Pengaturan Kecepatan Motor DC
Pengaturan Kecepatan Motor DC
PENDAHULUAN
Proyek akhir ini dengan judul “Pengaturan Kecepatan Motor DC Shunt – Seri
Menggunakan Kontrol PI” ini diajukan berdasarkan tujuan, latar belakang dan
permasalahan dibawah ini:
1.1 TUJUAN
Proyek akhir ini bertujuan untuk merancang sebuah sistem untuk mengatur
kecepatan motor DC shunt – seri yang dikopel dengan generator sinkron tiga phasa
dengan tegangan input motor yang dapat diubah – ubah menggunakan DC – DC
converter jenis Buck Converter sebagai rangkaian daya pada plant motor DC dan
Kontrol PI pada mikrokontroler ARMSTM32 sehingga didapatkan kecepatan yang
diinginkan.
1
1.3 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang pembuatan Proyek Akhir ini, rumusan masalah yang
akan diangkat adalah :
a. Bagaimana merancang suatu sistem pengaturan kecepatan motor DC shunt – seri.
b. Bagaimana merancang dan membuat rangkaian daya DC – DC Buck Converter
yang sesuai untuk mencapai output kecepatan motor DC yang diinginkan.
c. Bagaimana kontrol PI dapat mengatur kecepatan motor DC berbasis mikrokontroler
ARMSTM32.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dan dijadikan referensi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
3. Tugas Akhir “Rancang Bangun Alat Pencacah Pakan Sapi Dengan Motor DC dan
Kontrol PI” yang disusun oleh Saifullah Hasbi Assidiqi.
2
2.2 TEORI PENUNJANG
Teori yang digunakan pada pembuatan proposal proyek akhir ini antara lain
adalah:
2.2.1 Motor DC
Motor Listrik DC atau DC Motor adalah suatu perangkat yang mengubah energi
listrik menjadi energi kinetik atau gerakan. Motor DC ini menghasilkan sejumlah
putaran per menit atau biasanya dikenal dengan istilah RPM (Revolutions per
minute) dan dapat dibuat berputar searah jarum jam maupun berlawanan arah jarum
jam apabila polaritas listrik yang diberikan pada Motor DC tersebut dibalikan.
Apabila tegangan yang diberikan ke Motor Listrik DC lebih rendah dari tegangan
operasionalnya maka akan dapat memperlambat rotasi motor DC tersebut
sedangkan tegangan yang lebih tinggi dari tegangan operasional akan membuat
rotasi motor DC menjadi lebih cepat. Namun ketika tegangan yang diberikan ke
Motor DC tersebut turun menjadi dibawah 50% dari tegangan operasional yang
ditentukan maka Motor DC tersebut tidak dapat berputar atau terhenti. Sebaliknya,
jika tegangan yang diberikan ke Motor DC tersebut lebih tinggi sekitar 30% dari
tegangan operasional yang ditentukan, maka motor DC tersebut akan menjadi
sangat panas dan akhirnya akan menjadi rusak.
3
Karakter kecepatan motor DC tipe shunt adalah :
Kecepatan pada prakteknya konstan tidak tergantung pada beban
(hingga torque tertentu setelah kecepatannya berkurang) dan oleh karena
itu cocok untuk penggunaan komersial dengan beban awal yang rendah,
seperti peralatan mesin.
Kecepatan dapat dikendalikan dengan cara memasang tahanan dalam
susunan seri dengan dinamo (kecepatan berkurang) atau dengan
memasang tahanan pada arus medan (kecepatan bertambah).
Motor shunt mempunyai kecepatan hampir konstan. Pada tegangan jepit
konstan, motor ini mempunyai putaran yang hampir konstan walaupun terjadi
perubahan beban.
b. Motor DC Series
Motor ini dipasang secara seri dengan kumparan armature. Motor ini
kurang stabil. Pada torsi yang tinggi kecepatannya menurun dan sebaliknya.
Namun, pada saat tidak terdapat beban motor ini akan cenderung menghasilkan
kecepatan yang sangat tinggi.
4
a) Rangkaian Motor DC b) Rangkaian Motor DC
Kompon Pendek Kompon Panjang
Dimana :
F = Gaya yang bekerja pada konduktor (N)
B = Kerapatan fluks magnetik (Wb/m2)
i = Arus yang mengalir pada konduktor (A)
l = Panjang konduktor (m)
Gaya yang timbul pada konduktor tersebut akan menghasilkan momen putar
atau torsi. Torsi yang dihasilkan oleh motor dapat ditentukan dengan persamaan :
5
𝑇𝑎 = 𝐹. 𝑟 (2.2)
Dimana :
Ta = Torsi jangkar (Nm)
r = Jari – jari rotor (m)
6
Dimana :
f = Frekuensi
ns = Kecepatan putar medan magnet
p = Banyaknya kutub
Penyaklar dapat berupa transistor, mosfet, atau IGBT. Kondisi saklar terbuka
dan tertutup ditentukan oleh isyarat PWM. Pada saat saklar terhubung, maka
induktor, kapasitor, dan beban akan terhubung dengan sumber tegangan seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 2.4 Saat kondisi ON maka dioda akan reverse bias.
Sedangkan saat saklar terbuka maka seluruh komponen tadi akan terisolasi dari
7
sumber tegangan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.6 Keadaan ini disebut
dengan kondisi OFF (OFF state). Saat kondisi OFF ini dioda menyediakan jalur
untuk arus induktor. Buck converter disebut juga down converter karena nilai
tegangan keluaran selalu lebih kecil dari inputnya. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai kedua kondisi pada buck converter. Pada saat kondisi ON maka
rangkaian buck converter akan nampak seperti Gambar 2.4 dan dioda akan reverse
bias.
Dengan demikian maka tegangan pada induktor adalah :
di (2.5)
VL Vs Vo L L
dt
Sehingga diperoleh,
diL Vs Vo
dt L (2.6)
Selama nilai turunan dari arus adalah konstanta positif, maka arus akan
bertambah secara linear seperti yang digambarkan pada Gambar 2.4 selama selang
waktu 0 sampai dengan DT. Perubahan pada arus selama kondisi ON dihitung
dengan menggunakan Persamaan 2.6.
diL iL iL Vs Vo
(2.7)
dt t DT L
V V (2.8)
iL closed s o DT
L
8
Pada saat kondisi OFF atau saklar terbuka, maka dioda menjadi forward bias
untuk menghantarkan arus induktor, dan rangkaian buck converter akan nampak
seperti Gambar 2.4 Tegangan pada induktor saat saklar terbuka adalah :
diL
VL Vo L
dt (2.9)
Sehingga diperoleh,
diL V
o
dt L (2.10)
Turunan dari arus di induktor adalah konstanta negatif, dan arus berkurang
secara linear, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 pada ruas (1-D)T.
Perubahan pada arus induktor ketika saklar terbuka adalah
diL iL iL V
o
dt t 1 D T L
(2.11)
Vo
iLopen 1 D T
L (2.12)
Operasi keadaan tunak (steady state) terpenuhi jika arus pada induktor pada
akhir siklus penyaklaran adalah sama dengan saat awal penyaklaran, artinya
perubahan pada arus induktor selama satu periode adalah nol. Hal ini berarti :
(∆iL)closed + (∆iL)open = 0
Berdasarkan Persamaan (∆iL)closed dan (∆iL)open diperoleh
Vs Vo Vo
DT 1 D T 0
L L (2.13)
Dengan menyelesaikan Vo diperoleh hubungan,
Vo Vs.D (2.14)
Yang sama dengan apabila menghitung nilai dari integral keluaran selama 1
periode.
9
T T DT
1 1 1
vo t dt vs t dt 0dt
T 0 T DT
T 0
T
1 1
T vs t dt T Vs T DT Vs.D
DT
(2.15)
0 D 1
Berdasarkan pada Persamaan 2.14 dan 2.15 karena nilai tegangan keluaran
buck converter sebanding dengan nilai duty cycle, maka untuk memperoleh nilai
keluaran tegangan yang bervariasi, caranya adalah dengan mengubah nilai duty
cyclenya
10
kesalahan merupakan selisih antara besaran seting dengan besaran aktualnya.
Selisih ini akan mempengaruhi pengontrol, untuk mengeluarkan sinyal positif
(mempercepat pencapaian nilai seting) atau negatif (memperlambat).
11
Gambar 2.11 Kontruksi Rotary Encoder
Salah satu jenis rotary encoder yang dapat digunakan yaitu incremental. Untuk
membentuk pulsa output, maka pada piringan encoder mempunyai celah dengan
jarak yang sama dalam satu jalur dan sebuah celah referensi untuk mendeteksi atau
putaran penuh. Informasi yang dibaca adalah jumlah terang/gelap yang terjadi
selama satu putaran.
Pada Gambar 2.12 menunjukkan kontruksi dasar Rotary Encoder. Opto electronic
akan mengirim cahaya LED melalui celah yang terdapat pada piringan encoder,
bagian penerima (photo transistor) akan mengubah cahaya terang atau gelap
menjadi tampilan digital dengan duty cycle 50%. Gambar 2.13 menunjukan pulsa
output pada rotary encoder.
12
beda fasa yang terjadi pada beban induktif yang terpasang, adapun rangkaian
sederhana dari rangkaian resistor pembagi tegangan ditunjukkan pada Gambar 2.14
Besarnya tegangan keluaran pada rangkaian pembagi tegangan ini dapat dilihat
pada Persamaan 2.16.
R2
Vout Vin
R1 R2 (2.16)
Rangkaian resistor pembagi tegangan pada Gambar 2.14 menggunakan 2
resistor dipasang seri (R1 dan R2). Dengan mengambil tegangan pada R2
didapatkan tegangan luaran sesuai rumusan diatas.
3. METODE PENELITIAN
Dalam proyek akhir ini diperlukan suatu metode untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, maka direncanakan langkah-langkah sesuai dengan Gambar 3.1. Dari
keseluruhan metode yang telah dirancang diharapkan dapat memaksimalkan
pelaksanaan proyek akhir ini.
Membangun
Merancang
Menguji Sistem Perangkat Keras
Instalasi Pada
dan Integrasi dan Perangkat
Alat
Lunak
Mengumpulkan Menarik
Melakukan
Data Hasil Analisa Data
Kesimpulan Hasil
Pengujian Analisa
13
Sebelum proposal proyek akhir ini diajukan, telah dilaksanakan kegiatan
berupa:
14
MOTOR DC GENERATOR LOAD
SHUNT – SERI SINKRON TIGA
PHASA
BUCK CONVERTER
UNCONTROLLED
FULLWAVE PWM DRIVER
RECTIFIER 1 PHASA
MIKROKONTROLLER RPM
SENSOR
SUMBER JALA – ARM STM32F4
JALA PLN 1 FASA
KONTROL PI
LCD
Berdasarkan Gambar 3.2 secara umum prinsip kerja dari blok diagram tersebut
yakni pada kondisi awal motor DC shunt – seri yang di kopel dengan generator sinkron
tiga phasa di supply tegangan sebesar tegangan nominal sesuai yang ada di name plate.
Ketika generator telah berputar dan dalam kondisi belum dibebani, kecepatan putar dari
motor DC akan di sensing dengan menggunakan sensor RPM yang kemudian diolah
pada mikrokontroler. Hasil dari proses pada mikrokontroler nantinya akan menentukan
seberapa besar nilai Duty Cycle yang akan diberkan pada DC – DC Converter. DC – DC
Converter inilah yang natinya akan mengatur besar tegangan armatur motor DC
sehingga kecepatan dari prime mover sesuai dengan set-point dan menghasilkan
kecepatan yang diinginkan. Ketika generator dibebani maka kecepatan putar dari
generator akan berubah yang dapat dilihat dari kecepatan dari motor DC. Ketika
kecepatan berubah, mikrokontroler akan mengatur Duty Cycle yang di inputkan ke
Converter untuk mengatur tegangan armatur motor DC hingga didapatkan kecepatan
sesuai set-point dan kecepatan yang diinginkan.
3.1.1 Perencanaan dan Pembuatan Rectifier
Tegangan keluaran dari variac 1 phasa adalah 110 Vac, dengan tujuan
menjadikan sumber untuk Buck Converter. Untuk dapat masuk ke Buck
Converter maka diperlukan penyarah gelombang penuh, untuk perhitungan dan
simulasi dari perencanaan sebagai berikut :
Diketahui :
R= 1k Ohm
C= 1k uF
Vin = 110 V
15
Vm = 110 x √2 = 155,56 V
155,56
Vo = (3.1)
2 fRC
155.56
Vo = = 1,5556 uV
2x50x1000x1000
ΔVo
Vodc = Vm − 2 (3.2)
1,5556
Vodc = 155,56 −
2
Vodc = 154.782 V
Vs = 154 V
Vo = 0 – 100 V
Io = IL = 1.8 A
rVo = 0,1%
rIo = 20 %
16
𝑉𝑜 ( 1−𝐷 )𝑇 100 ( 1−0.649 ) 39
L= = = = 9.75 𝑚𝐻
IL 𝑥 𝑓 0.36 x 10k 4k
IL 2 0.36 2
IL (rms) = √𝐼𝐿 (𝑎𝑣𝑔)2 + (2√3) = √1.82 + ( 2√3 ) = 17.32 𝐴
3.3 PENGUJIAN
Setelah tahap pembangunan perangkat keras dan lunak diperlukan tahap
pengujian untuk melihat kinerja dari perangkat keras dan lunak yang telah dibuat.
Tahap pengujian yang akan dilakukan antara lain:
1. Menguji sistem dan integrasi
Pada tahap ini dilakukan integrasi sistem antara hardware dan software.
Kemudian dilakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibuat, sehingga dapat
ditemukan permasalahan yang berpotensi menggagalkan sistem. Dengan
17
ditemukannya permasalahan yang berpotensi menggagalkan sistem ini, maka
penyempurnaan pada sistem dapat dilakukan. Parameter yang akan diuji berupa:
a. Ketepatan pembacaan sensor kecepatan
b. Ketepatan kontrol PI dalam mempercepat respon menuju set point.
2. Mengumpulkan data hasil pengujian
Dari hasil pengujian maka didapat data-data karakteristik dan kemampuan dari
alat yang telah dibuat.
3. Melakukan analisa data
Setelah data terkumpul, maka data-data ini akan dianalisa untuk mengetahui
kerja terbaik. Dengan demikian alat ini dapat bekerja dengan baik.
4. Menarik kesimpulan hasil analisa data
Langkah ini adalah langkah terakhir. Dimana keseluruhan hasil analisa akan
disimpulkan.
3.4 KESIMPULAN
Dari hasil data teori yang diperoleh mengenai pengaturan kecepatan motor DC
shunt – seri maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengaturan kecepatan motor DC
dibuat dari suatu rangkaian DC – DC konverter yakni Buck Converter yang digunakan
sebagai penurun tegangan dari sumber jala – jala PLN satu phasa yang telah
disearahkan menggunakan penyearah model jembatan. Setelah dilakukannya desain
alat diharapkan pada proses pembuatan hingga pengujian alat dapat berjalan secara
efektif dan efisien serta dapat selesai tepat waktu dan memberikan hasil yang
memuaskan.
18
Tabel 5.2 Bahan Habis Pakai
Timah 12.000 2 24.000
Pasta 5.000 2 10.000
Akrilik 200.000 0.5 m2 100.000
Komponen elektronik
500.000 1 set 500.000
lain
2 Perancangan
Pembuatan
3
Alat
Pengujian
4
Alat
Eksperimen
5
dan Analisa
Penyusunan
6
Buku
19
LAMPIRAN
20
Hasil Simulasi DC – DC Buck Converter
21