Anda di halaman 1dari 17

PORTOFOLIO LAPORAN KASUS IGD

GASTROENTERITIS ET CAUSA AMOEBA

Dokter Pembimbing :
dr. Herry Kristianto
dr. Nur Kartika Sari

Disusun oleh :
dr. R.A Risa Noviana K.

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN
KABUPATEN PATI
2018
Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : dr. R.A Risa Noviana K.
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Topik : Disentri
Tanggal (kasus) :
Nama pasien : Ny. R No. RM : 002038
Tanggal presentasi : Nama Pendamping : dr. Nur Kartika Sari
Tempat presentasi : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Objektif presentasi :
√ Keilmuan □ Keterampilan□ Penyegara □ Tinjauan Pustaka
√ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √Dewasa □ Lansia □Bumil
□ Deskripsi:
Pasien anak-anak datang dengan keluhan kejang lebih dari 1x
□ Tujuan:
 Menganalisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan penderita.
 Menentukan diagnosis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan yang tepat pula.
Bahan bahasan: □ Tinjauan Pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi √Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos
Data pasien: Nama: Ny.R Nomor Registrasi :002038
Nama klinik: Telp: - Terdaftar sejak:
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien mengeluh BAB cair sejak 2 hari SMRS. Sebelum mengalamiBAB cair, pasien
membeli tahu gimbal di pinggir jalan. BAB cair sebanyak kurang lebih 8x pada hari pertama
dan 10x sebelum masuk IGD, lebih banyak air dibandingkan ampas, darah (+), lendir (+), perut
melilit (+) setiap kali BAB.
Pasien juga mengeluhkan muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 3x, muntah
berisi makanan dan cairan, muntah setiap kali makan sehingga pasien hanya makan bubur dan
sedikit-sedikit, pasien masih bisa minum, tidak dimuntahkan. Muntah disertai darah disangkal.
Pasien juga mengeluhkan, pusing (+), demam (+), dan lemas (+) karena setiap makan selalu
dimuntahkan. Pasien sudah mengkonsumsi antibiotik dan obat maag dari dokter keluarga tetapi
belum ada perbaikan, sehingga pasien diantar keluarga ke IGD.

2. Riwayat pengobatan :
- Pasien mengkonsumsi antibiotik dan obat maag dari dokter keluarga
3. Riwayat penyakit dahulu :
-
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal dengan suami dan anaknya. Biaya pengobatan menggunakan KIS.
Kesan : sosial ekonomi menengah.
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15
Tekanan Darah : 110/60mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37,4˚ C

Pemeriksaan Sistemik
 Kulit : Warna sawo matang, Sianosis (-), Ikterik (-), turgor kembali cepat,
oedem (-)
 Kuku : Sianosis (-), Capillary refill < 2 detik
 Kepala : Bentuk – Ukuran simetris kiri = kanan
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat, isokor, diameter 3 mm refleks cahaya +/+
THT : NCH (-)
Mulut : Sianosis (-)
 Leher : KGB tidak teraba membesar
 Thorax
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan napas simetris kiri = kanan
Retraksi (-) Jejas (-) Deformitas (-)
Palpasi : Pergerakan simetris kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V 1 cm lateral linea midclavicularis kiri
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV garis sternalis kanan
Batas atas : ICS II garis parasternal kiri
Auskultasi : Bunyi Jantung Murni, reguler, murmur (-)
 Abdomen
Inspeksi : datar, tidak tampak bekas luka
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), ruangTraubekosong, nyeri ketok CVA
-/-
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium(+)
 Anggota Gerak : edema (-), sianosis (-), deformitas (-)
akral hangat,tonus otot baik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1.1. Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 20 Maret 2018

Lab Hasil Nilai normal

Hemoglobin 12,9 13,2-17,3


Hematokrit 38 40-52
Leukosit 12,4 3,8-10,6
Trombosit 312 150-400
Eritrosit 4,3 juta 4,40-5,90 juta
MCV 90fl 80-100
MCH 30pg 26-34
MCHC 34 g/dL 32-36
GDS 132 mg/dl 70 - 150
Ureum 22,4 mg/dl <50
Creatinin 0,63 mg/dl 0,45 – 0,75
SGOT 113,4 U/L 0 – 35
SGPT 75,7 U/L 0 - 35

Tabel 1.2 Hasil Pemeriksaan Feses

Lab Hasil Nilai normal

Amoeba Positif Negatif


Eritrosit 5–8 Negatif
Leukosit 5 - 10 Negatif
Telur Cacing Negatif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Lain - lain Negatif Negatif

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Gastroenteritis et causa amoeba
2. Tata Laksana

SOAP
1. SUBJEKTIF :
Pasien mengeluh BAB cair sejak 2 hari SMRS.BAB cair sebanyak kurang lebih
8x pada hari pertama dan 10x sebelum masuk IGD, lebih banyak air dibandingkan
ampas, darah (+), lendir (+), perut melilit (+) setiap kali BAB.
Pasien juga mengeluhkan muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 3x,
muntah berisi makanan dan cairan, muntah setiap kali makan sehingga pasien hanya
makan bubur dan sedikit-sedikit, pasien masih bisa minum, tidak dimuntahkan. juga
mengeluhkan, pusing (+), demam (+), dan lemas (+) karena setiap makan selalu
dimuntahkan. Pasien sudah mengkonsumsi antibiotik dan obat maag dari dokter keluarga
tetapi belum ada perbaikan
2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :
Pada palpasi abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium.
Leukosit 12.400 dan pada pemeriksaan feses didapatkan amoeba positif.
3. “ Plan” :
Assessment : Gastroenteritis et causa amoeba
IP Dx : S:-
O:-
IP Tx :
 IVFD RL 20tpm

 Metronidazole infus 3x500

 Sotatic inj. 2x1 amp IV

 Omeprazole inj 3x1 amp

 Sucralfat 3x1 C

 Loperamid 3x1 tab

 curcuma 3x 1 tab

 Paracetamol 3x1 tab (k/p)

IP Mx : Evaluasi keadaan umum, tanda vital, dan balans cairan


IP Ex : Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad malam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

AMEBIASIS
II.1.1 Definisi
Suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica dengan atau tanpa
manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne
Disease) . 4
II.1.2 Etiologi
Amebiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Protozoa ini termasuk
dalam kelas rhizopoda. Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai
tiga stadium yaitu : 4,9
(1) Bentuk histolitika
 ukuran 20-40 µm.
 ektoplasma bening homogen pada tepi sel dan terlihat nyata.
 endoplasma berbutir halus dan tidak mengandung bakteri/sisa makanan,
mengandung sel eritrosit dan inti entamoeba.
 berkembang biak dengan pembelahan biner di jaringan dan merusak
jaringan tersebut sesuai dengan nama spesiesnya Entamoeba histolytica
(histo = jaringan, lisis = hancur).
 patogen pada usus besar, hati paru-paru, otak, kulit dan vagina

(2) Bentuk minuta


 ukuran 10-20 µm
 ektoplasma tampak berbentuk pseudopodium dan tidak terlihat nyata
 endoplasma berbutir kasar, mengandung sisa makanan/bakteri dan
mengandung inti entamoeba tetapi tidak mengandung eritrosit

(3) Bentuk kista


 ukuran 10-20 µm
 sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap lingkungan, dapat hidup lama
luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standar di
dalam sistem air minum.
 Dinding kista dibentuk oleh hialin.
 Pada kista muda terdapat kromatid dan vakuola
 Kista immatur : kromosom sausage-like
 Kista matang 4 nukleus
 Kista matang merupakan bentuk infektif Entamoeba histolytica
 Bentuk diagnostiknya berupa kista berinti entamoeba dalam tinja.

II.1.3 Epidemiologi
Transmisi penyakit ini secara fekal-oral, baik secara langsung melalui tangan
maupun tidak langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai
sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba yang berasal dari
carrier (cyst passer). Carrier biasanya orang sehat. Laju infeksi yang tinggi
didapatkan di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara-
negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek, tercemar
oleh carrier, tidak terdapatnya jamban sehingga kista dapat di bawa oleh lalat atau
kecoa, penggunaan kotoran manusia sebagai pupk, dan kurang baiknya kebersihan.
Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibandingkan di negara
maju yang beriklim sedang. Oleh karena itu di negara yang sudah maju dijumpai
penderita asimtomatik. Akan tetapi di negara yang sedang berkembang banyak
dijumpai penderita simtomatik. 9
II.1.4 Patogenesis
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal
(apatogen) di usus besar manusia. Jadi protozoa ini tidak selalu menimbulkan
penyakit. Bila tidak menyebabkan penyakit, amoeba ini hidup sebagai trofozoit
bentuk minuta yang bersifat komensal di lumen usus besar, berkembang biak secara
belah pasang. Apabila kondisi mendukung, dapat berubah menjadi patogen
(membentuk koloni di dinding usus, menembus mukosa usus, kemudian
menimbulkan ulserasi). Bentuk minuta dapat membentuk dinding dan berubah
menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja, dengan adanya dinding
tersebut bentuk kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.
Kista dapat hidup lama dalam air (10-14 hari), di lingkungan lembab (12 hari). Kista
mati pada suhu 50ºC atau dalam keadaan kering. Bentuk trofozoitnya terdiri dari 2
macam, trofozoit komensal (<10 µm) dan trofozoit patogen (>10 µm). 6
Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini
masih belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh penderita,
sifat keganasan (virulensi) amoeba maupun lingkungannya mempunyai peran. Sifat
keganasan amoeba ditentukan oleh strainnya. Strain amoeba di daerah tropis
ternyata lebih ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat
keganasannya tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila keadaan lingkungan
mengizinkan. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus
di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.
Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila menembus lapisan
muskular akan terjadi perforasi dan peritonitis. 6
Kista matang tertelan

Kista masuk secara fecal-oral(rute gastrointestinal)

Kista tahan terhadap asam lambung

Dinding kista dicerna pada usus halus

Bentuk minuta menuju ke rongga usus besar

Bentuk histolitika yang patogen

Menginvasi mukosa usus besar


Mengeluarkan sistein proteinase(histolisin) dan
Nekrosis dengan lisis sel jaringan (lisis)

Menembus lapisan submukosa(kerusakan bertambah)

Menimbulkan luka/ulkus amoeba (Flask-shaped ulcer)

Tinja disentri (tinja yang bercampur lendir dan darah)

II.1.5 Gejala Klinis


Berdasarkan berat ringannya gejala klinis yang ditimbulkan maka amoebiasis
dapat dibagi menjadi : 6, 4
1) Carrier (cyst passer)
Penderita tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak
mengadakan invasi ke dinding usus.
2) Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan)
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Biasanya
penderita mengeluh :
 Perut kembung, kadang-kadang nyeri perut ringan yang bersifat
kejang
 Diare ringan 4-5 kali sehari
 Tinja berbau busuk
 Kadang tinja bercampur darah dan lendir
 Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid
 Tanpa atau disertai demam ringan (subfebril)
 Kadang-kadang disertai hepatomegali

3) Amebiasis intestinal sedang (disentri amoeba sedang)


Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi
penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan ciri-ciri :
 Tinja disertai darah dan lendir
 Perut kram
 Demam dan lemah badan
 Hepatomegali yang nyeri ringan
4) Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi, yaitu dengan ciri-ciri :
 Diare disertai darah yang banyak
 Diare >15 kali per hari
 Demam tinggi (400C-40,50 C)
 Mual dan anemia
Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi
karena dapat mengakibatkan perforasi usus
5) Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-serangan diare
diselingi periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Penderita biasanya menunjukkan
gejala neurastenia. Serangan diare biasanya terjadi karena kelelahan,
demam atau makanan yang sukar dicerna. 4

II.1.6 Diagnosis
Amoebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan dari irritable bowel
syndrom, divertikulitis, enteritis regional dan hemorroid interna, sedang disentri
amoeba sukar dibedakan dengan disentri basilar (Shigellosis) atau Salmonellosis,
kolitis ulserosa dan skistosomiasis. Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita
amebiasis tidak banyak mengandung leukosit, tetapi banyak mengandung bakteri.
Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan apabila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan
tetapi dengan diketemukan ameba tersebut tidak berarti menyingkirkan
kemungkinan diagnosis penyakit lain, karena amoebiasis dapat terjadi bersamaan
dengan penyakit lain pada seorang penderita. Sering amoebiasis terdapat bersamaan
dengan karsinoma usus besar. Oleh karena itu apabila penderita amebiasis yang telah
mendapat pengobatan spesifik masih tetap mengelus perutnya sakit, perlu dilakukan
pemeriksaan lain, seperti endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan
tinja. 3

II.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Dari pemeriksaan penunjang pada penderita amoebiasis akan didapatkan :
1) Leukositosis
2) Adanya trofozoit atau kista di dalam feses atau trofozoit di dalam pus
hasil aspirasi atau dalam specimen jaringan.
Tes diagnostik laboratorium yang paling baik untuk menegakkan diagnosa
diare adalah diagnosa laboratorium tinja. Pengambilan tinja harus dilakukan sebelum
pemakaian terapi antimikroba. Tinja yang diambil tidak boleh terkontaminasi urin.
Jadi, sebaiknya pasien diminta berkemih dahulu sebelum mengeluarkan tinja. Tinja
yang telah diambil diawetkan dalam larutan fiksatif polivinil alkohol(PVA) atau
metiolat iodium formalin(MIF). Kemudian tinja disimpan pada media transport(dapat
berupa media Cary Blair & Stuart atau pepton water) 5

Perbedaan disentri amoeba dan shigella


a. Makroskopik

Amoebiasis Shigella

Inkubasi lama < 1 minggu

Onset Lambat Cepat


Jumlah 6-8x/hari >10x/hari
defekasi

Jumlah Relaif lebih banyak


feses sedikit

Bau Busuk Amis

Warna Merah gelap Merah segar

Konsistensi Lendir Viscous dan


bercampur pada mengumpul di dasar
feses feses

Reaksi Asam Basa

b. Mikroskopik
Amoebiasis Shigella
Sel darah merah Menggumpal Terpisah
Makrofag Sedikit Banyak
Eosinofil Banyak Jarang
Kristal charcot leyden Ada Tidak ada
Parasit E. histolytica Tidak ada

II.1.8 Komplikasi
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun
ringan. Berdasarkan lokasinya, penyulit tersebut dapat dibagi menjadi : 7

1) Komplikasi Intestinal
a) Perdarahan usus
b) Perforasi usus
c) Ameboma
d) Intususepsi
2) Komplikasi Ektra Intestinal
a) Amebiasis hati
b) Amebiasis pleuropulmonal
c) Abses otak, limpa, dan organ lain
d) Amoebiasis kulit
II.1.9 Diagnosis Banding
• Disentri basiler : diare di sertai darah, demam , tenesmus, frekuensi >10x/hari,
bau amis, warna tinja merah segar dan lendir mengumpul di dasar feses.
• Kolitis Ulserativa : diare di sertai darah dan lendir, demam tinggi, nyeri perut
bawah, penurunan berat badan, nafsu makan menurun, peritonitis
• Escherichia coli enteroinvasive (EIEC): : diare di sertai darah dan lendir,
tenesmus, kram perut, tidak berbau, warna tinja merah-ijo,konsistensi lembek
• EHEC: diare berdarah, kram perut, muntah, demam
• Instususepsi : feses bercampur darah dan lendir, awalnya keadaan sehat tiba-
tiba menangis kesakitan jika sedang serangan, serangan berulang dengan jarak
15-20 menit, muntah, pada pemeriksaan colok dubur didapatkan Tonus
sphincter melemah 11

II.1.10 Penatalaksanaan
1) Terapi diare : cairan sesuai derajat dehidrasi, nutrisi, zink, probiotik 10
2) Carrier (cyst passer)
Carrier atau cyst passer, walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis,
sebaiknya diobati. Hal ini disebabkan karena ameba yang hidup sebagai
komensal di dalam lumen usus besar, sewaktu-waktu dapat berubah menjadi
patogen. Di samping itu carrier merupakan sumber infeksi utama. Trofozoit
banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa atau sedikit sekali menimbulkan
kelainan mukosa usus. Kelainan tersebut tidak menimbulkan gangguan
peristaltik usus, sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala klinis. Obat
yang diberikan adalah amebisid luminal, misalnya 11:
 Diloksanit furoat (Diloxanite furoate)
Dosis 7-10 mb/kg/hari, di bagi menjadi 3 dosis. Di berikan selama 7-
10 hari
3) Amebiasis intestinal ringan – sedang
Metronidazol 15 mg/kg/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari
4) Disentri amoeba berat
Metronidazol 50 mg/kg/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari
II.1.10 Prognosis
Prognosis ditentukan oleh berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan
dini yang tepat, serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada
umumnya prognosis amoebiasis adalah baik terutama yang tanpa komplikasi. Pada
abses hati amoeba kadang-kadang diperlukan tindakan pungsi untuk mengeluarkan
nanah. Demikian pula pada amoebiasis yang disertai penyulit efusi pleura. Prognosis
yang kurang baik adalah abses otak amoeba. 12, 8
II.1.11 Pencegahan
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat
kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum
sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan binasa bila air dipanaskan 400C selama 5
menit. Pemberian klor dalam jumlah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan
air bersih, ternyata tidak bisa membinasakan nkista. Penting sekali adanya jamban
keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru
masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan. 1,2,3,12
DAFTAR PUSTAKA

1. Armon K. Stephenson T, Macfaul R, Eccleston P, Warneke U. An evidence and


consensus based guideline for acute diarrhea management. Arch Dis Child
2010;85:132-42.
2. Badan Koordinasi Gastroenterology Anak Indonesia. 2007. Tata Laksana Diare Pada
Anak. Jakarta : BKGAI.
3. B. Soebagyo. 2008. Diare akut pada anak. Sebelas Maret University Press
4. Ikatan dokter anak indonesia.2012. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis. Edisi
kedua. IDAI: jakarta
5. Lung E. Acute diarrheal diseases dalam current diagnosis abd treatment in
gastroenterology. Ed. Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2008 :McGraw Hill,hal 131-
49
6. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., Setiowulan, W. 2009. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi 3Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius UI.
7. Rani, A., Simadibrata, M., Syam, A.F. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi. Edisi 1.
Jakarta : Interna Publishing.
8. Kittrick, L. 2012. Amoebic Abscess of the liver without Preceding Diarrhea. Di kutip
tanggal 9 Oktober 2014, http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM193312212092
510
9. Robbins et al. 2007. Basic pathology of disease. Philadelphia. Elsevier Saunders, 18:
833-893
10. Shattuck, G. 2010. Amebiasis In Boston. Di kutip tanggal 9 Oktober 2014,
htttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM193412062112302
11. Suraatmaja, S. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung Seto.
12. World health organzization. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Depkses RI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai