Anda di halaman 1dari 47

BAB I

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon

trachea dan bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi

adanya penyempitan luas jalan napas dan derajatnya dapat berubah-ubah,

baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. (The American

Thoracic Society, 1962).

Asma bronchiale adalah obstruksi atau penyempitan sebagian dari

bronchus yang bersifat reversible disertai dengan berkurangnya aliran

udara dan wheezing. (J. Purnawan, 1997 ; 208).

Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan

bronchus reversible, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi mendekati

keadaan normal. (Sylvia AP, 1992 ; hal. 147).

2. Etiologi

Dari kategori asma, maka penyebab dari penyakit asma dapat digolongkan

sebagai berikut :

a. Asma ekstrensik atau alergik, disebabkan oleh alergen yang diketahui.

Bentuk ini biasanya ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit

atopik dengan demam jerami, eksema, dermatitis dan asma sendiri.

Asma ini disebabkan oleh kepekaan individu terhadap alergen.

1
b. Asma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor yang jelas.

Faktor – faktor yang non spesifik diduga penyakit influenza, latihan

fisik dan emosi.

c. Asma campuran, yang mana terdiri dari komponen-komponen asma

ekstrensik dan intrinsik.

3. Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan terdiri dari : hidung, pharynx, trachea, bronchus,

dan beonchiolus. Saluran nafas ini dilapisi oleh membran mukosa bersilia.

Pada saat udara masuk rongga hidung, maka udara akan disaring,

dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama

dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan

bersel goblet.

Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukosa yang disekresi oleh

sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel debu kasar dapat disaring dalam

rongga hidung, sedangkan yang lebih halus terjerat dalam lapisan mukosa.

Selanjutnya udara akan menuju pharynx dan larynx masuk ke trachea yang

bagian ujung bagian bawah bercabang dua yang merupakan cabang utama

bronchus kanan dan kiri.

Cabang utama-utama kanan disebut karina yang mengandung syaraf

dan dapat menimbulkan bronko spasme hebat dan batuk kalau syaraf-

syaraf tersebut terangsang.

2
Bronchus kanan lebih pendek dari bronchus kiri dengan posisi lebih

vertikal dengan bentuk dan ukuran yang lebih besar dari bronchus kiri.

Letak anatomis ini mempunyai makna yang penting dimana tabung

endotracheal terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara

paten yang sudah masuk dalam cabang utama bronchus kanan kalau udara

tidak tertahan pada mulut atau hidung.

Bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen

bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil yang

dinamakan bronchiolus terminalis. Oleh karena bronchiolus terminalis

tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga sudah melaksanakan fungsinya sebagai penghantar udara ke

tempat pertukaran gas paru-paru (alveolis) dan sakus alveolaris terminalis,

sebagai struktur akhir paru-paru yang berbentuk buah anggur.

4. Patofisiologi

Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada

bronchus dan terdiri dari spasme otot polos, oedema mukosa dan

hypersekresi mukus.

Mobilisasi sekret pada lumen dihambat oleh penyempitan saluran

udara dan mengelupasnya sel epitel bersilia, yang dalam keadaan normal

membantu membersihkan mukus.

Salah satu sel yang memegang peranan penting pada patogenesis

asma ialah sel mast. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus

3
misalnya alergen, infeksi, “exercise”, dan lain-lain. Sel ini akan

mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam-macam mediator

misalnya histamin, bradikinin, enzim-enzim dan peroksidase. Selain mast,

sel basofil dan beberapa sel lain dapat juga mengeluarkan mediator.

Bila alergen sebagai pencetus maka alergen yang masuk ke dalam

tubuh merangsang sel plasma/sel pembentuk antibodi lainnya untuk

menghasilkan antibodi reagenik (Ig E). selanjutnya Ig E akan beredar dan

menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast. Sel mast yang

demikian disebut sel mast yang tersensitasi. Alergen tersebut akan

menempel pada sel mast yang tersensitasi dan kemudian akan terjadi

degradasi dinding dan degranulasi sel mast. Mediator dapat bereaksi

langsung dengan reseptor di mukosa bronchus sehingga menurunkan siklik

AMP (Adenosin Mono Fosfat) kemudian terjadi bronkokontriksi. Mediator

dapat juga menyebabkan bronkokontriksi dengan mengiritasi reseptor

iritant.

Ujung syaraf vagus merupakan reseptor batuk dan reseptor taktil

(iritan) yang dapat terangsang oleh mediator, peradangan setempat dan

pencetus bukan alergen lainnya sehingga terjadi refleks parasimpatik,

kemudian bronkokontriksi.

Fase – fase terjadinya obstruksi bronchus

Terjadinya obstruksi bronchus dapat dimulai dari aktivitas biologik

pada mediator sel mast dan dapat dibagi dalam 3 (tiga) fase utama :

4
a. Fase cepat dan spasmogenik

Jika ada pencetus terjadilah peningkatan tahanan saluran nafas

yang cepat dalam 10 – 15 menit. Terdapat peningkatan faktor

komotaktik neutrofil sejalan dengan meningkatnya tahanan saluran

nafas. Fase cepat ini kemungkinan besar melalui kerja histamin

terdapat otot polos secara langsung atau melalui refleks vagal.

b. Fase Lambat dan Lama

Rangsangan bronkus oleh alergen spesifik menyebabkan

peninggian tahanan saluran nafas yang menghebat maksimum setelah

6 – 8 jam. Reaksi ini tergantung pada Ig E yang biasanya berhubungan

dengan pengumpulan netrofil 4 – 8 jam setelah rangsangan. Reaksi ini

juga berhubungan dengan reaktivasi sel mast. Lekotrin, prostaglandin

dan tromboksan mungkin juga mempunyai peranan pada reaksi ini

karena mediator ini menyebabkan kontraksi otot polos bronchus yang

lama dan oedema sub mukosa.

c. Fase Inflamasi Sub Acut atau Kronik

Mediator PAF (Platelet Activating Factor) yang dihasilkan oleh

sel mast, basofil dan makrofag dapat menyebabkan hipertropi otot

polos dan kerusakan mukosa bronchus. PAF juga dapat menyebabkan

bronkokontriksi yang lebih kuat.

5
5. Gambaran klinik

Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak nafas dan mengi’

(wheezing) dan pada sebagian penderita disertai rasa nyeri di dada. Pada

waktu serangan penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan

menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja

keras.

Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama, sehingga

kita mengetahui beberapa tingkatan penderita asma sebagai berikut :

a. Tingkat Pertama, yaitu penderita asma yang secara klinis normal, tanpa

kelainan pemeriksaan fisis maupun kelainan pemeriksaan fungsi

parunya. Pada penderita ini timbul gejala asma bila ada faktor

pencetus.

b. Tingkat kedua, yaitu penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan

pada pemeriksaan fisisnya, tetapi fungsi paru-parunya menunjukkan

tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

c. Tingkat ketiga, adalah penderita asma tanpa keluhan tetapi pada

pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan fungsi paru menunjukkan

tanda obstruksi jalan nafas. penderita ini sudah sembuh dari serangan

asmanya, tetapi bila tidak meneruskan pengobatannya akan mudah

mendapat serangan asma kembali.

d. Tingkat keempat, adalah penderita yang mengeluh sesak nafas, batuk

dan nafas berbunyi. Pada pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan

6
spirometri dan ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas. penderita

tingkat ini terbagi atas beberapa tingkat atau derajat.

Tabel 1 : Derajat Asma berdasarkan aktivitas jasmani

Keadaan Klinis/Kemampuan
Derajat
Aktivitas Jasmani

I A Dapat bekerja dengan agak susah, tidur kadang-


kadang terganggu.

Dapat bekerja dengan susah payah, tidur


B seringkali terganggu.

Tiduran/duduk, bisa bangun dengan agak susah,


II A
tidur terganggu.

Tiduran/duduk, bisa bangun dengan susah payah


B
Nadi 120 x/menit
III
Tiduran/duduk, tidak bisa bangun

Nadi > 120 x/menit


IV
Pasien tidak dapat bergerak lagi dan kelelahan.

Pada serangan asma yang berat gejala-gejala yang timbul makin

banyak antara lain:

1). Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama otot

sternokleidomastoideus.

2). Cianosis

3). Silent chest

4). Gangguan kesadaran

5). Penderita tampak letih

7
6). Hiperinflasi dada

7). Takikardia

e. Tingkat kelima, adalah status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat

medis berupa serangan asma acut yang berat bersifat refrakter

sementara, terhadap pengobatan yang diberikan/lasim dipakai.

Obstruksi jalan nafas harus diperhatikan dengan serius.

Scogging membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut :

a. Asma acut intermitten

Diluar serangan tidak ada gejala asma, fungsi paru tanpa

provokasi tetap normal. Penderita jarang jatuh kedalam status

asmatikus dan pengobatannya jarang memerlukan kortikosteroid.

Faktor pencetusnya berupa :

1.) Infeksi saluran nafas

2.) Kegiatan jasmani

3.) Lingkungan pekerjaan

4.) Obat-obatan seperti : asam asetil salisilat

5.) Golongan asma yang tidak klasik.

b. Asma Acut dan Status Asmatikus

Demikian beratnya asma sehingga penderita segera mencari

pertolongan. Bila serangan dapat diatasi dengan obat-obatan

adrenergik beta dan teofilin, disebut status asmatikus.

8
c. Asma Kronik Persisten

Pada pasien ini sering dijumpai gejala-gejala obstruksi jalan

nafas, sehingga diperlukan pengobatan yang terus menerus karena

jalan nafas terlalu sensitif.

Dari cara berbicara derajat asma dapat ditentukan sebagai berikut :

a. Asma ringan, pasien berbicara sering terhenti untuk menarik nafas.

b. Asma sedang, pasien berbicara satu kata – satu kata.

c. Asma berat, penderita tidak dapat berbicara lagi karena terlalu sesak.

6. Pemeriksaan Diagnosis

Umumnya diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala

yang klasik seperti sesak napas, batuk dan mengi’ (wheezing).

Adapun pemeriksaan penunjang yang penting dalam menegakkan

diagnosis adalah sebagai berikut :

a. Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel.

Peningkatan FEV, atau FVC sebanyak > 20% menunjukkan diagnosis

asma.

b. Tes provokasi, untuk menunjukkan hyperaktivitas bronchus.

Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah test provokasi

menunjukkan hyperaktivitas bronchus.

c. Pemeriksaan test kulit, untuk menunjukkan adanya antibodi Ig E yang

spesifik dalam tubuh. Test ini hanya menyokong anamnesis, karena

alergen yang menunjukkan test kulit positif (+) tidak selalu merupakan

9
penyebab asma, sedangkan hasil negatif (-) tidak selalu berarti tidak

ada faktor kerentanan kulit.

d. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik untuk menyokong

adanya penyakit atopi.

e. Pemeriksaan radiologi (foto thoraks), dilakukan bila ada kecurigaan

terhadap proses patologik di paru atau komplikasi asma.

f. Analisis gas darah, dilakukan pada penderita asma berat.

Pada keadaan tersebut dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan

asidosis respiratorik.

g. Pemeriksaan eosinofil dalam darah, dapat membantu membedakan

asma dengan bronchitis kronik. Pada penderita asma jumlah eosinofil

dalam darah biasanya meningkat.

h. Pemeriksaan sputum, untuk melihat adanya eosinofil dan meselium

Aspergilus Fumigatus.

7. Diagosis Banding

a. Bronchitis kronik

b. Empisema paru

c. Gagal jantung kiri akut

d. Emboli paru

e. Stenosis trachea

f. Carsinoma bronchus

g. Poliarteritis nodosa

10
8. Komplikasi

a. Pneumotoraks

b. Pneumodiastinum dan emfisema sub kutis

c. Atelektasis

d. Gagal nafas

e. Bronchitis

f. Fraktur iga

9. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchiale adalah :

a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.

b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan

serangan asma.

c. Memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya

mengenai penyakit asma baik mengenai cara pengobatan maupun

perjalanan penyakitnya.

Jenis obat yang diberikan tergantuna kepada riwayat pengobatan

sebelumnya serta derajat berat penyakit.

Secara klinis derajat berat penyakit asma dapat dibagi atas :

a. Asma Acut Intermitten

Obat-obat yang diberikan yaitu golongan adrenergik atau

teofilin.obat golongan adrenergik beta banyak dipilih karena bekerja

cepat terutama aerosol. Bila obat golongan adrenergik beta tidak

memberikan hasil yang memuaskan dapat ditambah teofilin oral

11
dengan dosis 4 mg.kg BB/kali dan apabila hal ini masih belum

menolong dapat ditambah prednison 30 – 40 mg untuk beberapa hari.

b. Asma Acut dan Status Asmatikus

Pada penderita asma acut dan status asmatikus, tindakan yang

segera dilakukan adalah pemberian O2 yang dilembabkan 2 – 4

liter/menit. Pada penderita dengan obat adrenergik beta tanpa respon

yang memuaskan hendaknya segera diberikan kortikosteroid.

Pada penderita dengan gagal nafas harus segera dirawat di ruang

intensif karena pertolongan yang tidak adekuat akan mengancam jiwa

penderita.

Pengobatan yang diberikan berupa :

1.) Obat-obat golongan adrenergik beta selektif.

2.) Teofilin dan kalau perlu pemberian kortikosteroid

Selain pengobatan diatas diberikan juga terapi sebagai berikut :

1.) Oksigen, 2-4 liter permenit.

2.) Infus cairan 2 – 3 liter/hari, penderita boleh minum

3.) Aminofilin 5 – 6 mg/kg BB, IV (dosis awal) dan 0,5 – 0,9 mg/kg

BB/jam (dosis pemeliharaan).

4.) Kortikosteroid, hidrokortison 4 mg/kg.BB IV atau Dexamethason

10 – 20 mg.

5.) Antibiotik bila ada tanda-tanda infeksi.

12
c. Asma Kronik Persisten

Pengobatannya bertujuan untuk mempertahankan keutuhan jalan

nafas seoptimal mungkin. Selain itu perlu disertai penyuluhan dan

pendidikan, baik terhadap penderita maupun keluarganya karena

kegagalan pengobatan mungkin disebabkan oleh ketidaktahuan

penderita cara memakai obat secara tepat.

Selain itu tidak kalah pentingnya adalah menghindari faktor

pencetus serangan asma.

Hal-hal yang perlu diperhatikan/dipertimbangkan :

1.) Fisioterapi : Terutama mengajarkan cara bernafas efektif

yang berguna pada serangan akut, serta dapat

membantu mengeluarkan sekret.

2.) Psikoterapi : Karena kadang-kadang penderita menunjukkan

anxietas yang bisa menghambat

penatalaksanaan perawatan dan pengobatan

penderita.

3.) Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya.

10. Prognosis

a. Tergantung pada tipe awal, manifestasi alergik mungkin akan

berkurang dengan bertambahnya usia.

b. Pengobatan di antara waktu serangan sering mencegah serangan akut.

13
c. Status asmatikus tetap merupakan sindrom yang mengancam jiwa

penderita.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat

keperawatan. Berbentuk pelayanan bio psiko spiritual yang komprehensif

ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan keperawatan

diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan

pengetahuan serta kurangnya kemampuan melaksanakan kegiatan mandiri.

Langkah-langkah proses keperawatan meliputi :

1. Pengkajian (assesment)

2. Perencanaan (nursing care planning)

3. Tindakan keperawatan (nursing intervention)

4. Evaluasi (nursing evaluation)

1. Pengkajian (assesment)

Data dasar pengkajian pasien dengan asma bronchiale

Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan, keletihan, malaise

Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari

karena sulit bernafas. Ketidakmampuan tidur, perlu tidur

dalam posisi duduk tinggi.

14
Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas

atau latihan.

Tanda : Keletihan

Gelisah, insomnia

Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda : Peningkatan tekanan darah

Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia.

Distensi vena leher (penyakit berat)

Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit

jantung.

Warna kulit/membran mukosa; normal atau abu-

abu/sianosis.

Pucat dapat menunjukkan anemia.

Integritas Ego

Gejala : Peningkatan faktor resiko

Perubahan pola hidup

15
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

Makanan/cairan

Gejala : Mual/muntah

Nafsu makan buruk/anoreksia

Ketidakmampuan makanan karena distress pernafasan.

Tanda : Turgor kulit buruk

Oedema dependen

Berkeringat

Penurunan berat badan, massa otot

Pernafasan

Gejala : Nafas pendek, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk

bernafas.

Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari.

Episode batuk hilang timbul.

Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi

kimia/iritan atau debu.

Faktor keluarga atau keturunan

Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus.

16
Tanda : Pernafasan biasa cepat

Penggunaan otot bantu pernafasan.

Dada; bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.

Bunyi nafas; ronchi, mengi’ sepanjang area paru

Perkusi : hyperresonan (jebakan udara), pekak pada area

paru (cairan, mukosa).

Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata

sekaligus.

Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor

lingkungan.

Adanya/berulangnya infeksi

Kemerahan/berkeringat

Seksualitas

Gejala : Penurunan libido

Interaksi sosial

Gejala : Hubungan ketergantungan

17
Kurang sistem pendukung

Kegagalan dukungan dari pasangan/orang terdekat

Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.

Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara

karena distress pernafasan.

Keterbatasan mobilitas fisik.

Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Sinar x dada : Dapat menyatakan hyperinflasi paru-paru,

mendatarnya diafragma, peningkatan area udara

retrosternal, hasil normal selama periode remisi.

b. Test fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnea, melihat

obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.

c. TLC : Meningkat

d. Volume residu : Meningkat

e. FEV/FVC : Rasio volume meningkat

f. GDA : Pa O2 menurun Pa CO2 menurun, pH normal

atau asidotik, alkalosis ringan sekunder.

g. Bronkogram : Untuk menunjukkan dilatasi silindris bronchus

saat inspirasi.

h. JDL dan differensial Peningkatan eosinofil

18
i. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi/jenis

kuman

j. EKG : Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P.

Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat timbul pada asma bronchiale :

a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme,

peningkatan produksi sekret.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,

spasme bronchus.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

dispnea, kelemahan, produksi sputum, mual/muntah.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret).

e. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengenal

sumber informasi.

2. Perencanaan (nursing care planning)

a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme,

peningkatan produksi sekret.

Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif tanpa adanya sumbatan pada

jalan nafas

Kriteria evaluasi, pasien akan :

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan evaluasi bunyi nafas

jelas/bersih.

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.

19
Intervensi :

1). Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Beberapa derajat spasme bronchus terjadi dengan

obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan

dengan adanya bunyi nafas.

2). Kaji/pantau frekuensi nafas

Rasional : Tacipnea biasanya pada beberapa derajat dan dapat

ditemukan pada penerimaan selama adanya proses

infeksi.

3). Catat adanya/derajat dispnea

Rasional : Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung

pada tahap kronis.

4). Beri posisi yang nyaman

Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi

pernafasan.

5). Pertahankan polusi lingkungan minimum

Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat

mentriger episode akut.

6). Dorong/bantu latihan nafas

Rasional : Memberikan pasien beberapa cara mengatasi dispnea.

20
7). Observasi karakteristik batuk

Rasional : Batuk sebagai variabel adanya sumbatan jalan nafas

bagian bawah.

8). Pertahankan masukan cairan sesuai indikasi

Rasional : Hidrasi membantu mengencerkan sekret.

9). Berikan obat sesuai indikasi

Rasional : Pengobatan yang akurat dapat mengurangi/menghi-

langkan gejala.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,

spasme bronchus.

Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas.

Kriteria evaluasi, pasien akan :

- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dan

bebas gejala distress pernafasan.

- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat

kemampuan/situasi.

Intervensi :

1.) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan

Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan.

2.) Beri posisi yang nyaman

21
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi

pernafasan.

3.) Kaji/awasi perubahan warna kulit dan membran mukosa

Rasional : Sianosis mengindikasikan beratnya hypoksemia.

4.) Dorong pengeluaran sputum

Rasional : Sekret adalah penyebab utama gangguan pertukaran

gas pada jalan nafas kecil.

5.) Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Adanya bunyi nafas tambahan mengindikasikan

spasme bronchus dan tertahannya sekret.

6.) Palpasi fremitus

Rasional : Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan

cairan.

7.) Awasi tingkat kesadaran/status mental

Rasional : Gelisah dan anxietas adalah manifestasi umum pada

hypoksia.

8.) Awasi tanda-tanda vital

Rasional : Takikardia dan perubahan tekanan darah dapat

menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi

jantung.

22
9.) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Rasional : Untuk mencegah memburuknya hypoksia.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

dispnea, kelemahan, produksi sputum, mual/muntah.

Tujuan : Terjadi pemenuhan nutrisi yang adekuat/sesuai kebutuhan

tubuh.

Kriteria evaluasi, pasien akan :

- Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

- Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan

atau mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi :

1.) Kaji kebiasaan diet klien

Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia

karena dispnea peningkatan sekret atau pengaruh obat.

2.) Auskultasi bunyi usus

Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan

motilitas gaster dan kontipasi (komplikasi umum).

3.) Berikan perawatan oral

Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah

utama dari nafsu makan.

4.) Beri porsi makan kecil tapi sering

23
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

5.) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Untuk menentukan kebutuhan kalori.

6.) Kolaborasi dengan ahli gizi/pendukung tim untuk memberikan

makanan yang mudah dicerna.

Rasional : Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada

situasi kebutuhan individu.

7.) Kaji pemeriksaan laboratorium.

Rasional : Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi

keefektifan nutrisi.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret).

Tujuan : Infeksi/bertambah beratnya kondisi dapat dicegah.

Kriteria evaluasi, pasien akan :

- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan

lingkungan yang aman.

- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko

infeksi.

Intervensi :

1.) Observasi demam

Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.

24
2.) Kaji pentingnya latihan nafas

Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran

sekret untuk menurunkan resiko infeksi.

3.) Observasi warna, karakter, bau sputum

Rasional : Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan

adanya infeksi paru.

4.) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sekret.

Rasional : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

5.) Batasi pengunjung

Rasional : Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksi.

6.) Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat

Rasional : Menurunkan kebutuhan oksigen karena aktifitas.

7.) Berikan anti mikroba sesuai indikasi

Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang

teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas.

e. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengenal

sumber informasi.

Tujuan : Kecemasan berkurang/hilang.

Kriteria evaluasi, pasien akan :

25
- Menyatakan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan

tindakan.

- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program

pengobatan

Intervensi :

1.) Jelaskan tentang proses penyakit individu.

Rasional : Menurunkan anxietas dan dapat menimbulkan

perbaikan partisipasi.

2.) Diskusikan tentang penggunaan obat

Rasional : Pemahaman tentang penggunaan obat dapat

mengurangi anxietas dan menimbulkan hubungan

saling percaya.

3.) Diskusikan faktor lingkungan yang meningkatkan kondisi

Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan peningkatan

produksi sekret dan hambatan jalan nafas.

4.) Berikan informasi tentang pembatasan istirahat

Rasional : Memberikan pemahaman kepada klien tentang

pentingnya pengaturan kebutuhan oksigen.

f. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas

dan batuk.

Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.

26
Kriteria : Klien dapat tiudr dengan tenang, istirahat tidur 6-8 jam

sehari.

Evaluasi : Menuju tujuan yang tepat.

Pasien : Dapat memenuhi akan kebutuhan istirahat akan tidurnya.

Intervensi :

1.) Kaji faktor pencetus timbulnya gangguan istirahat tidur.

Rasional : Faktor pencetus sedapat mungkin dihindari.

2.) Batas aktivitas.

Rasional : Akan memberi kesempatan untuk lebih banyak

beristirahat.

3.) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : Memberikan rasa aman dan nyaman untuk

beristirahat.

4.) Batasi pengunjung dan penunggu pasien.

Rasional : Menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

3. Tindakan Keperawatan (Nursing Intervention)

Tindakan keperawatan mengacu kepada perencanaan yang telah

disusun, diprioritaskan pada upaya untuk :

a. Mempertahankan potensi jalan nafas yang efektif.

b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.

27
c. Meningkatkan masukan nutrisi

d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi.

e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program

pengobatan.

4. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan mengacu kepada tujuan yang diharapkan :

a. Ventilasi/oksigenasi adekuat untuk memenuhi kebutuhan perawatan

diri.

b. Masukan nutrisi memenuhi kebutuhan kalori.

c. Bebas infeksi/komplikasi

d. Proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.

28
BAB II

TINJAUAN KASUS

Di bawah ini penulis akan menguraikan laporan pelaksanaan pemberian

asuhan keperawatan kepada pasien dengan gangguan sistem pernafasan di ruang

penyakit dalam lontara I RSUD Lanto Dg Pasewang Kab Jeneponto. Yang

kemudian akan saya uraikan ke dalam beberapa bagian :

Tgl. MRS : 25 – 08 – 2010

Tgl Pengkajian : 03 – 09 – 2010

No. Register : 05 35 49

Ruangan : Lontara I Interna

Dx. Medis : Asma Bronchiale

A. Pengkajian

1. Biodata

a. Identitas pasien

1.) Nama : Tn. “A”

2.) Umur : 40 tahun

3.) Jenis kelamin : Laki-laki

4.) Agama : Islam

5.) Pekerjaan : Wiraswasta

6.) Penghasilan :  Rp 1.500.000

7.) Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia

8.) Alamat : Jl Kelara no 1

29
b. Identitas penanggung

1.) Nama : Ny. R

2.) Umur : 42 tahun

3.) Jenis kelamin : Perempuan

4.) Agama : Islam

5.) Pekerjaan : PNS

6.) Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia

7.) Alamat : Jl. Kelara No 1

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

1.) Keluhan utama : Sesak nafas.

2.) Riwayat keluhan utama : sesak dialami sejak lama, tetapi

memberat  1 minggu yang lalu dan lebih sesak jika tidur

terlentang.

a.) Faktor pencetus : adanya sekret/lendir pada jalan nafas.

b.) Sifat keluhan : hilang timbul.

3.) Hal-hal yang meringankan keluhan pasien : minum-minuman

hangat, istirahat, posisi ½ duduk (semi fowler).

4.) Hal-hal yang memperberat keluhan pasien saat melakukan aktivitas

berat dan cuaca dingin.

5.) Obat-obatan yang diberikan :

a.) Dexanta syrup : 3 x 1 sendok makan.

30
b.) Erythromycin tab. : 3 x 500 mg

c.) Ranitidine tab. : 3 x 150 mg

d.) Bisolvon tab. : 3 x 8 mg

e.) Salbutamol tab. : 3 x 2 mg

b. Riwayat kesehatan masa lalu

1.) Klien pernah menderita batuk dan sesak, dan berobat pada klinik.

2.) Klien pernah dirawat di RSUD Lanto Dg Pasewang Kab Jeneponto

4 x dengan penyakit yang sama.

3.) Klien sesak bila cuaca dingin (alergi cuaca dingin).

Cara menanggulangi klien jarang mandi pada malam hari.

4.) Klien tidak merokok, tidak pernah minum-minuman alkohol.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Genogram 3 generasi

31
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

: Tinggal serumah

Kesimpulan :

1.) Bapak dari klien meninggal dengan penyakit asthma.

2.) Mama klien yang meninggal karena demam tinggi.

3.) Nenek meninggal karena lanjut usia.

3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Klien nampak sakit sedang/gizi cukup.

b. Kesadaran : Composmentis.

c. Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 110/90 mmHg

Pernafasan : 30 x/menit

Suhu tubuh : 36 0C

Denyut nadi : 80 x/menit

32
d. Berat badan : 45 kg

e. Tinggi badan : 159 cm

f. Pengkajian kulit

1.) Inspeksi :

a.) Warna kulit tidak hypopigmentasi dan tidak hyperpigmentasi.

b.) Nampak tidak ada massa/tumor, lesi.

c.) Nampak kulit bersih.

2.) Palpasi :

a.) Tidak ada nyeri tekan.

b.) Tidak teraba adanya massa/tumor.

g. Kepala

1.) Inspeksi :

a.) Nampak rambut warna hitam.

b.) Penyebaran rambut merata.

c.) Nampak tidak ada alopesia.

2.) Palpasi :

a.) Tidak teraba adanya massa/tumor.

b.) Tidak ada nyeri tekan.

h. Muka

1.) Inspeksi :

a.) Nampak muka simetris kiri dan kanan.

b.) Bentuk muka oval.

c.) Nampak tidak ada gerakan abnormal.

33
d.) Ekspresi wajah nampak cemas.

2.) Palpasi :

a.) Nyeri tekan tidak ada.

b.) Tidak teraba adanya massa/tumor.

i. Mata

1.) Inspeksi :

a.) Palpebra : Tidak oedema.

Tidak ada tanda-tanda radang.

b.) Sclera : Tidak icterus.

c.) Konjungtiva : Tidak anemis.

d.) Posisi mata : Nampak simetris

2.) Palpasi :

a.) Tekanan bola mata teraba lunak.

j. Hidung

1.) Inspeksi :

a.) Posisi hidung nampak simetris.

b.) Nampak tidak ada sekret.

2.) Palpasi :

a.) Nyeri tekan tidak ada.

b.) Palpasi sinus-sinus, nyeri tekan tidak ada.

k. Telinga

1.) Inspeksi :

a.) Posisi telinga nampak simetris kiri dan kanan.

34
b.) Aurikel nampak simetris kiri dan kanan.

c.) Nampak tidak ada serumen.

2.) Palpasi :

a.) Nyeri tekan tidak ada.

b.) Keluhan pendengaran tidak ada.

l. Mulut

1.) Inspeksi :

a.) Gigi

Keadaan gigi nampak bersih.

b.) Lidah

Keadaan lidah nampak bersih.

c.) Bibir

Tidak sianosis.

Kemampuan bicara tidak ada keluhan.

m. Leher

1.) Inspeksi :

a.) Nampak tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.

b.) Nampak tidak ada pembesaran pada kelenjar limfe.

2.) Palpasi :

a.) Tidak teraba adanya massa.

b.) Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe.

c.) Nyeri tekan tidak ada.

35
n. Thorax dan pernafasan

1.) Inspeksi :

a.) Bentuk dada simetris kiri dan kanan.

b.) Pengembangan dada pada waktu nafas simetris.

2.) Palpasi :

a.) Tactil premitus seimbang kiri dan kanan.

b.) Nyeri tekan tidak ada.

3.) Auskultasi

a.) Bunyi nafas bronchial di atas manubrium.

b.) Bunyi wheezing (+).

4.) Perkusi

a.) Resonan pada semua lapang paru.

b.) Redup pada daerah jantung (ICS 3 – 5) midclavicula kiri.

o. Jantung

1.) Inspeksi :

a.) Nampak ictus cordis pada ICS 5

2.) Perkusi :

a.) Letak jantung pada ICS 3 – 5 dada kiri.

b.) Pembesaran jantung tidak ada.

3.) Auskultasi :

a.) Bunyi jantung I : Murni

b.) Bunyi jantung II : Murni

36
c.) Bunyi jantung III : Tidak ada

p. Abdomen

1.) Inspeksi :

a.) Nampak permukaan perut datar.

b.) Tidak ada luka, lesi.

2.) Palpasi :

a.) Hepar : Tidak teraba.

b.) Ginjal : Tidak teraba

c.) Nyeri tekan : Tidak ada.

q. Genetalia dan anus

Menurut klien tidak ada keluhan.

r. Ekstremitas

1.) Ekstremitas atas :

a.) Inspeksi :

- Nampak simetris kiri dan kanan.

- Tidak ada oedema, lesi dan tumor.

b.) Palpasi :

Tidak ada nyeri tekan.

c.) Perkusi refleks :

- Biceps kanan/kiri : + (positif)

- Triceps kanan/kiri : + (positif)

d.) Motorik :

37
- Kekuatan otot, nilai 5 (dapat melawan gravitasi dengan

penahanan penuh).

- Koordinasi gerak tidak ada kelainan.

2.) Ekstremitas bawah :

a.) Inspeksi :

- Nampak simetris kiri dan kanan.

- Nampak tidak ada kelainan

b.) Palpasi

- Tidak ada nyeri tekan.

- Tidak teraba adanya massa tumor.

c.) Perkusi refleks

- KPR kanan/kiri : + (positif)

- APR kanan/kiri : + (positif)

d.) Motorik

- Kekuatan otot nilai 5 (dapat melawan gravitasi dengan

penahanan penuh).

- Koordinasi gerak tidak ada kelainan.

s. Status neurologis

1.) Tingkat kesadaran : Composmentis.

2.) Mentasi :

a.) Bahasa : Bicara spontan.

b.) Memori : Dapat mengingat masa lalu.

3.) Gerakan : Dapat bergerak bebas.

38
4.) Sensasi : Dapat merasakan sentuhan, nyeri.

4. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2010

a. Laboratorium : LED Jam I 70 mm L  10

Jam II 95 mm P  20

Urine : Leukosit : 2,3/lpb

Erytrosit : 1 – 2/lpb

Epitel sel squamus 3 – 5/lpb

b. Foto thrax kesan : Tidak ada kelainan radiologi.

Gerakan bronovaskuler normal, jantung tidak melebar, diafragma baik.

5. Pola kegiatan sehari-hari

a. Nutrisi

1.) Kebiasaan

a.) Pola makan : Nasi, lauk-pauk, sayur, susu.

b.) Frekuensi makan : 3 x sehari.

c.) Nafsu makan : Baik (porsi makan dihabiskan).

d.) Makanan pantang : Tidak ada

e.) Banyak minum/hari :  1750 cc.

2.) Selama sakit

a.) Pola makan : Nasi, lauk-pauk, sayur, buah

39
b.) Frekuensi makan : 3 x sehari

c.) Nafsu makan : Baik (porsi makan dihabiskan).

d.) Banyak minum/hari :  1750 cc

b. Eliminasi

Buar air kecil

1.) Kebiasaan

a.) Frekuensi/hari : 2 – 3 x/hari

b.) Warna : Kuning muda

c.) Jumlah :  1500 cc

2.) Perubahan selama sakit

a.) Frekuensi/hari : 2 – 3 x/hari

b.) Warna : Kuning muda

c.) Jumlah/hari :  1500 cc

Buang air besar

1.) Kebiasaan

a.) Frekuensi : 1 x sehari

b.) Warna : Kuningg tengguli

c.) Konsistensi faeces : Lembek

2.) Perubahan selama sakit

a.) Frekuensi : 1 x sehari

b.) warna : Kuning tengguli

c.) Konsistensi faeces : Lembek

40
c. Olah raga dan aktivitas

Klien tidak suka berolah raga.

d. Istirahat dan tidur.

1.) Kebiasaan

a.) Tidur malam : Jam 22.00 bangun jam 06.00 pagi

b.) Tidur siang : Jam 13.00 bangun jam 15.00

c.) Jumlah jam tidur 10 jam.

2.) Perubahan selama sakit

a.) Tidur malam : jam 24.00 bangun jam 04.00 pagi

b.) Tidur siang : jam 14.00 – 15.00

c.) Jumlah jam tidur 5 jam.

d.) Keluhan tidur : terganggu karena batuk dan sesak.

e. Hygiene

1.) Kebiasaan

a.) Mandi : 2 x/hari

b.) Sikat gigi : 2 x sehari

2.) Perubahan selama sakit

a.) Klien dibantu oleh keluarga ke kamar mandi.

b.) Sikat gigi 2 x sehari.

6. Pola interakasi sosial

a. Orang yang dianggap terdekat dalam keluarga adalah istri.

b. Klien gampang bergaul, mudah mendapat teman.

c. Cara mengatasi masalah yaitu dengan musyawarah.

41
d. Hubungan dalam keluarga harmonis.

7. Kesehatan sosial

a. Kebersihan rumah : baik.

b. Status rumah : pribadi.

c. Jumlah penghuni rumah : 6 orang.

d. Rumah banjir pada musim hujan.

e. Rumah bebas dari suara bising.

8. Keadaan psikologis selama sakit

a. Persepsi klien terhadap penyakit yang diderita dianggap berat.

b. Harapan klien terhadap keadaan kesehatan : berharap cepat sembuh.

c. Pola interaksi dengan tenaga kesehatan : baik.

d. Klien sering bertanya tentang penyakitnya.

9. Kegiatan keagamaan

a. Klien beragama Islam.

b. Klien taat beribadah.

c. Selama sakit klien taat berdoa.

10. Perawatan dan pengobatan

a. Perawatan

1.) Istirahat

2.) Bedrest dengan posisi semi fowler.

3.) Diet TKTP.

b. Pengobatan

42
1.) Dexanta syrup : 3 x 1 sdm.

2.) Erytrhomicyn tab. : 3 x 500 mg

3.) Ranitidinc tab. : 3 x 150 mg

4.) Bisolvon tab. : 3 x 3 mg

KLASIFIKASI DATA

Data Subyektif Data Obyektif

- Klien mengeluh sesak nafas dan batuk - Klien nampak sesak nafas dan

berlendir. batuk berlendir.

- Klien mengeluh susah mengeluarkan - Suara tambahan wheezing (+).

dahak. - Frekuensi nafas 30 x/menit.

- Klien mengatakan susah tidur. - Ekspresi wajah nampak cemas.

- Klien mengatakan banyak mengeluar- - Klien tidur  5 jam sehari.

kan keringat. - Klien nampak pucat dan kurang

- Klien mengatakan sakit yang diderita tidur.

berat. - Nampak klien sering menanyakan

- Klien berharap penyakitnya cepat sem- tentang penyakitnya.

buh. - Nampak klien berharap penyakit-

nya cepat sembuh.

43
ANALISA DATA

No. Data Etiologi Problem

1. DS : Reaksi antigen/antibodi Bersihan jalan

nafas tidak efektif.


- Klien mengeluh sesak 

nafas dan batuk berlendir.


Reaksi inflamasi saluran nafas
- Klien mengeluh susah

mengeluarkan dahak. 

DO : Radang/oedema pada jalan

- Nampak klien sesak nafas nafas

dan batuk.

- Suara nafas tambahan
Sekresi meningkat
wheezing (+).

- Frekuensi pernfasan 30 

x/menit.
Peningkatan mukus/sekret pada

jalan nafas

Bersihan jalan nafas tidak

efektif
Kecemasan.
2.

44
No. Data Etiologi Problem

DS :

Proses penyakit
- Klien menyatakan sakit

yang dideritanya berat. 

- Klien berharap penyakit-


Kurang pengetahuan klien
nya cepat sembuh.

DO :

- Nampak klien sering ber- Adaptasi in adekuat

tanya tentang penya- 


kitnya.
Stressor meningkat
- Nampak ekspresi wajah

cemas. 

- Nampak klien berharap


Cemas
cepat sembuh.

DS :

- Klien mengatakan susah

tidur.
3. Gangguan peme-
- Klien mengatakan banyak
nuhan istirahat ti-
mengeluarkan keringat.

45
No. Data Etiologi Problem

DO : Peningkatan frekuensi nafas dur.

disertai batuk
- Klien nampak pucat dan

kurang tidur. 
3
- Klien tidur  5 jam sehari.
Merangsang susunan saraf

otonom

DS :

- Klien mengeluh susah


Saraf simpatis terangsang untuk
mengeluarkan dahak.
mengaktifkan kerja organ tubuh
DO :

- Klien sesak nafas dan

batuk berlendir. REM menurun

Pasien terjaga

4 Resiko terjadinya

infeksi.

Peningkatan sekresi lendir

46
No. Data Etiologi Problem

sekret terakumulasi di jalan

nafas

Mukus adalah media yang

cocok untuk perkembangbiakan

bakteri

Resiko terjadinya infeksi

47

Anda mungkin juga menyukai