Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia dan

berkaitan erat dengan perilaku hidup masyarakat. Hipertensi dikenal sebagai

the silent killer dan merupakan diagnosis utama pada pelayanan dokter

keluarga di Amerika Serikat dan Eropa. 1 Di Amerika Serikat diperkirakan 1

dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol

akan menyerang organ target dan menyebabkan berbagai manifestasi.2


Berdasar data World Health Organization (WHO) angka kejadian

hipertensi di dunia adalah sebesar 600 juta penduduk, sekitar separuhnya tidak

memperoleh pengobatan atau diobati secara tidak tepat.2 Mortalitas yang

disebabkan oleh hipertensi meningkat. Pada tahun 1980 mortalitas sebesar 72

per 100.000 penduduk dan menjadi 95 per 100.000 penduduk pada tahun

1999.3
Di Indonesia masalah hipertensi juga cenderung meningkat. Berdasar

Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukan

angka 8.3% dan meningkat menjadi 27.5% pada tahun 2004.2


Peningkatan tekanan darah yang terjadi secara mendadak disebut

sebagai krisis hipertensi. Kejadian krisis hipertensi diperkirakan akan

meningkat dengan meningkatnya penderita hipertensi seperti yang

dikemukakan oleh WHO, yaitu dari 26% (2000) menjadi 29% (2015) sehingga

diperkirakan krisis hipertensi akan meningkat dari 0.26% menjadi 0.29%

penduduk dewasa yang akan datang.3


Angka kejadian krisis hipertensi adalah 1% dari seluruh penderita yang

mengalami hipertensi. Krisis hipertensi dengan enselopati mempunyai

persentase sebesar 16.3%. 1,3


Enselopati hipertensi merupakan salah satu krisis hipertensi emergensi

yang memerlukan penanganan secara cepat, dalam kurun waktu menit atau

jam. Pengenalan gejala awal dan penanganan yang tepat dapat menurunkan

angka kematian oleh karena enselopati hipertensi.


B. Tujuan
Tujuan pembuatan text book reading ini adalah untuk mengetahui

definisi sampai prognosis mengenai enselopati hipertensi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Enselopati hipertensi didefinisikan sebagai sindrom neurologik akut

yang disebabkan oleh kegagalan autoregulasi serebral. Enselopati hipertensi

2
dikarakteristikan dengan peningkatan tekanan darah mendadak, nyeri kepala,

muntah, perubahan visual, kejang dan tanda neurologik fokal yang

berhubungan dengan subkortikal edema, umumnya terletak pada oksipital,

temporal, parietal, dan fossa posterior.3,4


Enselopati hipertensi adalah kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba

disertai dengan keluhan sakit kepla yang berat, perubahan kesadaran, dan

keadaan ini dapat menjadi reversible jika tekanan darah diturunkan.5


B. Epidemiologi
Enselopati hipertensi merupakan kasus yang jarang. Krisis hipertensi

sendiri mempunyai kejadian 1% dari seluruh penderita hipertensi yang mana

enselopati hipertensi merupakan bagian dari krisis hipertensi emergensi

diperkirakan kejadiannya sebesar 16.3% dari penderita yang mengalami krisis

hipertensi.1,3
Karakteristik individu yang mengalami enselopati hipertensi pada

orang dewasa umumnya disebabkan oleh hipertensi esensial atau hipertensi

sekunder disebabkan oleh nonrenal. Karakteristik pasien umumnya adalah

pasien normotensive atau sudah menderita hipetensi kronis serta pasien sedang

dalam pengobatan simpatomimetik, seperti kokain, amfetamin, MAO

inhibitor.3,4
Pada anak angka kejadian enselopati hipertensi, frekuensinya jarang

yaitu sebesar 5%. Enselopati hipertensi pada anak umumnya berkaitan dengan

penyakit sistemik, termasuk didalamnya adalah penyakit parenkim renal,

penyakit renovaskular, dan gangguan endokrin. 83% berkaitan dengan

penyakit renal.6-8
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab enselopati hipertensi, yaitu
1. Hipertensi maligna
2. Eklampsia
3. Katekolamin-induced krisis hipertensi
4. Monoamine oksida inhibitor

3
5. Rebound phenomena dari 2-agonis
6. Kokain hidroklorida atau alkaloid intoksikasi
7. Cyclosporamin dosis tinggi
8. Terapi rekombinan eritropoetin
9. Paroksimal hipertensi pada cedera medulla spinalis
10. Post coronary artery bypass atau post-carotid endarectomy

hypertension.
11. Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi, seperti luka

bakar yang berat, pheochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit

vascular, trauma kepala


12. Penyakit hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal seperti oklusi

arteri renal, ateroemboli renal, dan glomerulonefritis akut, khususnya

postinfeksi.3,6

D. Patogenesis dan Patofisiologi


Patogenesis enselopati hipertensi belum diketahui dengan pasti.

Namun diduga terdapat peranan dari vasokontriktor seperti norepineprin,

angiotensin II, vasopressin, atau endotelin. Beberapa bukti mengindikasikan

bahwa angiotensin II mempunyai efek toksik terhadap pembuluh darah.

Respon awal endothelium terhadap reaksi ini adalah sekresi substansi

vasodilator seperti nitrit oksida. Namun jika hipertensi terjadi terus menerus

maka tidak akan terkompensasi lagi, yang mana menyebabkan semakin

tingginya tekanan darah dan kerusakan endotel. Selain itu juga terdapat peran

dari proinflamasi, faktor kemotaksis monosit, dan upregulasi molekul adesi.

Serangkaian substansi tadi menyebabkan peningkatan permeabilitas,

menghambat aktivitas fibrinolitik, agregasi platelet, dan vasokontriksi.6,9

4
Gambar 1. Rentang MAP untuk autoregulasi 6
Pada pasien normotensi, aliran darah otak dipertahankan dalam batas

mean arterial pressure (MAP) 60-160 mmHg. Pada rentan ini mekanisme

autoregulasi serebral dapat bekerja melalui vasokontriksi dan vasodilatasi. Jika

tekanan darah melebihi rentan ini, autoregulasi tidak dapat bekerja sehingga

terjadi kegagalan perfusi. Kegagalan perfusi mennyebabkan terjadinya

vasokontriksi dan edema serebal berkembang.6,9


Pada enselopati hipertensi ditemukan bahwa terdapat edema yang

terletak predominan di bagian posterior substansia alba. Distribusi edema

berkorelasi dengan keterparahan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah

yang kecil menghasilkan edema supratentorial pada substansia alba dengan

keterlibatan sedikit kompartemen infratentorial. Peningkatan tekanan darah

yang berat menyebabkan edema supratentorial sampai melibatkan batang otak,

ganglia basalis, thalamus, dan cerebellum.9,10


Pada penelitian di tikus, batas atas autoregulasi aliran darah serebral

pada thalamus lebih tinggi dibandingkan pada korteks serebral. Dengan

demikian, peningkatan tekanan darah yang sangat berat, baru dapat

menyebabkan disfungsi autoregulasi dan merusak blood brain barrier (BBB)

pada struktur thalamus, ganglia basalis, dan batang otak, sedangkan tekanan

darah yang meningkat sedikit saja sudah dapat menyebabkan disfungasi

autoregulasi pada daerah korteks.9,10

5
Calcarine dan paramedian lobus oksipitalis terlibat dalam membedakan

antara Reversible Posterior Leukoencephalopathy Syndrome (RPLS) dari

infrak bilateral pada daerah arteri serebral posterior. RPLS adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan neuroimaging pada pasien dengan

hipertensi akut dengan berbagai kondisi. Abnormalitas neuroimaging pada

RPLS umumnya adalah edema pada substansia alba, yang mana terjadi pada

enselopati hipertensi.9,10
Cara membedakan antara RPLS dengan infrak, yaitu pada infrak

daerah arteri serebral posterior umumnya terjadi pada pasien dengan emboli

arteri basiler, yang dinamakan “top of the basilar syndrome”. Region calcarine

jarang telibat dan sering bersamaan dengan infrak pada thalamus dan otak

tengah, sedangkan pada RPLS tidak.9


Edema pada daerah parietal-oksipital merupakan karakteristik

enselopati hipertensi. Mekanisme yang mendasari hal tersebut masih belum

diketahui. Terdapat sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa inervasi

simpatis pada vaskularisasi serebral anterior bekerja sebagai unsur protektif,

dan sebaliknya sedikitnya inervasi simpatis vaskularisasi pada vertebrobasiler

mungkin menjadi presdiposisi terbentuknya edema serebral di region parietal-

oksipital pada enselopati hipertensi.10


Terdapat dua teori mengenai mekanisme seluler RPLS. RPLS dapat

menyebabkan vasospasme yang diakibatkan oleh peningkatan mendadak

tekanan darah. Hal ini menyebabkan iskemia jaringan otak. Namun, hasil

pencitraan tidak menunjukan adanya edema sitotoksik atau infrak dan

reversibilatas yang terjadi pada enselopati hipertensi tidak mendukung teori

ini. 9-10

6
Teori kedua menyatakan bahwa RPLS merupakan hasil dari

peningkatan tekanan darah mendadak yang melebihi autoregulasi normal

aliran darah serebral. Kegagalan autoregulasi menghasilkan dilatasi arteriol

serebral disertai disfungsi endothelial tight junction dan menyebabkan

kebocoran plasma dan sel darah merah ke ruang ekstravaskuler yang

menyebabkan edema sitotoksik. 9-10


E. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamensis penderita haruslah cermat menyangkup:
a. Onset gejala umumnya lambat, namun progresif 24 sampai 48 jam

setelah peningkatan tekanan darah.


b. Keluhan utama pasien umumnya berupa nyeri kepala yang sangat

berat (75% pasien). Beberapa saat kemudian terjadi gangguan

kesadaran, berupa gangguan memori, bingung, somnolen, dan stupor.

Gejala lain yang dapat menyertai adalah iritabilitas, muntah, kejang,

mioklonus, dan gangguan penglihatan. Pada beberapa kasus dapat

disertai hemiparesis dan afasia. Keluhan membaik jika tekanan darah

kembali normal.
c. Riwayat hipertensi (awal hipertensi, jenis obat antihipertensi,

keteraturan konsumsi obat). Pasien dapat mempunyai riwayat

hipertensi. Pada pasien dengan riwayat hipertensi umumnya

disebabkan oleh ketidakteraturan obat. Namun umumnya terjadi pada

pasien dengan normotensi. Hipertensi terjadi akut sebainya dicari

faktor risiko yang dimiliki.


d. Gangguan organ (kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular,

dan organ lain)


e. Riwayat penyakit
f. Riwayat kehamilan 6,11
2. Pemeriksaan Fisik

7
a. Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolic > 120 mmHg.

Pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30 menit


b. Pemeriksaan neurologis umum berupa gangguan kesadaran,

peningkatan intracranial, sindrom anton (denial of blindness),

prosopagnosia (tidak mampu mengenai wajah)


c. Pemeriksaan fundoskopi ditemukan papilledema 6,11
3. Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang

Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan

disesuaikan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan serta

ketersedian fasilitas.

a. Pemeriksaan laboratorium awal


1) Urinalisis
2) Hb, Ht, ureum, gula darah, kreatinin dan elektrolit
3) EKG: 12 laead untuk melihat ada tidaknya iskemi miokard
4) Foto Toraks : melihat adanya edema paru.
b. Pemeriksaan penunjang laiinya
1) CT Scan kepala ditemukan edema pada posterior otak.
2) MRI ditemukan adanya peningkatan intensitas di T2

substansial alba.

Gambar 2. MRI pasien dengan enselopati hipertensi 9


3) Ekokardiogram
4) Ultrasonogram
5) Pemeriksaan renal seperti: IVP

8
6) Jika diduga Feokromasitoma dapat dilakukan permeriksaan

urin 24 jam untuk katekolamin, metamerfin, dan asam

venumandelic (VMA).
7) Pungsi lumbal, jika dicurigai infeksi SSP. 6,10,11
F. Diagnosis Banding
1. Stroke iskemik atau hemoragik
2. Perdarahan intrakrnial
3. Encephalitis
4. Gagal ginjal akut
5. Hipertensi intrakranial
6. Lesi SSP 3

G. Penalataksanaan
1. Penanggulangan hipertensi emergensi, termasuk enselopati

hipertensi harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas pemantauan

yang memadai. Pasien sebaiknya dirawat di intensive care unit.12


2. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera

mungkin1
3. Tekanan darah harus diturunkan dengan hitungan menit sampai

jam dengan langkah sebagai berikut:


a. Lima menit sampai dua jam pertama tekanan darah rata-rata (mean

arterial blood pressure) diturunkan 20-25%


b. Dua sampai enam jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai

160/100 mmHg
c. Enam sampai 24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90

mmHg, jika tidak ditemukan gejala iskemik organ1


Obat-obatan yang digunakan, yaitu
a. Nitroprusside (Nitropress, Nipride)
Nitroprusside merupakan agen yang tepat untuk menurunkan tekanan

darah, namun mempunyai efek venodilatas yang mana berhubungan

dengan peningkatan tekanan intracranial. Nitroprusside diberikan dalam

cairan infus dengan dosis 0.25-10.00 mcg/kg/menit.


b. Labetalol (Normodyne)

9
Labetalol mampu menurunkan tekanan darah dengan tetap menjaga

perfusi serebral. Labetalol diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit

atau dapat diberikan dalam cairan infus dengan dosis 2 mg/menit.


c. Nicardipin (Perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)
Nikardipin merupakan vasodilator poten yang tidak mempunyai efek

samping pada tekanan itrakranial, yang mana dapat menurunkan iskemik

serebral. Nikardipin diberikan 10-20mcg/BB bolus. Jika tekanan darah

tetap stabil diteruskan dengan 0.5-6 mcg/BB/menit sampai target tekanan

darah tercapai.
d. Diltiazem (Herbesser) IV (10 dan 50 mg/ampul)
Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian dilanjutkan

dengan infus 50 mg/jam selama 20 menit. Jika tekanan darah telah turun >

20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/menit sampai target tercapai.

Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4

jam kemudian diganti dengan oral.


e. Clonidin (Catapres) IV (150 mcg/ampul)
Clonidin 900 mcg dimasukan dalam cairan infus glucose 5% 500 cc dan

diberikan dengan mikrodrip 12 tetes/menit, setiap 15 menit dapat dinaikan

4 tetes sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai. Jika tekanan darah

telah dicapai, maka pasien diobservasi selama 4 jam kemudian diganti

dengan tablet klonidin oral sesuai kebutuhan. Klonidin tidak boleh

dihentikan secara mendadak, dikarena dapat menyebabkan rebound

phenomen, yang mana tekanan darah naik secara cepat jika obat

dihentikan.1,12
Pengobatan enselopati hipertensi sebaiknya menggunakan yaitu

sodium nitroprusside, labetalol, dan diazoxide. Pengobatan yang sebaiknya

dihindari adalah B-antagonist, metildopa, dan klonidin.

10
Pada enselopati hipertensi yang disertai kejang ditangani dengan obat

antiepilepsi seperti fosphenytoin diberikan intravena dosis (10-20 mg/BB).

Asam valproate juga efektif untuk mengatasi kejang disebabkan enselopati

hipertensi. Dosis asam valproate yaitu 10-15 mg/BB.12


H. Komplikasi
Komplikasi enselopati hipertensi terjadi jika tidak ditangani dengan

baik, diantaranya adalah stupor, koma, bahkan kematian.3,9


I. Prognosis
Enselopati hipertensi jika ditangani dengan tepat dapat pulih sempurna

tanpa deficit, namun jika terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian. 3,9

11
III. KESIMPULAN

1. Enselopati hipertensi didefinisikan sebagai sindrom neurologik akut yang

dikarakteristikan dengan peningkatan tekanan darah mendadak, nyeri kepala,

muntah, perubahan visual, kejang dan tanda neurologik fokal yang

berhubungan dengan subkortikal edema, umumnya terletak pada oksipital,

temporal, parietal, dan fossa posterior.3,4


2. Pada dewasa penyebab utama umumnya hipertensi esensial yang tiak

terkontrol, sedangkan pada anak umumnya disebabkan oleh gangguan renal


3. Faktor risiko diantaranya yaitu penyakit hipertensi, gangguan yang

meningkatkan respon simpatis, penyakit renal, jantung, kehamilan, dan obat-

obatan narkotik.
4. Terdapat dua pendapat mengenai mekanisme edema sitotoksik pada

enselopati hipertensi, yaitu vasospasme yang diakibatkan oleh peningkatan

mendadak tekanan darah dan kegagalan autoregulasi menghasilkan dilatasi

arteriol serebral.
5. Letak edema pada enselopati hipertensi pada daerah posterior dan korteks

umumnya disebabkan oleh batas atas rentang autoregulasi pada daerah ini

yang lebih rendah


6. Diagnosis didasari oleh anamnesis yang cermat mengenai gejala awal

berupa nyeri kepala hebat, mual, muntah, dan kelainan neurologic. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah sistolk lebih dari 220 dan

diastolik lebih dari 120, gangguan penglihatan. Pemeriksaan penunjang

dengan MRI dapat memperlihatkan peningkatan intensitas di T2 substansial

alba, selain itu dapat dilakukan CT Scan dan pemeriksaan lain untuk

menyingkirkan diagnosis

12
7. Penanganan enselopati hipertensi harus dilakukan sesegera mungkin.

Pengobatan intravena yang dapat diberikan yaitu sodium nitroprusside,

labetalol, dan diazoxide. Pengobatan yang sebaiknya dihindari adalah B-

antagonist, metildopa, dan klonidin.


8. Enselopati hipertensi jika ditangani dengan tepat dapat pulih sempurna

tanpa deficit, namun jika terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian

13

Anda mungkin juga menyukai