BLOK MATA
SKENARIO I
KELOMPOK XIII
DIMAS ANDRIANTO P G0016064
ELANG JORDAN IBRAHIM G0016068
FABIAN JEREMY P G0016070
CHRIS NANDITA M G0016050
CYNTHIA BADRIYYAH G0016054
DEBITA ISTIFADAH D G0016058
DEVINA NOVITA L G0016060
DHAMIYANT RAHMA I G0016062
DINAR FATIHAH FAUZI G0016066
FATICHA AINUR A G0016076
FATIN AZIZAH A G0016078
TUTOR :
Marwoto,dr,Sp.MK,M.Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, dokter muda mendapatkan 2
pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.
● Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan penglihatan kabur
sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kacamata. Pasien tidak
mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaaan didapatkan kondisi: VOD
4/60, VOS 6/15 mata tenang, dilakukan uji pinhole visus membaik. Setelah dilakukan
koreksi OD dengan S -4.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75 D C -
0.5 D axis 90 visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S +1.50
D. Dengan koreksi tersebut pasien merasa nyaman. Kemudian Cyntia menuliskan
resep kacamata. Setelah disetujui oleh staf resep diberikan kepada pasien dan pasien
diperbolehkan pulang.
● Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan: visus 6/6 E,
mata tenang. Adapun kondisi mata kiri: visus 2/60, mata tenang, tetapi sering merasa
nyeri pada bola mata. Mata kiri setelah dilakukan koreksi tidak mengalami kemajuan.
Kemudian staf meminta untuk dilakukan pemeriksaan: tekanan bola mata,
konfrontasi dan refleks fundus. Setelah dilakukan pemeriksaan, diberi obat oral dan
tetes mata pasien diperbolehkan pulang dengan saran 1 minggu lagi kontrol untuk
mengukur tekanan bola mata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Langkah I
Membaca Skenario dan Memahami Pengertian Beberapa Istilah dalam Skenario
1. Refleks fundus: Pemeriksaan dengan oftalmoskop untuk melihat pembuluh darah
di retina.
2. Uji pinhole: Uji dengan melihat huruf snellen lewat lubang kecil.
3. Pemeriksaan konfrontasi: Uji lapang pandang mata dan interpretasi berupa sudut
4. Visus: Mengukur ketajaman penglihatan.
5. VOD: Visus oculus dextra.
6. VOS: Visus oculus sinistra.
7. OD: Oculus dextra (mata kanan).
8. OS: Oculus sinistra (mata kiri).
9. D: Dioptri, satuan ukur kemampuan optikal lensa dan cermin cekung atau
cembung.
10. S: lensa sferis.
11. E: Emetrop/mata normal.
12. C: lensa silindris.
B. Langkah II
Menentukan/ Mendefinisikan Permasalahan
1. Penyebab terjadi penurunan visus?
2. Anatomi dan fisiologi mata?
3. Mengapa pasien 1 harus dikoreksi dengan lensa S +1,5?
4. Beda penurunan visus pasien 1 dan 2?
5. Interpretasi pemeriksaan pada skenario?
6. Mengapa pada pasien 2 tidak ada kemajuan setelah dikoreksi?
7. Mengapa masing-masing pasien penurunan visusnya berbeda?
8. Bagaimana pemeriksaan untuk menentukan koreksi pada mata?
9. Hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien?
10. Tujuan dan prosedur pemeriksaan pada pasien 2? Apa indikasi dan
kontraindikasi?
11. Apa obat oral dan tetes mata yang diberikan pada pasien 2 dan apa tujuannya?
12. Patofisiologi nyeri bola mata pada pasien 2?
13. Alat koreksi kelainan mata?
14. Apa saja jenis kelainan mata?
C. Langkah III
Menganalisis Permasalahan dan Membuat Pertanyaan Sementara Mengenai
Permasalahan (tersebut dalam Langkah II)
1. Penyebab terjadi penurunan visus?
Kelainan kongenital mata
Anomali perkembangan → misalnya strabismus
Akibat sekunder penyakit sistemik → misalnya retinopati diabetikum terjadi
pada pasien DM
Penyakit primer pada mata sendiri → misalnya degenerasi makula lutea
karena faktor penuaan
Adanya kelainan refraksi yang menyebabkan bayangan tidak fokus tepat pada
retina → miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisme
Ada trauma pada mata
Adanya kelainan pada media refraksi → kornea, aquous humor, lensa, dan
vitreous humor yang keruh
Trakoma disebabkan infeksi Chlamydia trachomatis
Defisiensi vitamin A
Saraf penglihatan terganggu fungsinya (makula lutea, nervus opticus, dan
pusat penglihatan di otak)
11. Apa obat oral dan tetes mata yang diberikan pada pasien 2 dan apa tujuannya?
1. Supresi Pembentukan Humor Aqueus
a. Golongan β-adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β adrenergic
bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol dan lain-lain. Timolol maleat merupakan β-adrenergik
non selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas
simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi
tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler
sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris,
jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow
humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor
sehingga menurunkan produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun.
Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh
usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar
puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-
adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu
ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini
dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati. Penggunaan obat golongan ini dalam
jangka lama dapat mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan
napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut
terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi
dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi,
hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.
b. Golongan α2-adrenergik Agonis
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif
dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya
apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos,
meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork
dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan
aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat
menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling sedikit
20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin
dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam
setelah pemberian terapi. Indikasi penggunaan apraklonidin untuk
mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser.
Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono
amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi
metabolisme dan uptake katekolamin.
c. Penghambat Karbonat Anhidrase
i. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena
dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%.
Bekerja efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila
konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5 µM. Apabila diberikan
secara oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam
2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun
dengan cepat karena ekskresi pada urin. Indikasi asetasolamid
terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler, mencegah prolaps
korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo
tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru
obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan
urolithiasis. Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi
dan inisial diuresis, sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila
digunakan dalam jangka lama antara lain metalic taste, malaise,
nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal, depresi
sumsum tulang, dan anemia aplastik.
ii. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga
bila digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah.
Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea
dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat
menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara
menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik
anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan
tekanan intraokuler karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai
2-10µM.17
Penghambat karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat
menurunkan tekanan intraokuler sebesar 15-20%.14 Indikasi
pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun
jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain
untuk mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah
intraokuler. Efek samping lokal yang dijumpai seperti mata pedih,
keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi.
2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus
a. Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada
mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi
muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat
keluar.
b. Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan
pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat
baru yang paling efektif katena dapat ditoleransi dengan baik dan tidak
menimbulkan efek samping sistemik. Farmakokinetik latanopros
mengalami hidrolisis enzim di kornea dan diaktifkan menjadi asam
latanopros. Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4 jam
setelah pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam. Cara
kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus
melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka,
hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain.
kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan latanopros.
E. Langkah V
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi mata
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab penurunan visus
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan pada pasien penurunan visus
4. Mahasiswa mampu menjelaskan macam kelainan refrakter dan non refrakter
5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding pada pasien (Katarak,
Retinopati)
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang
7. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan penatalaksanaan (Glaukoma)
F. Langkah VI
Mengumpulkan Informasi Baru
G. Langkah VII
Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru yang Diperoleh
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi mata
Anatomi
c. Cavum Orbita (Rongga Mata)
Dibagi menjadi 2 bagian:
- Bagian apex (mengarah ke posteromedial menuju ke foramen opticum)
- Bagian basis (menuju ke anterior)
Cavum orbita tersusun 7 os, yakni: os frontale, os maxilla, os zygomaticum,
os sphenoidale, os ethmoidale, os lacrimale, dan os palatina.
Cavum orbita akan terisi oleh bulbus oculi atau bola mata dan struktur-
struktur yang berhubungan dengannya, yaitu:
CGMP turun > kanal Na tertutup > terjadi hiperpolarisasi > kanal Ca2+
tertutup > transmisi neurotransmitter menurun.
b. Retinopati Diabetikum
Merupakan mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol pre-kapiler retina,
kapier-kapiler, dan vena retina. Kelainan ini muncul pada seluruh pasien DM
berkepanjangan, dan dapat menyebabakan kebutaan. Pasien DM I tidak
mengalami DM hingga 3-5 tahun awitan penyakit, sementara pasien DM II
sering mengalami retinopati saat diagnosis.
● Faktor risiko
- Lamanya menderita diabetes
- Beratnya hiperglikemia
- Peningkatan kadar lipid serum
- Kehamilan
- Hipertensi
- Nefropati
- Lain-lain (merokok, usia, jenis kelamin, inaktivitas fisik, penggunaan
ACE inhibitor)
● Staging
- Non Proliferative Diabetic Retinophaty (NPDR)
Kebocoran pembuluh darah halus menyebabkan edema macula.
Dan jika terdapat oklusi pembuluh darah di retina dapat menyebabkan
iskemi macula.
- Proliferative Diabetic Retinophaty (PDR)
Tahap lanjutan dari retinopati diabetikum. Pada fase ini
didapatkan adanya neovaskularisasi yang rapuh, dan bisa
menyebabkan perdarahan di vitreous. Jika perdarahan hanya sedikit,
dapat menyebabkan munculnya gejala floater, namun jika sudah
banyak dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
● Gejala dan tanda
Awalnya asimtomatis, namun pada kasus berat dapat ditemukan
penyempitan lapang pandang,, floater (bercak hitam pada lapang
pandang), dan penurunan visus.
Tata laksana
- Kontrol gula darah dan tekanan darah
- Pengobatan dengan anti-VGEF (avastin, eylea, lucentis) dapat
mengurangi edema makula, dan memperlambat kehilangan
penglihatan. Obat ini diberikan melalui injeksi di mata.
- Operasi Laser → membantu menutup kebocoran pembuluh darah.
- Vitrectomi → mengangkat vitreous humor dan pembuluh darah yang
bocor untuk memudahkan cahaya kembali fokus tepat di retina.
Prosedur ini disarankan pada pasien dengan PDR berat.
c. Glaukoma
● Epidemiologi
Glaukoma sudut terbuka : perbandingan perempuan dan laki-laki sama
Glaukoma sudut tertutup : perempuan lebih sering terkena daripada laki-
laki. Keturunan Asia lebih sering terkena glaukoma primer sudut tertutup,
sedangkan keturunan Afrika dan Eropa lebih sering terkena glaukoma
primer sudut terbuka.Semakin meningkatnya usia seseorang, semakin
tinggi pula risiko terkena glaukoma.
● Etiologi
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliaris
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau
di celah pupil (glaukoma hambatan pupil)
- Iskemia → pada penderita DM
● Faktor risiko
- Meningkatnya usia seseorang
- Keturunan
- Miopia tinggi
- Diabetes Mellitus
- Hipertensi
- Pengobatan dengan steroid lama
● Klasifikasi
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
- Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- Bedah
- Rubeosis
- Steroid dan lainnya
4. Glaukoma absolut
● Terapi
Prinsip terapi
Glaukoma primer perlu pengawasan dokter seumur hidup
Obat tetes digunakan untuk mengontrol tekanan bola mata
Jika menggunakan obat tetes maupun obat per oral belum berefek, maka
dilakukan tindakan laser atau operasi. Tindakan laser dan operasi bertujuan
untuk membuka jalan keluar cairan bola mata sehingga menurunkan
tekanan intraokuler, dengan tetap dipantau dan dalam pengawasan dokter.
● Prognosis
Glaukoma bisa menimbulkan silent damage. Jika tidak ditatalaksana,
glaukoma akan berprogresi menjadi kerusakan saraf mata sehingga akan
menurukan lapang pandang. Atropi saraf mata juga akan menyebabkan
kebutaan irreversible.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang
Uji konfrontasi
Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan dengan jarak 1 meter. Mata kanan pasien
saling berhadapan dengan mata kiri pemeriksa. Sebuah benda dari perifer digeser
perlahan ke sentral, bila pasien sudah melihatnya maka pasien diminta untuk
memberitahu pemeriksa. Tes konfrontasi dilakukan untuk membantu
mendiagnosis penyebab penurunan lapang pandang. Hasil yang abnormal bisa
mengindikasikan adanya penyakit mata atau gangguan sistem saraf pusat,
misalnya tumor yang merusak atau menekan saraf penglihatan.
Reflek fundus
Pada pemeriksaan ini menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya
kekeruhan pada medai penglihatan yang keruh seperti kornea, lensa, dan badan
kaca. Reflek fundus bisa mendeteksi katarak, retinoblastoma, retinal detachment,
dan anisometric amblyopia.
Oftalmoskopi
Yang harus diperhatikan adalah papil, yang mengalami perubahan peggaungan
dan degenerasi saraf optic. Harus diwaspadai adanya glaucoma apabila terdapat
penggaungan >0,3 diameter papil (Cup and Disc Ratio), terutama bila diameter
vertical lebih besar dari diameter horizontal
Penghambat karbonat
Asetasolamid
anhidrase aktif topikal Oral
Kesimpulan
Mata adalah indera penglihatan yang dimiliki manusia, terdapat media refrakta
yang berfungsi untuk membatu proses dalam melihat. Media refrakta terdiri atas kornea,
aquous humor, pupil, vitreous humor, dan lensa yang memiliki perbedaan indeks bias
masing-masing, sehingga cahaya dapat jatuh di fovea retina. Pada proses melihat terdapat
proses refraksi, daya akomodasi, kontriksi pupil serta proses pembentukan bayangan.
Terdapat kelaianan yang terjadi pada mata yaitu kelainan media refrakta yang dapat
dikoreksi dengan lensa sferis dan lensa silindris serta kelainan organik yang tidak dapat
dikoreksi dengan lensa tetapi harus ditemukan penyebabnya lalu diterapi. Untuk
menentukan kelainan meda refrakta atau kelainan organik dengan cara uji pinhole, jika
setelah diberi uji pinhole dapat terlihat kemajuan dalam melihat maka itu termasuk
kelainan media refrakta.
Saran
Terdapat beberapa hambatan yang terjadi pada diskusi tutorial skenario ketiga ini.
Tetapi yang menonjol adalah kurang mendukungnya fasilitas yang ada. Pendingin (AC)
yang ada di ruangan kami kurang begitu dingin, sehingga sedikit mengganggu aktivitas
tutorial kami. Kemudian kurangnya spidol dan isinya, sehingga mengganggu kegiatan
tutorial yang berjalan. Saran dari kelompok kami untuk hambatan-hambatan yang terjadi
adalah sebaiknya ada perbaikan untuk pendingin (AC) sehingga kegiatan tidak terganggu.
Kemudian untuk spidol sebaiknya diperiksa dan dipersiapkan sebelum tutorial sehingga
tidak mengganggu ketika tutorial berjala
Harapan dari kelompok tutorial kami semoga kedepannya untuk kegiatan tutorial
dengan skenario yang akan datang adalah kegiatan tutorial dapat berjalan lancar dan
hambatan-hambatan yang ada dapat di minimalisir. Lalu juga kami berharap
dapat menyerap ilmu dari tutorial, menjadi pribadi yang berfikir kritis dan berperan aktif
dalam setiap kegiatan tutorial, bisa memberikan pernyataan yang berkualitas terhadap
permasalahan yang dibahas, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang kami dapatkan dari
diskusi tutorial yang telah kami lewati di masyarakat. Semoga kedepan hasil-hasil
tutorial kami dapat bermanfaat untuk pembaca dan kalangan akademisi maupun peneliti.
DAFTAR PUSTAKA