Askep Sindrom Nefrotik
Askep Sindrom Nefrotik
KONSEP DASAR
A. Defenisi
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang
massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif
(lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang
disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri,
hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak
disertai edema dan hiperkolestrolemia.
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal
dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar
dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra
thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin
kurang sehingga waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid
yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh
kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla
marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks
mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis
renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya
terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri
dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan
pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula
lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat
dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus
proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285
mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle,
konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin
encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak
sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan
plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus
pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar
99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih
(Price,2001 : 785).
2. Fisiologi
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini
sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac
output.
a. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan
hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per
luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa :
120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90
cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
b. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang
ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR :
120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga
yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin
dewasa). Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur :
1. 1-2 hari : 30-60 ml
2. 3-10 hari : 100-300 ml
3. 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
4. 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
5. 1-3 tahun : 500-600 ml
6. 3-5 tahun : 600-700 ml
7. 5-8 tahun : 650-800 ml
8. 8-14 tahun : 800-1400 ml
c. Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan
reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang
direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna.
Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat,
malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
d. Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick
limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
e. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes.
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara
reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
D. Etiologi
Menurut Arif Mansjoer,2000 :488, sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut,
glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
E. Patofisiologi
Menurut Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :2017 :
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler
berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik
hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air.
Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma.
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.
F. Manifestasi Klinis
Menurut Betz, Cecily L.2002 : 335
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke
abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
Pucat
Hematuri
Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
G. Penatalaksanaan
Istirahat sampai edema tinggal sedikit
Diet protein 3 – 4 gram/kg BB/hari
Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan
respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50
mg/helama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis
metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari
luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.
Antibiotika bila ada infeksi
Digitalis bila ada gagal jantung.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz, Cecily L, 2002 : 335 :
1. Uji urine
Protein urin – meningkat
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin – meningkat
2. Uji darah
Albumin serum – menurun
Kolesterol serum – meningkat
Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
Laju endap darah (LED) – meningkat
Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
I. Komplikasi
Menurut Rauf, .2002 : .27-28 :
Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
A. Pengkajian
1. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak
terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada
daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
2. Riwayat Kesehatan.
a. Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
b. Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine
menurun.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa
dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tidak ada hubungan.
5. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
6. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.
a. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
b. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
c. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-
raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan
anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan
ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
d. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah)
yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli
atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.
8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan
tubuh.
Kriteria hasil :
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu
bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi
menjadi 4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan
2. Sindroma nefrotik sekunder
3. Sindroma nefrotik idiopati
4. Glumerulosklerosis fokal segmental
D. Patofisiologi
Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat
sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul
dapat terbagi menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati
yang tidak jelas penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat ditentukan
faktor predisposisinya; seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous
Diseminata, Purpura Anafilaktoid, Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai reaksi
terhadap hipersensitifitas (terhadap obat)
Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome
(MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya perubahan pada membran
glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama
albumin) keluar melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular
menyebabkan cairan plasma pindh ke ruang interstitisel, yang menghasilkan oedema dan
hipovolemia. Penurunan volume vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang
memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang
peninkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium dan Air, yang menyebabkan
bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein memiliki molekul
yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urine.
E. Evaluasi Diagnostik
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak
berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan
tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein
yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia
akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi,
d. hindarkan menggosok kulit.
e. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
f. Kemoterapi:
g. Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek
samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5
mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat
dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus
peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi
h. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan
berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ).
Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit.
Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
i. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
j. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
k. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
l. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit
ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi
dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan
frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan
di rumahn sakit.
G. Prognosis
3. Intervensi
Perencanaan KeperawatanKelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic
plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake
dan output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan,
tidak terjadi edema.
• Intervensi:
• Pantau, ukur dan catat intake dan output caira
• Observasi perubahan edema
• Batasi intake garam
• Ukur lingkar perut
• timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177) kolaborasi
pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan: Pola nafas adekuat
KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
• Intervensi:
– auskultasi bidang paru
– pantau adanya gangguan bunyi nafas
– berikan posisi semi fowler
– observasi tanda-tanda vital
– kolaborasi pemberian obat diuretic
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,
mempertahankan berat badan
Intervensi:
• tanyakan makanan kesukaan pasien
• anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
• pantau adanya mual dan muntah
• bantu pasien untuk makan
• berikan makanan sedikit tapi sering
• berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).
Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas
normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
• cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
• pantau adanya tanda-tanda infeksi
• lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive
• anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
• kolaborasi pemberian antibiotic
Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas
• Intervensi:
• pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
• rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
• anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
• berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
• inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
• berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
• ubah posisi tidur setiap 4 jam
• gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri
negative
Intervensi:
• gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
• dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
• berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
» Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
• observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
• identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
• berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindroma Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus proteinuri masif
lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari (dalam praktek, cukup > 3,0-
3,5 gr per 24 jam) disertai hipoalbuminemi kurang dari 3,0 gram per ml. Pada SN didapatkan
pula lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida,
serta adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan hipoproteinemi. Beberapa ahli
penyakit ginjal menambahkan kriteria lain :
1.Lipiduria yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltase cross bodies.
2.Kenaikan serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida
3.Sembab.
B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
3. semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum
terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
2. Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
3. Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
4. Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.
5. Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
6. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
7. Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process
(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah.
Jakarta: EGC