Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
SEPTEMBER 2017

CARPAL TUNNEL SYNDROME & TARSAL TUNNEL


SYNDROME

Disusun Oleh :

Afra Fatin Arindy (10542035112)

Nadziefah Ghina Faiqah (10542050113)

Pembimbing

dr. A. Weri Sompa,Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Afra Fatin Arindy (10542035112)

Nadziefah Ghina Faiqah (10542050113)

Judul Referat : Carpal Tunnel Syndrome & Tarsal Tunnel Syndrome

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepantiteraan klinik pada bagian


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2017

Pembimbing

dr.A. Weri Sompa,Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat ini dengan judul Carpal

Tunnel Syndrome dan Tarsal Tunnel Syndrome. Salam dan shalawat senantiasa

tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, yang telah membimbing manusia dari

alam yang biadab menuju alam yang beradab

Secara khusus penulis ingin mengucapkan kepada dosen pembimbing

dr.A. Weri Sompa,Sp.S yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan

memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu dengan berbesar hati penulis bersedia menerima kritik dan saran demi

perbaikan dan kesempurnaan referat ini..


Harapan penulis semogap jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi yang

membaca terkhusus kepada penulis sendiri.

Makassar,Septe

mber 2017

Penulis

DAFTAR ISI

3
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CARPAL TUNNEL SYNDROME …….....…..............…………………..3


2.1.1 DEFINISI…………………………….………………………………..…3
2.1.2 ANATOMI …………………………...………………………………….4
2.1.3 EPIDEMIOLOGI…………………………………………………….......5
2.1.4 ETIOLOGI……………………………………………………………….5
2.1.5 GEJALA………………..………………………………………………...7
2.1.6 PATOGENESIS……………………………………………………….....7
2.1.7 DIAGNOSIS……………………………………………………………..8
2.1.8 TERAPI…………………………………………………………………11
2.1.9 PENCEGAHAN………………………………………………………...14
2.1.10 PROGNOSIS………..…………………………………………………..14
2.1.11 KOMPLIKASI……………....………………………………………….14
2.2 TARSAL TUNNEL SYNDROME ..........................................................15
2.2.1 DEFINISI…………………………….………………………...…….…15
2.2.2 ANATOMI …………………………...………………………………...15
2.2.3 ETIOLOGI………………………………………………………….......18
2.2.4 PATOFISIOLOGI………………………………………………...…....19
2.2.5 DIAGNOSIS…………………………………………………...……….19
2.2.6 DIFFERENSIAL
DIAGNOSIS ................................................................23
2.2.7 KOMPLIKASI….…………………………………………………...….24
2.2.8 PENGOBATAN………………………………………………....……...24
2.2.9 PROGNOSIS…...……………………….……………………………...25

BAB III KESIMPULAN………………………………………………………26

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….27

4
BAB I

PENDAHULUAN

Entrapment neuropati atau sindroma jepitan saraf perifer merupakan


gangguan fungsi saraf perifer oleh karena keadaan/posisi yang abnormal atau
gangguan vaskularisasi yang menyebabkan iskemi pada saraf. Persarafan dalam
tubuh kita dilindungi oleh tulang, ligamentum, dan otot. Daerah tersebut sewaktu-
waktu dapat menyempit dan menjepit saraf di daerah itu. Penekanan saraf ini
dapat menimbulkan suatu masalah. Jika penghimpitan berlangsung lama, aliran
darah dan nutrisi ke sel saraf terganggu, akibatnya sel saraf akan mati dan akan
menimbulkan kerusakan yang permanen. Kerusakan tersebut dapat berupa
hilangnya sensasi atau fungsi. Hal ini tergantung pada saraf dan daerah yang
terjepit.

Ada sejumlah lokasi anatomi dimana beberapa saraf rentan terhadap suatu
kompresi. Gejala yang timbul akibat dari Entrapment Neuropathy ini biasanya
adalah nyeri. Beberapa sindrom yang sering ditemui pada kompresi saraf ini
diantaranya Carpal Tunnel Syndrome, Ulnar Neuropathy at the elbow, Thoracic
Outlet Syndrome, Meralgia Paresthetica, Tarsal Tunnel Syndrome, and Morton’s
Neuroma. Gejala kelemahan serta kehilangan sensori yang timbul pada pasien
dapat mengidentifikasi lokasi saraf yang mengalami kompresi.

Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal adalah


salah satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan pada
terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun
akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan
terhadap nervus medianus dipergelangan tangan. Carpal tunnel syndrome
diartikan sebagai kelemahan pada tangan yang disertai nyeri pada daerah ditribusi
nervus medianus.1

Carpal tunnel syndrome merupakan neuropati tekanan terhadap nervus


medianus terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang paling

5
sering, bersifat kronik dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari,
parestesi jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan
atrofi otot thenar.2

Tarsal tunnel syndrome merupakan sebuah keadaan yang disebabkan


karena adanya kompresi pada nervus tibialis atau yang berhubungan dengan
percabangannya yang melewati bagian bawah dari flexor retinaculum pada
pergelangan kaki atau di bagian distalnya. Tarsal tunnel syndrome dapat
disamakan dengan carpal tunnel syndrome yaitu yang terjadi pada pergelangan
tangan. Pada tahun 1962, Keck dan Lam pertama kali mendiskripsikan syndrome
ini dan terapinya. Tarsal tunnel syndrome disebabkan oleh beraneka segi kompresi
yang menimbulkan neuropathy dengan bermanifestasi sebagai rasa nyeri dan
paresthesi yang meluas dari bagian distal dalam pergelangan kaki dan terkadang
sampai dengan bagian proximal. Dalam menegakkan tanda-tanda dan gejala dari
tarsal tunnel syndrome, maka hal ini didasarkan dari berbagai macam penyebab,
yang dikelompok-kelompokkan berdasarkan ekstrinsik dan intrinsik atau faktor-
faktor ketegangan. Sebab-sebab ekstrinsik dapat menyebabkan terjadinya tarsal
tunnel syndrome. Sebagai contoh trauma eksternal yang dapat disebabkan karena
crush injury, stretch injury, fraktur, dislokasi dari ankle dan hindfoot, dan severe
ankle sprains. Penyebab lokal misalnya penyebab intrinsik seperti neuropathy.
Contoh termasuk space-occupying masses, tumor-tumor lokal, bony prominences,
dan pleksus dari vena pada tarsal canal. Nerve tension disebabkan dari valgus foot
yang identik dengan gejala terkompresinya saraf circumferential.3

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Carpal Tunnel Syndrome

2.1.1. Definisi

Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau


cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan
tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum.5

Carpal tunnel syndrome adalah kumpulan gejala khas dan tanda-tanda


yang terjadi termasuk kompresi saraf medianus dalam terowongan karpal. Gejala
yang termasuk adalah mati rasa, paresetesia, dan nyeri pada distribusi saraf
medianus. Gejala ini mungkin atau tidak disertai dengan perubahan obyektif
dalam sensasi dan kekuatan struktur medianus yang diinervasi di tangan.6

Sindroma ini dulu juga dikenal sebagai acroparesthesia, median thenar


neuritis, atau partial thenar atrophy. Diagnosis carpal tunnel syndrome berupa
adanya nyeri, mati rasa dan kesemutan yang dapat menjalar hingga pundak dan
leher, gangguan ini sering terjadi di malam hari saat tidur dengan posisi tidur
berbaring ke satu sisi. Untuk mencegah terjadinya carpal tunnel syndrome akibat
aktivitas repetitif yang menimbulkan mati rasa dan nyeri, perlu dilakukan gerakan
pergelangan tangan, tangan dan jari tangan. Selain itu, pengobatan yang efektif
bagi penderita carpal tunnel syndrome dengan menggunakan splint (balut tangan),
injeksi kortikosteroid dan pembedahan.5

2.1.2 Anatomi

7
Secara anatomis, terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari
pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan
sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang
karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku
sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament
dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulangtulang
karpalia tersebut. 6

Gambar 1. Anatomi terowongan karpal

Di dalam terowongan tersebut terdapat saraf medianus yang berfungsi


menyalurkan sensori ke ibu jari, telunjuk dan jari manis serta mempersarafi fungsi
otot-otot dasar sisi dari ibu jari/otot tenar. 6

Gambar 2. Distribusi nervus medianus

Selain saraf medianus, di dalam terowongan tersebut terdapat pula


tendontendon yang berfungsi untuk menggerakkan jari-jari. Proses inflamasi yang

8
disebabkan stres berulang, cedera fisik atau keadaan lain pada pergelangan
tangan, dapat menyebabkan jaringan di sekeliling saraf medianus membengkak.
Lapisan pelindung tendon di dalam terowongan karpal dapat meradang dan
membengkak. Bentuk ligamen pada bagian atas terowongan karpal menebal dan
membesar. Keadaan tersebut menimbulkan tekanan pada serat-serat saraf
medianus sehingga memperlambat penyaluran rangsang saraf yang melalui
terowongan karpal. Akibatnya timbul rasa sakit, tidak terasa/kebas, rasa geli di
pergelangan tangan, tangan dan jari-jari selain kelingking. 6

2.1.3 Epidemiologi

Epidemiologi carpal tunnel syndrome di USA 1-3 kasus dari 100 populasi
per tahun. Insiden mungkin meningkat menjadi 150 per 1000 subyek per tahun
dengan prevalensi rata-rata 500 kasus per 1000 subyek di populasi yang resiko
tinggi. Berdasarkan mortalitas dan morbiditas, carpal tunnel syndrome tidak lah
fatal tetapi bisa menyebabkan kerusakan saraf medianus yang irreversibel dengan
konsekuensi kehilangan fungsi tangan yang berat dan tidak bisa diterapi lagi.
Untuk perbandingan rasio nya wanita dan laki-laki 10:1. Berdasarkan usia, carpal
tunnel syndrome rentan terjadi pada usia 45-60 tahun. Hanya 10% pasien yang
menderita CTS pada umur dibawah 30 tahun.6

2.1.4 Etiologi

Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh saraf medianus juga
dilalui beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada saraf
medianus sehingga timbul carpal tunnel syndrome.

Pada sebagian kasus, etiologinya tidak diketahui terutama pada penderita


lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada
pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada
pergelangan tangan termasuk carpal tunnel syndrome

Pada kasus yang lain etiologinya adalah :4,5

9
1. Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure
palsy, misalnya HMSN (hereditary motory and sensory neuropathies ) tipe
III.

2. Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,


pergelangan tangan. Sprain pada pergelangan tangan. Trauma langsung
terhadap pergelangan tangan.

3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan


tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik,
pekerjaan kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik
terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan
tangannya juga merupakan penyebab yang mendasari carpal tunnel
syndrome.

4. Infeksi : tenosinovitis, tuberkulosis tulang, sarkoidosis

5. Metabolik : amiloidosis dan gout artritis

6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, DM, hipotiroid


dan kehamilan

7. Neoplasma : kista ganglion, lipoma,infiltrasi metastase dan mieloma

8. Penyakit kolagen vaskular : reumatoid artritis, polimialgia reumatika,


skleroderma, dan SLE

9. Degeneratif : osteoartritis

10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk


dialisis, hematoma, komplikasi dan terapi anti koagulan

11. Faktor stress

12. Inflamasi : inflamasi dari membran mukosa yang mengelilingi tendon


yang menyebabkan saraf medianus tertekan.

2.1.5 Gejala Klinis

10
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, hilangnya sensasi atau rasa seperti terkena aliran listrik pada
jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai
seluruh jari-jari. Keluhan paresetesi biasanya lebih menonjol di malam hari.5

Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada
malam hari sehinga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini
umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakan
tangannya atau dengan meletakan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri
juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila
penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan
yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terus
terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di
daerah distal pergelangan tangan.5

Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekauan pada jari-jari, tangan,


dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah
penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipestesia pata dijumai [ada daerah
yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.5

Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi


kurang terampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil.
Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan
adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol
atau menggenggam. Pada penderita carpal tunnel syndrome pada tahap lanjut
dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinervasi oleh
saraf medianus.5

2.1.6 Patogenesis

Ada beberapa hipotesa mengenai patogenesis dari carpal tunnel syndrome.


Umumnya carpal tunnel syndrome terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan
fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap saraf medianus. Tekanan
yang beruang-ulang dan lama akan menyebabkan peningkatan tekanan

11
intravaskuler. Akibatnya aliran darah vena intravaskular melambat. Kongesti yang
terjadi akan mengganggu nutrisi intravaskular lalu diikuti oleh anoksia yang akan
merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein
sehingga terjadi edema epineural. Keadaan ini menyebabkan keluhan nyeri dan
bengkak yang terutama timbul pada malam hari. Pada pagi hari akan terasa
berkurang setelah tangan digerak-gerakan atau diurut. Apabila keadaan ini terus
berlanjut maka akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lalu
saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan
fungsinsaraf medianus terganggu secara menyeluruh.4

Pada carpal tunnel syndrome akut biasanya terjadi penekanan yang


melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan
timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan
intravaskular yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya
terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga aliran darah ke saraf
terganggu. Akibatnya kerusakan pada saraf tersebut.4

Tekanan langsung pada saraf perifer dapat pula menimbulkan invaginasi


nodus ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.4

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis carpal tunnel syndrome ditegakan berdasarkan gejala-gejala


yang ada dan disukung oleh beberapa pemeriksaan:4,5,6,7,

1. Pemeriksaan fisik

Haruslah dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan


perhatian khusus pada fungsi motorik, sensorik, dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan tes provokasi yang dapat membantu menegakan
diagnosis carpal tunnel syndrome adalah sebagai berikut:

a. Flick’s sign

12
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosa.

b. Thenar wasting

Pada inspeksi dan palpasi terdapat atrofi otot-otot thenar.

c. Wrist extension test

Penderita melakukan ekstensi secara maksimal, sebaiknya dilakukan


secara serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti carpal tunnel syndrome,
maka tes ini menyokong.

d. Phalen’s test

Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu


60 detik timbul gejala seperti carpal tunnel syndrome, tes ini
menyokong diagnosis.

Gambar 3. Phalen’s test

a. Torniquet test

Dilakukan pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter


diatas siku dengan tekanan sedikit diatas sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala CTS maka tes ini menyokong.

13
b. Tinel’s sign

Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 4. Tinel’s sign

c. Pressure test

Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan


ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti
CTS, tes ini menyokong

d. Luthy’s sign

Penderita diminta melingkari bu jari dan jari telunjuk pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat maka tes ini menyokong diagnosa.

e. Pemeriksaan fungsi otonom

Diperhatikan adakah perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin


yang terbatas pada daerah inervasi nervus medianus.

f. Pemeriksaan sensibilitas

Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point


discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus,
tes dianggap positif.

14
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukan adanya fibrilasi, polifasik,


gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus carpal tunnel syndrome.

b. Kecepatan hantar saraf pada 15-20% kasus bisa normal. Pada yang
lainnya KHS akan menurun dan masa latent distal dapat memanjang,
menunjukan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemerksaan radilogis

Pemeriksaan foto roentgen pada pergelangan tangan dapat membantu


melihat apakah penyebab dari CTS terdapat penyebab lain seperti fraktur
atau artritis.

4. Pemeriksaan laboratorium

Bila etiologi dari CTS belum jelas seperti pada usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

2.1.8 Terapi

Terapi yang ditujukan pada carpal tunnel syndrome adalah terapi terhadap
penyakit yang mendasari keadaan tersebut atau penyakit yang menyebabkan
terjadinya carpal tunnel syndrome. Oleh karena itu sebaiknya terapi dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:4,6

1. Terapi langsung terhadap carpal tunnel syndrome

a. Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan

2. Obat anti inflamasi non steroid

15
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai
dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.

4. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg


atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil,
suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan
operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan
setelah diberi 3 kali suntikan.

5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretik

6. Vitamin B6. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa CTS terjadi


karena adanya defisiensi vitamin B6 sehingga dianjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi
beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin
tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar

7. Fisioterapi. Dianjurkan untuk perbaikan vaskularisasi tangan.

b. Terapi operatif

Tindakan operasi pada carpal tunnel syndrome disebut neurolisis


nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan
pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif
atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-
otot thenar. Indikasi relatif tindakan operasi adalh hilangnya
sensibilitas persisten.

16
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasri Carpal Tunnel
Syndrome

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya carpal tunnel


syndrome harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan
kekambuhan Carpal tunnel syndrome kembali. Pada keadaan dimana CTS
terjadi karena adanya gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya


carpal tunnel syndrome atau mencegah kekambuhannya antara lain:

 Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral

 Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda.


Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam
sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

 Batasi gerakan tangan yang repetitif

 Istirahatkan tangan secara periodik

 Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan


memiliki waktu untuk beristirahat

 Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan


peregangan secara teratur

Disamping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang


sering mendasari terjadinya carpal tunnel syndrome seperti: trauma akut
maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal
ginjal, penderita yang sering hemodialisa, myxedema akibat hipotiroid,
akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil
kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi
pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabakan
retensi cairan atau menyebabakan bertambahnya isi terowongan.

17
2.1.9 Pencegahan

Salah satu cara menhindari Carpal tunnel syndrome adalah dengan cara
jika melakukan sesuatu yang banyak menimbulkan pergerakan pada pergelangan
tangan dianjurkan untuk berhenti sejenak setiap 15-20 menit dengan melakukan
stretching agar pergelangan tangan tidak terekspos terus-menerus. Menjaga tangan
tetap hangat karena tangan lebih mudah terasa sakit bila dalam suhu dingin.
Perbaiki postur tubuh karena potur tubuh yang salah dapat menyebabkan posisi
bahu sedikit kedepan sehingga pada posisi ini otot leher dan bahu akan memendek
dan menekan saraf-saraf leher yang dapat mempengaruhi pergelangan tangan, jari
da tangan.11

2.1.10 Prognosis

Pada kasus carpal tunnel syndrome ringan maka prognosisnya adalah baik.
Apabila pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi, secara umum
prognosanya juga baik tetapi penyembuhan post operatifnya bertahap.
Keseluruhan proses perbaikan carpal tunnel syndrome setelah operasi ada yang
mencapai 18 bulan.4,5

Bla setelah operasi tidak mengalami perbaikan, kemungkinan yang terjadi


adalah:

1. Kesalahan menegakan diagnosis, mungkin penekana terhadap nervus


medianus terletak lebih proksimal

2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus

3. Terjadi carpal tunnel syndrome yang baru sebagai akibat komplikasi


operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematom atau
jaringan hipertrofik.

2.1.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya


sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
paling berat adalah reflek sympathetic dystrophyyang ditandai dengan nyeri hebat,

18
hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa carpal tunnel
syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko
untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi
baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.5

2.2 Tarsal Tunnel Syndrome

2.2.1 Definisi

Tarsal tunnel adalah ruang sempit yang terletak di bagian dalam


pergelangan kaki sebelah tulang pergelangan kaki. Terowongan ditutupi dengan
ligament tebal (flexor retinakulum yang melindungi dan memelihara struktur yang
terkandung dalam terowongan-arteri,vena,tendon dan saraf. Salah satu struktur ini
adalah saraf tibialis posterior, yang merupakan focus dari sindrom terowongan
tarsal.9

Tarsal tunnel siyndrome adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang
menghasilkan gejala dimana saja I sepanjang jalur saraf. Tarsal tunnel syndrome
mirip dengan carpal tunnel syndrome, yang terjadi dipergelangan tangan. Kedua
gangguan timbul dari kompresi saraf dalam ruang tertutup.10

2.2.2 Anatomi

a. Nervus Tibialis
Nervus tibialis berasal dari bagian anterior dari plexus sacralis.
Yang keluar melalui region posterior dari paha dan kaki, dan cabang-
cabangnya masuk kedalam bagian medial dan lateral dari nevus
plantaris. Inervasi dari nervus tibialis ke kulit adalah menuju bagian
betis dan permukaan plantar dari kaki. Inervasi nervus tibialis ke otot
terdapat paling banyak ke daerah posterior dari paha dan otot-otot kaki
dan beberapa pada otot-otot intrinsik dari kaki.3

19
Gambar 5. Nervus Tibialis

b. Tarsal Tunnel
Struktur dari tarsal tunnel pada kaki terdapat di antara tulang-
tulang kaki dan jaringan fibrosa. Flexor retinaculum (ligament laciniate)
merupakan atap dari tarsal tunnel dan terdiri dari fascia yang dalam dan
deep transversa dari angkle. Bagian batas proximal dan inferior dari
tunnel berbatasan dengan bagian inferior dan superior flexor
retinaculum. Batas bawah dari tunnel berhubungan dengan bagian
superior dari tulang calcaneus, bagian medial dari talus dan distal-
medial dari tibia. Sisanya dari fibroosseus kanal membentuk dari
tibiocalcaneal tunnel. Tendon dari flexor hallucis longus muscle, flexor
digitorum longus muscle, tibialis posterior muscle, posterior tibial
nerve, dan posterior tibial artery melewati dari tarsal tunnel.3
Bagian posterior dari saraf tibia berada diantara otot tibialis
posterior dan otot flexor digitorum longus pada region proximal dari
kaki dan melewati antara otot flexor digitorum longus dan flexor
hallucis longus pada bagian distal dari region dari kaki. Saraf tibia
melewati bagian belakang dari medial malleolus dan melewati tarsal
tunnel dan kemudian membagi menjadi bercabang-cabang ke dalam
cutaneus articular dan cabang-cabang vascular. Persarafan utama dari
saraf tibialis posterior mempersarafi calcaneal, medial plantar, dan
cabang-cabang saraf dari lateral plantar. Saraf medial plantar superior
mempersarafi otot abductor hallucis longus dan bagian lateralnya
terbagi menjadi 3 bagian yaitu saraf medial dari kaki, dan saraf medial

20
plantar cutaneous dari hallux. Saraf lateral plantar berjalan langsung
melalui bagian tengah dari otot abductor hallucis, di mana kemudian
membagi ke dalam percabangan-percabangan.3

Gambar 6. Anatomi terowongan carpal11

Inervasi dari percabangan dari saraf tibialis posterior:3


1. Percabangan calcaneal - Aspek medial dan posterior dari tumit
2. Percabangan media plantar – percabangan cutaneous dari aspek
plantar medial dari kaki, percabangan motorik dari otot abductor
hallucis dan flexor digitorum brevis, dan percabangan talonavicular dan
calcaneonavicular joints.
3. Percabangan lateral plantar – percabangan motorik dari otot
abductor digiti quinti dan quadrates plantae, saraf cutaneos ke jari ke V,
percabangan-percabangan tersebut berhubungan ke saraf bagian jari IV,
percabangan motorik ke lumbricalis: kedua, ketiga, dan keempat dari
percabangan interosei ke bagian atas dari transversa dari adductor
hallucis dan otot pertama dari interosseous space.
2.2.3 Etiologi

Penyebab Tarsal Tunnel Syndrome dapat diklasifikasikan menjadi penyebab


intrinsik, ekstrinsik, ataupun kombinasi dari keduanya. Dalam review literatur
terbaru, diperkirakan bahwa sekitar 80% kasus, penyebab spesifik terjadinya
Tarsal Tunnel Syndrome dapat diidentifikasi.3,9,12

a. Faktor Intrinsik
Adapun Faktor intrinsik meliputi: osteofit, hipertrofi retinaculum,
tendonopathy, space occupaying lesion seperti pembesaran vena, ganglia,
lipoma, tumor dan neuroma. Perdarahan sekunder akibat trauma dapat
menyebabkan perlengketan dan fibrosis peri-neural. insufisiensi arteri dapat

21
menyebabkan terjadinya iskemia dan menimbulkan gejala sensorik.
Terowongan fibro-osseus memiliki beberapa septa fibrosa yang dalam yang
menyatu dengan periosteum disekitarnya. Dan berkas neurovaskular sering
melekat pada septa tersebut, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya traksi
ringan pada pergerakan kaki.9
b. Faktor Extrinsik
Penyebab ekstrinsik meliputi: trauma langsung, penggunaan kaki secara
konstriktif, varus atau valgus hindfoot, edema pada ekstremitas bawah
(kehamilan, kongesti vena), systemic inflammatory arthropathy, diabetes
and skar bekas operasi. Sindroma jebakan pada cabang pertama dari N.
plantar lateral (N. Baxter) yang diperparah dengan cara berjalan dengan
posisi kaki supinasi.9
2.2.4 Patofisiologi
Sindrom tarsal tunnel adalah kompresi neuropathy dari nervus tibial pada
tarsal canal. Tarsal canal terdiri dari flexor retinaculum, dimana berada posterior
dan distal dari maleolus medial. Gejala dari kompresi dan tension neuropathy
adalah mirip; akan tetapi, perbedaan dari kondisi ini tidaklah semudah dengan
mengidentifikasi gejalanya saja. Pada akhir-akhir ini, kompresi dan tension
neuropathy merupakan gejala yang terdapat bersama-sama. Fenomena double-
crush yang dipublikasikan oleh Upton dan McComas pada tahun 1973. Dengan
hipotesanya adalah: kerusakan lokal pada saraf pada satu sisi sepanjang saraf
tersebut dapat cukup merusak dari seluruh fungsi dari sel saraf (axonal flow),
dimana sel saraf menjadi lebih mudah terkena trauma kompresi pada bagian
distal. Jaringan saraf mempunyai tanggung jawab dalam menyalurkan sinyal
afferent dan efferent sepanjang saraf tersebut dan mereka juga mempunyai
tanggung jawab dalam penyaluran nutrisi,dimana secara esensial untuk
optimalnya fungsi. Pergerakan dari nutrisi intraselular melewati beberapa tipe dari
sitoplasma pada sel saraf yang dinamakan axoplasma (sitoplasma dari Akson).
Axoplasma bergerak bebas sepanjang dari keseluruhan panjangnya saraf. Jika
aliran dari axoplasma (axoplasmic flow) terhalangi, maka jaringan saraf di bagian
distal mengalami penurunan dari nutrisi dan mudah mengalami injury sebagai
akibat dari penekanan tersebut.3

22
Upton dan Mc Comas menemukan (75%) dari pasien-pasien yang
mengalami lesi saraf perifer, kenyataannya didapatkan adanya lesi sekunder.
Penulis menyetujui bahwa dengan adanya lesi-lesi tersebut dapat menimbulkan
gejala-gejala pada pasien. Lesi-lesi tersebut telah dipelajari pada beberapa kasus
yang sama sebagai kerusakan dari flexus brachialis dengan meningkatnya insiden
dari carpal tunnel neuropathy. Contoh yang dapat disamakan sebagai double crush
phenomenon yang terjadi pada kaki sebagai akibat kompresi dari cabang nervus
S1, yang dihubungkan dengan compression neuropathy pada kanal tarsal.3

2.2.5 Diagnosis
Diagnosis Tarsal Tunnel Syndrome ditegakkan berdasarkan anamnesis yang
teliti dan rinci serta pemeriksaan klinis. Modalitas pencitraan dan studi
elektrofisiologi digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk menunjang
diagnois dan sebagai informasi tambahan untuk rencana terapi.9
a. Gejala Klinis
Manifestasi awal dan paling khas dari tarsal tunnel syndrome
(TTS) adalah iritasi saraf perifer yaitu, paresthesia atau sensasi terbakar
di daerah yang dipersarafi oleh N. tibialis cabang distal. Hal ini juga
dapat mengenai N. Plantar media dan N. Plantar Lateral serta cabang
dari calcaneus, yang berfungsi dalam innervasi sensorik ke area tumit.
Jika hanya mengenai salah satu N.plantaris, maka disebut dengan tarsal
tunnel syndrome distal.10
Berjalan atau berdiri yang terlalu lama sering memperburuk gejala.
Dysesthesia sering timbul pada malam hari sehingga dapat mengganggu
tidur pasien. Gejala juga dapat diperburuk oleh eversi paksa dan
dorsofleksi pada kaki. Nyeri juga dapat menjalar ke paha, namun hal ini
jarang terjadi. Jika gambaran klinis didominasi oleh rasa nyeri dari
iritasi saraf tanpa disertai oleh adanya defisit neurologis konsisten,
maka hal ini termasuk dalam bentuk "algetic" dari tarsal tunnel
syndrome.10
Seiring dengan meningkatnya derajat kerusakan saraf, defisit
neurologis yang secara konsisten juga akan terdeteksi jauh setelah
munculnya fenomenasi iritasi subyektif. Derajat hilangnya sensorik
harus dibatasi berdasarkan wilayah saraf yang terkena. Kelemahan

23
merupakan fenomena akhir yang ditemukan, awalnya di area abduktor
dan diikuti pada area fleksor kaki, dan selanjutnya akan ditemukan
atrofi otot. Gangguan trofik seperti kurang berkeringat juga merupakan
manifestasi akhir.10
b. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan fisik pada pasien yang diduga menderita tarsal tunnel
syndrome dimulai dengan penilaian dari hindfoot pada saat pasien
berdiri, apakah simetris atau terdapat deformitas. Secara biomekanikal,
terdapatnya valgus hindfoot akan menyebabkan N.Tibialis menjadi
tegang. Atau, terdapatnya varu hindfoot dapat menyebabkan kompresi
pada N. Tibialis. Selanjutnya, dalam posisi duduk, palpasi terowongan
tarsal untuk menilai adanya tanda-tanda inflamasi dan untuk menilai
adanya massa.13
1. Tes Tinel, dorsofleksi-eversi dan tes Valleix dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan fisik. Tes Tinel, yaitu
dengan melakukan penekanan berulang kali pada daerah yang lembut
untuk menginduksi gejala nyeri dan / atau hypoesthesia. Tes Tinel
dilaporkan memiliki sensitivitas 92%, spesifisitas 100% dan nilai
prediksi positif 85%.12

Gambar 7. Lokasi penekanan di area lunak pada bagian medial


abductor hallucis12
2. Uji dorsofleksi-eversi, kaki berada pada posisi dorsofleksi,
selanjutnya dilakukan eversi kemudian ditahan selama 10-15 detik. Tes
dinyatakan positif apabila gejala Tarsal Tunnel Syndrome muncul. 1,3,6
Kinoshita et al. Menjelaskan bahwa sensitivitas dan spesifisitas tes

24
dorsofleksi-eversi pada 37 pasien dengan TTS terhadap 50 kontrol. Tes
dorsofleksi-eversi memiliki sensitivitas 97% dengan 43/44 TTS pasien
positif dan spesifisitas 100% dengan jumlah 0/50 pasien kontrol.12

Gambar 8.Uji dorsofleksi-eversi12


3. Pemeriksaan sensorik
Perubahan sensorik terbatas pada distribusi salah satu cabang
terminal dari saraf tibialis posterior (medial dan saraf plantar lateral
atau cabang kalkanealis). Dorsum pedis tidak akan terpengaruh kecuali
falang distal dari jari-jari kaki.9
4. Radiologi
Selain pemeriksaan fisik, modalitas diagnostik lainnya yang dapat
digunakan untuk menunjang diagnosis Tarsal Tunnel Syndrome yaitu
X-ray, MRI, Magnetic Resonance Neurography (MRN), USG (US) dan
studi elektro diagnostik seperti electromyography (EMG) dan Nerve
Conduction Studies (NCS).12
1. Plain X-Ray pergelangan kaki, berfungsi dalam
menunjukkan kelainan struktural seperti varus / valgus hindfoot, tarsal
coalition, osteofit ataupun bukti trauma sebelumnya.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) memiliki peranan
penting dalam mengidentifikasi etiologi tarsal tunnel syndrome pada
setiap pasien. Dalam satu penelitian terbaru, sekitar 85% pasien TTS

25
memiliki gambaran MRI yang abnormal. Dan sebagian besar
disebabkan oleh tenosinovitis, selain itu juga terdapat varises, ganglion,
lipoma, hemangioma, dan neurofibrosarcoma.
3. USG diagnostik sering digunakan untuk mendeteksi
ganglia, varises, lipoma, tenosinovitis dan koalisi talocalcaneal.
4. Penggunaan EMG dan NCS saat ini masih kontroversial.
Dellon melaporkan bahwa mikro-trauma berulang dalam aktivitas
sehari-hari dapat menyebabkan kelainan EMG dan NCS pada individu
tanpa gejala, sehingga sulit untuk menggunakan elektrodiagnostik ini
untuk membedakan tarsal tunnel syndrome dengan mikrotrauma pada
aktivitas sehaari-hari. Namun, Yalcinkaya et al. Menyatakan bahwa
pemeriksaan EMG dan NCS sangat penting, terutama dalam
memisahkan TTS dari radiculopathy lumbal [9]. Dan hasil negatif palsu
pada elektrodiagnostik jarang ditemukan, oleh karena itu untuk
mendapatkan hasil terbaik, pemeriksaan ini harus digunakan untuk
mendukung pemeriksaan fisik.

2.2.6 Differensial diagnosis10


a. Polyneuropathy, gejala yang ditimbulkan berupa paresthesia dari kaki
depan biasanya muncul secara bilateral.
b. Morton's metatarsalgia adalah suatu keadaan dimana terjadi pembesaran
cabang dari N. Interdigialis, biasanyadi sela kedua dan ketiga antara
metatarsal di mana saraf plantar lateral dan medial sering bergabung.
Gejala khusus yaitu nueri yang tersamar sampai nyeri yang tajam , mati
rasa dan / atau kesemutan di digit ketiga dan keempat, sensasi terbakar,
kram, danperasaan "berjalan di atas batu".
c. Compartment syndrome of the deep flexor compartment, Hal ini dapat
menghasilkan manifestasi klinis dari lesi N. Tibialis distal dimana pada
Compartment syndrome of the deep flexor compartmentini saraf tibialis
berjalan di samping fleksor kaki.
d. Calcaneal spur, arthrosis, inflammatory changes of the fasciae and
ligament, namun pada keadaan tersebut tidak terdaoat rasa nyeriyang
khas seperti pada neuropatik.

2.2.8 Komplikasi

26
Defisit neurologis dapat timbul sebagai komplikasi pada pasien dengan
berbagai jenis neuropati sebagai manifestasinya yang membuat saraf sangat
rentan. Complex regional pain syndrome (CRPS) merupakan sekuele yang jarang
terjadi setelah operasi; selain itu causalgia di bagian tumit juga dapat muncul
akibat adanya lesi pada cabang calcanealis.10
Komplikasi pasca operasi lainnya yang juga dapat terjadi yaitu gangguan
penyembuhan luka, infeksi, dan pembentukan keloid. Jika setelah operasi gejala-
gejala pasien bertahan dan defisit neurologis tetap tidak berubah, maka diagnosis
mungkin perlu dievaluasi kembali, atau kemungkinan bahwa N.tibialis dan
cabang-cabangnya belum di dekompresi sepenuhnya akibat adanya segmen yang
cukup panjang.10
2.2.9 Pengobatan
Terdapat berbagai pilihan pengobatan, yang tersedia untuk mengobati tarsal
tunnel syndrome, yakni:
a. Terapi Non Medikamentosa
Beberapa terapi yang dilakukan antara lain :14
1. Beristirahat. Mengurangi aktifitas yang memberi tekanan kuat pada
kaki dapat mencegah cedera lebih lanjut dan mendorong
penyembuhan.
2. Es. Berfungsi untuk mengurangi pembengkakan di terowongan
tarsal, dengan cara menerapkan kantong es di atas handuk tipis pada
daerah yang terkena selama 20 menit dari setiap jam bangun. Jangan
menempelkan es secara langsung pada kulit.
3. Imobilisasi, membatasi gerakan kaki dengan mengenakan gips
kadang-kadang diperlukan untuk merangsan proses penyembuhan
saraf dan jaringan di sekitarnya.
4. Terapi fisik, dengan terapi ultrasound, latihan, dan bentuk lain dari
terapi fisik dapat disarankan untuk mengurangi gejala.
5. Perangkat orthotic, berfungsi untuk membantu menjaga lengkungan
dan membatasi gerak berlebihan yang dapat menyebabkan kompresi
pada saraf.
6. Bracing, taping, and massage. 14
b. Terapi Medikamentosa
Terapi medik dari tarsal tunnel syndrome dapat dengan
memberikan suntikan lokal steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan
konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari tarsal tunnel
neuropathy termasuk penggunaan lokal anestesi dan steroid, dimana

27
dapat mengurangi nyeri. Terapi ini dapat menghilangkan gejala, tetapi
harus diberikan secara bijaksana, karena dapat menyebabkan kerusakan
pada saraf sebagai akibat dari jarum suntikan tersebut.3,14
c. Terapi Operatif
Terapi pembedahan untuk membebaskan terowongan tarsal ditujukan
kepada individu atau pasien yang telah menjalani terapi non-operatif
selama 3 bulan namun gejala tetap tidak berkurang.Reichert et al.
melaporkan tingkat keberhasilan dengan terapi bedah sebesar 71%
sedangkan penelitian lain melaporkan tingkat keberhasilan mulai dari
44-96%.9,12,13
2.2.10 Prognosis
Pada akhirnya tindakan dekompresi dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Tandanya adalah dengan menurunnya rasa nyeri dan parestesi yang
tampak, diikuti dengan berkurangnya gejala. Resolusi komplet dari gejala-gejala
tersebut sangatlah jarang terjadi hal ini disebabkan karena banyaknya etiologi
yang mendasari penyakit ini dan juga karena area dari saraf yang rusak tidak dapat
kembali normal. Meningkatnya rasa nyeri setelah tindakan dekompresi sangatlah
jarang terjadi.3

BAB III

KESIMPULAN

Carpal tunnel syndrome adalah keadaan yang sering terjadi karena


pergelangan tangan merupakan salah satu alat gerak yang sering digunakan dan
memilki mobilitas yang tinggi. Penggunaan alat gerak dengan cara yang tidak
tepat dan penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan gejala atau dampak
yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Berdasarkan epidemiologinya, wanita,
obesitas dan usia sekitar 40-60 tahun memilki resiko lebih tinggi dibanding yang
lainnya. Penyebab adanya sindroma ini yang aling sering adalah penggunaan yang
berlebihan dari sendi pergelangan tangan atau penggunaan sendi yang tidak baik
dan terjadi terus-menerus. Salah satu untuk menangani gejala tersebut adalah

28
dengan melakukan istirahat terhadap sendi pergelangan tersebut dan tidak
menggunakannya secara berlebihan. Pemberian obat-obatan penghilang nyeri
secara oral dapat juga membantu mengurangi keluhan tersebut tetapi tidak lah
bertahan lama apabila aktivitas dari pergerakan pergelangan tangan tidak di
modifikasi dengan baik.

Sindrom Tarsal tunnel adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang
menghasilkan gejala sepanjang jalur saraf. Penyakit ini lebih dominan pada wanita
dewasa.Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya sindrom tarsal tunnel.
Soft-tissue masses dapat menimbulkan compression neuropathy dari bagian saraf
tibialis posterior. Contoh termasuk lipoma, tendon sheath ganglia, neoplasma pada
tarsal canal, nerve sheath dan nerve tumor, dan vena varicose. Tulang yang
menonjol dan exostoses dapat pula menimbulkan gangguan. Gangguan yang
timbul adalah gangguan sensorik yang bervariasi dari mulai sharp pain sampai
hilangnya sensasi, gangguan motorik dengan resultant atrophy dari intrinsic
musculature, dan gait abnormality (Contoh Overpronation dan pincang karena
nyeri dengan weight bearing).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Dejong RN. The Neurological Examination Revised by AF. Haerer, 5th ed,
JB Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-9.
2. Maurice Victor, Allan H. Ropper “ Disease of Spinal Cord, Peripheral
Nerve and Muscle”. Adams and Victors Principle’s of neurology. 7th ed.
USA: Mc Graw-Hill, 2011: 1433-4.

3. Persich G, Calhoun JH. Tarsal Tunnel Syndrome. www.medscape.com/


4. Bachrudin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Vol. 7 No, 14. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang; 2011.
5. Rambe Aldy, S. Sindrom Terowongan Karpal. Bagian Neurologi fakultas
Kedokteran USU. RSUP H. Adam Malik; 2004.

6. Nigel L, Ashworth. “Carpal Tunnel Syndrome”. Benjamin M Socher.

7. Aroori, Somaiah, Roy AJ Spence. Carpal Tunnel Syndrome. Ulster Med J


2008; 77 (1) 6-17

8. Salawati, Liza. Syahrul. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal Kedokteran


Syiah Kuala, Volume 14.

9. Ahmad M, Tsang K, Mackenney PJ, Adedapo AO. Tarsal tunnel


syndrome: A literature review. European Foot and Ankle Society. 2011
10. Antoniadis G, Scheglmann K. posterior tarsal tunnel syndrome: Diagnosis
and treatment. Dtsch Arztebl Int.2008;23(6):404-411
11. Rushbrook S, Chapman RW. Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) or Posterior
Tibal Neuralgia : Treatment-Exercise. . www.epainassist.com/ . Diakses :
30 Agustus 2017.
12. Ellison T, Saxena S. Tarsal Tunnel Syndrome: An Overview. Austin
Journal of Musculoskeletal Disorders. 2015. Diakses : 30 Agustus 2017.
13. Singh SK, Wilson MG,Chiodo CP. Tarsal Tunnel Syndrome And Its
Surgical Treatment. Brigham Foot And Ankle ServiceBrigham And
Women’s Hospital. 2014. Diakses : 3 September 2017
14. Consumer Education Committee. Tarsal Tunnel Syndrome. American
College of Foot and Ankle Surgeons,. 2006.Diakses 3 September 2017.

30

Anda mungkin juga menyukai