Anda di halaman 1dari 12

 ABOUT

 CONTACT US

 PRIVACY POLICY

 DISCLAIMER

 SITEMAP





AKREDITASI RUMAH SAKIT MPO
Akreditasi Rumah Sakit MPO, Manajemen penggunaan obat, Akreditasi Rumah Sakit JCI, Akreditasi
Rumah Sakit versi 2012

 HOME
 POKJA
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
 BAGIAN
o
o
o
o
 KEBIJAKAN
 SPO
 PEDOMAN
 BUKU TAHU
Search...
Home » APK » Kebijakan » KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT

KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT


APK, Kebijakan

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT


NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT
DIREKTUR RUMAH SAKIT

MENIMBANG :
a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan rumah sakityang bermutu tinggi.
b. bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur
Rumah Sakit sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit

MENGINGAT :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/ III/ 2008 tentang pelayanan rumah sakit

MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN
Pertama : Keputusan Direktur Rumah Sakit Tentang Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit

Kedua : Kebijakan pelayanan Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit dilaksanakan oleh Direktur
Pelayanan Medis dan Keperawatan Rumah Sakit

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di :
Tanggal :
RUMAH SAKIT

Direktur Utama

TEMBUSAN Yth :
1. Seluruh unit kerja
2. Arsip

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT


NOMOR :
TANGGAL :

KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT

1. Pelayanan Instalasi :
a. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorium
dan Radiologi dilaksanakan dalam 24 jam.
b. Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter.
c. Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan
dengan sistem on call.
d. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
e. Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
pedoman/panduan dan standar prosedur opersional yang berlaku, serta
sesuai dengan etika profesi, etika RS dan etiket RS yang berlaku.
f. Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan
ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk
dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).

2. Skrining dan triase :


a. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien
dapat dilayani oleh RS.
b. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing
sebelumnya.
c. Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses
triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan
emergensi.

3. Identifikasi :
a. Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas
pasien.
b. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah
atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta
sebelum dilakukan tindakan.

4. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit :


a. Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan.

5. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :


a. Stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
b. Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik.
c. Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan berkelanjutan.
d. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan peralatan
apa yang dibutuhkan selama transportasi.
e. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
f. Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

6. Penundaan pelayanan :
a. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk pelayanan
diagnostik dan pengobatan.
b. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan
c. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasitentang alternatif yang
tersedia sesuai dengan keperluan klinik mereka.

7. Pemulangan pasien :
a. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan kesiapan pasien untuk
dipulangkan.
b. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai kebutuhan
pasien.
c. Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan kelanjutan pelayanan medis.
d. Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya yang sangat
berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah sakit serta populasi pasien.
e. Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
f. Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
g. Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
h. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan perujuk.

8. Transportasi :
a. Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku berkenaan
dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak maupun milik rumah sakit,
dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan medikamentosa sesuai dengan kebutuhan
pasien yang dibawa.
9. Hak pasien dan keluarga :
a. Menghormati kebutuhan privasi pasien.
b. Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
c. Melindungi dari kekerasan fisik.
d. Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko mendapatkan perlindungan yang
layak.
e. Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun diluar rumah sakit.
f. Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang ditetapkan
rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang dipahami pasien.
g. Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk darah dan
tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.

10. Penolakan pelayanan dan pengobatan :


a. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan pengobatan.
b. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan tersebut dan
tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
c. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang Menghormati keinginan dan pilihan pasien untuk
menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar ( Do Not Resuscitate )
- Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan resusitasi dan membatalkan
atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.
- Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat, serta persyaratan hukum dan
peraturan.

11. Pelayanan pasien tahap terminal :


a. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih sayang pada akhir
kehidupannya
b. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek pelayanan pada tahap
akhir kehidupan
c. Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu meliputi pengobatan
terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial,
emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.

12. Asesmen pasien :


a. Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui suatu
proses asesmen yang baku.
b. Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan ekonomi, termasuk
pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
c. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku dan
sertifikasi dapat melakukan asesmen
d. Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih dini/cepat sesuai
kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
e. Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih cepat sesuai
kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
f. Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada rawat
jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah diperbaharui dan pemeriksaan
fisik telah diulangi
g. untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan, sejak asesmen
dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap
h. Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien(discharge)
i. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi dan pengobatan untuk
menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan
pasien.
j. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.

13. Manajemen obat :


a. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan
tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja diarea tersebut, bila diperkenankan
kebijakan.
b. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan disimpan
dengan cara yang membatasi akses (restrict access).

14. Manajemen nutrisi :


a. Pasien di skrining untuk status gizi.
b. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
c. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi
dan pembusukan.
d. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
e. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.

15. Manajemen nyeri:


a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
b. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
c. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
d. Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan
nyeri dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama
masing-masing.

16. Surgical Safety Checklist :


a. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi
dan melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.
b. Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepatlokasi,
tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat/benar, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/ mendokumentasikan
prosedur “sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur / tindakan pembedahan.

17. Hand hygiene :


a. Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang baru-baru ini diterbitkan
dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
b. Menerapkan program hand hygiene yang efektif.

18. Risiko jatuh :


a. Penerapan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang
terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko.
c. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.

19. Komunikasi efektif :


a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

20. Manajemen di instalasi :


a. Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
c. Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal satu bulan sekali.
d. Setiap bulan wajib membuat laporan.
e. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi
sesuai denga ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan
farmasi tetap dalam kondisi yang baik.
f. Dalam melaksanakan tugasnya setiappetugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
inShare

Subscribe to receive free email updates:

Subscribe

Related Posts :
Manajemen Rumah Sakit – Pengertian manajemen rumah sakit adalah Sistem
Persediaan Rumah Sakit yang mengelola Info pasien, info staf, toko dan obat-obatan,
penagihan dan pembuatan laporan. aplikasi yang kompleks ini berkomunikasi dengan server
database back end dan mengelola semua informasi yang berkaitan dengan logistik Rumah
Sakit.
Jaman dulu ketika orang sakit biasanya mereka pergi berobat kepada tabib atau dukun karena
belum da rumah sakit. Tapi sekarang berbeda, rumah sakit sudah banyak dan dengan
teknologi yang semakin berkembang, orang yang sakit bisa dirawat dengan lebih baik.
Sebanding dengan dengan banyaknya rumah sakit, orang yang membutuhkan perawatan juga
semakin banyak. Karena itu rumah sakit memerlukan pengelolaan yang baik agar tidak
kewalahan. Nah sallah satu caranya adalah dengan manajemen rumah sakit.
APA ITU MANAJEMEN RUMAH SAKIT?
Sistem Persediaan Rumah Sakit yang mengelola Info pasien, info staf, toko dan obat-obatan,
penagihan dan pembuatan laporan. aplikasi yang kompleks ini berkomunikasi dengan server
database back end dan mengelola semua informasi yang berkaitan dengan logistik Rumah
Sakit.
Artikel Lain : 3 Langkah Mudah Membuat Blog di Blogger (Kelebihan dan
Kekurangan)
Berikut adalah beberapa alasan mengapa rumah sakit membutuhkan perhatian khusus dan
keterampilan dari manajer yang dituliskan pada website hospitalmanagement.wikia.com.
Masih banyak lagi alasan lain yang bisa anda tambahkan.
 Kebanyakan orang tidak mau sering-sering datang ke rumah sakit.
 Tidak banyak organisasi lain berhadapan setiap hari dengan hal-hal kehidupan dan kematian.
Mengenal Perbedaan Rumah sakit Pemerintah
dan Rumah Sakit Swasta
Author: AULIA AUDINA January 9, 2017 0 Comments
umum
Rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan dan kesehatan profesional yang pelayanannya
disediakan oleh ahli kesehatan seperti dokter, perawat, dan tenaga ahli medis kesehatan lainnya. Di
Indonesia rumah sakit terbagi menjadi rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta, berikut
perbedaan keduaanya.

Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung (Foto/ Daftartempat.com )


Rumah sakit umum
Rumah sakit umum melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi
perawatan darurat IGD yang siaga dan di Jaga dokter selama 24 jam untuk mengatasi bahaya dalam
waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama pada pasien.

Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan
kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun untuk jangka panjang. Rumah
sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan
sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan
penyelenggaranya. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan
tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa
klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.

Beberapa contoh rumah sakit pusat pemerintah di Indonesia, yaitu:


 Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo
 Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin Bandung
 RSUP Dr. Kariadi Semarang
 RSUP Dr.M.Djamil Padang
 Dan lainnya
Rumah sakit Swasta
Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dimiliki oleh perusahaan dengan tujuan
keuntungan atau perusahaan nirlaba dan swasta dibiayai melalui pembayaran untuk layanan medis
oleh pasien itu sendiri, asuransi, atau oleh kedutaan asing. Praktek rumah sakit swasta sudah sangat
umum terjadi di Amerika Serikat, Perancis dan Australia. Namun untuk di Inggris, rumah sakit swasta
dibedakan jauh lebih lazim dari lembaga Layanan Kesehatan Nasional.

Untuk fasilitas rumah sakit swasta juga tak kalah lengkap dengan rumah sakit pemerintah, seperti
ruang operasi, ruang bersalin, ruang IGD, poliklinik umum & Spesialis, Apotik, Kamar rawat inap
dengan kelas berbeda, dsb. Tenaga medis nya juga lengkap mulai dari perawat, apoteker, direktur,
bagian pelayanan hingga dokter umum maupun dokter spesialis juga ada di rumah sakit swasta.
Beberapa contoh rumah sakit swasta di Indonesia.
 Rumah sakit Siloam
 Rumah sakit eka hospital
 Rumah sakit awal bros
 Rumah sakit muhammadiyah
 Dan lainnya
Perbedaan rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta
1.Biaya Operasional sebuah rumah sakit swasta diperoleh dari pendapatn rutin rumah sakit tersebut
dari setiap pasien yang berobat. Karena tidak ada subsidi yang diterima secara rutin setiap
bulan.Mulai dari satpam, bagian pelayanan, perawat, dokter sampai direktur utama, gajinya diperoleh
dari pendapat rumah sakit.Termasuk pengadan alat kesehatan, obat-obatan dan peralatan habis
pakai yang digunakan untuk keperluan pasien.

Berbeda jauh dengan RSUD atau RSUP yang dikelola pemerintah yang semua biaya operasionalnya
ditanggung oleh APBN atau APBD Negara.

2.Biaya pemeliharaan sebuah rumah sakit swasta ditanggung sendiri oleh pihak manajemen atau
investor. Manajemen harus mencari dana agar semua peralatan kesehatan dan gedung yang mereka
punya dapat dipelihara dengan baik. Berbeda dengan rumah sakit pemerintah semua biaya
pemeliharaannya dianggarkan setiap tahun dari APBN dan APBD.

3.Biaya pengembangan untuk investasi baru pun rumah sakit swsata tidak mendapatkan dana
subsidi rutin. Manajemen harus berikhtiar sendiri agar rumahsakit yang mereka kelola dapat
berkembang mengikuti kemajuan zaman yang sangat modern. Jauh beda dengan rumah sakit
pemerintah yang semua biaya pengembangan dan investasinya ditanggung oleh APBN dan APBD.

4. Dari segi pelayanan mungkin sebagian besar rumah sakit swasta di Indonesia lebih baik dan lebih
ramah dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah. Hal ini karena rumah sakit pemerintah tidak
begitu antusias dengan inovasi dan kreasi di bidang kepuasaan pelanggan, mereka cendrung
ingin Rumah Sakit Daerah dan pengadaan alat canggih, fisik dan bangunan. Karena semakin
besar Rumah Sakit di suatu daerah, maka semakin bangga daerahnya. Penekanan akan
kepuasan pelanggan mungkin nomor 2. Sedangkan Rumah Sakit swasta, berusaha berhemat
bagaimana cost dan pengadaan alat dihemat, tapi pelanggan terpuaskan dengan pelayanan yang
diberikan. Biaya kecil, tapi berdampak besar dan bisa meraup keuntungan yang sebesar-
besarnya.

http://www.nuraisyah.net/2013/01/manajemen-rumah-sakit.html

Anda mungkin juga menyukai