Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN TUTORIAL

BLOK MATA
SKENARIO I

KELOMPOK XIII
DIMAS ANDRIANTO P G0016064
ELANG JORDAN IBRAHIM G0016068
FABIAN JEREMY P G0016070
CHRIS NANDITA M G0016050
CYNTHIA BADRIYYAH G0016054
DEBITA ISTIFADAH D G0016058
DEVINA NOVITA L G0016060
DHAMIYANT RAHMA I G0016062
DINAR FATIHAH FAUZI G0016066
FATICHA AINUR A G0016076
FATIN AZIZAH A G0016078

TUTOR :
Marwoto,dr,Sp.MK,M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Kenapa Mata Saya Kabur?

Pada saat stase di Poliklinik Mata RSUD Dr. Moewardi, dokter muda mendapatkan 2
pasien dengan keluhan yang sama yaitu penurunan visus.
● Pasien pertama, seorang perempuan usia 45 tahun dengan keluhan penglihatan kabur
sejak 1 bulan yang lalu meskipun sudah memakai kacamata. Pasien tidak
mengeluhkan mata merah. Setelah dilakukan pemeriksaaan didapatkan kondisi: VOD
4/60, VOS 6/15 mata tenang, dilakukan uji pinhole visus membaik. Setelah dilakukan
koreksi OD dengan S -4.25 D visus mencapai 6/6, koreksi OS dengan S -0.75 D C -
0.5 D axis 90 visus mencapai 6/6. Untuk membaca dekat dikoreksi dengan S +1.50
D. Dengan koreksi tersebut pasien merasa nyaman. Kemudian Cyntia menuliskan
resep kacamata. Setelah disetujui oleh staf resep diberikan kepada pasien dan pasien
diperbolehkan pulang.
● Pasien kedua, seorang laki-laki usia 40 tahun dengan kondisi mata kanan: visus 6/6 E,
mata tenang. Adapun kondisi mata kiri: visus 2/60, mata tenang, tetapi sering merasa
nyeri pada bola mata. Mata kiri setelah dilakukan koreksi tidak mengalami kemajuan.
Kemudian staf meminta untuk dilakukan pemeriksaan: tekanan bola mata,
konfrontasi dan refleks fundus. Setelah dilakukan pemeriksaan, diberi obat oral dan
tetes mata pasien diperbolehkan pulang dengan saran 1 minggu lagi kontrol untuk
mengukur tekanan bola mata.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Langkah I
Membaca Skenario dan Memahami Pengertian Beberapa Istilah dalam Skenario
1. Refleks fundus: Pemeriksaan dengan oftalmoskop untuk melihat pembuluh darah
di retina.
2. Uji pinhole: Uji dengan melihat huruf snellen lewat lubang kecil.
3. Pemeriksaan konfrontasi: Uji lapang pandang mata dan interpretasi berupa sudut
4. Visus: Mengukur ketajaman penglihatan.
5. VOD: Visus oculus dextra.
6. VOS: Visus oculus sinistra.
7. OD: Oculus dextra (mata kanan).
8. OS: Oculus sinistra (mata kiri).
9. D: Dioptri, satuan ukur kemampuan optikal lensa dan cermin cekung atau
cembung.
10. S: lensa sferis.
11. E: Emetrop/mata normal.
12. C: lensa silindris.

B. Langkah II
Menentukan/ Mendefinisikan Permasalahan
1. Penyebab terjadi penurunan visus?
2. Anatomi dan fisiologi mata?
3. Mengapa pasien 1 harus dikoreksi dengan lensa S +1,5?
4. Beda penurunan visus pasien 1 dan 2?
5. Interpretasi pemeriksaan pada skenario?
6. Mengapa pada pasien 2 tidak ada kemajuan setelah dikoreksi?
7. Mengapa masing-masing pasien penurunan visusnya berbeda?
8. Bagaimana pemeriksaan untuk menentukan koreksi pada mata?
9. Hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien?
10. Tujuan dan prosedur pemeriksaan pada pasien 2? Apa indikasi dan
kontraindikasi?
11. Apa obat oral dan tetes mata yang diberikan pada pasien 2 dan apa tujuannya?
12. Patofisiologi nyeri bola mata pada pasien 2?
13. Alat koreksi kelainan mata?
14. Apa saja jenis kelainan mata?

C. Langkah III
Menganalisis Permasalahan dan Membuat Pertanyaan Sementara Mengenai
Permasalahan (tersebut dalam Langkah II)
1. Penyebab terjadi penurunan visus?
 Kelainan kongenital mata
 Anomali perkembangan → misalnya strabismus
 Akibat sekunder penyakit sistemik → misalnya retinopati diabetikum terjadi
pada pasien DM
 Penyakit primer pada mata sendiri → misalnya degenerasi makula lutea
karena faktor penuaan
 Adanya kelainan refraksi yang menyebabkan bayangan tidak fokus tepat pada
retina → miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisme
 Ada trauma pada mata
 Adanya kelainan pada media refraksi → kornea, aquous humor, lensa, dan
vitreous humor yang keruh
 Trakoma disebabkan infeksi Chlamydia trachomatis
 Defisiensi vitamin A
 Saraf penglihatan terganggu fungsinya (makula lutea, nervus opticus, dan
pusat penglihatan di otak)

2. Anatomi dan fisiologi mata?


Anatomi
a. Cavum Orbita (Rongga Mata)
Dibagi menjadi 2 bagian:
- Bagian apex (mengarah ke posteromedial menuju ke foramen opticum)
- Bagian basis (menuju ke anterior)
Cavum orbita tersusun 7 os, yakni: os frontale, os maxilla, os zygomaticum,
os sphenoidale, os ethmoidale, os lacrimale, dan os palatina.
Cavum orbita akan terisi oleh bulbus oculi atau bola mata dan struktur-
struktur yang berhubungan dengannya, yaitu:

- Musculi ekstraokuler (berperan dalam pergerakan bulbus oculi dan


palpebrae superior). Ada 7 otot ekstraokuler, yaitu: m. levator palpebrae
superioris, m. rectus superior, m. rectus inferior, m. rectus medialis, m.
rectus lateralis, m. obliquus superior, dan m. obliquus inferior.
- Palpebrae
- Neurovaskularisasi
- Beberapa pathway yang akan menjadi tempat keluar masuk struktur-
struktur penting seperti neurovaskularisasi pada cavum orbita, yaitu:
 Canalis opticus
 Fissura orbitalis superior
 Fissura orbitalis inferior
 Pathway minor: canalis nasolacrimalis, foramen supraorbitale,
foramen infraorbitale

b. Struktur Bulbus Oculi


Bulbus Oculi akan dibagi menjadi beberapa lapisan, yaitu:
- Tunica fibrosa = sklera, kornea
Sklera adalah bagian terluar dari bulbus oculi yang berfungsi sebagai
tempat perlekatan otot ekstraokuler. Ia menempati ⅚ posterior dari mata.

Kornea adalah lanjutan sklera menuju ke anterior yang menempati sekitar


⅙ anterior mata. Ia bersifat transparan dan berada di posisi sentral di
depan mata. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea.

- Tunica vasculosa = choroid, corpus ciliaris, iris


Choroid terdiri dari jaringan ikat dan vasa darah. Ia berfungsi sebagai
nutrisi bagi lapisan superfisial dari retina.
Corpus ciliaris terdiri dari musculus dan processus. Fungsi corpus ini
yakni mengatur bentuk lens crystalline dalam berakomodasi.
Iris adalah sebuah struktur sirkuler dengan apertura di sentral yang disebut
pupil. Iris terdiri dari pigmen yang akan memberikan warna ke mata.
- Tunica interna/nervosa = retina
Retina akan dibagi menjadi dua, yaitu pars neural dan pars pigmentosa.
Pars neural terdiri dari fotoreseptor, berposisi di posterolateral dari bulbus
oculi.
Pars pigmentosa berada di bawah pars neural, melekat pada choroid,
berfungsi untuk mendukung kinerja neural dan akan berlanjut mengelilingi
permukaan dalam mata. Beberapa struktur lainnya yang bisa kita temui
yaitu:
- Camera oculi anterior (di antara kornea dan iris)
- Camera oculi posterior (di belakang iris, di depan lens crystalline dan
ligamentum suspensorium)
Keduanya akan terisi oleh aqueous humor, suatu cairan jernih seperti
plasma yang berfungsi nutritif dan protektif. Kedua camera tersebut
dipisahkan oleh lens dengan sebuah struktur yang disebut camera vitreous
yang nantinya akan terisi cairan vitreous humor.

Mata dibentuk untuk menerima rangsangan bekas-bekas cahaya pada


retina, dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan
rangsangan ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan.

- Kornea : bekerja sebagai jendela bening yang melindungi struktur halus


yang berada di belakangnya serta membantu memfokuskan bayangan
pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah.
- Iris : memiliki celah ditengahnya yaitu pupil, bagian mata yang yang
dapat bergerak sebagai tirai yang melindungi retina serta mengendalikan
jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki 2 lapis otot polos tipis
yang disebut otot sphincter pupil dan otot dilator pupil.
- Lensa : organ fokus yang mampu berakomodasi untuk membiaskan
berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat
menjadi bayangan yang jelas dan jatuh tepat pada retina.
- Lapisan koroid yang berpigmen : karena pigmen mampu menyerap
cahaya maka lapisan berpigmen ini berfungsi menggelapkan bilik tengah
mata agar cahaya tidak terpantul dan mengganggu penglihatan.
- Retina : bagian mata yang memiliki fotoreseptor konus dan batang yang
berfungsi menerima cahaya yang sudah difokuskan oleh lensa mata.
Fisiologi
Proses penglihatan mata
- Refraksi
Refraksi/bias adalah pembelokan berkas cahaya. Refraksi terjadi ketika berkas
berpindah dari suatu medium yang mempunyai kepadatan berbeda .
- Daya akomodasi
Selisih antara kekuatan lensa untuk melihat pada jarak tertentu dengan melihat
pada jarak jauh tak terhingga.
- Kontriksi pupil
Pupil berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke
retina.
- Aktivitas fotoreseptor

3. Mengapa pasien 1 harus dikoreksi dengan lensa S +1,5?


Pasien 1 diduga mengalami kelainan refraksi berupa presbiopi yang dipengaruhi
faktor usia. Oleh sebab itu perlu diberikan lensa S+1,5 setelah miopia berhasil
dikoreksi. Hal ini sesuai dengan prinsip terapi presbiopia, yakni :
- Usia 40 tahun → tambah 1 D
- Usia 45 tahun → tambah 1,5 D
- Usia 50 tahun → tambah 2 D
- Usia 55 tahun → tambah 2,5 D
- Usia 60 tahun → tambah 3 D
Dengan catatan maksimal tambah 3 D.

4. Beda penurunan visus pasien 1 dan 2?


Pada pasien 1 penurunan visus terjadi karena ada kelainan refraksi berupa
presbiopi disertai astigmatisma dengan koreksi lensa spheris dan lensa silindris
maka pasien dapat melihat normal. Sedangkan, penurunan visus pasien 2 pada
mata kiri terdapat kelainan refraksi yaitu miopi tetapi setelah dikoreksi tidak
mengalami kemajuan karena disertai kelainan organik yaitu glukoma.

5. Interpretasi pemeriksaan pada skenario?


- Pasien 1
VOD (Visus Oculi Dextra) 4/60 : ketajaman penglihatan mata kanan pasien 4/60,
artinya pada orang normal dapat melihat jari dari jarak 60 meter, namun pasien
hanya dapat melihat dari jarak 4 meter.
VOS (Visus Oculi Sinistra) 4/15 : Ketajaman penglihatan mata kiri pasien 4/15,
artinya pada orang normal bisa melihat snellen chart pada jarak 15 meter, namun
pasien hanya dapat melihat pada jarak 4 meter.
Koreksi OD :
S -4.25D : artinya mata kanan pasien menderita miopi atau titik fokus pasien
kurang dari 25 cm. Dan harus menggunakan lensa cekung sebesar -4.25 dioptri.
Koreksi OS :
S -0.75 : artinya mata kiri pasien menderita miopi dan dikoreksi dengan lensa
ccekung sebesar -0.75 dioptri.
Miopi menurut derajat beratnya dibagi dalam:
- Miopi ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
- Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
- Miopia berat, dimana miopi lebih besar daripada 6 dioptri
Sehingga bisa dilihat bahwa pasien masuk ke miopia sedang.
C -0.50 D axis 90 derajat : artinya mata kiri pasien menderita astgmatisme pada
axis 90 derajat dan harus menggunakan lensa silinder agar dapat melihat dengan
jelas.
S +1.50 D : mata kiri pasien menderita presbiopi atau titik fokus pasien lebih dari
25 cm dan harus menggunakan lensa cembung sebesar +1.50 dioptri agar dapat
melihat snellen chart dengan jelas
Koreksi presbiopia:
+1.0 D untuk usia 40 tahun +2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun +2.5 D untuk usia 55 tahun
+3.0 D untuk usia 60 tahun
- Pasien 2
VOD 6/6 E : visus mata kanan pasien normal
VOS 2/60 : artinya ketajaman penglihatan mata kiri pasien 2/60. Pada orang
normal bisa melihat jari dari jarak 60 meter. Namun untuk pasien hanya bisa
melihat pada jarak 2 meter.
Pada mata kiri uji pinhole tidak maju : pada mata kiri pasien terdapat kelainan
organic, misalnya pada kornea, bilik mata depan, lensa, vitreous, retina maupun
lintasan visual.

6. Mengapa pada pasien 2 tidak ada kemajuan setelah dikoreksi?


Pada pasien 2 mengalami mata kiri pasien disertai kelainan organik yaitu
glaukoma, maka tidak bisa dikoreksi dengan lensa spheris maupun lensa silindris.
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapang pandang. Pada pasien terjadi dapat glaukoma sudut
terbuka disertai nyeri dan penglihatan menurun secara perlahan.

7. Mengapa masing-masing pasien penurunan visusnya berbeda?


Terjadinya perbedaan visus di kedua mata (anisometropi) pada orang dewasa
dapat disebabkan oleh degenerasi macula lutea yang disebabkan faktor penuaan,
katarak, dan retinopati diabetikum. Sedangkan pada anak-anak perbedaan visus di
kedua mata ini nantinya dapat menyebabkan amblyopia (lazy eye) sehingga
penanganan dilakukan seperti pada amblyopia, yakni dengan mengurangi aktivitas
mata normal agar mata yang sakit lebih bisa dioptimalkan fungsinya.
8. Bagamaimana pemeriksaan untuk menentukan koreksi pada mata?
Koreksi pada mata diawali dengan melakukan uji pinhole. Pasien diminta untuk
menutup mata yang tidak diperiksa kemudian membaca kartu snellen melalui
lubang kecil. Apabila visus membaik artinya terdapat kelainan refraksi yang
masih dapat dikoreksi dengan kacamata.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan menggunakan kartu snellen. Pasien diminta
mambaca huruf yang tertera pada kartu snellen dari jarak 5 sampai 6 meter, karena
pada jarak ini mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi. Dengan kartu
standar ini dapat ditentukan tajam atau kemampuan melihat seseorang, seperti:
● Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
● Bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan angka 30,
pada jarak 6 meter berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
● Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka
50, pada jarak 6 meter berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
● Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6
meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
Apabila pada jarak 6 meter pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu
snellen, maka dilakukan uji hitung jari. Hitungan jari dapat dilihat oleh orang
normal pada jarak 60 meter. Bila pasien hanya dapat menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya 3/60.
Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
Jika hitungan jari tidak terlihat dari jarak 1 meter, maka dilakukan uji lambaian
tangan. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300
meter. Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter,
berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
Pemeriksaan terakhir yang dilakukan adalah uji sinar/ cahaya. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Kadang-kadang seseorang pasien
hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan.
Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/tidak berhingga. Bila pasien
sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannnya adalah
0 (nol) atau buta total.
Pemeriksaan astigmatisme
1. Kartu Snellen
Penderita astigmatisme akan membuat kesalahan khas pada saat membaca
huruf-huruf pada kartu snellen
Misalnya: huruf E akan terbaca P, hurf B akan terbaca E, dll
2. Piring plasido
Akan terlihat bayangan tidak rata pada kornea, terutama pada penderita
astigmatisme irreguler.
3. Kipas astigmat
Garis bewarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkuler dengan
dasar putih, untuk pemeriksaan subyektif ada dan besarnya kelainan refraksi
astigmat.
4. Keratometri
Untuk mengetahui kelengkungan kornea dalam berbagai bidang untuk
mengetahui derajat silinder yang ada akibat kelengkungan kornea, sumbu
astigmat yang dipakai, dan menemukan astigmat ireguler. Penilaian:
- Pada astigmat with the rule (astigmat dengan koreksi silinder minus 180)
tambahkan astigmat yang ditemukan dengan 25% dan dikurangi dengan
0.50 dioptri untuk koreksi astigmatismenya
- Pada astigmat against the rule (dengan silinder minus 90) tambhakan
astigmat yang ditemukan dengan 25% dan tambahkan lagi dengan 0.50
dioptri untuk koreksi astigmatnya.

9. Hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien?


Seiring bertambahnya usia, daya akomodasi seseorang cenderung semakin
menurun karena penurunan elastisitas lensa. Hal ini menyebabkan lensa sukar
mencembung dan mengakibatkan gangguan akomodasi lensa pada usia tua. Selain
itu, dapat juga disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi, lensa mata yang sudah
tak kenyal, dan penurunan elastisitas akibat sklerosis lensa.
10. Tujuan dan prosedur pemeriksaan pada pasien 2? Apa indikasi dan
kontraindikasi?
 Pemeriksaan tekanan bola mata.
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang disebut tonometer.
Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada orang berusia 20
tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara umum. Ada 4 bentuk
tonometri:
- Digital (palpasi) tonometri, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif
- Schiotz tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea
- Aplasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea
- Tonometri udara (air puff tonometry), yang paling kurang tepat, kurang
teliti karena dipergunakan di ruang terbuka
Tujuan adalah untuk mengetahui tekanan bola mata seseorang. Tonometer
yang ditaruh pada permukaan mata atau kornea akan menekan bola mata ke
dalam. Tekanan ke dalam ini akan mendapatkan perlawanan tekanan dari
dalam bola mata melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung dari beban
yang dipergunakan untuk menekan permukaan kornea.
Tonometri Digital Palpasi
Memakai jari telunjuk kedua tangan. Mata ditutup. Pandangan kedua mata ke
bawah. Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari
telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian. Satu
telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata.
Penilaian :
- Didapat kesan berapa ringgannya bola mata dapat ditekan
- Penilaian dilakukan dgn pengalaman sebelumnya yg dapat dicatat, mata
N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi
atau lebih rendah dari pada normal
- Tekanan tinggi curiga glaukoma
- Cara ini sangat baik pada kelainan mata yang mana tidak bisa
menggunakan tonometer atau sulit dinilai misalnya seperti pada psikatrik
kornea, kornea irreguler, dan infeksi kornea.
Tonometri Schiotz
Pasien diteteskan tetrakain (anestesi lokal buat mata). Kelopak mata pasien
kita buka (jangan nekan bola mata). Pasien diminta meletakkan ibu jarinya di
depan matanya atau pasien melihat ke langit-langit ruangan pmx. Telapak
tonometer diletakkan di permukaan kornea. Setelah telapak tonometer
menunjukkan angka yang tetap, dibaca nilai tekanan pada skala busur Schiotz
yang berantara 0-15. Nilai: Pembacaan skala dikonversi pada tabel
- Pada tekanan >20 mmHg dicurigai adanya glaukoma
- Pada tekanan >25 mmHg pasien menderita glaukoma
- Tekanan rendah pada mata yang mengecil
Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada kornea maka akan
terlihat perubahan pada skala Schiotz. Makin rendah tekanan bola mata makin
mudah bola mata ditekan.
Terkadang ada pengaruh kekakuan sklera sehingga pembacaan skala dalam
tabel sering tidak sesuai dengan tekanan bola mata sesungguhnya. Pada
keadaan ini perlu diukur kekakuan sklera memakai tonometer Schiotz tapi
ditentukan dengan tabel Friedenwald. Selain itu karena alat langsung dipasang
pada kornea maka bila tidak dilakukan dengan hati-hati dapat menimbulkan
lecet pada kornea yang menyebabkan keratitis dan erosi kornea.
Selain itu ada juga pengukur tekanan intraokuler (tonometer aplanasi). Alat ini
mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan
membuat rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini
sangat baik karena membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan kornea.
Hasil pengukuran ini tidak dipengaruhi oleh kekakuan sklera.
 Uji konfrontasi
Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan perbandingan
lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri. Pemeriksa dan pasien
duduk berhadapan dengan jarak 1 meter. Mata kanan pasien saling berhadapan
dengan mata kiri pemeriksa. Sebuah benda dari perifer digeser perlahan ke
sentral, bila pasien sudah melihatnya maka pasien diminta untuk memberitahu
pemeriksa.
Syarat pada pemeriksaan ini adalah lapang pandang pemeriksa adalah normal.
Tes konfrontasi dilakukan untuk membantu mendiagnosis penyebab
penurunan lapang pandang. Hasil yang abnormal bisa mengindikasikan
adanya penyakit mata atau gangguan sistem saraf pusat, misalnya tumor yang
merusak atau menekan saraf penglihatan.
 Reflek fundus
Pada pemeriksaan ini menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya
kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti kornea, lensa, dan
badan kaca. Reflek fundus bisa mendeteksi katarak, retinoblastoma, retinal
detachment, dan anisometric amblyopia.

11. Apa obat oral dan tetes mata yang diberikan pada pasien 2 dan apa tujuannya?
1. Supresi Pembentukan Humor Aqueus
a. Golongan β-adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β adrenergic
bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol dan lain-lain. Timolol maleat merupakan β-adrenergik
non selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas
simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi
tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler
sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris,
jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow
humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor
sehingga menurunkan produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun.
Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh
usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar
puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-
adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu
ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini
dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati. Penggunaan obat golongan ini dalam
jangka lama dapat mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan
napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut
terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi
dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi,
hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.
b. Golongan α2-adrenergik Agonis
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif
dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya
apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos,
meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork
dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan
aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat
menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling sedikit
20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin
dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam
setelah pemberian terapi. Indikasi penggunaan apraklonidin untuk
mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser.
Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono
amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi
metabolisme dan uptake katekolamin.
c. Penghambat Karbonat Anhidrase
i. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena
dapat menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%.
Bekerja efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila
konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5 µM. Apabila diberikan
secara oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam
2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun
dengan cepat karena ekskresi pada urin. Indikasi asetasolamid
terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler, mencegah prolaps
korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo
tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru
obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan
urolithiasis. Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi
dan inisial diuresis, sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila
digunakan dalam jangka lama antara lain metalic taste, malaise,
nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal, depresi
sumsum tulang, dan anemia aplastik.
ii. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga
bila digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah.
Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea
dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat
menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara
menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik
anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan
tekanan intraokuler karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai
2-10µM.17
Penghambat karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat
menurunkan tekanan intraokuler sebesar 15-20%.14 Indikasi
pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun
jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain
untuk mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah
intraokuler. Efek samping lokal yang dijumpai seperti mata pedih,
keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi.
2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus
a. Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada
mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi
muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat
keluar.
b. Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan
pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat
baru yang paling efektif katena dapat ditoleransi dengan baik dan tidak
menimbulkan efek samping sistemik. Farmakokinetik latanopros
mengalami hidrolisis enzim di kornea dan diaktifkan menjadi asam
latanopros. Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4 jam
setelah pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam. Cara
kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus
melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka,
hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain.
kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan latanopros.

3. Penurunan Volume Vitreus


Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat menggunakan
obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga
air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan pengecilan vitreus sehingga
terjadi penurunan produksi humor aquos. Penurunan volume vitreus
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior yang menyebabkan
penutupan sudut ( glaukoma sudut tertutup sekunder ).

12. Patofisiologi nyeri bola mata pada pasien 2?


Pada skenario, pasien kedua mengeluh nyeri pada mata kirinya disertai penurunan
visus, sehingga salah satu diagnosis bandingnya adalah glaukoma. Nyeri pada
glaucoma disebabkan oleh:
a. Naiknya tekanan intraokuler
Naiknya tekanan pada intraokuler dapat membuat pembuluh darah dan saraf
yang berada di retina menjadi rusak. Kerusakan sel yang terjadi dapat
menstimulasi terbentuknya prostalglandin. Prostalglandin inilah yang
membuat nyeri.
b. Iskemia
Iskemia pada glaucoma biasanya terjadi pada penderita diabetes mellitus.
Pembuluh darah mengalami penyempitan, sehingga suplai oksigen ke nervus
opticus menjadi berkurang. Menurut teori iskemia secara umum,
nyeri pada iskemia disebabkan oleh menumpuknya asam laktat, karena apabila
kekurangan oksigen, tubuh mengubah metabolism aerob menjadi metabolism
anaerob.
Patofisiologi nyeri pada glaukoma
Pada individu normal, aqueous humor yang diproduksi oleh badan siliaris, atau
lebih tepatnya prosesus siliaris, akan menuju ke kamera okuli anterior melalui
pupil. Kemudian akan melewati jalur trabekular meshwork sebelum akhirnya
dikeluarkan melalui kanalis schlemm.
Pada glaukoma sudut terbuka, jarak antara kornea dan iris terlalu lebar sehingga
terjadi peningkatan resistensi pengeluaran aqueous humor melalui trabecular
meshwork. Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup, jarak antara kornea dan iris
terlalu dekat sehingga terjadi obstruksi pada jalur drainase aqueous humor.
Aqueous humor yang tidak dapat dikeluarkan menyebabkan kenaikan tekanan
intraokuler. Tekanan pada kamera okuli anterior yang terlalu tinggi dapat
mempengaruhi tekanan pada vitreous humor. Peningkatan tekanan vitreous humor
akan menekan bagian posterior bola mata yang terdapat optic disk berbentuk cup.
Cup ini akan semakin dalam sehingga menekan lamina kribrosa di bawahnya.
Lamina kribrosa dilewati oleh saraf-saraf optikus. Lamina kribrosa akan menipis
dan saraf-saraf optikus yang melewatinya ikut tersupresi.
Namun, glaukoma atau supresi saraf ini juga dapat terjadi pada individu dengan
tekanan intraokuler normal (antara 12-22 mmHg) meskipun patofisiologinya
belum jelas.
Nyeri pada mata disebut opthalmalgia. Hal ini tergantung letak ketidak nyamanan,
nyeri pada mata dibagi menjadi 2 kategori : nyeri ocular (permukaan mata) dan
nyeri orbital (terjadi diseluruh permukaan mata). Penyebab nyeri pada mata bisa
bermacam macam, yakni :
a. Nyeri Ocular
- Benda asing
Hal ini sering terjadi, penyebabnya yakni : bulu mata, debu, makeup yang
berakibat iritasi, mata merah, berair dan nyeri
- Konjungtivitis (Pinkeye)
Konjungitva adalah bagian yang melapisi bola mata bagian depan dan
bagian ini bisa mengalami infeksi dan inflamasi. Biasanya disebabkan oleh
alergi atau infeksi.Biasanya tidak begitu nyeri, namun gatal, merha, dan
keluar discharge dari mata.
- Iritasi contact lenses
Terjadi pada orang yang menggunakannya sepajang malam atau mungkin
contact lensesnya tidak steril yang menyebabkan infeksi dan iritasi
- Abrasi kornea
Kornea merupakan lapisan bening di depan mata yang bisa mengalami
luka sehingga merasakan sesuatu yag berada dalam mata. Ketika diterapi
dengan menghilangkan iritan dari mata tidak akan mengakibatkan
hilangnya nyeri dan ketidak nyamanan.
- Luka
Bisa berupa luka bakar kimia atau luka bakar cahaya yang mengakibatkan
nyeri pada mata yang signifikan.Luka bakar ini sering merupakan akibat/
hasil dari paparan iritasi seperti pemutih atau dari sumber cahaya yang
kuat.
- Blepharitis
Blepharitis terjadi ketika kelejar minyak kelopak mata mengalami
inflamasi atau infeksi dan berakibat pada rasa nyeri.
b. Nyeri Orbital
- Glaukoma
Terjadi akibat peningkatan tekanan intraocular.Gejalanya berupa mual,
sakit kepala, kehilangan pengelihatan.Dapat dibagi menjadi dua yakni
glaukoma terbuka dan glaucoma tertutup.
- Optic neuritis
Terjadi bila nervus optikus mengalami inflamasi yang berakibat pada
nyeri pada mata diikuti kehilangan pengelihatan. Autoimun dan infeksi
bakteri/ virus dapat menyebabkan inflamasi.
- Sinusitis
Infeksi pada sinus dapat menyebabkan penekanan pada bagian belakang
bola mata yag berakibat nyeri pada kedua mata.
- Migrain
Nyeri mata yang merupakan efek dari nyeri kepala migarin.
- Luka
Dapat disebabkan oleh trauma (seperti : dipukul, kecelakaan) yang
menyebabkan nyeri mata yang signifikan.
- Iritis
Jarang terjadi dan menyebabkan rasa nyeri yang sangat akibat inflamasi
dari iris.
Pada skenario disebutkan bahwa pasien II, kondisi mata kirinya: mata tenang,
tetapi sering mengalami nyeri pada bola mata. Dilihat dari keluhan lain, yaitu
visus menurun dan tidak mengalami kemajuan setelah dilakukan koreksi,
kemungkinan pasien mengalami glaukoma atau neuritis opticus. Mata tenang
namun nyeri pada pasien II ini disebabkan oleh peningkatan TIO.

13. Alat koreksi kelainan mata?


Beberapa jenis alat koreksi kelainan refraktif pada mata yaitu:
a. Kacamata
Beberapa kekurangan penggunaan kacamata ini yaitu medan penglihatan yang
kurang meluas karena ukuran lensa yang terbatas.
b. Lensa kontak
Kelebihan penggunaan lensa kontak yaitu lebih jelas serta lapang pandang
lebih luas. Kekurangannya yaitu harus dibersihkan secara rutin karena apabila
tidak, risiko terjadi infeksi cukup besar.
Jenis lensa kontak terkhusus kelainan astigmatisma yaitu rigid gas-permeable
lens, yang bentuknya tidak berubah walaupun dipakai di kornea yang
bentuknya ireguler.
c. Ortokeratologi
Sebuah prosedur pemakaian lensa kontak khusus secara reguler dalam waktu
tertentu, setelah itu dilepas secara berkala.
d. Operasi
Terdapat dua metode, yaitu LASIK (Laser In Situ Kerato-mileusis) dan PRK
(Photorefractive Keratectomy).

14. Apa saja jenis kelainan mata?


Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar sehingga bayangan benda
dibiaskan tak tepat di makula lutea saat mata dalam keadaan tanpa akomodasi.
Jenis-jenis kelainan refraksi yaitu :
- Miopia
Terjadi karena diameter anteroposterior bola mata terlalu panjang, sehingga
bayangan benda yang jauh akan jatuh di depan retina. Miopi dikoreksi dengan
lensa cekung atau lensa negatif.
- Hipermetropia
Terjadi karena diameter anteroposterior bola mata terlalu pendek, sehingga
bayangan benda jarak dekat akan jatuh di belakang retina. Hipermetropi
dikoreksi dengan lensa cembung atau lensa positif.
- Astigmatisma
Terjadi karena kecembungan kornea tidak rata dan kelengkungannya tak sama.
Oleh karena itu, sinar dibiaskan ke fokus yang berbeda sehingga bayangan jatuh
di tempat yang berbeda pula.
- Presbiopi
Terjadi bila pada usia 40 tahun seseorang dengan penglihatan normal kesulitan
memfokuskan objek-objek jarak dekat. Hal ini karena penurunan daya
akomodasi lensa. Presbiopi dikoreksi dengan lensa positif.
D. Langkah IV
Menginventarisasi Permasalahan secara Sistematis dan Pernyataan Sementara
mengenai Permasalahan pada Langkah III

E. Langkah V
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi mata
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab penurunan visus
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan pada pasien penurunan visus
4. Mahasiswa mampu menjelaskan macam kelainan refrakter dan non refrakter
5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding pada pasien (Katarak,
Retinopati)
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang
7. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan penatalaksanaan (Glaukoma)

F. Langkah VI
Mengumpulkan Informasi Baru

G. Langkah VII
Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru yang Diperoleh
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi mata
Anatomi
c. Cavum Orbita (Rongga Mata)
Dibagi menjadi 2 bagian:
- Bagian apex (mengarah ke posteromedial menuju ke foramen opticum)
- Bagian basis (menuju ke anterior)
Cavum orbita tersusun 7 os, yakni: os frontale, os maxilla, os zygomaticum,
os sphenoidale, os ethmoidale, os lacrimale, dan os palatina.
Cavum orbita akan terisi oleh bulbus oculi atau bola mata dan struktur-
struktur yang berhubungan dengannya, yaitu:

- Musculi ekstraokuler (berperan dalam pergerakan bulbus oculi dan


palpebrae superior). Ada 7 otot ekstraokuler, yaitu: m. levator palpebrae
superioris, m. rectus superior, m. rectus inferior, m. rectus medialis, m.
rectus lateralis, m. obliquus superior, dan m. obliquus inferior.
- Palpebrae
- Neurovaskularisasi
- Beberapa pathway yang akan menjadi tempat keluar masuk struktur-
struktur penting seperti neurovaskularisasi pada cavum orbita, yaitu:
 Canalis opticus
 Fissura orbitalis superior
 Fissura orbitalis inferior
 Pathway minor: canalis nasolacrimalis, foramen supraorbitale,
foramen infraorbitale

d. Struktur Bulbus Oculi


Bulbus Oculi akan dibagi menjadi beberapa lapisan, yaitu:
- Tunica fibrosa = sklera, kornea
Sklera adalah bagian terluar dari bulbus oculi yang berfungsi sebagai
tempat perlekatan otot ekstraokuler. Ia menempati ⅚ posterior dari mata.

Kornea adalah lanjutan sklera menuju ke anterior yang menempati sekitar


⅙ anterior mata. Ia bersifat transparan dan berada di posisi sentral di
depan mata. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus kornea.

- Tunica vasculosa = choroid, corpus ciliaris, iris


Choroid terdiri dari jaringan ikat dan vasa darah. Ia berfungsi sebagai
nutrisi bagi lapisan superfisial dari retina.
Corpus ciliaris terdiri dari musculus dan processus. Fungsi corpus ini
yakni mengatur bentuk lens crystalline dalam berakomodasi.
Iris adalah sebuah struktur sirkuler dengan apertura di sentral yang disebut
pupil. Iris terdiri dari pigmen yang akan memberikan warna ke mata.
- Tunica interna/nervosa = retina
Retina akan dibagi menjadi dua, yaitu pars neural dan pars pigmentosa.
Pars neural terdiri dari fotoreseptor, berposisi di posterolateral dari bulbus
oculi.
Pars pigmentosa berada di bawah pars neural, melekat pada choroid,
berfungsi untuk mendukung kinerja neural dan akan berlanjut mengelilingi
permukaan dalam mata. Beberapa struktur lainnya yang bisa kita temui
yaitu:
- Camera oculi anterior (di antara kornea dan iris)
- Camera oculi posterior (di belakang iris, di depan lens crystalline dan
ligamentum suspensorium)
Keduanya akan terisi oleh aqueous humor, suatu cairan jernih seperti
plasma yang berfungsi nutritif dan protektif. Kedua camera tersebut
dipisahkan oleh lens dengan sebuah struktur yang disebut camera vitreous
yang nantinya akan terisi cairan vitreous humor.

Mata dibentuk untuk menerima rangsangan bekas-bekas cahaya pada


retina, dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan
rangsangan ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan.

- Kornea : bekerja sebagai jendela bening yang melindungi struktur halus


yang berada di belakangnya serta membantu memfokuskan bayangan
pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah.
- Iris : memiliki celah ditengahnya yaitu pupil, bagian mata yang yang
dapat bergerak sebagai tirai yang melindungi retina serta mengendalikan
jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki 2 lapis otot polos tipis
yang disebut otot sphincter pupil dan otot dilator pupil. Otot sphincter
pupil berbentuk sirkuler mengelilingi area pupil yang berkontraksi saat
cahaya terang atau akibat rangsangan dari saraf parasimpatis untuk
membuat pupil mengecil (miosis). Otot dilator pupil berbentuk radial yang
berkontraksi saat cahaya redup atau akibat rangsangan dari saraf
parasimpatis untuk membuat pupil membesar (midriasis).
- Lensa : organ fokus yang mampu berakomodasi untuk membiaskan
berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat
menjadi bayangan yang jelas dan jatuh tepat pada retina. Lensa berada
dalam sebuah kapsul elastis yang dikaitkan pada korpus siliare
koroid oleh ligamentum suspensorium. Dengan mempergunakan otot
siliaris, permukaan anterior lensa dapat mencembung untuk memfokuskan
benda-benda dekat atau jauh. Hal ini disebut kemampuan akomodasi
visual pada mata.
- Lapisan koroid yang berpigmen : karena pigmen mampu menyerap
cahaya maka lapisan berpigmen ini berfungsi menggelapkan bilik tengah
mata agar cahaya tidak terpantul dan mengganggu penglihatan. Gangguan
pigmen seperti pada orang albino akan mengganggu proses penangkapan
cahaya pada retina.
- Retina : bagian mata yang memiliki fotoreseptor konus dan batang yang
berfungsi menerima cahaya yang sudah difokuskan oleh lensa mata.
Retina memuat ujung-ujung nervus optikus, serta dapat disamakan dengan
lempeng film dalam fotografi.
Fisiologi
Proses penglihatan mata
- Refraksi
Refraksi/bias adalah pembelokan berkas cahaya. Refraksi terjadi ketika berkas
berpindah dari suatu medium yang mempunyai kepadatan berbeda .
Empat daerah pembiasan terjadi pada kornea, aquous humor, lensa, dan
vitreous humor dengan memiliki indeks bias berbeda-beda, yaitu:
Udara  anterior kornea ( Index bias 1 : 1,38 )  paling besar
Posterior kornea  aqueous humor ( 1,38 : 1,33)
Aqueous humor  anterior Lensa ( 1,33 : 1,40 )
Posterior lensa  vitreous humor ( 1,40 : 1,34 )
- Daya akomodasi
Selisih antara kekuatan lensa untuk melihat pada jarak tertentu dengan melihat
pada jarak jauh tak terhingga. Bagian media refrakta yang terlibat adalah lensa
untuk mengatur cahaya agar tepat jatuh di fovea pada saat melihat dekat
ataupun jauh, dengan cara kontraksi pada m.siliaris pada saat melihat dekat
dan relaksasi ligamentum suspensorium, begitu juga sebaliknya.
- Kontriksi pupil
Pupil berfungsi untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke
retina. Pada saat cahaya berlebih, m. spichter pupil akan berkontraksi
sehingga pupil menjadi mieosis upaya untuk membatasi cahaya masuk.
Sedangkan, pada saat cahaya kurang, m.dilatator pupil akan berkontraksi
sehingga pupil menjadi midriasis.
- Aktivitas fotoreseptor:
 Saat gelap
Fotoreseptor memiliki segmen luar yang bernama fotopigmen (opsin dan
retinen). Di segmen luar ini terdapat kanal Na kimiawi yang berikatan
dengan CGMP. Ketika kondisi gelap, makan CGMP akan meningkat >
kanal Na terbuka > depolarisasi > kanal CA2+ terbuka > memicu
pelepasan neurotransmitter.
 Saat terang

Ketika kondisi terang, jumlah CGMP menurun. Sebab retinen yang


menyerap cahaya kemudian akan berubah bentuk. Sehingga trandusin
teraktivasi dan enzim intrasel fosfodiesterase menguraikan CGMP.

CGMP turun > kanal Na tertutup > terjadi hiperpolarisasi > kanal Ca2+
tertutup > transmisi neurotransmitter menurun.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab penurunan visus


Penyebab penurunan visus :
a. Kelainan kongenital mata
- Anoftalmia → kelainan dimana bayi tidak memiliki satu atau dua mata
- Mikrotalfima → terhambatnya perkembangan mata bayi, sehingga
ukurannya lebih kecil dari mata normal.
b. Anomali perkembangan → misalnya strabismus
c. Akibat sekunder penyakit sistemik → misalnya retinopati diabetikum terjadi
pada pasien DM
d. Penyakit primer pada mata sendiri → misalnya degenerasi makula lutea
karena faktor penuaan
e. Adanya kelainan refraksi yang menyebabkan bayangan tidak fokus tepat pada
retina → miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisme
f. Trauma pada mata
g. Adanya kelainan pada media refraksi → kornea, aquous humor, lensa, dan
vitreous humor yang keruh
h. Trakoma disebabkan infeksi Chlamydia trachomatis
i. Defisiensi vitamin A
j. Saraf penglihatan terganggu fungsinya (makula lutea, nervus opticus, dan
pusat penglihatan di otak)
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan pada pasien penurunan visus
Koreksi pada mata diawali dengan melakukan uji pinhole. Pasien diminta untuk
menutup mata yang tidak diperiksa kemudian membaca kartu snellen melalui
lubang kecil. Apabila visus membaik artinya terdapat kelainan refraksi yang
masih dapat dikoreksi dengan kacamata.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan menggunakan kartu snellen. Pasien diminta
mambaca huruf yang tertera pada kartu snellen dari jarak 5 sampai 6 meter, karena
pada jarak ini mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi. Dengan kartu
standar ini dapat ditentukan tajam atau kemampuan melihat seseorang, seperti:
● Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
● Bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan angka 30,
pada jarak 6 meter berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
● Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka
50, pada jarak 6 meter berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
● Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6
meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
Apabila pada jarak 6 meter pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu
snellen, maka dilakukan uji hitung jari. Hitungan jari dapat dilihat oleh orang
normal pada jarak 60 meter. Bila pasien hanya dapat menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya 3/60.
Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
Jika hitungan jari tidak terlihat dari jarak 1 meter, maka dilakukan uji lambaian
tangan. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300
meter. Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter,
berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
Pemeriksaan terakhir yang dilakukan adalah uji sinar/ cahaya. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Kadang-kadang seseorang pasien
hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan.
Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/tidak berhingga. Bila pasien
sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannnya adalah
0 (nol) atau buta total.
Pemeriksaan astigmatisme
● Kartu Snellen
Penderita astigmatisme akan membuat kesalahan khas pada saat membaca
huruf-huruf pada kartu snellen
Misalnya: huruf E akan terbaca P, hurf B akan terbaca E, dll
● Piring plasido
Akan terlihat bayangan tidak rata pada kornea, terutama pada penderita
astigmatisme irreguler.
● Kipas astigmat
Garis bewarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkuler dengan
dasar putih, untuk pemeriksaan subyektif ada dan besarnya kelainan refraksi
astigmat.
● Keratometri
Untuk mengetahui kelengkungan kornea dalam berbagai bidang, (1) untuk
mengetahui derajat silinder yang ada akibat kelengkungan kornea dan (2)
untuk sumbu astigmat yang dipakai (3) juga untuk menemukan astigmat
ireguler. Penilaian:
Pada astigmat with the rule (astigmat dengan koreksi silinder minus 180)
tambahkan astigmat yang ditemukan dengan 25% dan dikurangi dengan 0.50
dioptri untuk koreksi astigmatismenya
Pada astigmat against the rule (dengan silinder minus 90) tambhakan astigmat
yang ditemukan dengan 25% dan tambahkan lagi dengan 0.50 dioptri untuk
koreksi astigmatnya.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan macam kelainan refrakter dan non refrakter


Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar sehingga bayangan benda
dibiaskan tak tepat di makula lutea saat mata dalam keadaan tanpa akomodasi.
Jenis-jenis kelainan refraksi yaitu :
- Miopia
Terjadi karena diameter anteroposterior bola mata terlalu panjang, sehingga
bayangan benda yang jauh akan jatuh di depan retina. Miopi dikoreksi dengan
lensa cekung atau lensa negatif.
- Hipermetropia
Terjadi karena diameter anteroposterior bola mata terlalu pendek, sehingga
bayangan benda jarak dekat akan jatuh di belakang retina. Hipermetropi
dikoreksi dengan lensa cembung atau lensa positif.
- Astigmatisma
Terjadi karena kecembungan kornea tidak rata dan kelengkungannya tak sama.
Oleh karena itu, sinar dibiaskan ke fokus yang berbeda sehingga bayangan jatuh
di tempat yang berbeda pula.
- Presbiopi
Terjadi bila pada usia 40 tahun seseorang dengan penglihatan normal kesulitan
memfokuskan objek-objek jarak dekat. Hal ini karena penurunan daya
akomodasi lensa. Presbiopi dikoreksi dengan lensa positif.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding pada pasien (Katarak,


Retinopati)
Diagnosis banding penyakit non refrakter mata pada pasien dengan mata tenang,
visus turun perlahan selain glaukoma, antara lain :
a. Katarak
● Epidemiologi
Prevalensi katarak senilis lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria
(8:1).
● Klasifikasi
- Katarak insipien → kekeruhan awal pada lensa, visus masih
normal 6/6
- Katarak imatur → hanya sebagian lensa yang mengalami
kekeruhan. Pemeriksaan shadow test (+)
- Katarak matur → lensa mengalami kekeruhan total. Pemeriksaan
shadow test (-)
- Katarak hipermatur → degenerasi lanjut dari katarak matur
● Patofisiologi
Faktor yang paling berperan pada terjadinya katarak adalah
penuaan. Lensa yang mengalami katarak mengalami agregasi protein
yang berujung pada penurunan transparansi, perubahan warna menjadi
kuning atau kecoklatan, ditemukannya vesikel antara lensa, dan
pembesaran sel epitel. Perubahan lain yang juga muncul adalah
perubahan fisiologi kanal ion, absorpsi cahaya, dan penurunan
aktivitas antioksidan dalam lensa juga dapat menyebabkan katarak.
● Tanda dan gejala
- Penurunan visus perlahan
- Penurunan sensitivitas kontras → pasien mengeluhkan sulit
melihat bendadi luar ruangan pada cahaya terang
- Diplopia monokular → adanya perbedaan indeks refraksi antara
satu bagian lensa yang keruh dengan bagian lensa lainnya
- Sensasi silau (glare) → akibat opasitas lensa
- Pergeseran ke arah miopia → normalnya pasien usia lanjut
mengeluhkan hipermetropi, namun pada pasien katarak justru
terjadi miopia
● Diagnosis
- Pemeriksaan visus tanpa koreksi
- Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau slit lamp
menunjukkan kekeruhan lensa.
- Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak langsung (+).
● Tatalaksana → pembedahan

b. Retinopati Diabetikum
Merupakan mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol pre-kapiler retina,
kapier-kapiler, dan vena retina. Kelainan ini muncul pada seluruh pasien DM
berkepanjangan, dan dapat menyebabakan kebutaan. Pasien DM I tidak
mengalami DM hingga 3-5 tahun awitan penyakit, sementara pasien DM II
sering mengalami retinopati saat diagnosis.
● Faktor risiko
- Lamanya menderita diabetes
- Beratnya hiperglikemia
- Peningkatan kadar lipid serum
- Kehamilan
- Hipertensi
- Nefropati
- Lain-lain (merokok, usia, jenis kelamin, inaktivitas fisik, penggunaan
ACE inhibitor)
● Staging
- Non Proliferative Diabetic Retinophaty (NPDR)
Kebocoran pembuluh darah halus menyebabkan edema macula.
Dan jika terdapat oklusi pembuluh darah di retina dapat menyebabkan
iskemi macula.
- Proliferative Diabetic Retinophaty (PDR)
Tahap lanjutan dari retinopati diabetikum. Pada fase ini
didapatkan adanya neovaskularisasi yang rapuh, dan bisa
menyebabkan perdarahan di vitreous. Jika perdarahan hanya sedikit,
dapat menyebabkan munculnya gejala floater, namun jika sudah
banyak dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
● Gejala dan tanda
Awalnya asimtomatis, namun pada kasus berat dapat ditemukan
penyempitan lapang pandang,, floater (bercak hitam pada lapang
pandang), dan penurunan visus.
 Tata laksana
- Kontrol gula darah dan tekanan darah
- Pengobatan dengan anti-VGEF (avastin, eylea, lucentis) dapat
mengurangi edema makula, dan memperlambat kehilangan
penglihatan. Obat ini diberikan melalui injeksi di mata.
- Operasi Laser → membantu menutup kebocoran pembuluh darah.
- Vitrectomi → mengangkat vitreous humor dan pembuluh darah yang
bocor untuk memudahkan cahaya kembali fokus tepat di retina.
Prosedur ini disarankan pada pasien dengan PDR berat.
c. Glaukoma
● Epidemiologi
Glaukoma sudut terbuka : perbandingan perempuan dan laki-laki sama
Glaukoma sudut tertutup : perempuan lebih sering terkena daripada laki-
laki. Keturunan Asia lebih sering terkena glaukoma primer sudut tertutup,
sedangkan keturunan Afrika dan Eropa lebih sering terkena glaukoma
primer sudut terbuka.Semakin meningkatnya usia seseorang, semakin
tinggi pula risiko terkena glaukoma.
● Etiologi
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliaris
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau
di celah pupil (glaukoma hambatan pupil)
- Iskemia → pada penderita DM
● Faktor risiko
- Meningkatnya usia seseorang
- Keturunan
- Miopia tinggi
- Diabetes Mellitus
- Hipertensi
- Pengobatan dengan steroid lama
● Klasifikasi
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
- Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- Bedah
- Rubeosis
- Steroid dan lainnya
4. Glaukoma absolut
● Terapi
Prinsip terapi
Glaukoma primer perlu pengawasan dokter seumur hidup
Obat tetes digunakan untuk mengontrol tekanan bola mata
Jika menggunakan obat tetes maupun obat per oral belum berefek, maka
dilakukan tindakan laser atau operasi. Tindakan laser dan operasi bertujuan
untuk membuka jalan keluar cairan bola mata sehingga menurunkan
tekanan intraokuler, dengan tetap dipantau dan dalam pengawasan dokter.
● Prognosis
Glaukoma bisa menimbulkan silent damage. Jika tidak ditatalaksana,
glaukoma akan berprogresi menjadi kerusakan saraf mata sehingga akan
menurukan lapang pandang. Atropi saraf mata juga akan menyebabkan
kebutaan irreversible.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang
Uji konfrontasi
Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan dengan jarak 1 meter. Mata kanan pasien
saling berhadapan dengan mata kiri pemeriksa. Sebuah benda dari perifer digeser
perlahan ke sentral, bila pasien sudah melihatnya maka pasien diminta untuk
memberitahu pemeriksa. Tes konfrontasi dilakukan untuk membantu
mendiagnosis penyebab penurunan lapang pandang. Hasil yang abnormal bisa
mengindikasikan adanya penyakit mata atau gangguan sistem saraf pusat,
misalnya tumor yang merusak atau menekan saraf penglihatan.
Reflek fundus
Pada pemeriksaan ini menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya
kekeruhan pada medai penglihatan yang keruh seperti kornea, lensa, dan badan
kaca. Reflek fundus bisa mendeteksi katarak, retinoblastoma, retinal detachment,
dan anisometric amblyopia.
Oftalmoskopi
Yang harus diperhatikan adalah papil, yang mengalami perubahan peggaungan
dan degenerasi saraf optic. Harus diwaspadai adanya glaucoma apabila terdapat
penggaungan >0,3 diameter papil (Cup and Disc Ratio), terutama bila diameter
vertical lebih besar dari diameter horizontal

Pemeriksaan Penunjang Pasien 2


Glaukoma sudut terbuka
- Uji Steroid
- Uji Priskol
- Uji minum air (water drinking test)
Glaukoma sudut tertutup
- Uji kamar gelap
- Uji midriatik
- Uji homatropin
- Uji pilokarpin
Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah tekanan bola mata pasien
meninggi pada satu saat dalam satu hari yang mengakibatkan timbulnya gejala
glaukoma pada penderita tanpa tingginya tekanan bola mata pada saat
pemeriksaan rutin. Kenaikan tekanan bola mata glaukoma dapat intermitten atau
dapat bervariasi dari waktu ke waktu.
Alat : Obat anastesi topikal tetes mata dan tonometer
Nilai:
- Pada mata normal variasi harian antara 2-4 mmHg
- Pada mata glaukoma sudut terbuka variasi tanpa obat rata-rata 9 mmHg dan
dapat mencapai 15-20 mmHg
- Biasanya kenaikan tekanan bola mata terdapat pada jam 4-7 pagi. Bila terdapat
perbedaan tekanan antara kedua mata menambah kecurigaan glaukoma
- Turunnya tekanan intra okuler waktu bangun pagi dapat disebabkan oleh
kontraksi otot dan proses akomodasi
- Variasi diurnal pada glaukoma mencapai 9 mmHg karena aqueouus humor
diproduksi lebih pada waktu tertentu dan tergantung siklus hormon
Tes Steroid
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memprovokasi mata pasien dengan keturunan
glaukoma dan memastikan terdapatnya glaukoma yang diturunkan pada mata
tersebut. Orang yang mempunyai keturunan glaukoma biasanya akan menderita
glaukoma. Tes ini dapat dipakai untuk membedakan glaukoma sekunder dengan
glaukoma sudut terbuka primer. Faktor umur dan seks juga berpengaru dengan
provokasi ini.
Teknik : 0.1 % betametason atau 0.1 % deksametason diteteskan 3-4 kali sehari,
selama 3-4 minggu dan tekanan bola mata diukur tiap minggu
Nilai :
- Tekanan bola mata naik atau tidak normal pada orang yang mempunyai
keturunan glaukoma
- Pemberian steroid harus hati-hati pada pasien dicurigai glaukoma dan
pemberian lama dapat menimbulkan katarak
- Pada tonografi terlihat penurunan outflow yang nyata pada mata yang
memiliki keturunan glaukoma dan menunjukkan tanda peningkatan tekanan
bola mata sesudah diprovokasi dengan steroid
Uji Priskol
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan adanya glaukoma pada pasien yang
dicurigai akan kemungkinan menderita glaukoma sudut terbuka (simpleks).
Alat : Priskol, semprit suntik, tonometer
Teknik :
- Pasien diminta melihat ke bawah
- 1 ml priskol disuntikkan pada subkonjungtiva
- Dilakukan pemeriksaan dengan tonometer sebelum suntikan disusul dengan
pemeriksaan 15, 30, 60, 90 menit kemudian
Nilai :
- Bila tekanan bola mata naik 11-13 mmHg mungkin mata menderita glaukoma
(patologik) dan bila tekanan naik diatas 14 mmHg atau lebih adalah patologik
- Tes ini akan memberikan hasil 55% positif pada glaukoma yang sebelumnya
matanya normal
- Tekanan maksimum biasanya dicapai 15-30 menit sesudah penyuntikkan
Uji Minum Air
Untuk memeriksa akibat penambahan air secara cepat terhadap bola mata dan
daya pengeluaran aqueous humor. Penambahan air secara cepat akan
mengurangkan tekanan osmolar darah dan akan mengakibatkan penambahan isi
cairan dalam mata yang akan menaikkan tekanan bola mata.
Alat : tonometer dan anestesi lokal tetes mata
Teknik :
- Pasien puasa paling sedikit 4 jam sebelum dilakukan pemeriksaan
- Diukur tekanan bola mata
- Pasien diminta minum 1 liter air dalam waktu 5 menit
- Kemudian tekanan bola mata diukur setiap 15 menit selama 1 jam dan
kemudian sekali dalam 30 menit sebanyak 2 kali
Nilai :
- Bila tekanan bola mata naik sebanyak 8 mmHg berarti mata tersebut
menderita glaukoma
- Biasanya tes minum air disusul dengan pemeriksaan tonografi. Gabungan tes
minum air dengan pemeriksaan tonografi lebih mempunyai arti diagnostik
Uji Kamar Gelap
Pemeriksaan ini untuk melihat kemampuan sudut bilik mata untuk tertutup dan
merupakan pemeriksaan provokasi untuk glaukoma sudut sempit. Sudut bilik mata
menyempit bila pasien berada di kamar gelap akibat terjadinya midriasis.
Midriasis akan menyebabkan sudut bilik mata tertutup yang akan menghalangi
pengaliran aqueous humor sehingga tekanan bola mata meninggi.
Alat : tonometer dan kamar yang digelapkan
Teknik : Diukur tekanan bola mata sebelum kamar digelapkan. Kamar digelapkan
60-90 menit, untuk memberi kesempatan pupil lebar. Akhir 60-90 menit segera
diukur tekanan bola mata
Nilai :
- Bila tekanan bola mata naik lebih 8 mmHg daripada sebelum kamar
digelapkan, maka dianggap hasil positif (ada glaukoma sudut tertutup)
- Hasil positif pada 50-55% pasien glaukoma sudut tertutup
- Pasien tidak boleh tertidur karena pada keadaan tidur akan terjadi miosis.
Untuk pasien yang sudah tua dengan miosis senil, maka waktu di kamar gelap
harus lebih lama. Bila terjadi serangan glaukoma sudut tertutup dapat diatasi
dengan miotikum.
Uji Midriasis
Pemeriksaan untuk menemukan glaukoma sudut sempit dengan memprovokasinya
dengan midriatik. Midriasis akan mengakibatkan sudut bertambah tertutup dan
bertambah kemungkinan terbendungnya aqueous humor dan dapat menimbulkan
glaukoma
Alat : Midriatik 0.5% (siklopentolat), tonometer, goniolens, dan lampu celah (slit
lamp)
Teknik :
- Diukur tekanan bola mata dan kemudian dilakukan pemeriksaan gonioskopi
- Mata ditetes dengan midriatik tetes mata
- Setelah 1 jam diukur tekanan bola mata dan dilakukan pemeriksaan
gonioskopi kembali
Nilai :
- Bila tekanan bola mata naik 8 mmHg setelah 1 jam dan pada pemeriksaan
gonioskopi terlihat sudut tertutup, maka disebut glaukoma sudut sempit positif
- Tes midriasis memberikan hasil 30-50% positif pada sudut sempit. Sewaktu
pemeriksaan dapat terjadi serangan glaukoma. Tes ini hanya boleh dilakukan
pada satu mata pada saat pemeriksaan, karena dapat membahayakan kedua
mata.
Uji Homatropin
Pemeriksaan ini untuk menemukan glaukoma sudut sempit dengan
memprovokasinya dengan homatropin. Bila pupil dilebarkan maka terjadi
gangguan (penutupan) sudut sehingga akan mengakibatkan hambatan pengaliran
aqueous humor yang akan menimbulkan glaukoma
Alat : homatropin 1% atau midriatik 0.5%, anestesi lokal tetes mata, goniolens,
lampu celah (slit lamp)
Teknik :
- Diukur tekanan bolla mata dengan tonometer
- Dilakukan pemeriksaan dengan tonometer
- Satu tetes homatropin 1% diteteskan pada satu mata
- Dilakukan pemeriksaan tonometri setiap 30 menit selama 2 jam
- Bila tekanan sudah menunjukkan kenaikkan 12 mmHg atau sudut tertutup
pemeriksaan dihentikan
- Setelah pemeriksaan 2 jam diberi miotik tetes mata
Nilai :
- Bila tekanan bola mata naik antara 8-11 mmHg mungkin ada glaukoma tetapi
kenaikan 12 mmHg atau lebih sudah patologik
- Pasien diizinkan pulang bila pupil sudah mengecil kembali
- Dua keuntungan didapat bila dibanding tes kamar gelap, yaitu :
a. Sukarnya didapat kamar yang gelap penuh
b. Pemeriksaan gonioskopi dapat ditambahkan segera, sedang pada tes
kamar gelap pupil kecil kembali bila kamar diterangkan
c. Memberikan hasil positif yang lebih nyata dibanding dengan tes kamar
gelap
Uji Pilokarpin
Untuk megetahui apakah pada glaukoma sudut terttutup terdapat faktor-faktor
glaukoma sudut terbuka. Pada glaukoma sudut terttutup pemberian pilokarpin
lemah akan membuka sudut bilik mata dan tekanan bola mata menurun sedang
bila sudah terdapat gangguan trabekulum maka tekanan tidak menurun.
Alat : Pilokarpin konsentrasi lemah (1%), tonometer, goniolens
Teknik :
- Tekanan bola mata diukur dengan tonometer
- Pasien diberi pilokarpin lemah selama 1 minggu, 4 kali sehari
- Diukur tekanan bola mata sesudah diberi pilokarpin 1% selama 1 minggu
tersebut
Nilai :
- Bila terlihat sudut bilik mata terbuka dan tekanan bola mata sangat menurun,
maka berarti tidak terdapat komponen glaukoma sudut terbuka pada glaukoma
sudut tertutup
Uji Kopi
Pada uji ini, penderita diminta untuk meminum kopi pekat sebanyak 1-2
mangkok. Pada pemeriksaan ini dapat dikatakan bahwa pasien positif glaukoma
apabila tekanan bola mata naik 15-20 mmHg sesudah meminum 20-45 menit.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan penatalaksanaan


Terapi untuk pasien glukoma.

Mekanisme Cara Pemberian

Kolinomimetik Kontraksi otot siliaris, Tetes topikal atau gel


Pilokarpin, karbakol, membuka trabekula
fistotigmin, ekotiofat, meshwork,
demekarium meningkatkan aliran
keluar humor aquos

Agonis α Tidak selektif Meningkatkan aliran Tetes topikal


Epinefrin, dipivefrin keluar humor aquos

Agonis α Selektif Menurunkan sekresi Topikal setelah operasi


Apraklonidin,
brimodinin cairan humor aquos atau laser

β adrenergik bloker Menurunkan sekresi Tetes topikal


Timolol maleat, cairan humor aquos di
betaksolol, karteolol, epitel siliaris
levobunolol,
metipranolol

Diuretik Dorsolamid, Menurunkan sekresi Topikal


brinsolamid humor aquos karena
tidak ada HCOᶾ-

Penghambat karbonat
Asetasolamid
anhidrase aktif topikal Oral

pada uji klinik.

Prostaglandin Meningkatkan aliran Topikal


Latanopros, bimatopros, keluar humor aquos
travopros, unoprostone
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mata adalah indera penglihatan yang dimiliki manusia, terdapat media refrakta
yang berfungsi untuk membatu proses dalam melihat. Media refrakta terdiri atas kornea,
aquous humor, pupil, vitreous humor, dan lensa yang memiliki perbedaan indeks bias
masing-masing, sehingga cahaya dapat jatuh di fovea retina. Pada proses melihat terdapat
proses refraksi, daya akomodasi, kontriksi pupil serta proses pembentukan bayangan.
Terdapat kelaianan yang terjadi pada mata yaitu kelainan media refrakta yang dapat
dikoreksi dengan lensa sferis dan lensa silindris serta kelainan organik yang tidak dapat
dikoreksi dengan lensa tetapi harus ditemukan penyebabnya lalu diterapi. Untuk
menentukan kelainan meda refrakta atau kelainan organik dengan cara uji pinhole, jika
setelah diberi uji pinhole dapat terlihat kemajuan dalam melihat maka itu termasuk
kelainan media refrakta.

Saran

Terdapat beberapa hambatan yang terjadi pada diskusi tutorial skenario ketiga ini.
Tetapi yang menonjol adalah kurang mendukungnya fasilitas yang ada. Pendingin (AC)
yang ada di ruangan kami kurang begitu dingin, sehingga sedikit mengganggu aktivitas
tutorial kami. Kemudian kurangnya spidol dan isinya, sehingga mengganggu kegiatan
tutorial yang berjalan. Saran dari kelompok kami untuk hambatan-hambatan yang terjadi
adalah sebaiknya ada perbaikan untuk pendingin (AC) sehingga kegiatan tidak terganggu.
Kemudian untuk spidol sebaiknya diperiksa dan dipersiapkan sebelum tutorial sehingga
tidak mengganggu ketika tutorial berjala
Harapan dari kelompok tutorial kami semoga kedepannya untuk kegiatan tutorial
dengan skenario yang akan datang adalah kegiatan tutorial dapat berjalan lancar dan
hambatan-hambatan yang ada dapat di minimalisir. Lalu juga kami berharap
dapat menyerap ilmu dari tutorial, menjadi pribadi yang berfikir kritis dan berperan aktif
dalam setiap kegiatan tutorial, bisa memberikan pernyataan yang berkualitas terhadap
permasalahan yang dibahas, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang kami dapatkan dari
diskusi tutorial yang telah kami lewati di masyarakat. Semoga kedepan hasil-hasil
tutorial kami dapat bermanfaat untuk pembaca dan kalangan akademisi maupun peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, K. 2018. Diabethic Retinophaty. [online] https://www.aao.org/eye-


health/diseases/what-is-diabetic-retinopathy diakses pada 26 September 2018.
Chris Tanto et. al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media Aeskulapius.
Graham, R. H. 2018. Glaucoma, Suspect, Adult. Medscape.
Hartono. 2009. Buku Anatomi dan Fisiologi Mata. Rasmedia. Yogyakarta
Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata: Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta. 2009. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata : Edisi
Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Victor, V. 2017. Senile Cataract (Age-Related Cataract). [online]
https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#a1 diakses pada 26
September 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/1205421-overview [diakses pada 26 September
2018}
Weinreb Robert N., Aung Tin., and Medeiros Felipe A. 2014. The Pathophysiology and
Treatment of Glaucoma. [online]
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4523637/ diakses pada 25
September 2018

Anda mungkin juga menyukai