Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU

MODUL 4

KELAINAN PADA JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT ANAK


KARENA PENYAKIT SISTEMIK

NAMA : ALYA KHAERUNNISA INDRAWAN DAY

NIM : J011171541

KELOMPOK : 7

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
SKENARIO
Seorang anak perempuan, usia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan adanya sakit
pada rongga mulut. Menurut ibunya, sakit pada rongga mulut anaknya seperti
sariawan pada bibir, langit-langit bagian belakang. Muncul juga bercak kemerahan di
telapak tangan dan di area kaki hampir bersamaan. Awalnya anak tersebut demam
selama dua hari, lalu ibunya membawa ke puskesmas dan diberikan obat penurun
panas, namun sakit di mulutnya tidak ada perubahan. Anaknya menjadi malas makan
dan minum.
I. KATA / KALIMAT KUNCI
1. Anak perempuan usia 2 tahun 6 bulan
2. Sariawan di bibir, langit-langit bagian belakang
3. Bercak kemerahan di tangan dan kaki
4. Demam selama dua hari
5. Anak menjadi malas makan dan minum
6. Sakit di mulut tidak ada perubahan
7. Diberi obat penurun panas
8. Sakit pada rongga mulut

II. PERTANYAAN PENTING


1. Jelaskan macam-macam penyakit sistemik yang dapat bermanifestasi pada
rongga mulut anak!
2. Apa diagnosa dan diagnosa banding dari kasus pada skenario?
3. Bagaimana etiologi dari kasus pada skenario?
4. Bagaimana patogenesis dari kasus pada skenario?
5. Bagaimana gejala dan gambaran klinis dari kasus pada skenario?
6. Apa saja pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
berhubungan dengan kasus di skenario?
7. Bagaimana penyebaran atau epidemiologi dari kasus pada skenario?
8. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi sehubungan dengan kasus pada
skenario?
9. Bagaimana perawatan dan penatalaksanaan dari kasus pada skenario?
10. Bagaimana pencegahan dari kasus pada skenario?
11. Bagaimana prognosis dari kasus pada skenario?

III. TUJUAN PEMBELAJARAN


1. Mengetahui macam-macam penyakit sistemik yang dapat bermanifestasi pada
rongga mulut anak!
2. Mengetahui diagnosa dan diagnosa banding dari kasus pada skenario.
3. Mengetahui etiologi dari kasus pada skenario.
4. Mengetahui patogenesis dari kasus pada skenario.

2
5. Mengetahui gejala dan gambaran klinis dari kasus pada skenario.
6. Mengetahui pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
berhubungan dengan kasus di skenario.
7. Mengetahui penyebaran atau epidemiologi dari kasus pada skenario.
8. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi sehubungan dengan kasus pada
skenario.
9. Mengetahui perawatan dan penatalaksanaan dari kasus pada skenario.
10. Mengetahui pencegahan dari kasus pada skenario.
11. Mengetahui prognosis dari kasus pada skenario.

IV. JAWABAN

1. Macam-Macam Penyakit Sistemik yang dapat Bermanifestasi pada Rongga


Mulut Anak1,2
a. Lupus Eritematous Sistemik (LES)
LES merupakan salah satu penyakit sistemik yang penyebabnya masih
belum diketahui namun diperkirakan faktor predisposisi seperti genetic,
hormonal sinar matahari, dll. LES dapat terjadi pada orang dewasa dan dapat
pula dijumpai pada anak-anak usia 10 tahun. Manifestasi oralnya ialah ulser
pada rongga mulut serta penyakit periodontal.
b. Leukimia
Leukimia merupakan salah satu penyakit yang menyerang sel darah putih.
Leukemia kerap terjadi pada anak-anak. Manifestasi oral yang dapat
ditemukan ialah pembesaran tonsil dan gusi, serta muncul beberapa lesi pada
mulut.
c. HIV/AIDS
Manifestasi oral pada penderita HIV/AIDS ini sangat penting untuk
diketahui karena seringkali merupakan indikasi klinis pertama bahwa
seseorang terinfeksi HIV atau anggota keluarga lainnya telah terinfeksi HIV.
Pada anak, manifestasi oral yang kerap ditemui ialah kandidiasis Oral,
prevalensi yang dilaporkan bervariasi secara luas, sampai setinggi 72% pada
anak-anak.
d. Herpes Simpleks Virus (HSV)
Prevalensi infeksi HSV oral bervariasi antara 10% dan 35% pada orang
dewasa dan anak-anak yang menderita HIV. Infeksi HSV membentuk
sekelompok vesikel biasanya terlokalisasi yang terjadi pada mukosa berkeratin
(palatum keras, gingiva) dan batasm vermillion bibir dan kulit perioral Vesikel
pecah dan membentuk luka yang menyakitkan tidak teratur dan seringkali
terjadi penggabungan vesikel-vesikel yang jika pecah akan menjadi ulkus.
e. Citomegalo Virus
Hampir 10% anak-anak pada AIDS mengidapnya. Virus ini mempunyai
predileksi untuk jaringan kelenjar saliva dan dijumpai dalam saliva pasien.
Perubahan peradangan meliputi pembengkakan kelenjar parotis unilateral dan

3
bilateral serta xerostomia. Lesi oral tidak spesifik dan bisa terjadi pada semua
mukosa.
f. Virus Varicella Zoster (VZV)
VZV menimbulkan vesikel multipel yang terletak pada batang tubuh atau
wajah secara unilateral dan biasanya sembuh sendiri dan unilateral. Vesikel-
vesikel kepala dijumpai disepanjang cabang saraf trigeminus, baik intra
maupun ektra oral. Pembentukan vesikel, gabungan vesikel, ulkus, dan
terbentuknya sisik adalah khas pada infeksi VZV.

2. Diagnosa dan Diagnosa Bandingx21, x22 x33


Diagnosa dari kasus yang ada pada skenario ialah Hand-Foot-Mouth
Disease (HFMD) atau yang dikenal pula dengan sebutan ‘Flu Singapura’
karena diduga diduga karena pada tahun 2000, wabah penyakit ini menyerang
Singapura dan mengakibatkan beberapa anak meninggal dunia. HFMD paling
banyak menyerang anak-anak kurang dari 10 tahun dan wabah dapat terjadi di
antara anggota keluarga dan kontak erat.
HFMD merupakan salah satu penyakit infeksi akut pada tangan, kaki, dan
mulut yang disebabkan enterovirus nonpolio yang biasanya bersifat ringan dan
self-limiting disease. HFMD biasanya ditandai dengan vesikel di telapak
tangan, telapak kaki, dan mukosa oral, sehingga menimbulkan rasa tidak
nyaman dan sulit menelan.
Diagnosis banding yang paling mendekati adalah enantema pada
herpangina. Kedua panyakit ini disebabkan oleh enterovirus. HFMD
dibedakan dari herpangina berdasarkan distribusi lesi oral dan adanya lesi
kulit. Herpangina berupa enantema tanpa lesi kulit dengan lokasi yang
tersering di plika anterior fossa tonsilaris, uvula, tonsil, palatum molle.
Diagnosis banding yang lain yang perlu dipertimbangkan adalah :
a. Eritema multiforme : HFMD dibedakan dengan eritema multiforme
minor dari lesi kulitnya yang bentuknya oval dan berwarna abu-abu di
mana pada eritema multiforme bentuknya lesi target.
b. Varisela : Lesi kulit HFMD jarang mengenai badan. Hal ini yang
membedakan dengan infeksi varisela
c. Stomatitis aphthosa : Stomatitis aphthosa dibedakan dengan HFMD
dengan tidak adanya demam dan tanda sistemik lainnya serta riwayat
kekambuhan.
d. Erupsi obat : Jika eksantema pada HFMD berbentuk makulopapuler
maka lesi ini harus dibedakan dengan erupsi obat meskipun jarang.
e. Herpes ginggivostomatitis : Penderita herpes ginggivostomatitis
biasanya mengalami lesi yang lebih nyeri dengan limfadenopati leher
dan ginggivitis yang lebih menonjol

4
3. Etiologi HFMDx21 x31 x32 x33
HFMD disebabkan oleh sejumlah enterovirus nonpolio termasuk
Coxscakievirus A5, A7, A9, A10, A16, B1, B2, B3, B5, echovirus dan
enterovirus lainnya. Paling sering penyebabnya adalah CV A16 dan EV 71.
CV-A16 dan EV71 termasuk golongan virus positive-sense RNA single-
stranded, tidak berkapsul, dapat ditransmisikan dari manusia-manusia melalui
rute fekal atau oral, atau dengan kontak langsung dari cairan vesikular ataupun
droplet pernapasan.
Enterovirus merupakan virus kecil nonenveloped berbentuk icosahedral
yang mempunyai diameter sekitar 30 nm dan terdiri atas molekul linear RNA
rantai tunggal. Virus ini ditemukan di sekresi saluran pernafasan seperti saliva,
sputum atau sekresi nasal, cairan vesikel dan feses dari individu yang
terinfeksi. Enterovirus merupakan virus patogen yang paling sering
menyerang anak-anak, walaupun beberapa juga terjadi pada orang dewasa.
Coxsackievirus sendiri ialah virus dengan famili Picornaviridae dan genus
Enterovirus.
Manusia adalah satu-satunya inang alami yang diketahui untuk
enterovirus. Enterovirus dapat menginfeksi manusia melalui sel
gastrointestinal dan traktus respiratorius. Penularan terjadi melalui fecal-oral
pada sebagian besar kasus. Selain itu dapat melalui kontak dengan lesi kulit,
inhalasi saluran pernafasan atau oral-to-oral route.

4. Patogenesis HFMDx21 x32 x33

5
Patogenesis tentang HFMD sendiri belum sepenuhnya dapat dijelaskan,
namun secara umum patogenesis enterovirus nonpolio sebagian telah
terungkap.
Awalnya virus bereplikasi di mukosa bukal dan ileum. Setelah infeksi
awal, virus dapat dideteksi di saluran pernapasan hingga 3 minggu dan dalam
feses hingga 8 minggu.
Virus bereplikasi di kelenjar getah bening sub mukosa dalam 24 jam dan
menyebar ke sistem retikuloendotelial. Pada kasus yang parah diseminasi
terjadi pada organ target setelah viremia sekunder. Enterovirus ditularkan
terutama melalui rute fecal-oral atau fomite. Kemudian virus bereplikasi di
mukosa orofaring, usus kecil dan jaringan limfoid.
Replikasi awal pada faring dan usus diikuti dengan multiplikasi pada
jaringan limfoid seperti tonsil, Peyer patches dan kelenjar limfe regional.
Penyebaran ke kelenjar limfe regional ini berjalan dalam waktu 24 jam yang
diikuti dengan viremia.
Adanya viremia primer (viremia minor) menyebabkan penyebaran ke
sistem retikuloendotelial yang lebih jauh termasuk hati, limpa, sumsum tulang
dan kelenjar limfe yang jauh. Respon imun dapat membatasi replikasi dan
perkembangannya di luar sistem retikuloendotelial yang menyebabkan
terjadinya infeksi subklinis.
Infeksi klinis terjadi jika replikasi terus berlangsung di sistem
retikuloendotelial dan virus menyebar melalui viremia sekunder (viremia
mayor) ke organ target seperti susunan saraf pusat (SSP), jantung dan kulit.
Kecenderungan terhadap organ target sebagian ditentukan oleh serotipe yang
menginfeksi

5. Gejala dan Gambaran Klinis HFMDx33


a. HFMD Ringan
Masa inkubasi 3-7 hari, kelainan kulit muncul 1-2 hari setelah tanda
prodormal berupa demam ringan, nyeri menelan, atau penurunan nafsu makan.
HFMD ringan biasanya ditandai dengan rash di lokasi tertentu seperti telapak
tangan, telapak kaki, atau keduanya, walaupun dapat pula mengenai bokong,
lutut, siku, terutama pada anak yang lebih muda atau bayi. Rash pada HFMD
dapat muncul mendadak berupa erupsi papulovesikuler eritem.
Lesi biasanya hanya beberapa, diawali dengan makula serta papula merah
muda cerah berukuran 5–10 mm yang berubah menjadi vesikel dikelilingi
kulit yang eritema. Vesikel dapat berbentuk bulat atau oval, tersusun berjajar,
diskret, atau konfluens dengan daerah perilesi eritem. Vesikel awalnya terlihat
bening, dengan cepat menjadi lebih keruh, menyerupai pustul/ papul terutama
pada daerah kulit yang tebal. Masalah yang paling sering muncul akibat lesi
oral ini adalah dehidrasi akibat asupan cairan tidak adekuat disebabkan nyeri
menelan.

6
Penelitian retrospektif selama 3 tahun mendapatkan tanda khas, yaitu
ulkus oral. Tanda khas lain dapat berupa demam ringan tanpa erupsi vesikular
kulit yang progresif.
b. HFMD Berat
Penyakit infeksi virus ini dapat berlanjut disertai gejala klinis sistemik dan
dapat fatal. HFMD berat/HFMD-related EV71 dicurigai bila pasien
mengalami HFMD ringan disertai satu atau lebih gejala, seperti demam tinggi,
ensefalitis, mioklonus, paralisis akut, edema pulmonar, atau gagal jantung.
Para peneliti, mengklasifikasikan HFMD berat berdasarkan keterlibatan organ
sistemik, yaitu jika pasien mempunyai satu atau lebih kondisi berupa:
1) Manifestasi neurologis seperti pusing, mual, nistagmus, kejang, reflek
patologis, ataksia, berkurangnya reflek tendon.
2) Keterlibatan pernapasan: batuk, dispnea, perubahan irama napas, atau bibir
pucat.
3) Keterlibatan peredaran darah: mottled skin, sianosis periferal, keringat
dingin, penurunan atau peningkatan nadi, aritmia, capillary refill time
(CRT) memanjang.

6. Pemeriksaan dan Pemeriksaan Penunjangx21 x22


Diagnosis infeksi enterovirus seringkali berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Diagnosis laboratoris dapat ditegakkan melalui tes
serologis, isolasi virus dengan kultur dan teknik PCR.
a. Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis digunakan untuk mendeteksi adanya
neutralizing antibodies pada fase akut. Sampel serum yang dikumpulkan
dikumpulkan untuk diagnosis serologis dari serotipe enterovirus tertentu,
tetapi interpretasi titer antibodi serum kadang-kadang sulit karena tidak
dapat menunjukkan serotipe enterovirus spesifik.
b. Isolasi Virus
Beberapa spesimen klinis membutuhkan pre-treatment yang tepat
sebelum inokulasi. Sejumlah sel primata manusia dan non-manusia
tersedia untuk isolasi virus dan identifikasi enterovirus.
Namun, isolasi dan identifikasi virus menggunakan tikus menyusui
memakan waktu dan membutuhkan sumber daya manusia dan peralatan
tertentu.
c. Teknik PCR
Polymerase chain reaction (PCR) memberikan hasil yang cepat dalam
mendeteksi dan identifikasi serotipe enterovirus. Pemeriksaan ini menjadi
uji diagnostik yang sangat bernilai tetapi dibatasi oleh ketersediaannya dan
biayanya yang relatif mahal.

7. Epidemiologi HFMD x22 x71 x72


Banyak wabah kecil atau besar yang terkait dengan infeksi EV71 telah
dilaporkan di seluruh dunia sejak awal 1970-an. Anak-anak hingga usia 10

7
tahun paling sering terkena dampaknya pada wabah tersebut, dan manifestasi
klinis dari kasus-kasus sebagian besar tipikal HFMD, dengan demam, ruam
kulit pada tangan dan kaki, serta vesikula di mulut. Namun, kasus yang
melibatkan sistem saraf pusat (SSP) dan / atau edema paru juga telah diamati.
Penyakit ini lebih sering di musim panas dan gugur, sedangkan di
daerah tropis terjadi sepanjang tahun, meningkat pada musim kemarau namun
menurun pada musim hujan.
Epidemi terbesar dilaporkan di Taiwan pada tahun 1998, menyebabkan
120.000 orang terinfeksi serta 78 kematian. Pada wilayah Pasifik Barat, wabah
yang meluas juga telah dilaporkan di banyak negara, termasuk Australia,
Brunei Darussalam, Cina, Jepang, Malaysia, Mongolia, Republik Korea,
Singapura, dan Vietnam.
Meskipun di Indonesia penyakit ini dinyatakan bukan merupakan
penyakit yang digolongkan berbahaya, namun di negara tetangga Malaysia-
Serawak dilaporkan pada tahun 1997 telah menyebabkan kematian pada 37
anak. Selain itu, HFMD juga masih menjadi masalah kesehatan penting di
Singapura dengan angka kejadian per 100.000 populasi meningkat dari 125,5
pada tahun 2001 menjadi 435,9 pada tahun 2007. Bahkan, hal inilah yang
menjadikan HFMD memiliki julukan ‘Flu Singapura’.
Di Indonesia, penyakit HFMD masih belum mendapat perhatian besar
karena umumnya bersifat self-limiting, sehingga tidak ada data epidemiologi
yang memadai. Dari 48 kasus HFMD yang diterima laboratorium Virologi
Pusat BTDK, Badan Litbang Jakarta, 26 kasus (54%) disebabkan oleh
enterovirus, 3 di antaranya EV-71 (6,25%).

8. Komplikasi HFMD x21 x72


Beberapa kasus HFMD dapat memunculkan komplikasi, diantaranya ialah:
a. Dehidrasi pada anak-anak dan balita, harus dirawat di rumah sakit dan
diinfus dengan cairan elektrolit dan nutrisi. Sebagai pencegahan banyak
diberikan cairan elektrolit, misalnya oralit.
b. Infeksi pada kulit atau ulser di mulut oleh bakteri dan/atau jamur.
c. Kasus komplikasi yang jarang: meningoensefalitis, miokarditis,
pembengkakan paru-paru, dan kematian.
d. Satu komplikasi yang juga jarang yaitu eczema coxsackium terjadi pada
individu dengan eksema.
e. Komplikasi serius yang dapat terjadi ialah meningitis aseptik. Walaupun
demikian, meningitis aseptik jarang mengancam jiwa dan pada penderita
juga tidak terjadi komplikasi lanjutan yang permanen.
f. Komplikasi neurologis terkait EV 71 dalam istilah sindroma neurologik
yang terdiri dari aseptic meningitis, acute flaccid paralysis dan brain stem
encephalitis atau rhomboencephaliti.

8
9. Perawatan dan Penatalaksanaan HFMD x21 x33 x72
Kebanyakan kasus HFMD dapat sembuh sendiri dalam 7-10 hari
karena berifat self-limiting karena belum ditemukan antivirus yang spesifik.
Terdapat hanya beberapa kasus yang didapati kerusakan saraf yang dapat
mengarah pada kegagalan kardiopulmonari.
Perawatan yang dapat dilakukan berupa faramakoterapi yang
merupakan terapi simptomatik (untuk mengurangi gejala) seperti,
difenhidramin, ibuprofen dan parasetamol untuk mengobati demam dan nyeri,
serta anestesi topikal lidokain. Tatalaksana topikal di antaranya dengan larutan
anestesi dyclonine hydrochlorida 0,5% atau gel lidokain pada lesi sebelum
makan untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut saat makan. Antibiotik
topikal atau oral dapat diberikan jika ada infeksi sekunder.
Pasien juga tetap harus dipantau status hidrasinya. Asupan cairan
adekuat perlu untuk mencegah dehidrasi akibat lesi oral yang nyeri, mungkin
diperlukan hidrasi intravena jika dehidrasi sedang hingga berat atau jika
asupan oral terbatas.
Penelitian terbaru dari randomized control dan double blind (2014)
menyatakan bahwa cairan Jinzhen, ramuan herbal Cina, memberikan hasil
memuaskan dalam mengurangi gejala kasus HFMD.
Penyembuhan dari penyakit ini juga bergantung pada status imun dari
penderita HFMD. Peningkatan kekebalan tubuh penderita dilakukan dengan
pemberian konsumsi makanan dan cairan dalam jumlah banyak dan dengan
kualitas gizi yang tinggi, serta diberikan tambahan vitamin dan mineral jika
perlu.

10. Pencegahan HFMD x22


Tidak ada intervensi farmakologis yang terbukti dapat mencegah atau
mengendalikan HFMD / EV71. Tindakan pencegahan dan kontrol yang saat
ini digunakan ialah secara non-farmakologi, dan untuk sebagian besar
dimaksudkan untuk mengganggu rantai penularan virus, sehingga mencegah
penyakit berat dan kematian.
Deteksi dini wabah dan pengenalan dini serta intervensi pada kasus
berisiko tinggi mengembangkan bentuk penyakit yang jarang namun berat
adalah salah satu prinsip utama yang diterapkan untuk meminimalkan dampak
penyakit.
Hal yang dapat dilakukan ialah :
a. membangun dan memperkuat pengawasan;
b. melakukan kampanye informasi dan pendidikan tentang kebersihan yang
baik dan sanitasi dasar;
c. memberikan bantuan kepada taman kanak-kanak, fasilitas penitipan anak
dan sekolah selama wabah;
d. memperkuat langkah-langkah pengendalian infeksi di fasilitas perawatan
kesehatan dan masyarakat;

9
e. meningkatkan layanan manajemen kasus klinis, terutama untuk
manifestasi berat yang membutuhkan perawatan medis intensif;
f. bertukar informasi dan menyebarluaskan praktik-praktik terbaik terkait
dengan kesiapan, tanggapan, dan manajemen HFMD, khususnya selama
wabah.

11. Prognosis HFMD x22 x72


Penyakit HFMD dapat memiliki prognosis yang baik karena sifatnya
yang self-limiting. Anak-anak yang mengidap HFMD dapat sembuh secara
spontan, terlebih lagi gejala yang timbul dapat ditangani dengan beberapa
terapi simptomatik yang telah disebut di atas.
Pasien dengan meningitis aspektik secara umum memiliki prognosis
yang baik pula. Hal ini dikarenakan simptom yang timbul dapat ditangani dan
secara umum akan berhasil tanpa adanya intervensi yang berkelanjutan. Di sisi
lain, pasien dengan ensefalitis atau ensefalomyelitis memiliki risiko yang
tinggi untuk terjadinya disregulasi sistem nervus autonom.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Prihantini NR, Masulili SLC. Perawatan periodontal pada pasien lupus eritematous
sistemik. Maj Ked Gi. Juni 2012; 19(1): 72-3.
2. Ramayanti S. Manifestasi oral pada pasien terinfeksi virus HIV/AIDS. Andalas Dent J.
81-4.
3. X21 Andiyani C, Heriwati ID, Sawitri. Penyakit tangan, kaki dan mulut. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit & Kelamin. 2010;22:143-50
4. X22 WHO. A guide to clinical management and public health response for hand, foot and
mouth disease (HFMD). Geneva: WHO; 2011.
5. X33 Murasmita A, Mulianto N, Mochtar M. Hand foot mouth disease. CDK-258. 2017;
44 (11): 782-4.
6. X31 Andric B, Mijovic G, Andric A. Characteristics of hand foot and mouth disease. J
Hum Virol Retrovirol. 2016; 3(6): 00116.
7. X32 Tahmina A. Menobamacare and the legacy of population health improvement. JOJ
Pub Health. 2017; 1(4): 1
8. X71 Susanti N, Herna, Purnamawati S, Setiawaty V. Deteksi penyebab dan sebaran kasus
kejadian luar biasa hand foot and mouth disease (HFMD) tahun 2008-2012. J Biotek
Medisiana Indon. 2014;3:77-84
9. X72 Purwanthi IGA. Penyakit tangan, kaki, dan mulut (hand, foot, and mouth disease).
CDK-246. 2016; 43(11) : 815-8.

11

Anda mungkin juga menyukai