Anda di halaman 1dari 28

BAB I

KONSEP DASAR

A. Defenisi

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang
massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif
(lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang
disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri,
hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak
disertai edema dan hiperkolestrolemia.

B. Anatomi & Fisiologi

1. Anatomi

Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal
dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar
dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra
thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin
kurang sehingga waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid
yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh
kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla
marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks
mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis
renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya
terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri
dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan
pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula
lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat
dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus
proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285
mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle,
konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin
encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak
sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan
plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus
pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar
99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih
(Price,2001 : 785).
2. Fisiologi

Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini
sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output.

a. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan
hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per
luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa :
120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90
cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
b. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang
ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR :
120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga
yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin
dewasa). Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur :
1. 1-2 hari : 30-60 ml
2. 3-10 hari : 100-300 ml
3. 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
4. 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
5. 1-3 tahun : 500-600 ml
6. 3-5 tahun : 600-700 ml
7. 5-8 tahun : 650-800 ml
8. 8-14 tahun : 800-1400 ml
c. Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan
reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang
direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna.
Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat,
malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
d. Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick
limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
e. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes.
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara
reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.

D. Etiologi
Menurut Arif Mansjoer,2000 :488, sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut,
glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

E. Patofisiologi
Menurut Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :2017 :
 Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
 Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik
hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air.
Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
 Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma.
 Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria).
 Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.

F. Manifestasi Klinis
Menurut Betz, Cecily L.2002 : 335
 Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke
abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
 Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
 Pucat
 Hematuri
 Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
 Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
 Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

G. Penatalaksanaan
 Istirahat sampai edema tinggal sedikit
 Diet protein 3 – 4 gram/kg BB/hari
 Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan
respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50
mg/helama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis
metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
 Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari
luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.
 Antibiotika bila ada infeksi
 Digitalis bila ada gagal jantung.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz, Cecily L, 2002 : 335 :
1. Uji urine
 Protein urin – meningkat
 Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
 Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
 Berat jenis urin – meningkat
2. Uji darah
 Albumin serum – menurun
 Kolesterol serum – meningkat
 Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
 Laju endap darah (LED) – meningkat
 Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostic
 Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin

I. Komplikasi
Menurut Rauf, .2002 : .27-28 :
 Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
 Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
 Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
 Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
A. Pengkajian

1. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak
terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada
daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
2. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine
menurun.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa
dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tidak ada hubungan.
5. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
6. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.
a. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
b. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
c. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-
raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan
anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan
ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
d. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah)
yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli
atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

e. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan


dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
f. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala,
lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam
seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil,
meniru aktivitas orang dewasa.
g. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan
dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
8. Riwayat Nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya
adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi :
< 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
9. Pengkajian Persistem.
a. Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena
distensi abdomen
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa
dijumpai.
c. Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d. Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e. Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi
berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f. Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g. Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h. Sistem endokrin
Dalam batas normal
i. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.

j. Persepsi orang tua


Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
B. Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak


hospitalisasi).

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.

7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan
tubuh.

9. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan


protein dan cairan, edema.

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1 Kelebihan volume Tujuan : Mandiri : Perlu untuk menentukan
cairan Pasien tidak Kaji masukan yang relatif fungsi ginjal, kebutuhan
berhubungan menunjukkan terhadap keluaran secara penggantian cairan dan
dengan kehilangan bukti-bukti akurat. penurunan resiko
protein sekunder akumulasi cairan Timbang berat badan kelebihan cairan.
terhadap (pasien setiap hari (ataui lebih Mengkaji retensi cairan
peningkatan mendapatkan sering jika diindikasikan). Untuk mengkaji ascites
permiabilitas volume cairan yangKaji perubahan edema : dan karena merupakan
glomerulus. tepat) ukur lingkar abdomen sisi umum edema.
pada umbilicus serta Agar tidak mendapatkan
pantau edema sekitar lebih dari jumlah yang
Kriteria hasil: mata. dibutuhkan
Penurunan edema, Atur masukan cairan Untuk mempertahankan
ascites dengan cermat. masukan yang
Kadar protein darahPantau infus intra vena diresepkan
meningkat Untuk menurunkan
Output urine Kolaborasi : ekskresi proteinuria
adekuat 600 – 700 Berikan kortikosteroid Untuk memberikan
ml/hari sesuai ketentuan. penghilangan sementara
Tekanan darah dan Berikan diuretik bila dari edema.
nadi dalam batas diinstruksikan.
normal.
2 Perubahan nutrisi Tujuan : Mandiri : Monitoring asupan
kuruang dari Kebutuhan nutrisi Catat intake dan output nutrisi bagi tubuh
kebutuhan akan terpenuhi makanan secara akurat Gangguan nuirisi dapat
berhubungan Kaji adanya anoreksia, terjadi secara perlahan.
dengan malnutrisi Kriteria Hasil : hipoproteinemia, diare. Diare sebagai reaksi
sekunder terhadap Napsu makan baik Pastikan anak mendapat edema intestinal
kehilangan proteinTidak terjadi makanan dengan diet yangMencegah status nutrisi
dan penurunan hipoprtoeinemia cukup. menjadi lebih buruk.
napsu makan. Porsi makan yang Beri diet yang bergizi membantu pemenuhan
dihidangkan Batasi natrium selama nutrisi anak dan
dihabiskan edema dan trerapi meningkatkan daya
Edema dan ascites kortikosteroid tahan tubuh anak
tidak ada. Beri lingkungan yang asupan natrium dapat
menyenangkan, bersih, memperberat edema
dan rileks pada saat makan usus yang menyebabkan
Beri makanan dalam porsi hilangnya nafsu makan
sedikit pada awalnya anak
Beri makanan spesial dan agar anak lebih mungkin
disukai anak untuk makan
Beri makanan dengan cara untuk merangsang nafsu
yang menarik makan anak
untuk mendorong agar
anak mau makan
untuk menrangsang
nafsu makan anak
3 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri : Meminimalkan
infeksi Tidak terjadi Lindungi anak dari orang- masuknya organisme.
berhubungan infeksi orang yang terkena infeksiMencegah terjadinya
dengan imunitas Kriteria hasil : melalui pembatasan infeksi nosokomial.
tubuh yang Tanda-tanda infeksi pengunjung. Mencegah terjadinya
menurun. tidak ada Tempatkan anak di infeksi nosokomial.
Tanda vital dalam ruangan non infeksi. Membatasi masuknya
batas normal Cuci tangan sebelum dan bakteri ke dalam tubuh.
Ada perubahan sesudah tindakan. Deteksi dini adanya
perilaku keluarga Lakukan tindakan invasif infeksi dapat mencegah
dalam melakukan secara aseptik sepsis.
perawatan. Gunakan teknik mencuci Untuk meminimalkan
tangan yang baik pajanan pada organisme
Jaga agar anak tetap hangat infektif
dan kering Untuk memutus mata
Pantau suhu. rantai penyebar5an
Ajari orang tua tentang infeksi
tanda dan gejala infeksi Karena kerentanan
terhadap infeksi
pernafasan
Indikasi awal adanya
tanda infeksi
Memberi pengetahuan
dasar tentang tanda dan
gejala infeksi
4 Kecemasan anak Tujuan : Validasi perasaan takut Perasaan adalah nyata
berhubungan Kecemasan anak atau cemas. dan membantu pasien
dengan menurun atau Pertahankan kontak untuk tebuka sehingga
lingkungan hilang dengan klien. dapat menghadapinya.
perawatan yang Kriteria hasil : Upayakan ada keluarga Memantapkan
asing (dampak Kooperatif pada yang menunggu hubungan, meningkatan
hospitalisasi). tindakan Anjurkan orang tua untuk ekspresi perasaan.
keperawatan membawakan mainan atauDukungan yang terus
Komunikatif pada foto keluarga menerus mengurangi
perawat ketakutan atau
Secara verbal kecemasan yang
mengatakan tidak dihadapi.
takur. Meminimalkan dampak
hospitalisasi terpisah
dari anggota keluarga.

5 Perubahan proses Tujuan : Kenali masalah keluarga Mengidentifikasi


keluarga Pasien (keluarga) dan kebutuhan akan kebuutuhan yang
berhubungan mendapat informasi, dukungan dibutuhkan keluarga
dengan anak yang dukungan yang Kaji pemahaman keluarga Keluarga akan
menderita adekuat tentang diagnosa dan beradaptasi terhadap
penyakit serius. Kriteria hasil : rencana perawatan segala tindakan
Tekankan dan jelaskan keperawatan yang
profesional kesehatan dilakukan
tentang kondisi anak, Agar keluarga juga
prosedur dan terapi yang mengetahui masalah
dianjurkan, serta kesehatan anaknya
prognosanya Mengoptimalisasi
Gunakan setiap pendidikan kesehatan
kesempatan untuk terhadap
meningkatkan pemahamanUntuk memfasilitasi
keluarga Keluarga tentang pemahaman
penyakit dan terapinya Keluarga dapat
Ulangi informasi sesering mengidentifikasi
mungkin perilaku anak sebagai
Bantu keluarga orang yang terdekat
mengintrepetasikan dengan anak
perilaku anak serta Mempermantap rencana
responnya yang telah disusun
Jangan tampak terburu- sebelumnya
buru, bila waktunya tidak
tepat
6 Intoleransi Tujuan : Pertahankan tirah baring tirah baring yang sesuai
aktifitas Anak dapat awal bila terjadi edema gaya gravitasi dapat
berhubungan melakukan aktifitas hebat menurunkan edema
dengan sesuai dengan Seimbangkan istirahat dan ambulasi menyebabkan
kelemahan. kemampuan dan aktifitas bila ambulasi kelelahan
mendapatkan Rencanakan dan berikan aktivitas yang tenang
istirahat dan tidur aktivitas tenang mengurangi penggunaan
yang adekuat Instruksikan istirahat bila energi yang dapat
anak mulai merasa lelah menyebabkan kelelahan
Berikan periode istirahat mengadekuatkan fase
Kriteria hasil : tanpa gangguan istirahat anak
anak dapat menikmati
masa istirahatnya

7 Gangguan citra Tujuan : Gali masalah dan perasaan Untuk memudahkan


tubuh Agar dapat mengenai penampilan koping
berhubungan mengespresikan Tunjukkan aspek positif Meningkatkan harga diri
dengan perubahan perasaan dan dari penampilan dan bukti klien dan mendorong
penampilan masalah dengan penurunan edema penerimaan terhadap
mengikutin Dorong sosialisasi dengan kondisinya
aktivitas yang individu tanpa infeksi aktifAgar anak tidak merasa
sesuai dengan Beri umpan balik posisitf sendirian dan terisolasi
minat dan Agar anak merasa
kemampuan anak. diterima

Kriteria hasil :

8 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri : memberikan


kerusakan Kulit anak tidak Berikan perawatan kulit kenyamanan pada anak
integritas kulit menunjukkan Hindari pakaian ketat dan mencegah
berhubungan adanya kerusakan Bersihkan dan bedaki kerusakan kulit
dengan edema, integritas : permukaan kulit beberapa dapat mengakibatkan
penurunan kemerahan atau kali sehari area yang menonjol
pertahanan tubuh. iritasi Topang organ edema, tertekan
seperti skrotum untuk mencegah
Ubah posisi dengan terjadinya iritasi pada
Kriteria hasil: sering ; pertahankan kulit karena gesekan
kesejajaran tubuh dengan dengan alat tenun
baik unjtuk menghilangkan
Gunakan penghilang aea tekanan
tekanan atau matras atau karena anak dengan
tempat tidur penurun edema massif selalu
tekanan sesuai kebutuhan letargis, mudah lelah
dan diam saja
untuk mencegah
terjadinya ulkus

9 Resiko tinggi Tujuan : Mandiri : Untuk mendeteksi bukti


kekurangan Klien tidak Pantau tanda vital fisik penipisan cairan
volume cairan menunjukkan Kaji kualitas dan frekwensiUntuk tanda shock
(intravaskuler) kehilangan cairan nadi hipovolemik
berhubungan intravaskuler atau Ukur tekanan darah Untuk mendeteksi shock
dengan kehilangan shock hipovolemik Laporkan adanya hipovolemik
protein dan cairan, yang diyunjukkan penyimpangan dari normalAgar pengobatan segera
edema. pasien minimum dapat dilakukan
atau tidak ada
Kriteria hasil :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian SN di
Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per
tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan
perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar
pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak
yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital,
glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada
purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun
pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan
kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada tulisan ini hanya
akan dibicarakan SN idiopatik.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu membuat
asuhan keperawatan penyakit sindrom nefrotik pada anak
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui pengertian sindrom nefrotik
2. Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
3. Mengetahui patofisologi sindrom nefrotik
4. Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
5. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang sindrom nefrotik
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
A. Pengertian
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala
klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang
azotemia.
B. Gambaran Klinis
Sebagai sebuah sindroma (kumpulan gejala), tanda / gejala penyakit sindroma nefrotik
meliputi :
- Proteinuria
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemi
- Oedema
Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain hematuria, azotemia dan hipertensi
ringan. Proteinuria (85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam pemeriksaan
Esbach) . Selama terjadi oedema biasanya BJ Urine meningkat. Mungkin juga terjadi
penurunan faktor IX, Laju endap darah meningkat dan rendahnya kadar kalsium serta
hiperglikemia.
C. Etiologi

Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu
bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi
menjadi 4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan
2. Sindroma nefrotik sekunder
3. Sindroma nefrotik idiopati
4. Glumerulosklerosis fokal segmental
D. Patofisiologi
Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat
sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul
dapat terbagi menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati
yang tidak jelas penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat ditentukan
faktor predisposisinya; seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous
Diseminata, Purpura Anafilaktoid, Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai reaksi
terhadap hipersensitifitas (terhadap obat)
Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome
(MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya perubahan pada membran
glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama
albumin) keluar melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular
menyebabkan cairan plasma pindh ke ruang interstitisel, yang menghasilkan oedema dan
hipovolemia. Penurunan volume vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang
memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang
peninkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium dan Air, yang menyebabkan
bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein memiliki molekul
yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urine.
E. Evaluasi Diagnostik

Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine, dan abnormalitas lain.


Jarum biopsi ginjal mungkin dilakukan untuk pemriksaan histology terhadap jaringan renal
untuk memperkuat diagnosis.
Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 –15 gr/hari. Ini dapat
ditemukan dengan pemeriksaan Essbach. Selama edema banyak, diuresis berkurang, berat
jenis urine meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa toraks hialin, dan granula lipoid,
terdapat pula sel darah putih. Dalam urine ditemukan double refractile bodies. Pada fase
nonnefritis tes fungsi ginjal seperti : glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap normal
atau meninggi . Sedangkan maximal konsentrating ability dan acidification kencing normal .
Kemudian timbul perubahan pada fungsi ginjal pada fase nefrotik akibat perubahan yang
progresif pada glomerulus.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin normal atau meninggi
sehingga terdapat rasio Albumin-globulin yang terbalik, hiperkolesterolemia, fibrinogen
meninggi. Sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat menderita defisiensi Fe karena
banyak transferin ke luar melalui urine. Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah sering
rendah dalam keadaan lanjut kadang-kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.
F. Penatalaksanaan

a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak
berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan
tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein
yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia
akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi,
d. hindarkan menggosok kulit.
e. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
f. Kemoterapi:
g. Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek
samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5
mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat
dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus
peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi
h. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan
berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ).
Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit.
Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
i. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
j. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
k. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
l. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit
ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi
dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan
frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan
di rumahn sakit.

G. Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :


1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
H. Komplikasi

Penyulit (komplikasi) Sindrom Nefrotik tergantung dari beberapa faktor :


- Kelainan histopatologis
- Lamanya sakit
- Usia pasien
a) Malnutrisi, akibat hipolabuminemia berat.
b) Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan humoral, penurunan
gamma globulin serum.
c) Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa faktor pembekuan yang
menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
d) Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.
e) Kolap hipovolemia, akibat proteinuria yang berat.
f) Efek samping obat-obatan : diuretik, antibiotik, kortikosteroid, antihipertensi, sitostatika
yang sering digunakan pada pasien sindrom nefrotik.
g) Gagal ginjal.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.


b.Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat
badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak
pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di
siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada
kulit, mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
d. Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol )
jumlah darah, serum sodium
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L,
2004 : 550)
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi

3. Intervensi
Perencanaan KeperawatanKelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic
plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake
dan output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan,
tidak terjadi edema.
• Intervensi:
• Pantau, ukur dan catat intake dan output caira
• Observasi perubahan edema
• Batasi intake garam
• Ukur lingkar perut
• timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177) kolaborasi
pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan: Pola nafas adekuat
KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
• Intervensi:
– auskultasi bidang paru
– pantau adanya gangguan bunyi nafas
– berikan posisi semi fowler
– observasi tanda-tanda vital
– kolaborasi pemberian obat diuretic
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,
mempertahankan berat badan
Intervensi:
• tanyakan makanan kesukaan pasien
• anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
• pantau adanya mual dan muntah
• bantu pasien untuk makan
• berikan makanan sedikit tapi sering
• berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).
Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas
normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
• cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
• pantau adanya tanda-tanda infeksi
• lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive
• anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
• kolaborasi pemberian antibiotic
Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas
• Intervensi:
• pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
• rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
• anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
• berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
• inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
• berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
• ubah posisi tidur setiap 4 jam
• gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri
negative
Intervensi:
• gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
• dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
• berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
» Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
• observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
• identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
• berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindroma Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus proteinuri masif
lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari (dalam praktek, cukup > 3,0-
3,5 gr per 24 jam) disertai hipoalbuminemi kurang dari 3,0 gram per ml. Pada SN didapatkan
pula lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida,
serta adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan hipoproteinemi. Beberapa ahli
penyakit ginjal menambahkan kriteria lain :
1.Lipiduria yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltase cross bodies.
2.Kenaikan serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida
3.Sembab.
B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
3. semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum
terbuka.

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
2. Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
3. Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
4. Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.
5. Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
6. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
7. Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process
(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai