Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DAN HEMODIALISA


DENGAN KOMPLIKASI KRAM OTOT DI RUANG HD
RSUD SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun oleh :
Melinda Fandasari
1814314901019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada “Tn. S” Dengan


Chronic Kidney Disease (CKD) Dan Hemodialisa Dengan Komplikasi Kram Otot
Di Ruang HD RSUD Saiful Anwar Malang Pada Departemen Medikal Dibuat Oleh:

Nama : Melinda Fandasari


NIM : 1814314901019
Semester :I
Prodi : Profesi Ners

Malang, Oktober 2018


Disetujui Oleh :

Pembimbing Instansi Pembimbing Klinik

(..............................................) (.............................................)
Laporan Pendahuluan Chronic Kidney Disease (CKD)
1.1 GINJAL
1.1.1 Anatomi Ginjal

Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting


dalam mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan
mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa
berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk
dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga
disebut organ retroperitoneal (Snell, 2006).
Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri
kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal
dexter terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus
hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies
inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan
ekstremitas inferior (Moore, 2002).
Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adiposa,
fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal
memiliki bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut
korteks dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih
terang. Medulla renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang
masingmasing memiliki papilla renalis di bagian apeksnya. Di antara
piramis renalis terdapat kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis
renalis (Snell, 2006).
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang
membawa darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui
hilum renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri
menjadi lima cabang arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis.
Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan bersatu membentuk pola
yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis. Vena renalis terletak
ventral terhadap arteri renalis, dan vena renalis sinistra lebih panjang,
melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke
vena cava inferior ( Moore, 2002).
Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis
di mana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis.
Selanjutnya, arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang
berjalan menuju korteks di antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks
dan medula renalis, arteri interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata
yang kemudian menyusuri lengkungan piramis renalis. Arteri arkuata
mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi arteriol
aferen (Snell, 2006).

1.1.2 Fisiologi Ginjal


Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron
yang masingmasing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk
urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada
trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron
biasanya menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini seharusnya
tidak mengancam jiwa karena adanya proses adaptif tubuh terhadap
penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood, 2001).
Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan
tubulus. Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang
difiltrasi dari darah sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang
mengubah cairan yang telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju
keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari jaringan kapiler glomerulus

bercabang dan beranastomosis yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi


(kira-kira 60 mmHg), dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.
Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh
glomerulus dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari
kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk
ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus
proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa.
Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada
ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa juga
memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari
tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular
hingga urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung
membentuk struktur pelvis renalis ( Berawi, 2009).
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin
yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi
dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi
filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula
Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan
langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata 180
liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata
pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh volume plasma
tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya.
Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma total
akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak
terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat mereabsorpsi
kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh. Perpindahan
zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus ini
disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar
dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem
vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter
plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5
liter sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin.
Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan
direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap
bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi
tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler
peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi
zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama
adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma yang
mengalir melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol
eferen ke dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara
diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme
sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin
yang siap untuk diekskresi (Sherwood, 2001).
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya
dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun
juga dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh,
mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah
merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan
tubuh, konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium,
dan keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk
sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam
urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur
adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin (Cr).
Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal
memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan
konsentrasi apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang
mengalami dehidrasi dari latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal
akan menahan sebanyak mungkin air dan urin menjadi sangat
terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urin adalah jauh lebih
encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatu
hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian daripada
sistem regulasi cairan dan tekanan darah tubuh (Ganong, 2009).
1.2 Chronic Kidney Disease (CKD)
1.2.1 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap
akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth,
2001).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. Pada dasarnya
pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2.
Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage ) menggunakan
terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai
stage 5 sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum
ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal
stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1). Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2). Stadium II : Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam
diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
a) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
3). Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit
c) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)
merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1). Stadium 1 :Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2). Stadium 2 :Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan
LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3). Stadium 3 :Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
4). Stadium 4 :Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
5). Stadium 5 :Kelainan ginjal dengan LFG
<15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
1.2.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral.
1). Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2). Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3). Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4). Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5). Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6). Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7). Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
8). Nefropati obstruktif
9). Salaluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
10). Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
1.2.3 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein
dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti
steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari,
tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin
dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D
(1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
1.2.4 Tanda Dan Gejala
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan
jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
4. Kelainan kulit
a. Gatal, Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena :
1). Toksik uremia yang kurang terdialisis
2). Peningkatan kadar kalium phosphor
3). Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik, Karena ureum meningkat menimbulkan
penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. Rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut
pada pasien, bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom
Uremik. Terdapat dua kelompok gejala klinis :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit
nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi
ginjal.
b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya
1.2.5 KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna
kehilangan drah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
1.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1). Ureum kreatinin
2). Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
1). Analisis urin rutin
2). Mikrobiologi urin
3). Kimia darah
4). Elektrolit
5). Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
1). Progresifitas penurunan fungsi ginjal
2). Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
- Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
- Endokrin : PTH dan T3,T4
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,
misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
1). Foto polos abdomen.
2). USG.
3). Nefrotogram.
4). Pielografi retrograde.
5). Pielografi antegrade.
6). Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
1). RetRogram
2). USG
1.2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Terapi Simtomatik
Asidosis metabolik, jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat
meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

1.2.8 Konsep Dasar Keperawatan

a. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisan atau somnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi: nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan. Disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir. Pucat; kulit kehijauan, kuning. Kecendrungan perdarahan
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuri (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat.
Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia).
Penggunaan diuretic.
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap lanjut). Perubahan
turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”; bebas rasa terbakar pada kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian
ketidakmampuan berkonsentrasi. Kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda chvostek dan
Truosseau positif. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang. Rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea nocturnal, batuk dengan/tanpa sputum
kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernapasan
Kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda-encer (edema
paru).
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun). Petekie, area ekimosis
pada kulit.
Fraktur tulang; deposit fosfat kalsium (kalsifikasi metastatik) pada kulit,
jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic
nefrotoksik saat ini/berulang.

b. Diagnosa Keperawatan
1). Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan
haluaran urin retensi cairan dan natrium
2). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
3). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan anemia
4). Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan retensi natrium,
5). Resiko tiggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
akumulasi toksin dalam kulit

c. Intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan


haluaran urin retensi cairan dan natrium
Tujuan: Menunjukan perubahan–perubahan BB yang lambat,
mempertahankan pembatasan diet dan cairan, menunjukan turgor kulit
normal tanpa edema,menunjukan tanda-tanda vital normal.
Intervensi.
a. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar dan komulatif
keseimbangan cairan.
Rasional ;
Pada kebanyakan kasus, jumlah aliran harus sama atau lebih dari
jumlah yang dimasukan , keseimbangan positif menunjukan
kebutuhan evaluasi lebih lanjut.
b. Catat seri berat badan, bandingkan dengan pemasukan dan
pengeluaran , timbang pasien bila abdomen kosong dari dialisat (
titik rujukan konstant )
Rasional ;
Seri berat badan adalah indikator akurat status volume cairan,
keseimbangan cairan positif dengan peningkatan berat badan
menunjukan retensi cairan.
c. Awasi TD, Nadi, perhatikan hipertensi , nadi kuat, distensi vena
leher, edema perifer, ukur CVP bila ada.
Rasional ;
Peninggian menunjukan hipervolemia, kaji bunyi jantung dan
nafas perhatikan S3 dan atau gemericik, ronkhi.Kelebihan cairan
berpotensi gagal jantung kongesif ( GJK / edema paru )
d. Perubahan program dialisis sesuai indikasi.
Rasional ;
Perubahan mungkin diperlukan dalam kosentrasi glukosa atau
natrium untuk memudahkan efisiensi dialisis.
e. Pertahankan pembatasan cairan sesuai indikasi
Rasional ;
Pembatasan cairan dapat dilanjutakn untuk menurunkan kelebihan
volume cairan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia
Tujuan :
Dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung protein tinggi,
memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batas diet,
mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak
menimbulkan rasa kenyang, dapat melaporkan adanya peningkatan
nafsu makan.
Intervensi.
a. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi.
Rasional :
Menyediakan informasi menyediakan faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
b. Menyediakan makanan kesukaan klien dalam batas diet.
Rasional :
Mendorong peningkatan masukan diet.
c. Tingkatkan masukan protein yang mengandung biologis tinggi
seperti telur, susu, daging.
Rasional ;
Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
d. Ubah jadwal medikasi sehingga tidak diberikan sebelum makan.
Rasional ;
Ingesti medikasi sebelum makan dapat memberikan rasa kenyang.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan anemia
Tujuan :
Dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Intervensi :
a. Kaji faktor yang dapat menyebabkan keletihan dan anemia.
Rasional :
Menyediakan informasi tentang indikasi tentang keletihan.
b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
Rasional :
Meningkatkan aktivitas sedang / ringan dan memperbaiki harga
diri.
c. Ajarkan aktivitas alternatif sambil istrahat.
Rasional :
Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas – batas yang dappat
ditoleransi dan istrahat yang adekuat.
4. Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan retensi natrium
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan ; TD dalam batas normal
(120/80 mmhg), melaporkan tidak adanya sakit kepala, masalah
penglihatan atau kejang.
Intervensi :
a. Pantau dan catat tekanan darah sesuai indikasi.
Rasional :
Pengukuran tekanan darah menyediakan data objektif untuk
pemantauan peningkatan tekanan darah merupakan tanda adanya
ketidak patuhan .
b. Berikan medikasi anti hypertensi sesuai instruksi.
Rasional;
Medikasi antihypertensi berperan penting dalam penanganan
hypertensi yang berhubungan dengan GGK.
c. Ajarkan pada pasien untuk melaporkan tanda kelebihan cairan,
perubahan penglihatan, sakit kepala, edema, atau kejang.
Rasional;
Merupakan indikasi dari pengendalian hypertensi yang tidak adekuat
dan perlunya untuk mengubah therapy.
5. Resiko tiggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
akumulasi toksin dalam kulit
Tujuan; Memperthankan integritas kulit.
Intervensi;
a. Inspeksi stoma/kulit peristoma, perhatikan iritasi, lebam, kemerahan
atau jahitan.
Rasional ;
Mengawasio proses penyembuhan dan mengawasi proses masalah,
kebtuhan evaluasi lanjut dan intervensi, perubahan warna kulit
mungkin sementara tetapi perubahan menetap dapat memberikan
intervensi medik. Identifikasi dini nekrosis stoma / iskemia atau
infeksi jamur memberikan waktu intervensi untuk mencegah nekrosis
kulit.
b. Bersihkan kulit dengan air dan lap kering (atau menggunakan
pengering rambut pada situasi dingin ).
Rasional : Mempertahankan kebersihan pada area kering untuk
mencegah kemudahan gesekan atau trauma.
c. Berikan pelindung yang efektif ( skin Prep atau sejenis )
Rasional :
Melindungi kulit dari perekat .
d. Kolaborasi.
Konsul denmgan perawat enterostoma
Rasional: Membantu dalam pemecahan masalah dan pemilihan
prodak yang tepat untuk kebutuhan pasien.
Berikan sprey atau bedak anti jamur ;
Rasional : Membantu dalam penyembuhan bila ada iritasi yang
disebabkan oleh jamur.
1.3 KONSEP HEMODIALISA

1.3.1 Definisi
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal
ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006). Haemodialysis adalah pengeluaran
zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan
mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-
permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan
beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). Hemodialisa adalah
suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar
dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini
memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini,
maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan.
1.3.2 Indikasi
1. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer,
hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri
berat atau anuria.
2. Indikasi Dini
a. Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
b. Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen
(BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
c. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi
ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa
sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1. penderita kembali menjalani hidup normal
2. penderita kembali menjalani diet yang normal
3. jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
4. tekanan darah normal
5. tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

1.3.3 Tujuan HD
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,
kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh
yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan
fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain.
1.3.4 Alat Hemodialisa
1. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL) terdiri dari :
a. Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari
tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet
ditandai dengan warna merah.
b. Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser
dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet
ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500
ml. priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali
pada AVBL dan kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL
dan kopartemen adalah konektor, ujung runcing,segmen
pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble
trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah
herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2. Dializer /ginjal buatan (artificial kidney) adalah suatu alat dimana proses
dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang /kompartemen, yaitu :
a. Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
b. Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat.
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.
Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah
dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
3. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka
(diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan
air sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment”
sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of
Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session
hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter.
4. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan
dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa
macam yaitu : jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain.
Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu
dilarutkan dalam air murni/air water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada
yang bentuk cair (siap pakai).
5. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan merek nya.
Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan
dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat
circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan
komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control
ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
1.3.5 Proses Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian
dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar
5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter
yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu
masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh
dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV fistula
adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung
lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses
hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk
memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu
pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam
tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah
menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line
(selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan
keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin
HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri
merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD
mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan
darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta
informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk
ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun
dari darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan
darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
1.3.6 Kompilkasi
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan
cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang
cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang
kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu
gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien
osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang
menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya
terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan
heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah
yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering
disertai dengan sakit kepala.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang
tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
1.4 KOMPLIKASI HEMODIALISA DENGAN KRAM OTOT
1.4.1 Definisi
Menurut Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan
komplikasi, salah satunya adalah kram otot.. Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali
terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
Kejadian kram otot dijumpai sekitar 24-86 % terutama pada tahun pertama
dilakukan hemodialisis. Saat ini angka kejadian kram otot menurun sampai 2%
karena perbaikan dalam teknologi dialisis. Meskipun kram sebagian besar terlihat
di ekstremitas bawah, juga dapat terjadi di bagian perut, lengan dan tangan.
Patogenesis kram otot tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi penelitian
elektromiografi menunjukkan bahwa penyebab berasal dari neuron pada otot itu
sendiri. Metabolisme otot subnormal dianggap sebagai faktor yang paling penting
dalam etiologi keram. Untuk alasan ini, hipotensi, perubahan plasma osmolaritas,
hiponatremia, defisiensi karnitin, hipomagnesemia dan hipoksia jaringan juga
diduga menyebabkan pengembangan kram. Dalam situasi di atas, metabolisme otot
akan terganggu dan menimbulkan kram. Kram otot dapat terjadi saat mendekati
akhir sesi dialisis. Glukosa hipertonik, garam dan manitol dapat diberikan dalam
pengobatan akut kram.
Tindakan-tindakan non-medis yang dapat diambil untuk mencegah kram
termasuk menghindari intradialytic hipotensi dan perubahan osmolaritas, dan
olahraga teratur. Ada penelitian menunjukkan bahwa kram otot dapat dikurangi
dengan pemberian 320mg kina sulfat 1-2 jam sebelum memulai hemodialisis.
Namun pemberian kina sulfat memiliki banyak efek samping seperti atrofi oprikus,
trombositopenia, aritmia, interaksi obat dengan warfarin dan digoxin. Pemberian
400 mg / hari vitamin E, 250 mg / hari vitamin C, 12 mg dari monohydrate kreatinin
sebelum dialisis, prozosin (0,25-1 mg) dan L-carnitine dapat membantu
menurunkan resiko kram. Namun, tingkat keamanan menggunakan vitamin C di
atas 200 mg untuk waktu yang lama belum terbukti.
1.4.2 Penyebab
1. Penarikan cairan dibawah berat badan standart
2. Penarikan cairan terlalu cepat
3. Berat badan naik lebih dari 1 kg/hari
1.4.3 Penatalaksanaan
1. Kecilkan kecepatan aliran darah
2. Masage pada daerah yang kram
3. Beri obat gosok
4. Kompres air hangat
5. Observasi tanda-tanda vital
6. Kolaborasi dengan dokter
1.4.4 Pencegahan
1. Jangan menarik cairan terlalu cepat
2. Anjurkan pasien untuk membatasi intake cairan
Daftar Pustaka

Smelter dan Brenda G. Bake Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8 Vol 2 Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta 2002

Suparman dan Sarwono waspadji.Ilmu Penyakit dalam jilid II, Penerbit Balai
penerbit FKUI, Jakarta 1990

Silvia A. Price Joknaing M. Wilson Fatofiologi edisi 4 Buku I, penerbit buku


kedokteran EGC Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai