Anda di halaman 1dari 3

Pain management

rasa sakit adalah pengalaman subjektif tidak menyenangkan secara nyata atau emosional yang terkait
dengan rusaknya jaringan secara actual atau potensial atau yang berkaitan dengan hal - hal tersebut.
hal ini dapat diklarifikasi dalam bentuk akut, kronis atau gejala kanker.

Patofisiologi

adalah ilmu yang mempelajari perubahan fisiologis yang diakibatkan oleh proses patologis. ganguan
dalam proses seluler normal mengakibatkan terjadinya perubahan adaptif dan letal. pada patofisiologi di
bedakan menjadi 2 jenis yaitu :

nyeri pathophysiologic (misalnya, neuralgia postherpetic, neuropati diabetes, fibromyalgia, sindrom


iritas usu, sakit kepala kronis, dan bebrapa nyeri dada noncardiac) sering digambarkan dalam katagori
nyeri kronis. nyeri patofisiologi ini hasil dari kerusakan atau fungsi syarag yang abnormal di CNS atau
PNS. wilayah yang nyeri terkadang membalut diri secara anatomi dan biokimia.

nyeri nociceptor adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, akibat dari aktifitas
sensitasi pada receptor nociceptor di perifer. nyeri ini dibagi menjadi dua yaitu somatic ( timbul dari
kulit, tulang , sendi , otot atau jaringan ikat) atau visceral ( timbul dari organ internal , misalnya usus
besar).

Stimulasi ujung saraf bebas (nosiseptor) mengarah pada sensasi nyeri. Reseptor-reseptor ini ditemukan
dalam struktur somatik serta viseral, lalu diaktifkan oleh impuls mekanis, termal, dan kimia. karena
impulls yang diberikan, reseptor melepaskan bradikinin, prostaglandin, histamin, interleukin, tumor
necrosis factor α (TNF-α), serotonin, dan substansi P dapat membuat nociceptors aktif . Aktivasi
reseptor mengarah ke potensial aksi yang berlanjut dari situs rangsangan berbahaya ke tanduk dorsal
dari sumsum tulang belakang dan kemudian naik ke pusat yang lebih tinggi. Thalamus dapat bertindak
sebagai stasiun relay yang meneruskan impuls ke struktur sentral dimana rasa sakit akan dip roses lebih
lanjut.

clinical presentation

jika digambarkan secara umum pasien mungkin menampakan sakit dari nyeri akut atau tidak
menunjukan gejala yang nyata.

gejala yang dialami oleh nyeri akut bisa diperoleh di berbagai lokasi tubuh serta terjadi dalam hubungan
temporal dengan stimus yang berbahaya seperti dari benda tajam atau tumpul, terbakar, tersengat,
kesemutan, tertembak, radiasi, paparan intensitas tinggi. sedangkan untuk nyeri kronis dapat muncul
kapan saja dan sering terjadi tanpa hubungan temporal dengan stimulus berbahaya seperti yang
disebutkan tadi. seiring waktu , keadaan pada bagian nyeri kronis dapat berubah.

tanda tanda yang biasa dialami jika mendapatkan gejala nyeri akut seperti hipertensi, takikardia,
diaphoeresis, midriasis, dan pucat. tanda tanda ini jarang terjadi pada nyeri kronis. namun dalam
keadaan nyeri neuropatik yang cenderung kronis, gejalanya tidak dapat dijelasknan degan baik sereta
tidak mudah untuk diobati mengunakan analgesic konvensional. dikarnakan mungkin terdapat respon
yang menyakitkan berlebih terhadap rangsangan yang biasanya berbahaya( hyperralgesia) atau respon
nyeri terhadap rangsangan yang tidak berbahaya(allodynia). sehingga sedara diagnose pada ne=yeri
akut hasil pengobatan umumnya dapat di prediksi. sdangkan pada nyeri kronis, kondisi komorbiditas
sering muncul, dan hasil pengobatan sering tidak dapat diprediksi.

Diagnosis

karena nyeri selalu dinilai subjektif sehingga keadaan paling baik dalam melakukan diagnosis nyeri
adalah berdasarkan deskripsi pasien, riwayat dan pemeriksaan fisik. gambaran dasar nyeri dapat
diperoleh dengan menilai karakteristik PQRST ( factor paliatif dan provokatif, kualitas, radiasi, keparahan
, dan factor temporal). selain factor - factor tadi, factor mental juda dapat menurunkan atau menambah
ambang nyeri (misalnya, kecemasan, depresi ,kelelahan, kemarahan, dan ketakutan). juga terdapat
factor prilaku , kognitif, social, dan budaya yang juga dapat mempengaruhi pegalaman dalam menerima
rasa nyeri.

Perawatan (ada table belom sempet diterjemahin)

tujuan dilakukannya perawatan adalah untuk minimalisir rasa sakit, memaksimalkan fungsi obat, dan
memberikan kenyamanan dan kualitas yang wajar pada dosis analgesic yang paling rendah namun tetap
ampuh serta efektif. dan untuk nyeri kronis, fungsi tujuan termaksud rehabilitas dan penyelesaian
masalah psikososial.

pada dasarnya orang tua dan anak-anak berisiko lebih tinggi dalam menjalani perawatan karena
keterbatasan komunikasi.

Nonopioid( ada table)

nonopioid sering lebih disukai daripada opioid untuk menangulangi nyeri ringan hingga sedang. salisat
dan obat anti-inflamasi nonsteroid(NSAID) mengurangi prostaglandin, sehingga mengurangi jumlah
impuls nyeri yang diterima oleh CNS. NSAID mungkin sangat berguna untuk nyeri tulang terkait kanker
dan nyeri punggung kronis. hal - hal yang perlu diperhatikan dalam pengunaan nonopioid :

1. garam salisat menyebabkan lebih sedikit efek samping gastrointestinal (GI) dibandingkan aspirin
serta salisilat tidak menghambat agregasi trombosit.
2. jangan memberikan senyawa seperti aspirin kepada anak- anak atau remaja yang terjangkit
penyakit virus( missal influenza atau cacar air), seperti yang mungkin dihasilkan sindrom reye.
3. asetaminofen memiliki aktivitas analgesic dan antipirentik tetapi sedikit efek anti-inflamasi. ini
menimbulkan kecenderungan hepatotosik dalam overdosis

OPOID

Saat dipakai opoid oral akan menimbulkan efek sekitar 45 menit, dan efek puncak setelhnya akan terjadi
sekitar 1 hingga 2 jam. Penggunaan obat jenis ini secara berkala dapat menyebabkan kecanduan,
kecanduan ditandai oleh gangguan kontrol atas penggunaan narkoba, pengunaan yang kompulsif, dan
pengunaan yang berkelanjutan meskipun membahayakan . untuk definisi penyalah gunaan zat, toleransi
, dan penarikan dapat dilihat di table(1)

Dosis equianalgesic, karakteristik pelepasan histamine, dan pedoman pemberian dosis ditunjukan pada
table (2). Dosis equainalgesic hanyalah panduan , dosis sebenarnya tiap individual berbeda. Dan harus
dilakukan pemantauan yang baik.

Agonis parsial dan antagonis ( missal, pentazocine) akan beradu dengan agonis dari reseptop opoid dan
akan menunjukan aktivitas campuran agonis-antagonis. Keadaan ini memunkinkan reseptor analgesic
untuk memiliki selektifitas agar meminimalisir efek samping dari opioid. Cara penggunaanya, mula mula
berikan analgesic pada jam jam ketika tubuh merasakan nyeri akut. Ketika rasa sakit mereda, jadwalkan
keadaan untuk meminum obat. Administrasi ini juga berguna untuk penangulangan nyeri kronis.

Pasien dengan nyeri berat dapat menerima opioid dosis tinggi tanpa efek samping yang tidak diinginkan,
tetapi karena rasa sakitmereda, pasin kemungkinan akan tidak nentoleransi untuk dosis obat yang
rendah.

Pada penggunaannya sebagian besar pengaruh gatal atau ruam yang terkait penggunaan opioid adalah
karena pelepasan histamine dan degrunalasi sel mast, dan bukan merupakan respon alergi yang
sesungguhnya. Ketika alergi opioid teradi, opioid dari kelas structural yang berbeda harus dengan hati
hati ditangulangi. Pada keadaan inikelas campuran agonis-antagonis menunjukan reaksi seperti morpin.

Pada keadaan dimana analgesia dikontrol sendiri oleh pasien, pasien akan mengelola sendiri jumlah
preset opioid IV melalui pompa syringe yang dihubungkan secara elektronik dengan perangkat pengukur
waktu; dengan demikian pasien dapat menyeimbangkan kontorl nyeri dengan sedasi.

Pemberian opioid langsung ke CNS umumnya dilakukan untuk nyeri akut, nyeri non-kanker kronis, dan
nyeri kanker. Metode metode ini memerlukan pemantaun secara berkala dan sangat hati- hati karena
laporan dari sedasi yang ditandai oleh depresi pernafasan, pruritus, mual, muntah, retensi urin, dan
hipotensi. Jika terjadi depresi pernafasan, gunakan nalokson untuk membalikan depresi pernafasan,
ditambah peng infusan secara kontinu diperlukan untuk menstabilkan keadaan. Pantau fungsi
pernafasan selama 24 jam setelah pengunaan satu dosis morfin intratekal atau epidural.

Opioid intratekal dan epidural sering diberikan bersamaan infuse kontinu atau analgesia yang dikontrol
pasien. Keadaan ini aman dan efektif bila diberikan bersamaan dengan anestesi local dan intratekal atau
epidural seperti bupivakain. Semua agen yang diberikan langsung ke CNS harus bebas dari pengawet.

 Morfin dan congeners (phenanthrenes)


Banyak dokter menganggap morfin sebagai agen lini pertama untuk nyeri sedang hingga berat.
Morfin sering dianggap opioid pilihan untuk mengobati rasa sakit yang terkait dengan infark
miokard, karena mengurangi permintaan oksigen miokard.

Anda mungkin juga menyukai