Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS KEMATIAN

BRONKOPNEUMONIA PADA MALNUTRISI

Presentan:
Rahmaniati, dr

Partisipan :
1. Adhiatma Yudhono, dr 7. Febby Ayudya Putri, dr 13. Resty Rezquita Septianti, dr
2. Ashri Mirawati, dr 8. Hanif Putra Gunadi, dr 14. Rinaldy Alexander, dr
3. Deassy Surya Maria Isya, dr 9. M. Raditya Fadhil, dr 15. Roy Christian, dr
4. Denty Hawa Firdaus, dr 10. Neng Lilis Nur Hasanah, dr 16. Siti Fatimah, dr
5. Dita Ayu Larasati, dr 11. Nurlaili Irintana Dewi, dr 17. Syafira Nurul Haque, dr
6. Fahmi Rilo Pambudi, dr 12. Raden Dian Mutmainah, dr

Dokter Pembimbing :
Imam Subekti, dr., SpA

INTERNSIP RSUD CILILIN


KABUPATEN BANDUNG BARAT
2018
BAB I
KASUS

1.1 Identitas Pasien


 Nama : An. MR
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tempat, tgl lahir : Bandung, 22 November 2017
 Umur : 3 bulan
 Alamat : Kp. Lebak Jambu Ds. Baranang Siang Kec.
Cipongkor Kabupaten Bandung Barat
 Tgl masuk : 28 Februari 2018
 Tgl pemeriksaan : 28 Februari 2018

1.2 Identitas Orang tua Pasien


 Nama ayah : Tn. T
 Umur : 19 tahun
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Karyawan
 Nama ibu : Ny. RJ
 Umur : 16 tahun
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1.3 Anamnesis
1.3.1 Keluhan Utama
Sesak napas

1.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa orang tuanya ke IGD RSUD Cililin sekitar pukul
00.30 dini hari dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan
semakin memberat sejak 1 hari ini. Sesak yang dirasakan terjadi perlahan-lahan,

2
terus-menerus dan semakin lama semakin memberat. Sesak semakin terlihat
ketika ibu pasien menyusuinya. Orang tua dan keluarga pasien tidak terlalu
memperhatikan adanya gerakan kembang kempis pada hidung pasien ataupun
dada pasien yang terlihat selama pasien bernapas.
Keluhan sesak napas disertai dengan adanya demam dan batuk berdahak
yang muncul sejak 2 minggu SMRS. Keluhan batuk berdahak dirasakan muncul
tiba-tiba dan terjadi hilang timbul. Batuk berdahak terjadi pada waktu yang tidak
menentu. Keluhan demam dirasakan tidak langsung tinggi dan terjadi terus
menerus. Demam terutama dirasakan tinggi pada malam hari. Demam sempat
turun tetapi tidak mencapai suhu normal ketika ibu pasien memberikan obat
penurun demam (parasetamol) kepada pasien. Orang tua pasien juga mengeluhkan
adanya lemas badan pada anaknya, disertai dengan keinginan menetek yang
berkurang. Selain itu, terdapat juga keluhan benjolan sebesar telur puyuh di
selangkangan kiri pasien yang dapat keluar masuk sekitar 1,5 bulan yang lalu,
namun sekarang benjolan tersebut tidak dapat masuk. Pasien masih dapat buang
air besar, buang angin dan tidak tampak adanya kemerahan di area sekitar
benjolan.
Orang tua pasien menyangkal adanya keluhan mengorok saat tidur, tiba-
tiba terbangun saat tidur lalu merasa sesak. Ibu pasien juga menyangkal bahwa
pasien pernah memasukkan benda asing ke dalam mulut, tersangkut dan tidak bisa
keluar atau adanya riwayat tersedak oleh suatu benda atau makanan. Orang tua
pasien juga menyangkal adanya sesak disertai dengan suara mengi, atau rewel
ketika terjadi perubahan posisi miring ke kiri atau ke kanan. Keluhan batuk terus-
menerus terus-menerus sampai wajah pasien memerah disangkal. Keluhan batuk
lebih dari 3 minggu disertai benjolan pada leher dan riwayat kontak dengan
penderita TB disangkal. Keluhan kebiruan di sekitar bibir, wajah dan di telapak
tangan dan kaki saat menyusui disangkal. Keluhan mencret dan muntah yang
terus-menerus juga disangkal. Namun, ibu pasien mengatakan bahwa semenjak
menggunakan susu formula, anaknya selalu BAB cair, terkadang dengan ampas
tetapi ibu pasien tidak pernah memeriksakan pasien. Adanya penurunan kesadaran,
kejang, tiba-tiba berhenti napas, atau tidak dapat minum disangkal oleh ibu pasien.

3
Ibu pasien mengatakan bahwa ayah pasien merupakan seorang perokok aktif
dan sering merokok di sekitar pasien. Pasien lahir prematur dengan berat 2200
gram dan sempat dilakukan perawatan di rumah sakit sampai berat badan 2500
gram. Ibu pasien juga mengaku bahwa pasien tidak melakukan imunisasi secara
rutin, ibu pasien hanya mengingat bahwa pasien hanya dilakukan imunisasi
sebanyak 1x di lengan kanan dan tidak ingat saat usia berapa bulan. Pasien juga
tidak diberikan ASI eksklusif, ibu pasien memberikan susu formula sejak usia 1
bulan. Selama keluhan, orangtua pasien sudah membawa pasien ke bidan dan
dokter tetapi belum ada perbaikan, obat yang diberikan oleh bidan dan dokter
tidak dibawa dan ibu pasien hanya ingat diberikan obat penurun demam dan
antibiotik namun tidak mengingat nama obatnya.

1.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan ini baru dirasakan pertama kali. Pasien pernah dirawat di rumah
sakit ketika baru lahir karena berat badan bayi yang rendah.

1.3.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan dan riwayat penyakit yang
sama seperti pasien.

1.3.5 Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien merupakan anak ke pertama. Selama masa kehamilan ibu pasien
tidak rutin melakukan kontrol kehamilan ke bidan. Ibu menyangkal adanya
riwayat muntah berlebihan pada awal kehamilan, riwayat tekanan darah tinggi,
perdarahan, keputihan, demam atau sakit dan riwayat jatuh selama masa
kehamilan. Ibu pasien juga menyangkal mengonsumsi obat-obatan selama
kehamilan, ibu pasien pasien juga jarang mengonsumsi vitamin yang diberikan
oleh bidan.
Mendekati proses persalinan, riwayat demam atau sakit disangkal, namun
ibu pasien mengalami ketuban pecah dini. Pasien dilahirkan di daerah Padalarang
dengan bantuan bidan pada usia kehamilan kurang bulan (ibu pasien mengatakan
pasien dilahirkan saat usia kehamilan 9 bulan kurang 2 minggu), dengan berat

4
badan lahir 2200 gram dan panjang badan lahir 47 cm. Ibu pasien tidak ingat
lingkar kepala pasien saat lahir. Pasien dilahirkan secara spontan (pervaginam)
dengan letak kepala, warna ketuban sedikit keruh namun tidak berbau. Riwayat
persalinan lama disangkal. Setelah lahir, pasien tidak langsung menangis, gerakan
kurang aktif, riwayat pemberian vitamin K tidak diingat oleh ibu pasien, tidak ada
penyulit seperti terlilit tali pusar dan kebiruan. Pasien kemudian dirujuk ke rumah
sakit untuk perawatan di dalam inkubator, dilakukan pemberian sinar dan
diperbolehkan pulang saat BB pasien 2500 gram.

1.3.6 Anamnesis Makanan


 0 – saat ini : ASI
 1 – saat ini : Susu Formula, selain itu terkadang pasien diberikan
biskuit oleh ibunya.

1.3.7 Riwayat Imunisasi


Ibu pasien tidak mengingat imunisasi apa saja yang sudah diberikan
kepada pasien. Seingat ibu pasien, pasien hanya diberikan imunisasi sebanyak 1x
di lengan atas kanan. (pemberian imunisasi BCG)

1.3.8 Riwayat Tumbuh Kembang


Berdasarkan penilaian motorik kasar, pasien belum dapat mengangkat
kepalanya 45o, secara motorik halus pasien dapat menggenggam benda, verbal
pasien dapat mengeluarkan suara o-ah, dan personal sosial hanya bisa menatap
wajah.

1.4 Pemeriksaan Fisik


Assessment Awal di IGD
 Kesadaran : letargi
 Keadaan umum : tampat sakit berat
 Tanda vital :
- Tekanan darah : tidak dilakukan
- Nadi : 102 kali/menit, reguler, equal, isi cukup

5
- Respirasi : 69 kali / menit, reguler
- Suhu : 38,7 OC

 Antropometri :
- BB : 3200 gram
- TB : 54 cm

 Status gizi :

6
7
- BB / U : di bawah -3SD (gizi buruk)
- PB / U : di bawah -3SD (gizi buruk)
- BB/PB : di garis -3 SD (perawakan sangat pendek)
- Kesan : gizi buruk

Kepala
 Bentuk : normosefal, UUB datar
 Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
 Rambut : hitam halus, tidak mudah rontok
 Mata : edema palpebrae (-/-), konjungtiva anemis -/-, sclera
icteric -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+
 Telinga : lokasi normal, simetris, bentuk normal, sekret (-)
 Hidung : lokasi normal, deviasi septum (-), sekret (-/-), epistaksis
(-/-), pch (+).
 Mulut :
 Bibir : perioral sianosis (-)
 Gigi : tidak dilakukan
 Gusi : tidak dilakukan
 Mukosa : basah, lembab
 Lidah : tidak ada kelainan
 faring : sulit dinilai

8
 Tonsil : sulit dinilai
Leher
 JVP : tidak meningkat
 Kel. Tiroid : tidak ada pembesaran
 KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks
 Inspeksi : bentuk normal, pergerakan simetris, retraksi
suprasternal, retraksi intercostal (+)
 Palpasi : tidak dilakukan
 Auskultasi :
 Bunyi paru anterior : VBS kanan=kiri, ronkhi (+/+), wheezing (-/-),
slem (+/+)
 Bunyi paru posterior : VBS kanan=kiri, ronkhi (+/+), wheezing (-/-),
slem (+/+)
 Bunyi jantung S1, S2 murni regular, murmur (-) gallop (-)

Abdomen
 Auskultasi : bising usus (+) normal, frekuensi 8x
 Inspeksi : datar, lembut
 Palpasi : lembut, liver dan lien tidak terdapat pembesaran, turgor normal
 Perkusi : timpanik
Inguninal sinistra : benjolan berukuran ±3,5 cm, kemerahan (-), mobile,
konsistensi lunak, nyeri tekan sulit dinilai.
Genital : tidak dilakukan
Ekstremitas
Bentuk normal, deformitas (-)
Sianosis perifer (-), petechiae(-) clubbing finger (-)
Akral hangat
CRT < 2 detik

Neurologis:
Tanda rangsang meningens:

9
 Kaku kuduk (-)
 Burdzinski I, II, III : (-)
 Kernig’s Sign : (-)
Refleks Fisiologis:
 Biceps tendon reflex : +/+
 Triceps tendon reflex : +/+
 Knee-patellar reflex : +/+
Refleks Patologis:
 Babinski : -/-

1.5 Resume
Pasien MR berusia 3 bulan datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari
SMRS, timbul perlahan, terjadi terus-menerus dan semakin memberat. Keluhan
disertai dengan batuk berdahak dan demam sejak 2 mingu SMRS, keinginan
menetek pasien berkurang, dan pasien terlihat lemas. Pasien lahir dalam usia
kurang bulan dengan riwayat pemberian vitamin K dan imunisasi sebanyak 1x.
Pasien minum ASI + susu formula dan terkadang orang tua pasien memberikan
biskuit untuk pasien. Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan terdapat
keterlambatan yang terdapat pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pasien dalam keadaan status gizi buruk,
keadaan umum pasien tampak sakit berat, kesadaran letargi, tanda-tanda vital
ditemukan suhu febris, dan takipnea, pada bibir ditemukan sedikit kering dan
terdapat PCH. Pemeriksaan toraks ditemukan retraksi interkostal dan ronki (+/+)
slem (+/+), pemeriksaan inguinal sinistra ditemukan hernia inguinal ireponibel.

1.6 Diagnosis Banding


Diagnosis utama :
1. Bronchopneumonia berat ec Streptococcus pneumonia
2. Bronchopneumonia berat ec Chlamydia trachomatis
3. Bronchopneumonia berat ec Staphylococcus aureus
Diagnosis tambahan :
- Hernia Inguinalis Sinistra Ireponibel

10
Penyulit : Malnutrisi Berat, Global Delay Development

1.7 Usulan Pemeriksaan


 Hematologi rutin (Hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit, hitung
jenis)
 Rongent Toraks PA
 Kultur darah dan resistensi
 PCR

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin : 9,8 g/dL
Hematokrit : 30%
Leukosit : 20.600/mm3
Trombosit : 178.000/mm3

Hitung Jenis Leukosit


Neutrofil Segmen : 50%
Neutofil Batang : 0%
Limfosit : 40%
Monosit : 10%
Eosinofil : 0%
Basofil : 0%

Glukosa sewaktu : 67mg/dL

Pemeriksaan Rontgen Thorax AP

11
Ekspertise Rontgen Thorax AP:
- Cor: CTR tidak valid dinilai, batas kanan jantung sebagian tertutup
perselubungan
- Sinuses tajam, diafragma normal
- Pulmo : hili kanan normal, kanan tertutup bayangan jantung
- Corakan bronkovaskuler normal
- Tampak perselubungan pada kedua parenkim, air bronkogram (+)
Kesan:
Perselubungan pada kedua parenkim, air bronchogram (+)
Bronkopneumonia
Saran: mohon korelasi klinis dan lab

1.9 Diagnosis Kerja

12
- Bronchopneumonia berat ec Streptococcus pneumonia + Malnutrisi
Berat + Global Delay Development + Anemia ec. Underlying disease
dd/ anemia defisiensi besi + Hernia Inguinalis Sinistra Ireponibel

1.10 Penatalaksanaan
Umum
1. Rawat inap di ruang HCU (penuh) → Ruang Rawat Inap Observasi
(penuh) → keluarga pasien menolak dirujuk dan bersedia dirawat di
RSUD Cililin dengan fasilitas yang ada
2. O2 2L/m bila sesak, atau saturasi <90%
3. Pemasangan NGT, pasien dipuasakan
4. Infus cairan mantainance (100% dari kebutuhan basal):
Holiday segar (bb= kg) : 100x3,2 = 320 ml/24 jam
Tetesan mikro : 320ml : 24 jam= 13gtt/menit
D10% 13gtt/menit

Edukasi
1. Orang tua pasien dan keluarga perlu mengetahui kondisi pasien saat ini
dalam keadaan yang buruk yang membutuhkan perawatan intensif
demi kesembuhan pasien
2. Penting bagi orang tua pasien untuk melakukan catch up imunisasi
pada pasien, dengan faktor risiko penyakit yang mudah dialami pasien
dalam kondisi malnutrisi
3. Orang tua pasien juga sangat perlu tahu bagaimana memberikan
asupan nutrisi kepada pasien
4. Selama perawatan orang tua pasien perlu untuk turut memantau
kondisi pasien bilamana terjadi perburukan

Khusus
1. Cefotaxime 3 x 150 mg IV
2. Gentamisin 1 x 25 mg IV
3. Paracetamol 3 x 30 mg IV

13
1.11 Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad malam
 Quo ad functionam : dubia ad malam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam

1.12 Follow-up
Objektif
Waktu Subjektif Assessment Planning
N R/ SpO2 S
28 Februari 2018
Pemasangan
O2 via nasal
28/02/18 Pasien Kes:
canule,
01.00 tampak Lethargy 70%
SpO2
(IGD) sesak
menjadi
95%
Kondisi
Kesadaran : pasien
Pasien
Compos stabil,
01.30 masih
mentis, pasien
(IGD) tampak
menangis dinaikkan
sesak
kuat ke ruang
rawat inap
Pasien
02.30 tampak Kes: 69x/m
130x/m 38,7oC
(Ruangan) sangat Letargi 54%
sesak
135x/m 70 38,8oC
02.45
52
150x/m 70 38,5oC Pasang
03.00
46 NRM
180x/m 70 38,7oC NRM
03.10
56 10lpm
176x/m 70 38,5oC
03.30 O2 3 lpm
70
132x/m 70 38,0oC
03.45
82
146x/m 67 37,8oC
04.00
94
140x/m 69 37,7oC
04.30
94
142x/m 67 37,7oC
05.00
96
122x/m 70 37,6oC
05.15
80
118x/m 68 37 oC
05.30
77
138x/m 69 37,2oC
05.45
90

14
140x/m 70 37 oC
06.00
80
Kes: CM
Mulut:
perioral
Sesak (+)
sianosis (-)
Demam
Hidung:
(-) batuk
PCH (+)
berdahak
Thorax:
(+)
07.00 pulmo: vbs
muntah (- 72x/m
(Follow ka=ki, rh 158x/m 36,8oC
) BAK 90%
Up) +/+, wh -/-,
normal,
slem +/+
BAB
Eks:
normal,
CRT<2’,
cair
akral
<3x/hari
hangat,
akrosianosis
(-)
79
08.00 140x/m 37,4oC
84
Advis
tambahan
Cek residu,
08.30 jika 0:
ASI 4x15cc
ASI 4x30cc
personde
74
09.00 140x/m 37,8oC
93
69
10.00 142x/m 37,4oC
92
Cek residu 3
jam
Residu
65 kemudian,
11.00 0,5cc, darah 138x/m 37,3oC
94 perlahan
(+)
jangan
traumatik
67
12.00 145x/m 37,8oC
96
65
13.00 143x/m 37 oC
97
Residu
Cek residu 3
NGT 0,5cc, 64
14.00 150x/m 37,2oC jam
darah (+), 96
kemudian
keruh (+)
70
15.00 152x/m 37,5oC
96
62
16.00 148x/m 37 oC
95
Cek
Residu/6
Residu
63 jam (22.00)
17.00 NGT 0,2cc, 143x/m 37,3oC
97 Ranitidin
keruh
2x3mg
(0,12cc)
18.00 150x/m 70 37,5oC

15
96
72
19.00 150x/m 37,3oC
95
65
20.00 148x/m 37,0oC
97
67
21.00 142x/m 37,2oC
97
62
22.00 147x/m 37,8oC
97
ASI 4x15cc
personde
Residu
Rehidrasi
NGT 0
Cairan
Kes: letargi
30cc x
UUB :
3,2kg =
sangat
96cc dalam
cekung,
1 jam
mata
Dk Tetap + pertama,
cekung, air 60
23.00 150x/m 38,7 Dehidrasi dilanjutkan
mata 97
Berat 70cc x
sedikit,
3,2kg = 224
mukosa oral
cc dalam 5
sedikit
jam
lembab,
berikutnya.
turgor
Cek status
kembali
dehidrasi
lambat
pos
rehidrasi
01 Maret 2018
Kes: letargi
UUB :
Melanjutkan
cekung,
rehidrasi
mata
70cc x
cekung, air
3,2kg = 224
mata
cc dalam 5
sedikit, 57
00.00 130x/m 38,5 jam
mukosa oral 97
berikutnya.
sedikit
Cek status
lembab,
dehidrasi
turgor
pos
kembali
rehidrasi
sedikit
lambat
145x/m 60
01.00
96%
70
02.00 150x/m
96%
57
03.00 130x/m
97%
40x/m
04.00 125x/m 39,8 O2 5 lpm
80%
UUB : datar
Dk Tetap +
mata Rehidrasi
40x/m Dehidrasi
05.00 sedikit 100x/m 3,2 x 75cc =
90% ringan
cekung, air 240cc/3 jam
sedang
mata ada,

16
mukosa oral
sedikit
lembab,
turgor
kembali
cepat
Gasping
Dk tetap +
SpO2
06.00 60x/m Respiratory Bagging
Sulit
Failure
dinilai
Apneu
06.30 RJP 5 siklus
Pupil Midriasis
06.40 Pasien dinyatakan meninggal

17
BAB II
TEORI

2.1 Bronkopneumonia dalam Malnutrisi


2.1.1 Definisi
A. Bronkopneumonia
Pneumonia merupakan peradangan jaringan parenkim paru, distal dari
bronkialis terminal, mencakup bronkial respiratori dan alveolus, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan mengganggu pertukaran gas setempat.
Istilah pneumonia biasanya digunakan untuk proses akut akibat infeksi
(penyebab tersering), sedangkan proses non-infeksi lazim disebut pneumonitis.
Sedangkan bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobulus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

2.1.2 Epidemiologi
Secara global, pneumonia merupakan penyakit infeksi tertinggi yang
menyebabkan kematian anak di bawah usia 5 tahun. Pneumonia di Indonesia
berdasarkan Riskesdas 2007 menduduki peringkat ke-2 (15,5%) setelah diare
(25,2%) sebagai penyebab kematian bayi dan anak.
Malnutrisi didefinisikan dengan gizi buruk, perawakan pendek dan
defisiensi nutrisi spesifik yang berhubungan dengan hampir setengah dari jumlah

18
seluruh kematian pada anak. Tahun 2013, kurang dari 1 dari 6 anak-anak di dunia
yang membutuhkan penatalaksanaan malnutrisi dapat diobati.
Meskipun pneumonia memiliki akibat secara langsung terhadap kematian,
keadaan malnutrisi meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan pneumonia.
Hal ini terjadi karena pada anak dengan malnutrisi, terkadang gejala klinis akan
sulit ditentukan sehingga tenaga kesehatan hanya memberikan obat antibiotik oral
ketika pasien pneumonia dengan malnutrisi tidak menunjukkan komplikasi
apapun.

2.1.3 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya pneumonia di negara berkembang diantaranya
adalah:
1. Kemiskinan yang luas.
Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan
rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.
2. Derajat kesehatan rendah.
Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk
infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain
seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng
(Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya
kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI
dan imunisasi yang tidak adekuat memperburuk derajat kesehatan.
Anak-anak yang tidak disusui ASI memiliki risiko kematian yang lebih
tinggi akibat pneumonia, hanya 2 dari 5 bayi di bawah 6 bulan yang
mendapatkan ASI eksklusif dan mayoritas anak di bawah usia 2 tahun tidak
mendapatkan diet minimun yang sesuai.
3. Status sosio-ekologi buruk.
Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan,
daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat
penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi),
dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu

19
yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal
yang salah.
4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil.
Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang.
Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di
seluruh dunia 87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah
penduduk di negara ber penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di
pakai untuk sebagian besar (84%) penduduk di negara
berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup
menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk
diagnostik dan terapeutik tidak adekuat dan tidak memadai, tenaga
kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas
kesehatan sangat kurang.
5. Proporsi populasi anak lebih besar.
Di negara berkembang yang umumnya berpenghasi lan rendah proporsi
populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara
berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya
proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan
pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.

2.1.4 Etiologi
Etiologi pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, seperti tabel di
bawah ini:

20
2.1.5 Diagnosis
A. Anamnesis
- Demam tinggi
- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen bahkan bisa berdahak
- Sesak napas
- Kesulitan makan/minum

21
- Tampak lemah
- Gelisah, rewel
- Pada bayi, gejala tidak khas, sering kali tanpa demam dan
batuk
- Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen,
serta muntah
B. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok usia tertentu.
Neonatus: sering dijumpai takipnea, grunting, pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, sianosis, dan malas menetek
Bayi yang lebih besar: jarang ditemukan grunting. Gejala lain yang
sering terlihat adalah batuk, panas, dan iritabel. Anak prasekolah, selain
gejala di atas, dapat ditemukan batuk produktif/nonproduktif, dan dispnea.
Anak sekolah dan remaja, gejala lainnya yang dapat dijumpai yaitu nyeri
dada, nyeri kepala, dehidrasi, dan letargi. Takipnea berdasarkan WHO:
Usia <2 bl → ≥60×/mnt
Usia 2–<12 bl → ≥50×/mnt
Usia 1–5 th → ≥40×/mnt
Takipnea terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam
mendiagnosis pneumonia Menurut WHO 2016 klasifikasi pneumonia pada
anak dibagi menjadi :
Bukan Batuk
Pneumonia
Pneumonia Batuk
Napas cepat dengan atau tanpa retraksi dinding dada
Pneumonia Batuk
berat Tanda pneumonia disertai tanda bahaya (tidak dapat
minum, muntah persisten, kejang, penurunan kesadaran,
stridor dan malnutrisi berat)

22
Auskultasi → fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar,
mungkin tidak ditemukan pada bayi Iritasi pleura akan menyebabkan nyeri
dada; bila berat gerakan dada tertinggal waktu inspirasi, anak berbaring ke
arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu,
dan perut.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan saturasi oksigen dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai pneumonia
2. Foto Rontgen toraks proyeksi posterior-anterior (PA) atau foto lateral
(untuk tambahan, tetapi tidak rutin dilakukan)
Indikasi spesifik foto Rontgen toraks adalah pneumonia sangat berat,
dugaan komplikasi pneumonia (misal efusi pleura), atau tidak berespons
terhadap terapi yang diberikan, dan kecurigaan LTBI. Indikasi tambahan
lainnya adalah gejala atipikal dan pemantauan pada anak dengan kolaps
lobar atau gejala yang berlanjut Pemeriksaan foto Rontgen toraks ulang
hanya dilakukan bila pada foto sebelumnya didapatkan lobar collapse,
gambaran round pneumonia, atau bila gejala menetap atau memburuk. Pada
bayi dan anak yang kecil, gambaran radiologis sering tidak sesuai dengan
gambaran klinis. Foto Rontgen toraks tidak dapat membedakan antara
pneumonia bakteri dan pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik
dapat berupa: Konsolidasi lobar atau segmental disertai air bronchogram,
biasanya disebabkan infeksi Pneumoccocus spp. atau bakteri lain.
Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mikoplasma; gambaran
berupa corakan bronkovaskular bertambah, peribronchial cuffing, dan
overaeration; bila berat terjadi patchy consolidation karena atelektasis
Gambaran difus bilateral, corakan peribronkial bertambah, dan infiltrat
halus sampai ke perifer. Gambaran pneumonia karena S. aureus biasanya
menunjukkan pneumatokel.

23
3. Laboratorium
Jumlah leukosit >15.000/µL dengan dominasi neutrofil sering
didapatkan pada pneumonia bakteri, tetapi dapat pula karena pneumonia
nonbakteri.
Diagnosis pasti pneumonia bakterial yaitu dengan isolasi mikroorganisme
dari paru, cairan pleura, atau darah. Pengambilan spesimen dari paru sangat
invasif dan tidak rutin diindikasikan dan dilakukan.
Kultur darah hanya (+) pada 10−30% kasus.
Pemeriksaan C-reactive protein perlu dipertimbangkan pada pneumonia
dengan komplikasi dan dapat bermanfaat untuk melihat respons antibiotik.

2.1.6 Tatalaksana
Kriteria Rawat Inap
Bayi:
- Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
- Frekuensi napas >60x/m
- Distres pernapasan, apneu intermiten atau grunting
- Tidak mau minum atau menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak:
- Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
- Frekuensi napas >50x/m
- Distres pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tatalaksana Umum
1. Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan pada anak dengan saturasi oksigen <90% atau
dengan tanda sianosis sentral, kesulitan minum akibat sesak, merintih setiap

24
kali bernapas, tarikan dinding dada yang berat, penurunan kesadaran dan
frekuensi napas >70x/m. Setidaknya pemantauan saturasi oksigen dilakukan
setiap 3-4 jam.
2. Pada pneumonia berat atau asupan peroral kurang, berikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat (karena pada pneumonia berat terjadi
peningkatan sekresi hormon anti diuretik)
3. Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
4. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamana pasien
dan mengontrol batuk
5. Nebulisasi dengan beta 2 agonis dan/atau NaCL dapar diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
6. Nutrisi diberikan melalui NGT/IV pada anak dengan distres pernapasan
berat

Pemberian Antibiotik
Rekomendasi 1
- Anak-anak dengan pneumonia pernapasan cepat tanpa tanda chest
indrawing (tarikan dinding dada kebawah) atau tanda bahaya umum
harusnya diobati dengan amoksisilin oral 40 mg/kg/dosis 2x sehari
(80mg/kg/hari) selama 5hari
- Di daerah dengan prevalensi HIV rendah, beri amoksisilin selama tiga
hari
- Anak-anak dengan pneumonia yang bernafas cepat yang gagal dalam
pengobatan lini pertama dengan amoksisilin harus memiliki pilihan
rujukan ke fasilitas di mana ada pengobatan lini kedua yang sesuai.
Rekomendasi 2
- Anak usia 2-59 bulan dengan chest indrawing pneumonia harus diobati
dengan amoksisilin oral: paling sedikit 40mg/kg/dosis 2x sehari
(80mg/kg/hari) selama 5hari

25
Rekomendasi 3
- Anak-anak berusia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus diobati
dengan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai
pengobatan lini pertama.
• Ampicillin: 50 mg/kg, atau benzyl penicillin: 50 000 units per kg
IM/IV setiap 6 jam paling sedikit 5hari
• Gentamicin: 7.5 mg/kg IM/IV 1x/hari paling sedikit 5hari
• Ceftriaxone harus digunakan sebagai pengobatan lini kedua pada
anak-anak dengan pneumonia berat setelah gagal pada pengobatan lini
pertama
Rekomendasi 4
Ampisilin (atau penisilin bila ampisilin tidak tersedia) ditambah
gentamisin atau ceftriakson direkomendasikan sebagai rejimen antibiotik
lini pertama untuk :
– Terinfeksi HIV
– anak di bawah usia 5 tahun dengan chest indrawing pneumonia atau
pneumonia berat.
– yang tidak respon pengobatan dengan ampisilin atau penisilin
Rekomendasi 5
Pengobatan kotrimoksazol empiris untuk dugaan pneumonia Pneumocystis
jirovecii (sebelumnya Pneumocystis carinii) (PCP) direkomendasikan
sebagai pengobatan tambahan untuk Bayi yang terinfeksi HIV berusia di
atas 2 bulan sampai 1 tahun dengan pneumonia berat atau sangat parah.

Pneumonia pada anak malnutrisi berat


Ampisilin dan gentamisin merupakan antibiotik inisial Terapi suportif seperti
mempertahankan suhu, pencegahan hipoglikemia, dan pemberian nutrisi yang
tepat sangat penting untuk memperoleh hasil terapi yang baik

26
27
2.1.7 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan untuk pneumonia


- Vaksinasi dengan vaksin pertusis (DTP), campak, pneumokokus, dan H.
Influenzae
- Vaksin influenza untuk bayi >6 bl dan usia remaja
- Untuk orangtua atau pengasuh bayi <6 bl disarankan untuk diberikan
vaksin influenza dan pertusis

28
2.1.7 Komplikasi
Jika dalam 48 – 72 jam klinis tidak membaik/bahkan memburuk pikirkan
komplikasi:
Lakukan pemeriksaan foto toraks
O Pneumatocele

29
O Parapneumonic effusion (termasuk empiema)
O Pneumotoraks / Pneumomediastinum
O Abses Paru
O Sepsis (Septic shock, penyebaran infeksi ke organ lain seperti meningitis,
peritonitis dll)

2.1.8 Prognosis
Malnutrisi merupakan risiko yang signifikan untuk meningkatkan derajat
keparahan Pneumonia, durasi rawat inap yang lebih lama, dan kematian pada anak
di bawah 5 tahun dengan pneumonia.
Malnutrisi sebagai komorbid pneumonia dilaporkan memiliki 15x risiko
lebih tinggi menyebabkan kematian dibandingkan pneumonia tanpa malnutrisi.

2.2 Diare
2.2.1 Klasifikasi
1. Diare akut: diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari 14 hari
2. Diare persisten: diare yang berlangsung lebih dari atau sama dengan 14 hari.

2.2.2 Etiologi
1. Infeksi (Virus, bakteri, parasit)
2. Malabsorpsi Karbohidrat
3. Alergi
4. Keracunan Makanan

2.2.3 Dehidrasi
Berdasarkan derajat dehidrasinya, maka dehidrasi dapat digolongkan:
1. Tanpa dehidrasi
2. Dehidrasi ringan sedang
3. Dehidrasi berat

30
Gejala %
Mulut/
& Keadaan Mata Rasa Haus Kulit turun
Lidah
Tanda Umum BB

Minum Turgor
Tanpa
Baik, sadar Normal Basah normal, kembali <5
Dehidrasi
Tidak haus cepat
Dehidrasi Turgor
Gelisah, Cekung, Tampak
Ringan – Kering kembali 5 – 10
rewel* kering kehausan*
Sedang lambat*
Turgor
Letargik, Sangat
Dehidrasi Sangat Sulit, tidak kembali
Kesadaran cekung dan >10
Berat kering mau minum* sangat
menurun* kering
lambat*

Terapi Dehidrasi
1. Tanpa Dehidrasi

31
2. Dehidrasi Ringan-Sedang

32
3. Dehidrasi Berat

33
2.3. Resusitasi

34
2. 4 Tatalaksana MEP Berat

35
BAB III
PEMBAHASAN

Aspek Kasus Teori


Anamnesis Keluhan Utama: DD dengan Keluhan Sesak, dapat
Pasien bayi laki-laki terjadi pada
usia 3 bulan, sesak PULMO
napas sejak 2 hari TONSILOFARINGITIS:
SMRS, memberat 1 Keluhan mengorok saat tidur, tiba-tiba
hari SMRS. terbangun saat tidur lalu merasa sesak
Pergerakan kembang  disangkal
kempis hidung CORPUS ALIENUM :
ataupun dada tidak Benda asing masuk ke trachea
terlalu diperhatikan menyebabkan obstruksi, riwayat
keluarga tersedak, terjadi tiba-tiba  disangkal
ASMA :
Keluhan Penyerta: Sesak nafas terutama pada malam hari
Demam, batuk disertai suara mengi, batuk, riwayat
berdahak 2 minggu asma pada keluarga atau riwayat
SMRS atopik sebelumnya  disangkal
BRONCHIOLITIS :
Riwayat Pasien: Sesak nafas disertai dengan suara
BBLR, mengi, demam, sulit minum 
Tidak ASI eksklusif, disangkal
Paparan rokok, PNEUMONIA :
Riwayat imunisasi Batuk kering hingga berdahak, sesak,
tidak baik demam, sulit menetek
PERTUSIS :
Batuk terus menerus, ketika batuk
wajah menjadi merah  disangkal
TB PARU :
sesak yang disertai demam yang lama
dan hilang timbul disertai batuk lama
ataupun benjolan disekitar leher 
disangkal
EFUSI :
sesak terutama ketika perubahan posisi
 disangkal
NON PULMO
KELAINAN JANTUNG :
Kebiruan terutama saat menetek 
disangkal
ELECTROLYTE IMBALANCE
(ASIDOSIS METABOLIK) :
Riwayat pasien mencret dan muntah-
muntah  disangkal

36
Pembahasan :
Keadaan sesak napas terjadi selama 2
hari, yang dapat disingkirkan yaitu
corpus alienum, yang terjadi secara
tiba-tiba. Jika hanya dilihat dari
keluhan utama saja tanpa gejala
penyerta kemungkinan pada penyakit
yang lain masih belum bisa
disingkirkan.

Berdasarkan keluhan penyerta pada


pasien tidak ada riwayat terbangun
atau mengorok saat tidur  tonsilitis
disingkirkan

Keluhan penyerta pasien tidak ada


suara tambahan  Asma dan
bronkiolitis dapat disingkirkan namun
diagnosis bronkiolitis butuh
pemeriksaan fisik agar lebih dapat
menegakkan diagnosis
Keluhan batuk terus-menerus sampai
wajah menjadi merah  Pertusis
disangkal
Keluhan sesak tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi  efusi dapat
disingkirkan
Sesak napas, dengan demam, tanpa
riwayat kontak TB dan pembesaran
kelenjar tidak ada  TB dapat
disingkirkan
Riwayat BAB cair dan muntah tidak
ada  Electrolyte Imbalance dapat
disingkirkan
Riwayat kebiruan saat menetek
disangkal  Kelainan jantung dapat
disingkirkan

Dari keseluruhan anamnesis terdapat


diagnosis utama :
- Bronkopneumonia dengan diagnosis
banding bronkiolitis
Terdapat keluhan Benjolan pada selangkangan kiri
benjolan pada dengan riwayat keluar masuk
selangkangan kiri kemungkinan besar merupakan hernia
pasien inguinalis
Riwayat BAB cair Kemungkinan adanya intoleransi
semenjak diberikan laktosa ataupun alergi susu sapi.

37
susu formula Adanya perianal rash, riwayat atopik
di keluarga, riwayat kemerahan di pipi
tidak ditanyakan
Pada riwayat tumbuh Berdasarkan riwyat tumbuh kembang,
kembang, pasien mengalami keterlambatan lebih
Berdasarkan dari 2 aspek, maka kemungkinan
penilaian motorik pasien mengalami global delay
kasar, pasien belum development
dapat mengangkat
kepalanya 45o, verbal
pasien dapat
mengeluarkan suara
o-ah, dan personal
sosial hanya bisa
menatap wajah.
Pemeriksaan Pada pemeriksaan Pasien juga memiliki kurva
Fisik fisik: - ada hambatan pertumbuhan
Kes : Letargi berdasarkan kurva WHO
TTV didapatkan - Terdapat gejala pada saat masuk
tachypnea berat dan IGD : fast breathing dan chest
demam pada pasien indrawing dengan pemeriksaan
Terdapat PCH, thorax adanya ronchi
retraksi dinding dada
Pemeriksaan thorax: Berdasarkan kondisi tersebut,
rh +/+ slem +/+ kemungkinan bronkiolitis dapat
disingkirkan, dan pasien dapat
Berdasarkan plot ditegakkan mengalami pneumonia
kurva WHO, berat berdasarkan klasifikasi WHO
didapatkan status gizi 2016
pada pasien  Gizi
Buruk
Pemeriksaan inguinal Berdasarkan pemeriksaan a/r inguinal,
sinistra didapatkan pasien dapat didignosis Hernia
benjolan berukuran Inguinalis Sinistra Ireponibel
±3,5 cm, kemerahan
(-), mobile,
konsistensi lunak,
nyeri tekan sulit
dinilai, benjolan suit
dimasukkan dengan
pemeriksaan
abdomen BU (+)
Pemeriksaan Pemeriksaan DARAH
Penunjang Saturasi Oksigen Pada pemeriksaan darah didapatkan
Saturasi oksigen adanya kadar Hb yang rendah,
pasien, sempat 70% sehingga pasien dapat didiagnosis
saat di IGD dan 54% anemia dengan kemungkinan terjadi
saat di ruangan rawat akibat penyakit dasar atau kekurangan

38
inap besi

Pemeriksaan Darah Pada Bronkhopneumonia, dapat


Hemoglobin:9,8 g/dL dilakukan pemeriksaan darah:
Hematokrit : 30% Kadar leukosit >15.000 dengan
Leukosit:20.600/mm3 dominasi neutrofil sering didapatkan
Trombosit: karena pneumonia bakteri
178.000/mm3
Pada Bronkhopneumonia, dapat
Hitung Jenis Leukosit dilakukan pemeriksaan rontgen
Neutrofil S: 50% thorax bisa didapatkan infiltrat atau
Neutofil B : 0% perselubungan dengan air
Limfosit : 40% bronchogram
Monosit : 10%
Eosinofil : 0% Pembahasan :
Basofil : 0% Pada kasus didapatkan leukosit
20.600, dengan gambaran foro rontgen
Pemeriksaan thorax sugestif ke arah pneumonia
Rontgen Thorax
AP: Saran :
- Cor: CTR tidak Pemeriksaan kultur darah dapat
valid dinilai, batas dilakukan untuk mengetahui etiologi
kanan jantung pneumonia secara tepat
sebagian tertutup
perselubungan
- Sinuses tajam,
diafragma normal
-Pulmo : hili kanan
normal, kanan
tertutup bayangan
jantung
- Corakan
bronkovaskuler
normal
- Tampak
perselubungan pada
kedua parenkim, air
bronkogram (+)
Kesan:
Perselubungan pada
kedua parenkim, air
bronchogram (+)
Bronkopneumonia
Terapi Umum Pembahasan:
1. Rawat inap di - Berdasarkan kriteria rawat inap,
ruang HCU (penuh) pasien merupakan indikasi untuk
→ Ruang Rawat Inap dirawat inap karena adanya saturasi
Observasi (penuh) → oksigen ≤92%, Frekuensi napas

39
keluarga pasien
>60x/m, Distres pernapasan, Keluarga
menolak dirujuk dantidak bisa merawat di rumah
bersedia dirawat di- Pasien seharusnya dirawat di HCU
RSUD Cililin dengankarena bisa terjadi kemungkinan
fasilitas yang ada respiratory failure, dan membutuhkan
2. O2 2L/m bila observasi ketat karena saturasi oksigen
sesak, atau saturasi
awal yang tidak stabil meskipun
<90% dengan pemberian oksigen (impending
3. Pemasangan respiratory failure)
NGT, pasien
- Pasien dipuasakan dan dipasang
dipuasakan NGT (distres pernapasan berat),
4. Infus cairan
sehingga cairan kebutuhan basal dapat
mantainance (100% diberikan 100% parenteral
dari kebutuhan
- Antibiotik yang diberikan pada
basal): pasien sesuai dengan rekomendasi 3
Holiday segar (bb=WHO :
kg) : 100x3,2 = 320- Anak-anak berusia 2-59 bulan
ml/24 jam dengan pneumonia berat harus diobati
Tetesan mikro : dengan ampisilin parenteral (atau
320ml : 24 jam= penisilin) dan gentamisin sebagai
13gtt/menit pengobatan lini pertama.
D10% 13gtt/menit • Ampicillin: 50 mg/kg, atau benzyl
penicillin: 50 000 units per kg IM/IV
Khusus setiap 6 jam paling sedikit 5hari
1. Cefotaxime 3 x • Gentamicin: 7.5 mg/kg IM/IV
150 mg IV 1x/hari paling sedikit 5hari
2. Gentamisin 1 x • Ceftriaxone harus digunakan sebagai
25 mg IV pengobatan lini kedua pada anak-anak
3. Paracetamol 3 x dengan pneumonia berat setelah gagal
30 mg IV pada pengobatan lini pertama

Cefotaxime diberikan dengan


pertimbangan, obat golongan ampisilin
dudah diberikan sebelum pasien
masuk ke RS secara oral.

Pada pasien pneumonia dengan


malnutrisi berat : Terapi suportif
seperti mempertahankan suhu,
pencegahan hipoglikemia, dan
pemberian nutrisi yang tepat sangat
penting untuk memperoleh hasil terapi
yang baik
Prognosis  Quo ad vitam: dubia Malnutrisi sebagai komorbid
ad malam pneumonia dilaporkan memiliki 15x
 Quo ad functionam risiko lebih tinggi menyebabkan
: dubia ad malam kematian dibandingkan pneumonia
 Quo ad sanationam tanpa malnutrisi.

40
: dubia ad malam

Pada pasien didapatkan adanya dehidrasi berat, hal ini bisa terjadi kemungkinan
karena kebutuhan cairan parenteral tidak terpenuhi (infusan tidak menetes dengan
baik), maka seharusnya pada setiap pasien yang kebutuhan cairannya terutama
100% secara parenteral, harus menggunakan infus pump. Pasien mengalami
dehidrasi berat, dan dilakukan rehidrasi sesuai protap.

Pada pasien terjadi penurunan saturasi, dan juga penurunan heart rate. Penyebab
kematian pada pneumonia yang utama adalah hipoksia, ditandai dengan sianosis
sentral, saturasi oksigen <90%, sesak napas berat (merintih, tarikan dinding dada
yang dalam). Kemungkinan yang terjadi pada pasien juga diakibatkan karena
hipoksia. Tatalaksana yang seharusnya dilakukan sesuai dengan algoritma
resusitasi.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Undernutrition and pneumonia mortality. Desember 2015;2


www.thelancet.com/lencetgh
2. Effect of Severity of Malnutrition on Pneumonia in Children Aged 2M-5Y
at a Tertiary Care Center in Khammam, Andrha Pradesh: A Clinical Study.
SJAMS. 2014 2(6E):3199-202
3. Chisti, MJ; Salam, MA; Ashraf, A,ec. Clinical Risk Factors of Death From
Pneumonia in Chlidren with Severe Acute Malnutrition in an Urban Critical
Care Ward of Bangladesh.September 2013;8(9)
4. Buletin Jendela Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI Volume 3, Tahun
2010
5. Chisti, MJ; Tebruegge, M., dkk. Pneumonia in severely malnourished
children in developing countries – mortality risk, aetiology and valifity of
WHO clinical signs: a systematic review. Oktober 2009;14:1173-89
6. Interaction of diarrhea, pneumonia and malnutritiun in childhood: recent
evidence from developing countries. Oktober 2011;24(5):496-502
7. Problem Rodriguez, L; Cervantes E, dkk. Malnutrition an Gastrointestinal
and Respiratory Infection Children: A Public Health. Int. J. Environ.
2011;8 :1174-1205
8. Jones, K; Berkley J. Severe acute malnutrition and infection. Pediatric and
International Chile Health. 2014;34.
9. Marostica PJC, et al. CAP. Dalam: Kendig and Chernick’s. Disorders of the
Respiratory Tract in Children. Edisi ke-8;2012. h. 461-72.
10. Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia at
health facilities.
11. Panduan Pelayanan Medis Edisi-1 IDAI.
12. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-5. RSHS.
2014.

42

Anda mungkin juga menyukai