FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
SEPTEMBER 2017
Disusun Oleh :
Pembimbing
1
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat ini dengan judul Carpal
Tunnel Syndrome dan Tarsal Tunnel Syndrome. Salam dan shalawat senantiasa
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, yang telah membimbing manusia dari
dr.A. Weri Sompa,Sp.S yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu dengan berbesar hati penulis bersedia menerima kritik dan saran demi
Makassar,Septe
mber 2017
Penulis
DAFTAR ISI
3
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….27
4
BAB I
PENDAHULUAN
Ada sejumlah lokasi anatomi dimana beberapa saraf rentan terhadap suatu
kompresi. Gejala yang timbul akibat dari Entrapment Neuropathy ini biasanya
adalah nyeri. Beberapa sindrom yang sering ditemui pada kompresi saraf ini
diantaranya Carpal Tunnel Syndrome, Ulnar Neuropathy at the elbow, Thoracic
Outlet Syndrome, Meralgia Paresthetica, Tarsal Tunnel Syndrome, and Morton’s
Neuroma. Gejala kelemahan serta kehilangan sensori yang timbul pada pasien
dapat mengidentifikasi lokasi saraf yang mengalami kompresi.
5
sering, bersifat kronik dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari,
parestesi jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan
atrofi otot thenar.2
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
2.1.2 Anatomi
7
Secara anatomis, terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari
pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan
sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang
karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku
sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament
dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulangtulang
karpalia tersebut. 6
8
disebabkan stres berulang, cedera fisik atau keadaan lain pada pergelangan
tangan, dapat menyebabkan jaringan di sekeliling saraf medianus membengkak.
Lapisan pelindung tendon di dalam terowongan karpal dapat meradang dan
membengkak. Bentuk ligamen pada bagian atas terowongan karpal menebal dan
membesar. Keadaan tersebut menimbulkan tekanan pada serat-serat saraf
medianus sehingga memperlambat penyaluran rangsang saraf yang melalui
terowongan karpal. Akibatnya timbul rasa sakit, tidak terasa/kebas, rasa geli di
pergelangan tangan, tangan dan jari-jari selain kelingking. 6
2.1.3 Epidemiologi
Epidemiologi carpal tunnel syndrome di USA 1-3 kasus dari 100 populasi
per tahun. Insiden mungkin meningkat menjadi 150 per 1000 subyek per tahun
dengan prevalensi rata-rata 500 kasus per 1000 subyek di populasi yang resiko
tinggi. Berdasarkan mortalitas dan morbiditas, carpal tunnel syndrome tidak lah
fatal tetapi bisa menyebabkan kerusakan saraf medianus yang irreversibel dengan
konsekuensi kehilangan fungsi tangan yang berat dan tidak bisa diterapi lagi.
Untuk perbandingan rasio nya wanita dan laki-laki 10:1. Berdasarkan usia, carpal
tunnel syndrome rentan terjadi pada usia 45-60 tahun. Hanya 10% pasien yang
menderita CTS pada umur dibawah 30 tahun.6
2.1.4 Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh saraf medianus juga
dilalui beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada saraf
medianus sehingga timbul carpal tunnel syndrome.
9
1. Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure
palsy, misalnya HMSN (hereditary motory and sensory neuropathies ) tipe
III.
9. Degeneratif : osteoartritis
10
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, hilangnya sensasi atau rasa seperti terkena aliran listrik pada
jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai
seluruh jari-jari. Keluhan paresetesi biasanya lebih menonjol di malam hari.5
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada
malam hari sehinga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini
umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakan
tangannya atau dengan meletakan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri
juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila
penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan
yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terus
terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di
daerah distal pergelangan tangan.5
2.1.6 Patogenesis
11
intravaskuler. Akibatnya aliran darah vena intravaskular melambat. Kongesti yang
terjadi akan mengganggu nutrisi intravaskular lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein
sehingga terjadi edema epineural. Keadaan ini menyebabkan keluhan nyeri dan
bengkak yang terutama timbul pada malam hari. Pada pagi hari akan terasa
berkurang setelah tangan digerak-gerakan atau diurut. Apabila keadaan ini terus
berlanjut maka akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lalu
saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan
fungsinsaraf medianus terganggu secara menyeluruh.4
2.1.7 Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
a. Flick’s sign
12
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosa.
b. Thenar wasting
d. Phalen’s test
a. Torniquet test
13
b. Tinel’s sign
Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
c. Pressure test
d. Luthy’s sign
Penderita diminta melingkari bu jari dan jari telunjuk pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat maka tes ini menyokong diagnosa.
f. Pemeriksaan sensibilitas
14
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
b. Kecepatan hantar saraf pada 15-20% kasus bisa normal. Pada yang
lainnya KHS akan menurun dan masa latent distal dapat memanjang,
menunjukan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
3. Pemerksaan radilogis
4. Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi dari CTS belum jelas seperti pada usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
2.1.8 Terapi
Terapi yang ditujukan pada carpal tunnel syndrome adalah terapi terhadap
penyakit yang mendasari keadaan tersebut atau penyakit yang menyebabkan
terjadinya carpal tunnel syndrome. Oleh karena itu sebaiknya terapi dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:4,6
a. Terapi konservatif
15
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai
dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.
b. Terapi operatif
16
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasri Carpal Tunnel
Syndrome
17
2.1.9 Pencegahan
Salah satu cara menhindari Carpal tunnel syndrome adalah dengan cara
jika melakukan sesuatu yang banyak menimbulkan pergerakan pada pergelangan
tangan dianjurkan untuk berhenti sejenak setiap 15-20 menit dengan melakukan
stretching agar pergelangan tangan tidak terekspos terus-menerus. Menjaga tangan
tetap hangat karena tangan lebih mudah terasa sakit bila dalam suhu dingin.
Perbaiki postur tubuh karena potur tubuh yang salah dapat menyebabkan posisi
bahu sedikit kedepan sehingga pada posisi ini otot leher dan bahu akan memendek
dan menekan saraf-saraf leher yang dapat mempengaruhi pergelangan tangan, jari
da tangan.11
2.1.10 Prognosis
Pada kasus carpal tunnel syndrome ringan maka prognosisnya adalah baik.
Apabila pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi, secara umum
prognosanya juga baik tetapi penyembuhan post operatifnya bertahap.
Keseluruhan proses perbaikan carpal tunnel syndrome setelah operasi ada yang
mencapai 18 bulan.4,5
2.1.11 Komplikasi
18
hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa carpal tunnel
syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko
untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi
baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.5
2.2.1 Definisi
Tarsal tunnel siyndrome adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang
menghasilkan gejala dimana saja I sepanjang jalur saraf. Tarsal tunnel syndrome
mirip dengan carpal tunnel syndrome, yang terjadi dipergelangan tangan. Kedua
gangguan timbul dari kompresi saraf dalam ruang tertutup.10
2.2.2 Anatomi
a. Nervus Tibialis
Nervus tibialis berasal dari bagian anterior dari plexus sacralis.
Yang keluar melalui region posterior dari paha dan kaki, dan cabang-
cabangnya masuk kedalam bagian medial dan lateral dari nevus
plantaris. Inervasi dari nervus tibialis ke kulit adalah menuju bagian
betis dan permukaan plantar dari kaki. Inervasi nervus tibialis ke otot
terdapat paling banyak ke daerah posterior dari paha dan otot-otot kaki
dan beberapa pada otot-otot intrinsik dari kaki.3
19
Gambar 5. Nervus Tibialis
b. Tarsal Tunnel
Struktur dari tarsal tunnel pada kaki terdapat di antara tulang-
tulang kaki dan jaringan fibrosa. Flexor retinaculum (ligament laciniate)
merupakan atap dari tarsal tunnel dan terdiri dari fascia yang dalam dan
deep transversa dari angkle. Bagian batas proximal dan inferior dari
tunnel berbatasan dengan bagian inferior dan superior flexor
retinaculum. Batas bawah dari tunnel berhubungan dengan bagian
superior dari tulang calcaneus, bagian medial dari talus dan distal-
medial dari tibia. Sisanya dari fibroosseus kanal membentuk dari
tibiocalcaneal tunnel. Tendon dari flexor hallucis longus muscle, flexor
digitorum longus muscle, tibialis posterior muscle, posterior tibial
nerve, dan posterior tibial artery melewati dari tarsal tunnel.3
Bagian posterior dari saraf tibia berada diantara otot tibialis
posterior dan otot flexor digitorum longus pada region proximal dari
kaki dan melewati antara otot flexor digitorum longus dan flexor
hallucis longus pada bagian distal dari region dari kaki. Saraf tibia
melewati bagian belakang dari medial malleolus dan melewati tarsal
tunnel dan kemudian membagi menjadi bercabang-cabang ke dalam
cutaneus articular dan cabang-cabang vascular. Persarafan utama dari
saraf tibialis posterior mempersarafi calcaneal, medial plantar, dan
cabang-cabang saraf dari lateral plantar. Saraf medial plantar superior
mempersarafi otot abductor hallucis longus dan bagian lateralnya
terbagi menjadi 3 bagian yaitu saraf medial dari kaki, dan saraf medial
20
plantar cutaneous dari hallux. Saraf lateral plantar berjalan langsung
melalui bagian tengah dari otot abductor hallucis, di mana kemudian
membagi ke dalam percabangan-percabangan.3
a. Faktor Intrinsik
Adapun Faktor intrinsik meliputi: osteofit, hipertrofi retinaculum,
tendonopathy, space occupaying lesion seperti pembesaran vena, ganglia,
lipoma, tumor dan neuroma. Perdarahan sekunder akibat trauma dapat
menyebabkan perlengketan dan fibrosis peri-neural. insufisiensi arteri dapat
21
menyebabkan terjadinya iskemia dan menimbulkan gejala sensorik.
Terowongan fibro-osseus memiliki beberapa septa fibrosa yang dalam yang
menyatu dengan periosteum disekitarnya. Dan berkas neurovaskular sering
melekat pada septa tersebut, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya traksi
ringan pada pergerakan kaki.9
b. Faktor Extrinsik
Penyebab ekstrinsik meliputi: trauma langsung, penggunaan kaki secara
konstriktif, varus atau valgus hindfoot, edema pada ekstremitas bawah
(kehamilan, kongesti vena), systemic inflammatory arthropathy, diabetes
and skar bekas operasi. Sindroma jebakan pada cabang pertama dari N.
plantar lateral (N. Baxter) yang diperparah dengan cara berjalan dengan
posisi kaki supinasi.9
2.2.4 Patofisiologi
Sindrom tarsal tunnel adalah kompresi neuropathy dari nervus tibial pada
tarsal canal. Tarsal canal terdiri dari flexor retinaculum, dimana berada posterior
dan distal dari maleolus medial. Gejala dari kompresi dan tension neuropathy
adalah mirip; akan tetapi, perbedaan dari kondisi ini tidaklah semudah dengan
mengidentifikasi gejalanya saja. Pada akhir-akhir ini, kompresi dan tension
neuropathy merupakan gejala yang terdapat bersama-sama. Fenomena double-
crush yang dipublikasikan oleh Upton dan McComas pada tahun 1973. Dengan
hipotesanya adalah: kerusakan lokal pada saraf pada satu sisi sepanjang saraf
tersebut dapat cukup merusak dari seluruh fungsi dari sel saraf (axonal flow),
dimana sel saraf menjadi lebih mudah terkena trauma kompresi pada bagian
distal. Jaringan saraf mempunyai tanggung jawab dalam menyalurkan sinyal
afferent dan efferent sepanjang saraf tersebut dan mereka juga mempunyai
tanggung jawab dalam penyaluran nutrisi,dimana secara esensial untuk
optimalnya fungsi. Pergerakan dari nutrisi intraselular melewati beberapa tipe dari
sitoplasma pada sel saraf yang dinamakan axoplasma (sitoplasma dari Akson).
Axoplasma bergerak bebas sepanjang dari keseluruhan panjangnya saraf. Jika
aliran dari axoplasma (axoplasmic flow) terhalangi, maka jaringan saraf di bagian
distal mengalami penurunan dari nutrisi dan mudah mengalami injury sebagai
akibat dari penekanan tersebut.3
22
Upton dan Mc Comas menemukan (75%) dari pasien-pasien yang
mengalami lesi saraf perifer, kenyataannya didapatkan adanya lesi sekunder.
Penulis menyetujui bahwa dengan adanya lesi-lesi tersebut dapat menimbulkan
gejala-gejala pada pasien. Lesi-lesi tersebut telah dipelajari pada beberapa kasus
yang sama sebagai kerusakan dari flexus brachialis dengan meningkatnya insiden
dari carpal tunnel neuropathy. Contoh yang dapat disamakan sebagai double crush
phenomenon yang terjadi pada kaki sebagai akibat kompresi dari cabang nervus
S1, yang dihubungkan dengan compression neuropathy pada kanal tarsal.3
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis Tarsal Tunnel Syndrome ditegakkan berdasarkan anamnesis yang
teliti dan rinci serta pemeriksaan klinis. Modalitas pencitraan dan studi
elektrofisiologi digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk menunjang
diagnois dan sebagai informasi tambahan untuk rencana terapi.9
a. Gejala Klinis
Manifestasi awal dan paling khas dari tarsal tunnel syndrome
(TTS) adalah iritasi saraf perifer yaitu, paresthesia atau sensasi terbakar
di daerah yang dipersarafi oleh N. tibialis cabang distal. Hal ini juga
dapat mengenai N. Plantar media dan N. Plantar Lateral serta cabang
dari calcaneus, yang berfungsi dalam innervasi sensorik ke area tumit.
Jika hanya mengenai salah satu N.plantaris, maka disebut dengan tarsal
tunnel syndrome distal.10
Berjalan atau berdiri yang terlalu lama sering memperburuk gejala.
Dysesthesia sering timbul pada malam hari sehingga dapat mengganggu
tidur pasien. Gejala juga dapat diperburuk oleh eversi paksa dan
dorsofleksi pada kaki. Nyeri juga dapat menjalar ke paha, namun hal ini
jarang terjadi. Jika gambaran klinis didominasi oleh rasa nyeri dari
iritasi saraf tanpa disertai oleh adanya defisit neurologis konsisten,
maka hal ini termasuk dalam bentuk "algetic" dari tarsal tunnel
syndrome.10
Seiring dengan meningkatnya derajat kerusakan saraf, defisit
neurologis yang secara konsisten juga akan terdeteksi jauh setelah
munculnya fenomenasi iritasi subyektif. Derajat hilangnya sensorik
harus dibatasi berdasarkan wilayah saraf yang terkena. Kelemahan
23
merupakan fenomena akhir yang ditemukan, awalnya di area abduktor
dan diikuti pada area fleksor kaki, dan selanjutnya akan ditemukan
atrofi otot. Gangguan trofik seperti kurang berkeringat juga merupakan
manifestasi akhir.10
b. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan fisik pada pasien yang diduga menderita tarsal tunnel
syndrome dimulai dengan penilaian dari hindfoot pada saat pasien
berdiri, apakah simetris atau terdapat deformitas. Secara biomekanikal,
terdapatnya valgus hindfoot akan menyebabkan N.Tibialis menjadi
tegang. Atau, terdapatnya varu hindfoot dapat menyebabkan kompresi
pada N. Tibialis. Selanjutnya, dalam posisi duduk, palpasi terowongan
tarsal untuk menilai adanya tanda-tanda inflamasi dan untuk menilai
adanya massa.13
1. Tes Tinel, dorsofleksi-eversi dan tes Valleix dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan fisik. Tes Tinel, yaitu
dengan melakukan penekanan berulang kali pada daerah yang lembut
untuk menginduksi gejala nyeri dan / atau hypoesthesia. Tes Tinel
dilaporkan memiliki sensitivitas 92%, spesifisitas 100% dan nilai
prediksi positif 85%.12
24
dorsofleksi-eversi pada 37 pasien dengan TTS terhadap 50 kontrol. Tes
dorsofleksi-eversi memiliki sensitivitas 97% dengan 43/44 TTS pasien
positif dan spesifisitas 100% dengan jumlah 0/50 pasien kontrol.12
25
memiliki gambaran MRI yang abnormal. Dan sebagian besar
disebabkan oleh tenosinovitis, selain itu juga terdapat varises, ganglion,
lipoma, hemangioma, dan neurofibrosarcoma.
3. USG diagnostik sering digunakan untuk mendeteksi
ganglia, varises, lipoma, tenosinovitis dan koalisi talocalcaneal.
4. Penggunaan EMG dan NCS saat ini masih kontroversial.
Dellon melaporkan bahwa mikro-trauma berulang dalam aktivitas
sehari-hari dapat menyebabkan kelainan EMG dan NCS pada individu
tanpa gejala, sehingga sulit untuk menggunakan elektrodiagnostik ini
untuk membedakan tarsal tunnel syndrome dengan mikrotrauma pada
aktivitas sehaari-hari. Namun, Yalcinkaya et al. Menyatakan bahwa
pemeriksaan EMG dan NCS sangat penting, terutama dalam
memisahkan TTS dari radiculopathy lumbal [9]. Dan hasil negatif palsu
pada elektrodiagnostik jarang ditemukan, oleh karena itu untuk
mendapatkan hasil terbaik, pemeriksaan ini harus digunakan untuk
mendukung pemeriksaan fisik.
2.2.8 Komplikasi
26
Defisit neurologis dapat timbul sebagai komplikasi pada pasien dengan
berbagai jenis neuropati sebagai manifestasinya yang membuat saraf sangat
rentan. Complex regional pain syndrome (CRPS) merupakan sekuele yang jarang
terjadi setelah operasi; selain itu causalgia di bagian tumit juga dapat muncul
akibat adanya lesi pada cabang calcanealis.10
Komplikasi pasca operasi lainnya yang juga dapat terjadi yaitu gangguan
penyembuhan luka, infeksi, dan pembentukan keloid. Jika setelah operasi gejala-
gejala pasien bertahan dan defisit neurologis tetap tidak berubah, maka diagnosis
mungkin perlu dievaluasi kembali, atau kemungkinan bahwa N.tibialis dan
cabang-cabangnya belum di dekompresi sepenuhnya akibat adanya segmen yang
cukup panjang.10
2.2.9 Pengobatan
Terdapat berbagai pilihan pengobatan, yang tersedia untuk mengobati tarsal
tunnel syndrome, yakni:
a. Terapi Non Medikamentosa
Beberapa terapi yang dilakukan antara lain :14
1. Beristirahat. Mengurangi aktifitas yang memberi tekanan kuat pada
kaki dapat mencegah cedera lebih lanjut dan mendorong
penyembuhan.
2. Es. Berfungsi untuk mengurangi pembengkakan di terowongan
tarsal, dengan cara menerapkan kantong es di atas handuk tipis pada
daerah yang terkena selama 20 menit dari setiap jam bangun. Jangan
menempelkan es secara langsung pada kulit.
3. Imobilisasi, membatasi gerakan kaki dengan mengenakan gips
kadang-kadang diperlukan untuk merangsan proses penyembuhan
saraf dan jaringan di sekitarnya.
4. Terapi fisik, dengan terapi ultrasound, latihan, dan bentuk lain dari
terapi fisik dapat disarankan untuk mengurangi gejala.
5. Perangkat orthotic, berfungsi untuk membantu menjaga lengkungan
dan membatasi gerak berlebihan yang dapat menyebabkan kompresi
pada saraf.
6. Bracing, taping, and massage. 14
b. Terapi Medikamentosa
Terapi medik dari tarsal tunnel syndrome dapat dengan
memberikan suntikan lokal steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan
konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari tarsal tunnel
neuropathy termasuk penggunaan lokal anestesi dan steroid, dimana
27
dapat mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan gejala, tetapi
harus diberikan secara bijaksana, karena dapat menyebabkan kerusakan
pada saraf sebagai akibat dari jarum suntikan tersebut.3,14
c. Terapi Operatif
Terapi pembedahan untuk membebaskan terowongan tarsal ditujukan
kepada individu atau pasien yang telah menjalani terapi non-operatif
selama 3 bulan namun gejala tetap tidak berkurang.Reichert et al.
melaporkan tingkat keberhasilan dengan terapi bedah sebesar 71%
sedangkan penelitian lain melaporkan tingkat keberhasilan mulai dari
44-96%.9,12,13
2.2.10 Prognosis
Pada akhirnya tindakan dekompresi dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Tandanya adalah dengan menurunnya rasa nyeri dan parestesi yang
tampak, diikuti dengan berkurangnya gejala. Resolusi komplet dari gejala-gejala
tersebut sangatlah jarang terjadi hal ini disebabkan karena banyaknya etiologi
yang mendasari penyakit ini dan juga karena area dari saraf yang rusak tidak dapat
kembali normal. Meningkatnya rasa nyeri setelah tindakan dekompresi sangatlah
jarang terjadi.3
BAB III
KESIMPULAN
28
dengan melakukan istirahat terhadap sendi pergelangan tersebut dan tidak
menggunakannya secara berlebihan. Pemberian obat-obatan penghilang nyeri
secara oral dapat juga membantu mengurangi keluhan tersebut tetapi tidak lah
bertahan lama apabila aktivitas dari pergerakan pergelangan tangan tidak di
modifikasi dengan baik.
Sindrom Tarsal tunnel adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang
menghasilkan gejala sepanjang jalur saraf. Penyakit ini lebih dominan pada wanita
dewasa.Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya sindrom tarsal tunnel.
Soft-tissue masses dapat menimbulkan compression neuropathy dari bagian saraf
tibialis posterior. Contoh termasuk lipoma, tendon sheath ganglia, neoplasma pada
tarsal canal, nerve sheath dan nerve tumor, dan vena varicose. Tulang yang
menonjol dan exostoses dapat pula menimbulkan gangguan. Gangguan yang
timbul adalah gangguan sensorik yang bervariasi dari mulai sharp pain sampai
hilangnya sensasi, gangguan motorik dengan resultant atrophy dari intrinsic
musculature, dan gait abnormality (Contoh Overpronation dan pincang karena
nyeri dengan weight bearing).
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Dejong RN. The Neurological Examination Revised by AF. Haerer, 5th ed,
JB Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-9.
2. Maurice Victor, Allan H. Ropper “ Disease of Spinal Cord, Peripheral
Nerve and Muscle”. Adams and Victors Principle’s of neurology. 7th ed.
USA: Mc Graw-Hill, 2011: 1433-4.
30