwa aspek
tekhnik kolesistektomi akan lebih mudah bila proses inflamasi telah mulai
menyembuh. Masalahnya sekitar 25% pasien gagal mengalami perbaikan
atau malah memburuk sehingga memerlukan tindakan bedah yang
mendesak. Pada saat itu kecenderungannya ialah dengan melakukan
tindakan bedah segera setelah diagnosis sudah pasti dan keadaan umum
pasien secara keseluruhan sudah stabil4.
Dibandingkan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi
laparoskopik, pasien dapat keluar rumah sakit dalam 1-2 hari pascaoperasi
dengan jarigan parut minimal dan dapat berkativitas lebih cepat. Sekitar 10%
kolesistektomi laparoskopik harus diubah menjadi operasi terbuka
(kolesistektomi konvensional) di kamar operasi karena adanya inflamasi yang
luas, perlekatan, atau adanya komplikasi, seperti cedera saluran empedu
yang memerlukan perbaikan. Pada pasien yang memerlukan penanganan
14
secepatnya, namun dalam keadaan sakit keras atau sangat berisiko tinggi
untuk kolesistektomi, pasien harus diterapi secara medis dengan pemberian
cairan, antibiotika dan analgesik, bila terapi ini gagal, perlu dipertimbangkan
suatu kolesistotomia perkutan. Di sini, isi kandung empedu dikeluarkan dan
lumen didrainase dengan kateter yang ditinggalkan. Pada pasien yang
mengalami kolesistosomia dan telah sembuh dari keadaan akut, harus
dilakukan kolesitektomi 6-8 minggu kemudian bila kondisi medisnya cukup
baik4.
6. Prognosis Kolesistitis
Sekitar 75% pasien yang ditangani secara medis akan mengalami remisi
dari gejala akut dalam kurun waktu 2-7 hari perawatan rumah sakit.
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung
empedu menjadi tebal,fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak
jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren Pada 25% kasus, timbul penyulit,
gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau
peritonitis umum Bila hal ini terjadi, angka kematian dapatmencapai 50 – 60%.
Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yangadekuat pada awal
serangan. Dalam hal ini, diperlukan segera tindakan bedah 4.
Dari 75% pasien kolesistitis akut dengan gejala yang mereda, hampir
seperempatnya akan kambuh dalam kurun waktu satu tahun, dan 60% setidaknya
akan mendapat satu kali serangan kekambuhan dalam waktu enam tahun. Oleh
karena itu, bila mungkin, tindakan terbaik adalah tindakan bedah dini4.
7. Komplikasi Kolesistitis
15
3. Klasifikasi Perforasi Kandung Empedu
1. Tipe I perforasi pasien disajikan dengan keluhan nyeri perut umum. Yang
awalnya berlokasi di hipokondrium kanan kemudian menyebar keseluruh
bagian perut, dan nyeri lepas positif.
2. Tipe II perforasi pasien disajikan dengan keluhan nyeri hypochondrial kanan
yang berkisar dalam durasi dari 3 hari sampai 15 hari.
3. Tipe III perforasi disajikan dengan gejala mirip seperti cholecystits akut.
Namun, pasien ini memiliki gejala durasi yang lebih lama dan berulang.
Pasien mengalami demam pada tipe I dan tipe II. Massa pada abdominal dan kuning
juga telah dilaporkan9.
16
Pemeriksaan fisik :
Palpasi : Nyeri tekan abdomen, Refleks spasme otot perut rigiditas(+), Murphy
Sign(+), Pembesaran kandung empedu
Pemeriksaan penunjang :
17
5. Diagnosis banding Perforasi Kandung Empedu
- Cholecystitis
- Cholangitis
- Pancreatitis akut
- Ulcus peptikum
- Abses hati
6. Penatalaksanaan Perforasi Kandung Empedu
1. Pra bedah
- Mengembalikan keadaan umum, seperti mengkoreksi cairan dan
elektrolit tubuh dengan cara pemberian cairan secara intravena. Cairan
yang diberikan bisa berupa ringer laktat untuk memulihkan tekanan
darah dan urin kembali ke keadaan normal.
- Pemberian antibiotik berspektrum luas9
2. Bedah
- Laparotomi untuk mengeksplorasi dan mengkoreksi kerusakan
anatomi penyebab peritonitis serta melakukan lavage (pencucian
rongga peritoneum).
- Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu.
- Jika terdapat batu, dilakukan koledokolitotomi yaitu pengangkatan batu
empedu
- Kolesistotomi yaitu drainase pada kandung empedu. Tindakan ini
dilakukan pada kasus empiema atau bila pasien berada dalam
keadaan buruk9.
3. Post bedah
- Monitor pasien untuk menjaga agar tidak terjadi komplikasi.
- Pemberian analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
- Menjaga asupan nutrisi.
- Istirahat yg cukup9.
Tujuan dilakukan tindakan pembedahan adalah penting untuk menghilangkan
sumber infeksi. Hal ini penting sebagai pencegahan infeksi intra abdominal yang
berlebihan.
18
7. Prognosis Perforasi Kandung Empedu
19
Daftar Pustaka
20