BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
kurang dari dari 135 mEq/L. Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang
hipertonik , garam isotonik dan terapi penggantian hormon yang tepat tergantung
B. EPIDEMIOLOGI
praktek klinis, dengan kejadian dilaporkan 15-30 %. 3). 75-80 % dari kasus
hiponatremia adalah ( yaitu natrium serum ringan dan kronis 130-134 mMol / L ,
terjadi lebih dari 0-24 jam ) dan biasanya tanpa gejala neurologis yang jelas (4).
4
C. KLASIFIKASI
(7):
1) Hipovolemik
Hiponatremia hipotonik hipovolemik dapat terjadi akibat kehilangan natrium
konsentrasi natrium urin. Pada kondisi ini terjadi penurunan jumlah CES dan
deplesi solut. Gejala klinis dari deplesi volume yaitu penurunan tekanan darah
osmolalitas urin. Hal ini terjadi karena intake cairan yang berlebihan
konsentrasi natrium pada urin. Dapat terjadi karena kegagalan ginjal dalam
c. Hiponatremia hipertonik
Jika konsentrasi natrium plasma <135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal
keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan
kejang. Hal ini terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel
6
b. Hiponatremia kronik
Disebut kronik bila kejadian hiponatremia berlangsung lambat yaitu lebih dari
48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan
kesadaran ataupun kejang. Gejala yang terjadi seperti mengantuk dan lemas.
(5).
D. PATOFISOLOGI HIPONATREMIA
Osmolalitas tubuh diatur oleh sekresi arginin vasopresin (AVP) dan
ekskresi cairan berkurang, regulasi AVP juga diatur oleh baroresptor di sistem
saraf pusat dan sistem kardiopulmonal. Natrium serum merupakan hasil bagi dari
jumlah natrium dengan volume plasma. Osmolalitas plasma normal yaitu 280-285
mOsm/Kg/H20 (5,6,8,9).
1) Hiponatremia isotonik
Pada kondisi ini jumlah natrium plasma sebenarnya dalam keadaan
(5,6,8,9).
Polidipsia psikogenik (polidipsia primer) muncul paling sering pada pasien
skizofrenik, terlihat dari adanya intake air yang berlebihan, dan biasanya melebihi
pelepasan AVP dan eksresi ginjal terhadap H2O bebas. Sehingga, urin terdilusi dan
Contohnya adalah konsumsi alkohol yang berlebihan yaitu bir, yang rendah solut
(seringkali < 5 mEq/L dari natrium). Cairan rendah solut dapat menyebabkan dan
Namun, retensi H2O bebas saja tidak cukup untuk mengembalikan volume
natrium dan H2O dengan H2O bebas dapat mempotensiasi peningkatan kadar
plasma AVP yang tidak sesuai, yang dapat memperburuk hiponatremia (5).
Hipovolemia dengan natrium urin kurang dari 20 mEq / L atau FENa kurang
dengan penggantian H2O bebas. Pasien hipovolemik dengan natrium urin melebihi
natrium (FENa) >1 tipikal pada pasien dengan gagal ginjal berat. Sedangkan pada
pasien hipervolemik dengan natrium urin < 20 mEq/L atau FENa < 1% tipikal
pada kondisi edema, termasuk CHF, sirosis, dan sindroma nefrotik (5).
Retensi natrium dan air pada kondisi edema biasanya terjadi karena mediasi
oleh baroreseptor dengan pengeluaran AVP dan aktivasi dari sistem renin-
Terjadi jika osmolalitas plasma > 285 mOsm/Kg/H 2O. Hipertonisitas bisa
terjadi karena peningkatan zat terlarut yang tidak bebas keluar masuk
perpindahan cairan dari ICF ke ECF sehingga menurunkan kadar natrium ECF.
9
E. MANIFESTASI KLINIS
Jika hiponatremia dengan akut atau parah, mungkin akan hadir dengan gejala
Sistem saraf : Sakit kepala, confusion, hiper atau hipoaktif refleks tendon
tekanan intrakranial.
Ginjal : oligouria
F. DIAGNOSIS
Manifestasi klinis dari hiponatremia biasanya akibat adanya edema otak, yang
menyebabkan gejala neurologis dan sistemik. Pada kondisi kronik (CHF, Sirosis),
hiponatremia dapat asimtomatik akibat adanya adaptasi sel dengan
mempertahankan gradien osmolar dan melindungi dari terjadinya edema serebri
10
(5). Pada hiponatremia akut (postoperatif, drug-induced), gejala tidak spesifik dan
sangat luas. Gejala awal yaitu adanya anoreksia, kesemutan, mual, muntah, sakit
kepala, iritabilitas, disorietasi, konfusi, fatigue, dan letargi, dimana gejala lanjut
yang dapat ditemukan adalah adanya gangguan status mental, kejang, koma, dan
gagal napas, dan dapat menyebabkan kematian. Saat gejala neurologis dari
hiponatremia muncul, disebut sebagai ensefalopati hiponatremia (10).
Hiponatremia terklasifikasi berdasarkan osmolalitas plasma yang ditentukan
melalui pemeriksaan penunjang laboratorium dan status volume yang ditentukan
melalui pemeriksaan fisik. Penentuan hiponatremia secara sistematik diperlukan
untuk menentukan penyebab dan terapi yang akan diberikan. Dapat dilakukan
pengukuran osmolalitas plasma, status volume, konsentrasi natrium urin dan
osmolalitas (5,11).
Osmolalitas plasma, pertama dilakukan untuk menyingkirkan hiponatremia
hipertonik >295 mOsm/kg dan pseudohiponatremia, hiponatremia isotonik, 280–
295 mOsm/kg. Sedangkan pada penurunan osmolalitas plasma, hiponatremia
hipotonik < 280 mOsm/kg diperlukan penentuan volume status yang akurat.
Meskipun begitu, pengukuran osmolalitas plasma seringkali kurang akurat dan
tidak dapat digunakan sebagai penentuan terapi (5,10,11).
yang paling sering dan paling dapat digunakan untuk menentukan diagnosis
dilakukan untuk diagnosis akurat dan terapi yang adekuat. Manifestasi klinis pada
kondisi hipervolemik seperti edema, crackles pada paru, tekanan vena jugular
leher terdistensi, dan terdapat S3 pada auskultasi jantung. Manifestasi klinis pada
G. Penatalaksanaan Hiponatremia
Penentuan osmolalitas plasma memberikan dasar terapi inisial hiponatremia.
Tidak ada terapi spesifik pada hiponatremia isotonik selain memberikan terapi
volume (5,9).
Pada hiponatremia hipotonik, gejala biasanya semakin terlihat saat
konsentrasi plasma natrium <120 mEq/L. Tergantung pada status volume, terapi
kasus berat sampai pemberian salin isotonik pada kasus ringan dan sedang, dan
restriksi H2O bebas pada kasus asimtomatik. Pada kasus berat pemberian salin
pada kasus berat dengan konsultasi ahli dan hanya dalam waktu singkat (5,10).
Diuretik dapat diberikan untuk mengobati kemungkinan adanya potensial
volume overload. Saat gejala sudah berkurang, terapi harus dikurangi dan terfokus
pada koreksi penyebab dari ketidakseimbangan air dan natrium. Reevaluasi serial
dan tappering down harus dilakukan secara hati-hati sampai tercapai kondisi
normonatremia euvolemik(5,9,10).
Hiponatremia hipotonik akut, memiliki onset < 48 jam, dan dapat terkoreksi
terkadang tidak diberikan, seperti pada pasien sirosis atau reset osmostat
morbiditas dan mortalitas. Kerusakan batang otak yang permanen dapat muncul
akibat osmotic myelinolysis syndrome, yang terlihat dari adanya central pontine
12 jam pertama, dengan 0.5 mEq/L/jam (12 mEq/L/hari). Rumus dibawah dapat
natrium (5).
Total body water (1) dikalkulasi dengan mengkalikan berat badan (kg) dengan 0.5
pada perempuan, 0,6 pada laki-laki, 0,45 pada lansia wanita, dan 0,5 pada lansia
pria (5).
tidak sesuai
mental yang berat, kejang) mereda. Yang penting untuk diperhatikan adalah salin
Akhirnya, restriksi cairan adalah pengobatan pilihan, dengan batas 0,5 sampai 1
L / hari, dengan atau tanpa diuretik, mengoreksi tidak lebih dari 0,5 mEq/ L/jam.
Perawatan awal pasien asimtomatik adalah restriksi air bebas dengan atau tanpa
(5,9,11).
laksana dapat diganti menjadi restriksi air bebas. Tatalaksana inisial pada pasien
15
asimptomatik adalah restriksi cairan 0,5-1 L / hari, dengan koreksi tidak lebih dari
Pengukuran serial
terhadap elektrolit
16
Pemberian
farmakoterapi sesuai
indikasi (tabel c)