Disusun oleh :
Melinda Fandasari
1814314901019
(..............................................) (.............................................)
Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease (CKD)
1.1 GINJAL
1.1.1 Anatomi Ginjal
a. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisan atau somnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi: nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan. Disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir. Pucat; kulit kehijauan, kuning. Kecendrungan perdarahan
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuri (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat.
Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia).
Penggunaan diuretic.
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap lanjut). Perubahan
turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”; bebas rasa terbakar pada kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian
ketidakmampuan berkonsentrasi. Kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda chvostek dan
Truosseau positif. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang. Rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea nocturnal, batuk dengan/tanpa sputum
kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernapasan
Kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda-encer (edema
paru).
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun). Petekie, area ekimosis
pada kulit.
Fraktur tulang; deposit fosfat kalsium (kalsifikasi metastatik) pada kulit,
jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic
nefrotoksik saat ini/berulang.
b. Diagnosa Keperawatan
1). Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan
haluaran urin retensi cairan dan natrium
2). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
3). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan anemia
4). Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan retensi natrium,
5). Resiko tiggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
akumulasi toksin dalam kulit
c. Intervensi Keperawatan
1.3.1 Definisi
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal
ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006). Haemodialysis adalah pengeluaran
zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan
mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-
permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan
beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). Hemodialisa adalah
suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar
dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini
memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini,
maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan.
1.3.2 Indikasi
1. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer,
hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri
berat atau anuria.
2. Indikasi Dini
a. Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
b. Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen
(BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
c. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi
ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa
sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1. penderita kembali menjalani hidup normal
2. penderita kembali menjalani diet yang normal
3. jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
4. tekanan darah normal
5. tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.
1.3.3 Tujuan HD
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,
kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh
yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan
fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain.
1.3.4 Alat Hemodialisa
1. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL) terdiri dari :
a. Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari
tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet
ditandai dengan warna merah.
b. Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser
dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet
ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500
ml. priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali
pada AVBL dan kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL
dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen
pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble
trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah
herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2. Dializer /ginjal buatan (artificial kidney) adalah suatu alat dimana proses
dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang /kompartemen, yaitu :
a. Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
b. Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat.
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.
Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah
dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
3. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka
(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan
air sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment”
sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of
Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session
hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter.
4. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan
dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa
macam yaitu : jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain.
Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu
dilarutkan dalam air murni/air water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada
yang bentuk cair (siap pakai).
5. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya.
Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan
dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat
circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan
komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control
ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
1.3.5 Proses Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian
dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar
5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter
yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu
masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh
dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV fistula
adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung
lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses
hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk
memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu
pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam
tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah
menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line
(selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan
keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin
HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri
merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD
mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan
darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta
informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk
ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun
dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan
darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
1.3.6 Kompilkasi
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan
cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang
cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang
kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang
menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan
heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah
yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering
disertai dengan sakit kepala.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
1.4 KOMPLIKASI HEMODIALISA DENGAN KRAM OTOT
1.4.1 Definisi
Menurut Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan
komplikasi, salah satunya adalah kram otot.. Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali
terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
Kejadian kram otot dijumpai sekitar 24-86 % terutama pada tahun pertama
dilakukan hemodialisis. Saat ini angka kejadian kram otot menurun sampai 2%
karena perbaikan dalam teknologi dialisis. Meskipun kram sebagian besar terlihat
di ekstremitas bawah, juga dapat terjadi di bagian perut, lengan dan tangan.
Patogenesis kram otot tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi penelitian
elektromiografi menunjukkan bahwa penyebab berasal dari neuron pada otot itu
sendiri. Metabolisme otot subnormal dianggap sebagai faktor yang paling penting
dalam etiologi keram. Untuk alasan ini, hipotensi, perubahan plasma osmolaritas,
hiponatremia, defisiensi karnitin, hipomagnesemia dan hipoksia jaringan juga
diduga menyebabkan pengembangan kram. Dalam situasi di atas, metabolisme otot
akan terganggu dan menimbulkan kram. Kram otot dapat terjadi saat mendekati
akhir sesi dialisis. Glukosa hipertonik, garam dan manitol dapat diberikan dalam
pengobatan akut kram.
Tindakan-tindakan non-medis yang dapat diambil untuk mencegah kram
termasuk menghindari intradialytic hipotensi dan perubahan osmolaritas, dan
olahraga teratur. Ada penelitian menunjukkan bahwa kram otot dapat dikurangi
dengan pemberian 320mg kina sulfat 1-2 jam sebelum memulai hemodialisis.
Namun pemberian kina sulfat memiliki banyak efek samping seperti atrofi oprikus,
trombositopenia, aritmia, interaksi obat dengan warfarin dan digoxin. Pemberian
400 mg / hari vitamin E, 250 mg / hari vitamin C, 12 mg dari monohydrate kreatinin
sebelum dialisis, prozosin (0,25-1 mg) dan L-carnitine dapat membantu
menurunkan resiko kram. Namun, tingkat keamanan menggunakan vitamin C di
atas 200 mg untuk waktu yang lama belum terbukti.
1.4.2 Penyebab
1. Penarikan cairan dibawah berat badan standart
2. Penarikan cairan terlalu cepat
3. Berat badan naik lebih dari 1 kg/hari
1.4.3 Penatalaksanaan
1. Kecilkan kecepatan aliran darah
2. Masage pada daerah yang kram
3. Beri obat gosok
4. Kompres air hangat
5. Observasi tanda-tanda vital
6. Kolaborasi dengan dokter
1.4.4 Pencegahan
1. Jangan menarik cairan terlalu cepat
2. Anjurkan pasien untuk membatasi intake cairan
Daftar Pustaka
Smelter dan Brenda G. Bake Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8 Vol 2 Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta 2002
Suparman dan Sarwono waspadji.Ilmu Penyakit dalam jilid II, Penerbit Balai
penerbit FKUI, Jakarta 1990