Anda di halaman 1dari 12

Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

Public Health Perspective Journal

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/phpj

FAKTOR RESIKO TERJADINYA SKIZOFRENIA(Studi Kasus di Wilayah


Kerja Puskesmas Pati II)

AgungWahyudi 1, Arulita Ika Fibriana1

1
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
SejarahArtikel: Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwaberat berupa hilangnya kontak dengan kenyataan dan
Diterima 10 Maret2016 kesulitan membedakan hal yang nyata dengan yang tidak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Disetujui 6 Apri 2016 mengetahui faktor resiko terjadinya skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Pati II.Desain yang
Dipublikasikan 2 Juni digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus kontrol dengan perbandingan sampel dan kontrol
2016 satu banding satu. Jumlah total sampel adalah 62. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rekam medik dan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat menggunakan uji
________________
chi square dengan nilai α 0,05. Hasil dari penelitian ini didapatkan faktor-faktor resiko yang berhubungan
Keywords:
dengan skizofrenia adalah jenis kelamin (p=0,002, OR=6,038), daerah tempat tinggal (p=0,042,
Schizophrenia, Risk Factors, OR=4,263), tipe kepribadian (p=0,000, OR=14,268), status perkawinan (p=0,010, OR=4,747), status
Mental illness pekerjaan (p=0,040, OR=3,385), status sosio-ekonomi (p= 0,035, OR=3,675), faktor pencetus (p=0,000,
____________________ OR=23,143). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian skizofrenia adalah tingkat
pendidikan (p=0,705, OR=1,886), dan faktor keturunan/genetika (p=0,772, OR=23,143).Simpulan,
variabel yang memiliki pengaruh paling kuatterhadap terjadinya skizofrenia adalah factor pencetus.
Saran, perlu menjaga komunikasi dengan anggota keluarga yang memiliki psikologis rentan seperti
anggota keluarga yang memiliki kepribadian pendiam/introvert, keluarga atau saudara yang sedang
mengalami konflik, trauma atau keluarga yang sedang bekerja di luardaerah.

Abstract
___________________________________________________________________
Schizophrenia is a heavy mental illness in the form reality lost contact and difficulty for distinguish the real
thing. The purpose of this research was to find the the risk factors of schizophrenia at Puskesmas Pati II works
area. The methods that used in this research was case control with comparison of cases and control one by one.
The total amount of sample were 62. The instrument used in this research were medical record and
questionnaires. Data analysis done by means of univariat and bivariat used the chi square test with value α
0,05. The result of this research obtained risk factors associated with schizophrenia were the sex (p=0,002,
OR=6,038), region where live (p=0,042, OR=4,263), personality type (p=0,000, OR=14,268), marital status
(p = 0.010 , or = 4,747), employment status (p=0,040, OR=3,385), socio-economic status (p= 0,035,
OR=3,675), trigger factors (p=0,000, OR=23,143. While factors thatnot associated with the occurrence of
schizophrenia were education level (p=0,705, OR=1,886), and heredity/ genetics (p=0,772, OR=23,143).
Conclusion, the variable that has a strong influence on the occurrence of schizophrenia is trigger factors.
Suggestion, need to keep communication with family members that have psychological vulnerable as a family
member who has introvert personality, family or relatives who was experienced a conflict, trauma or family
that was working outside the region.
© 2016UniversitasNegeri Semarang


Alamatkorespondensi: p-ISSN 2528-5998
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229 Indonesia
e-ISSN 2540-7945
E-mail: cuanky.hangat@gmail.com

1
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa yang lebih baik di Kabupaten
gangguan jiwa berat berupa hilangnya kontak Pati sehingga dalam data laporan ODMK Dinas
dengan kenyataan dan kesulitan membedakan Kesehatan Pati pada tahun 2013 terdapat dua
hal yang nyata dengan yang tidak. (Yuliana, puskesmas yang memiliki kasus skizofrenia
2013:24). Menurut WHO (2001) saat ini di tertinggi dan menjadi perhatian utama
dunia terdapat lebih dari 450 juta jiwa hidup penanggulangan gangguan jiwa yaitu Puskesmas
dengan gangguan jiwa, dalam penelitian Lewis Trangkil dan Puskesmas Pati II. Jika dilihat
(2001) angka prevalensi gangguan jiwa dalam segi jumlah penderita, pada tahun 2013
skizofrenia di dunia berkisar 4 per mil, Puskesmas Pati II merupakan peringkat pertama
kemudian meningkat menjadi 5,3 per mil (Eric, skizofrenia yaitu 91 kasus. Data kunjungan
2006). Sedangkan di Indonesia pada tahun 2007 pasien rawat jalan ODMK Puskesmas Pati II
prevalensi skizofrenia di Indonesia adalah 2 per dari Januari hingga Agustus tahun 2014
mil kemudian menurut WHO prevalensi mempunyai pasien skizofrenia aktif rawat jalan
penderita skizofrenia di Indonesia tahun 2013 tertinggi yaitu 79 kali.
meningkat menjadi 2,6 per mil pada tahun 2013 Skizofrenia bukan merupakan penyakit
(Riskesdas, 2013). Diantara penderita melainkan sebuah syndrom sehingga faktor
skizofrenia di seluruh dunia sekitar 20-50% telah resiko skizofrenia hingga sekarang belum jelas.
melakukan percobaan bunuh diri dan 10% Teori tentang faktor resiko skizofrenia dianut
diantaranya meninggal karena bunuh diri. adalah faktor organobiologik (genetika, virus, &
Angka kematian penderita skizofrenia ini 8 kali malnutrisi janin), psikoreligius, dan psikosial
lebih tinggi daripada angka kematian penduduk termasuk diantaranya adalah psikologis, sosio-
pada umumnya (Hawari, 2012:5). demografi, sosio-ekonomi, sosio-budaya,
Dalam Riskesdas tahun 2013 prevalensi migrasi penduduk, dan kepadatan penduduk di
gangguan jiwa berat di Jawa Tengah mencapai lingkungan pedesaan dan perkotaan (Hawari,
angka 2,3 per mil. Angka tersebut menempatkan 2012:9).
provinsi Jawa Tengah dalam urutan ke 3 Semua faktor tersebut saling berkaitan
provinsi dengan jumlah gangguan jiwa terbesar satu sama lain yang mengakibatkan kondisi
setelah provinsi Aceh pada tahun 2013. psikologi yang rentan. Pada fase berikutnya
Menurut data Orang Dengan Masalah apabila dikenai stress sosio-ekonomi dan
Kejiwaan (ODMK) yang didapat dari Dinas psikososial seperti status ekonomi yang rendah,
Kesehatan Kabupaten Pati, kasus gangguan jiwa gagal dalam mencapai cita-cita, konflik yang
di Kabupaten Pati mengalami peningkatan. berlarut, kematian keluarga yang dicintai dan
Pada tahun 2010 terdapat 1.585 kasus gangguan sebagainya dapat menjadi faktor pencetus
jiwa, pada tahun 2011 : 1.650 kasus, pada tahun berkembangnya skizofrenia (Damabrata,
2012 : 1.750 kasus, pada tahun 2013 : 1.954 2003:27). Dalam penelitian Aini (2014)
kasus, menunjukkan perkembangan kasus presentase faktor pemicu oleh lingkungan
gangguan jiwa yang terus meningkat dengan merupakan yang dominan yaitu sebesar 85%
penambahan sekitar 200 penderita per tahun. daripada faktor individu dan keluarga 15%.
Penelitian Aini (2014) menyebutkan lebih dari Terdapat beberapa faktor psikososial di
50% dari jumlah tersebut adalah skizofrenia. dalam keluarga yang dapat mempengaruhi
Sejak tahun 2008 Dinas Kesehatan timbulnya gangguan jiwa seperti penerimaan
Kabupaten Pati telah menjalin kerjasama keluarga dan konflik keluarga. Orang yang
dengan Rs. Amino Gondohutomo bersama- hidup dalam lingkungan keluarga dengan
sama membangun Tim Pelaksana Kesehatan konflik berkepanjangan lebih rentan mengalami
Jiwa Masyarakat (TPKJM) untuk memberikan gangguan jiwa (Simanjuntak, 2008:34).
upaya deteksi dini dan penanganan gangguan Davies (2009:236) menyebutkan faktor
jiwa. Hasil dari upaya tersebut adalah deteksi sosio-demografi pada diri seseorang dapat

2
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

mempengaruhi resiko timbulnya gangguan jiwa skizofrenia (Perda Kabupaten Pati nomor 5,
seperti status pernikahan, umur, status 2011).
pekerjaan, tingkat pendidikan. Dimana orang Penelitian ini bertujuan untuk
yang belum menikah, tingkat pendidikan Mengetahui Faktor Resiko Terjadinya
rendah, jenis kelamin laki-laki, umur usia Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Pati II
dewasa, pengangguran dan pendidikan rendah Tahun 2014.
dapat meningkatkan resiko timbulnya gangguan
jiwa. METODE
Efendi (2009:254) menjelaskan pola
asuh keluarga mempengaruhi perkembangan Penelitian ini merupakan penelitian
perilaku sosial anak. Perlakuan pola asuh yang kuantitatif dengan rancangan kasus kontrol.
salah (pola asuh patologis) seperti perlakuan Populasi kasus dalam penelitian ini adalah
kekerasan dapat menimbulkan trauma pada penderita skizofrenia pada bulan Januari-
anak dan dapat menjadi faktor timbulnya Agustus tahun 2014 yang terdaftar dalam rekam
gangguan jiwa. medik dan melakukan rawat jalan di Puskesmas
Kaplan & Saddoc (2008:158) Pati yaitu 33 orang, sedangkan populasi kontrol
menjelaskan prevalensi skizofrenia berhubungan yaitu seluruh pasien rawat jalan di Puskesmas
dengan tempat tinggal di pedesaan maupun Pati yang tidak memiliki penyakit skizofrenia.
perkotaan. Wilayah perkotaan yang padat Sampel pada penelitian ini sebanyak 62
memiliki tingkat persaingan, kerisauan responden terdiri dari 31 responden kasus dan
kebisingan, kekerasan dan perasaan terancam 31 responden kontrol. Pengambilan sampel
yang lebih tinggi daripada di perdesaan. Angka dilakukan secara purposive sampling.
kejadian skizofrenia pada orang yang hidup di Teknik pengambilan data dalam
kota dengan kepadatan penduduk tinggi adalah penelitian ini adalah wawancara dengan
2 kali daripada di desa. panduan kuesioner, rekam medik dan observasi
Dalam penelitian Amin (2009) penderita langsung terhadap lingkungan sekitar.
yang tinggal di perkotaan mempunyai resiko Kuesioner digunakan untuk pengambilan data
3,22 kali untuk mengalami skizofrenia yang meliputi sosio-demografi, sosio-ekonomi,
dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan. riwayat keturunan/genetika, pola asuh keluarga,
Berbeda dengan hasil Riskesdas tahun 2013 dan faktor pencetus. Analisis data yang
proporsi gangguan jiwa berat di perkotaan digunakan adalah analisis univariat dengan
adalah 10,7 persen dan perdesaan lebih besar menggambarkan frekuensi dan distribusi jenis
yaitu 18,2 persen dengan pandangan kemiskinan kelamin, daerah tempat tinggal, tipe
di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan kepribadian, status perkawinan, tingkat
sehingga menjadi tekanan hidup. Perbedaan pendidikan, status pekerjaan, status sosio-
hasil penelitian ini tentu saja menimbulkan ekonomi, faktor keturunan/genetika, dan faktor
kontroversi. pencetus. Analisis bivariat dilakukan dengan
Sementara itu jika dilihat dalam segi penggabungan sel dan menggunakan uji chi
geografis Kecamatan Pati merupakan square.
kecamatan dengan luas wilayah terkecil 4.249
km2 di Kabupaten Pati dengan kepadatan
penduduk tertinggi mencapai 2.448,84 jiwa/km2
dan terletak antara 1-4 kilometer dari Kota Pati,
merupakan wilayah peralihan antara desa dan
kota. Wilayah tersebut memiliki faktor sosio-
demografi, sosio-ekonomi, sosio-budaya yang
beragam sehingga perlu dikaji apakah faktor-
faktor tersebut berkaitan dengan terjadinya

3
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Univariat
Tabel 1. Analisis Univariat Faktor yang
Berhubungan dengan KejadianSkizofrenia
DistribusiFrekuensi Total
No. Variabel
n % N %
1. JenisKelamin
 Laki-laki 33 53,2
62 100
 Perempuan 29 46,8
2. Daerah TempatTinggal
 Perkotaan 46 74,2
62 100
 Perdesaan 16 25,8
3. TipeKepribadian
 Introvert 32 51,6
62 100
 Ekstrovert 30 48,4
4. Status Perkawinan
 TidakKawin 25 40,3
62 100
 Kawin 37 59,7
5. Tingkat Pendidikan
 Rendah 44 71,0
62 100
 Tinggi 18 29,0
6 Status Pekerjaan
 TidakBekerja 27 43,5
62 100
 Bekerja 35 56,5
7 Status Sosio-ekonomi
 Rendah 39 62,9
62 100
 Tinggi 23 37,1
8 FaktorKeturunan/genetika
 Kurang 16 25,8
62 100
 Baik 46 74,2
9 FaktorPencetus
 Ada 34 54,8 62 100
 Tidak Ada 28 45,2
Untuk faktor status perkawinan, sampel
Dari tabel 1 dapat diketahui untuk faktor yang memiliki status tidak kawin sebanyak 25
jenis kelamin, sebanyak 33 sampel(53,2%)
memiliki jenis kelamin laki-laki, sedangkan orang (40,3%), sedangkan sampel yang memiliki
sampel yang jenis kelamin perempuan lebih status kawin lebih banyak yaitu 37 orang
sedikityaitu29 sampel(46,8%). (59,7%).
Untuk faktor daerah tempat tinggal, 46 Untuk faktor tingkat pendidikan, sampel
sampelbertempattinggal di daerahperkotaan yang memiliki tingkat pendidikan rendah
(74,2%) dan sampel yang bertempat tinggal di sebanyak 44 orang (71,0%), sedangkan sampel
perdesaan lebih sedikit yaitu16 sampel (25,8%). yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih
Untuk faktor tipe kepribadian, sampel sedikit yaitu 18 orang (29,0%).
yang memiliki tipe kepribadian introvert Untuk faktorstatus pekerjaan, sampel
sebanyak 32 orang (51,6%) sedangkan sampel yang memiliki status tidak bekerja sebanyak 27
yang memiliki kepribadian ekstrovert lebih sedikit orang (43,5%), sedangkan sampel yang memiliki
yaitu 30 orang (48,4%). status bekerja lebih banyak yaitu 35 orang
(56,5%).

4
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

Untuk faktor status sosio-ekonomi, Untuk faktor pencetus, sampel yang


sampel yang memiliki status sosio-ekonomi memiliki faktor pencetus sebanyak 34 orang
rendah sebanyak 39 orang (62,9%), sedangkan (54,8%), sedangkan sampel yang tidak memiliki
sampel yang memiliki status sosio-ekonomi faktor pencetus lebih sedikit yaitu 28 orang
tinggi lebih sedikit yaitu 23 orang (37,1%). (45,2%).
Untuk faktor keturunan/genetika, sampel
yang memiliki riwayat keturunan gangguan jiwa Analisis Bivariat
sebanyak 16 orang (25,8%), sedangkan sampel Tabel 2. Analisis Bivariat Faktor yang
yang tidak memiliki riwayat keturunan Berhubungan dengan Kejadian Skizofrenia
gangguan jiwa lebih banyak yaitu 46 orang
(74,2%).

KejadianSkizofrenia
Nilai
Skizofrenia BukanSkizo p value
No. Variabel frenia
n % n % O C
R I 95%
1 JenisKelamin
 Laki-laki 23 74,2 0 32,3 6,038 2,006-
0,002
 Perempuan 8 25,8 21 67,7 18,173
2 Daerah TempatTinggal
 Perkotaan 27 87,1 19 61,3 4,263 1,192-
0,042
 Perdesaan 19 70,3 8 29,7 15,252
3 TipeKepribadian
 Introvert 25 80,6 7 22,6 14,286 4,193-
0,000
 Ekstrovert 7 46,6 8 53,4 48,673
4 Status Perkawinan
 TidakKawin 18 58,1 7 22,6 4,747 1,575-
0,010
 Kawin 13 41,9 24 77,4 1,312
5 Tingkat Pendidikan
 Rendah 24 77,4 20 64,5 1,886 0,616-
0,705
 Tinggi 7 22,6 11 35,5 5,768
6 Status Pekerjaan
TidakBekerja 18 58,1 9 29,0 3,385 1,180- 0,040
Bekerja 13 41,9 22 71,0 9,708
7 Status Sosio-ekonomi
 Rendah 24 77,4 15 48,4 3,657 1,220-
0,035
 Tinggi 7 22,6 16 51,6 10,962
8 FaktorKeturunan/genetika
 Ada 9 29 7 22,6 6,234 2,038-
0,002
 Tidak Ada 22 71 24 77,4 19,069
9 FaktorPencetus
 Ada 27 87,1 7 22,6 23,143 6,024-
0,000
 Tidak Ada 4 12,9 24 77,4 88,908
ekonomi (p= 0,035, OR=3,675), faktor pencetus
Dari tabel 2 dapat diketahui faktor yang (p=0,000, OR=23,143). Sedangkan faktor yang
yang berhubungan dengan skizofrenia adalah
jenis kelamin (p=0,002, OR=6,038), daerah tidak berhubungan dengan kejadian skizofrenia
tempat tinggal (p=0,042, OR=4,263), tipe adalah tingkat pendidikan (p=0,705,
kepribadian (p=0,000, OR=14,268), status OR=1,886), dan faktor keturunan/genetika
perkawinan (p=0,010, OR=4,747), status (p=0,772, OR=23,143).
pekerjaan (p=0,040, OR=3,385), status sosio-

5
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

PEMBAHASAN lingkungan yang baru. Seperti yang


diungkapkan oleh Steinberg (1987) dalam
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Madon (2005:167)
Kejadian Skizofrenia
Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p Hubungan antara Daerah Tempat Tinggal
0,002 (<α 0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini dengan Kejadian Skizofrenia
dapat diketahui bahwa ada hubungan antara Dari hasil uji chi square diperoleh nilai
jenis kelamin dengan kejadian skizofrenia. p 0,042 (<α 0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini
Perhitungan risk estimate didapatkan OR=6,038 dapat diketahui bahwa ada hubungan antara
(OR>1) dengan CI 2,006-18,17 (tidak mencakup daerah tempat tinggal dengan kejadian
angka 1), hal ini berarti bahwa sampel dengan skizofrenia. Perhitungan risk estimate
jenis kelamin laki-laki memiliki faktor resiko didapatkan OR=4,263 (OR>1) dengan CI 1,192-
6,038 kali untuk terkena skizofrenia 15,252 (tidak mencakup angka 1), hal ini berarti
dibandingkan sampel berjenis kelamin bahwa sampel yang bertempat tinggal di
perempuan. Sesuai dengan teori adamo perkotaan memiliki faktor resiko 4,263 kali
(2007:26) menyebutkan anak laki-laki memiliki untuk terkena skizofrenia dibandingkan sampel
kecenderungan menunjukkan resiko tinggi yang bertempat tinggal di perdesaan. Sesuai
mengalami skizofrenia sebab laki-laki cenderung dengan teori adamo (2007:27) menyebutkan
memiliki produksi hormon stres yang penyakit mental skizofrenia memiliki geografi
berlebihan. Sejalan dengan penelitian Thorup sosial dimana lingkungan kota besar yang
(2007) di Denmark pada populasi dengan kumuh atau kota kecil yang belum tertata
rentang umur 17-40 tahun menemukan bahwa ekosistemnya memiliki prevalensi skizofrenia
angka insidensi laki-laki lebih besar (1,95%) yang lebih tinggi. Adamo mengungkapkan
daripada perempuan (1,17%). Begitupula penyakit ini sebagai the drift hypothesis yang
penelitian oleh Erlina (2010) skizofrenia berhubungan dengan mobilitas dan disorganisasi
terbanyak dialami oleh laki-laki dengan proporsi sosial. Sejalan dengan penelitian Scoth (2007) di
72% dimana laki-laki memiliki resiko 2,37 kali Belanda oleh Pedersen (2006) menjelaskan
lebih besar mengalami skizofrenia (nilai bahwa orang lahir dan tinggal di kota memiliki
p=0,011). resiko 4,14 kali daripada lahir dan tinggal di
Kondisi lingkungan di Kecamatan Pati desa 1,85 kali. Lingkungan kota memiliki resiko
sendiri memang mendukung untuk terjadinya infeksi tinggi, paparan racun akibat polusi dan
skizofrenia pada laki-laki. Dari hasil stress sosial.
pengamatan di Kecamatan Pati laki-laki Dari hasil pengamatan di Kecamatan
cenderung mengalami masalah dalam meniti Pati kondisi lingkungannya sendiri memang
karir dan mencari pekerjaan di sekitar mendukung terjadinya skizofrenia. Kecamatan
Kabupaten Pati dikarenakan sedikitnya Pati terletak di kilometer ke empat dari kota pati
lapangan pekerjaan. Dalam data kependudukan yang merupakan wilayah peralihan pedesaan
yang didapatkan dari Puskesmas Pati, dan perkotaan. Dari data Pati dalam Angka
disebutkan hampir 30% dari penduduk yang dikeluarkan BPS Pati (2013) jika dilihat
Kecamatan Pati tidak bekerja, dan lebih dari dari pembagian wilayah desa dan perkotaannya
50% diantaranya adalah laki-laki yang berusia 90% wilayah Kecamatan Pati merupakan
remaja dan dewasa muda. daerah perkotaan. Namun sebagian besar
Berbeda dengan perempuan yang lebih wilayah perkotaan masih bernuansa
sering tinggal dirumah, laki-laki di Kecamatan perkampungan ala perdesaan.
Pati lebih memilih untuk merantau ke daerah Gambaran kondisi perkotaan yang
lain untuk mencari pekerjaan. Hal ini tentu masih ala perdesaan tersebut sedikit banyak
menambah stressor lingkungan pada laki-laki berkaitan dengan pekerjaan mayoritas
akibat perbedaan-berbedaan yang ditemukan di masyarakat menjalani profesi sebagai buruh tani

6
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

dengan proporsi 17% dari jumlah penduduk dan maupun lingkungan masyarakat ketika bergaul.
proporsi pengangguran yang mencapai 30% dari Sebagian berpendapat bahwa penderita dahulu
jumlah penduduk sehingga perkembangan sebelum mengalami sakit memang memiliki
ekonomi dan perkotaan di Kecamatan Pati kepribadian yang “mbatin” yaitu terlalu
terhambat (Profil Puskesmas Pati, 2014). memikirkan permasalahan sendirian dan tidak
mencoba untuk bercerita atau berbagi dengan
Hubungan Tipe Kepribadian dengan Kejadian orang lain. Berdasarkan teori Safaria (2004:9)
Skizofrenia tipe ini merupakan tipe kepribadian introvert
Dari hasil uji chi square diperoleh nilai yang merupakan kepribadian skizoid yang
p 0,000 (<α 0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini mengarah ke penyakit skizofrenia.
dapat diketahui bahwa ada hubungan tipe
kepribadian dengan kejadian skizofrenia. Hubungan antara Status Perkawinan dengan
Perhitungan risk estimate didapatkan Kejadian Skizofrenia
OR=14,268 (OR>1) dengan CI 4,193-48,673 Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p
(tidak mencakup angka 1), hal ini berarti bahwa 0,010 (<α 0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini
sampel dengan tipe kepribadian introvert dapat diketahui bahwa ada hubungan status
memiliki resiko 14,286 kali untuk terkena perkawinan dengan kejadian skizofrenia.
skizofrenia dibandingkan sampel bertipe Perhitungan risk estimate didapatkan OR=4,747
kepribadian ekstrovert. Sesuai dengan teori dengan CI 1,575-14,312 (tidak mencakup angka
Semiun (2006:82) kepribadian Introvert adalah 1), artinya sampel yang belum kawin beresiko
jenis kepribadian yang mengarah kedalam 4,747 kali untuk terjadinya penyakit skizofrenia
pikiran dan pengalaman sendiri. Orang yang dibandingkan dengan yang kawin. Hasil
memiliki kepribadian ini cenderung menutup perhitungan risk estimate didapatkan OR=4,747
diri dari kehidupan luar, banyak berfikir, sedikit dengan CI 1,575-14,312 (mencakup angka 1),
beraktifitas, sebih senang pada kesunyian, dan artinya sampel yang belum kawin beresiko 4,747
sungkan untuk menjalin hubungan yang dalam kali untuk terjadinya penyakit skizofrenia
dengan orang lain. Lebih jauh Semiun dibandingkan dengan yang kawin. Sesuai
menjelaskan orang dengan kepribadian ini jika dengan teori Simanjuntak (2008:35) salah satu
terkena penyakit jiwa cenderung kepada penyebab stresor psikososial yang dialami oleh
penyakit skizofrenia sehingga introvert sebagian orang diantaranya ditimbulkan dari
merupakan kepribadian skizoid. status perkawinan, mereka yang tidak kawin
Sejalan dengan penelitian Kinros (2010) beresiko lebih tinggi mengalami skizofrenia
di London, kepribadian introvert memiliki daripada yang sudah kawin.
hubungan yang bermakna dengan terjadinya Status perkawinan dipandang perlu untuk
skizofrenia. Kinros mengungkapkan 87% dari pertukaran ego sehingga tercapai kedamaian.
penderita skizofrenia memiliki kepribadian yang Perhatian dan kasih sayang sangat fundamental
introvert sebelum sakit dan diketahui 46% bagi pencapaian suatu hidup yang berarti dan
diantaranya memiliki kepribadian pemalu tidak memuaskan (Maramis, 1994:125). Sejalan
dapat bercerita lebih dari 3 kalimat ketika usia 3 dengan penelitian Amin (2009) mengungkapkan
tahun. proporsi penderita skizofrenia dengan status
Dari hasil pengamatan pada penderita kawin 37,5% lebih kecil daripada proporsi yang
skizofrenia di Kecamatan Pati diperoleh 80,6% berstatus tidak kawin 62,5%. Mereka yang
penderita skizofrenia memiliki kepribadian berstatus belum kawin 1,22 kali beresiko
introvert dan hanya 19,4% saja penderita yang mengalami skizofrenia. Namun hasil statistik
memiliki kepribadian ekstrovert. Rata-rata menunjukkan hasil keterkaitan yang tidak
responden mengungkapkan penderita bermakna (p=0,05).
skizofrenia memiliki sifat yang pemalu baik di
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah

7
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan wiraswasta seperti berdagang, pertukangan, ,


Kejadian Skizofrenia sopir, montir, dan buruh panggul serta sisanya
Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p bekerja di perkapalan, pabrik mapun menjadi
0,705 (>α 0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini pengasuh. Dari hasil pengamatan, keadaan di
dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan Kecamatan Pati sendiri memang sulit untuk
tingkat pendidikan dengan kejadian skizofrenia. mendapatkan pekerjaan dikarenakan minimnya
Perhitungan risk estimate didapatkan OR=1,886 industri di walayah tersebut. Sedangkan untuk
(OR>1) dengan CI 0,616-5,768 (mencakup sektor pertanian, hanya 8-10% saja dari
angka 1), artinya sampel yang memiliki tingkat penduduk yang memiliki areal
pendidikan rendah beresiko 1,886 kali untuk persawahan/perkebunan sendiri dan selebihnya
terjadinya penyakit skizofrenia dibandingkan areal persawahan/perkebunan dimiliki PT.
dengan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Perkebunan Nusantara. Dari sektor pertanian
Sejalan dengan penelitian Yanuar (2011) hanya mampu menyerap 17% dari jumlah
proporsi pada penderita gangguan jiwa penduduk untuk menjadi buruh tani. Kondisi
mayoritas adalah berpendidikan rendah sebesar demikian mendorong masyarakat Kecamatan
73%, namun dalam uji statistik menghasilkan Pati untuk bermigrasi ke tempat yang dianggap
hubungan yang tidak bermakna (p=0,941). lebih memiliki lapangan pekerjaan.
Begitu pula dengan penelitian Erlina (2010),
proporsi skizofrenia yang tinggi terjadi pada Hubungan antara Status Sosio-ekonomi
pendidikan rendah, namun hasil uji statistik dengan Kejadian Skizofrenia
tidak bermakna (p>0,05). Dari hasil uji chi square diperoleh nilai
p 0,035 (<α 0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini
Hubungan antara Status Pekerjaan dengan dapat diketahui bahwa ada hubungan status
Kejadian Skizofrenia sosio-ekonomi dengan kejadian skizofrenia.
Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p Perhitungan risk estimate didapatkan OR=3,657
0,040 (<α 0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini (OR>1) dengan CI 1,220-10,962 (tidak
dapat diketahui bahwa ada hubungan status mencakup angka 1), hal ini berarti bahwa
pekerjaan dengan kejadian skizofrenia. sampel dengan status sosio-ekonomi rendah
Perhitungan risk estimate didapatkan OR=3,385 memiliki faktor resiko 3,657 kali untuk terkena
(OR>1) dengan CI 1,180-9,708 (tidak mencakup skizofrenia dibandingkan sampel berstatus sosio-
angka 1), hal ini berarti bahwa sampel dengan ekonomi tinggi. Sesuai dengan teori Hawari
status tidak bekerja memiliki faktor resiko 3,385 (2012:27), kondisi sosio-ekonomi yang tidak
kali untuk terkena skizofrenia dibandingkan tercukupi dapat membuat seseorang tertekan
sampel berstatus bekerja. Semiun (2006:235) sehingga apabila ketahanan mental seseorang
menyebutkan tidak bekerja dapat menimbulkan tidak dapat menahannya akan menjadi resiko
stress, depresi, dan melemahnya kondisi bagi seseorang untuk timbul penyakit
kejiwaan sebab orang yang tidak bekerja skizofrenia. Sejalan dengan penelitian Erlina
mengakibatkan rasa ketidakberdayaan dan tidak (2010) proporsi penderita skizofrenia yang
optimis terhadap masa depan. Sejalan dengan memiliki status ekonomi rendah adalah 86,7%
penelitian Erlina (2010) status bekerja dan tidak lebih banyak dari status ekonomi tinggi yaitu
bekerja berkaitan dengan terjadinya skizofrenia 13,3%. Dari hasil analisis bivariabel di hasilkan
(p=0,000) dimana orang yang tidak bekerja nilai p=0,000 menunjukan hubungan antara
mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar menderita status ekonomi dan terjadinya skizofrenia
skizofrenia dibandingkan dengan orang yang dimana status ekonomi rendah beresiko 6,0 kali
memiliki pekerjaan. mengalami skizofrenia.
Dari responden kasus yang Kabupaten Pati sebagai kabupaten yang
diwawancara diketahui mayoritas (70%) dikenal dengan “kota pensiunan” yaitu kota
pekerjaan penderita sebelum sakit adalah kecil yang memiliki permasalahan dalam hal

8
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

ketersediaan lapangan kerja sehingga (2009) hasil analisis hubungan antara riwayat
masyarakatnya memiliki budaya merantau ke keturunan dengan penyakit skizofrenia
luar daerah untuk mencari nafkah kemudian diperoleh hasil perbandingan proporsi yang
akan kembali ke Pati ketika pensiun nanti. tidak berbeda jauh antara kelompok kasus yang
Sedikit banyak budaya ini memiliki hubungan memiliki proporsi 76,9% dibandingkan dengan
dengan kebiasaan masyarakat usia produktif di kelompok kontrol 73,3%. Hasil uji statistik
Kecamatan Pati yang memilih untuk merantau diperoleh nilai p > 0,05 dan OR=1,21 (0,56-
ke daerah lain seperti Irian Jaya, Sumatera, 2,68).
maupun Kalimantan. Irian Jaya dan Sumatera
menjadi daerah favorit kalangan ekonomi Hubungan antara Faktor Pencetus dengan
rendah sebagai tujuan untuk mencari nafkah Kejadian Skizofrenia
untuk memperbaiki status ekonominya. Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p
Rata-rata penderita yang 0,000 (<α 0,05) sehingga Ho ditolak. Hal ini
bermigrasi/transmigrasi ikut tetangga atau dapat diketahui bahwa ada hubungan adanya
kerabat yang sudah sukses di perantauan dengan faktor pencetus dengan kejadian skizofrenia.
biaya sendiri atau hasil menghutang tanpa Perhitungan risk estimate didapatkan
melalui dinas transmigrasi yang memiliki kuota OR=23,143 (OR>1) dengan CI 6,024-88,908
transmigrasi penduduk terbatas 15-25 KK saja (tidak mencakup angka 1), hal ini berarti bahwa
per tahun (Dinas Transmigrasi Kabupaten Pati, sampel dengan faktor pencetus memiliki faktor
2014). Namun dikarenakan kurangnya resiko 23,143 kali untuk terkena skizofrenia
persiapan baik mental maupun keuangan yang dibandingkan sampel tidak memiliki faktor
cukup sebagai modal awal, mereka kemudian pencetus. Sesuai dengan teori Damabrata
mengalami kesulitan ekonomi dan masalah (2003:27) skizofrenia bukan merupakan penyakit
pekerjaan yang akhirnya bekerja serabutan melainkan sebuah syndrom hasil dari interaksi
dengan pendapatan dibawah UMK. beberapa faktor resiko seperti faktor
organobiologik (genetika, virus, & malnutrisi
Hubungan antara Faktor Keturunan dengan janin), psikoreligius, dan psikosial. Sejalan
Kejadian Skizofrenia dengan penelitian Amin (2009) hasil analisis
Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p hubungan antara riwayat keturunan dengan
0,772 (>α 0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini penyakit skizofrenia diperoleh hasil
dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan perbandingan proporsi yang tidak berbeda jauh
riwayat keturunan dengan kejadian skizofrenia. antara kelompok kasus yang memiliki proporsi
Perhitungan risk estimate didapatkan OR=1.403 76,9% dibandingkan dengan kelompok kontrol
(OR>1) dengan CI 0,446-4,406 (mencakup 73,3%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p > 0,05
angka 1), artinya sampel yang ada riwayat dan OR=1,21 (0,56-2,68). Sesuai dengan teori
keturunannya beresiko 1,403 kali untuk Damabrata (2003:27) skizofrenia bukan
terjadinya penyakit skizofrenia dibandingkan merupakan penyakit melainkan sebuah syndrom
dengan yang tidak ada riwayat keturunan. hasil dari interaksi beberapa faktor resiko seperti
Sesuai dengan teori Hawari (2012: 10) faktor dan pada fase berikutnya apabila dikenai
menyebutkan skizofrenia diturunkan karena stress sosio-ekonomi dan psikososial seperti
adanya gen resesif pada diri seseorang. status ekonomi yang rendah, gagal dalam
Perkawinan antara pasangan yang memiliki gen mencapai cita-cita, konflik yang berlarut,
resesif skizofrenia menghasilkan 36% kematian keluarga yang dicintai dan sebagainya
kemungkinan diturunkan ke anaknya sehingga dapat menjadi faktor pencetus berkembangnya
peran gen dalam kejadian skizofrenia sangat skizofrenia. Sejalan dengan penelitian kualitatif
kompleks dan masih dipengaruhi oleh faktor oleh Aini (2014) menghasilkan bahwa tujuh dari
lain seperti kondisi ketika masih dalam tujuh penderita gangguan jiwa berat memiliki
kandungan. Sejalan dengan penelitian Amin faktor pencetus dimana 3 dari 7 penderita

9
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

gangguan jiwa memiliki faktor pencetus berupa Darmabrata, Wahjadi, et


sosio-ekonomi, 2 dari 7 mengalami masalah al,2003,PsikiatriForensik,
percintaan, 1 dari 7 mengalami PenerbitBukuKedokteran EGC, Jakarta
ketidakharmonisan dalam keluarga berupa Davies, Teifion. 2009. ABC Kesehatan Mental.
perceraian atau pengalaman yang tidak PenerbitBukuKedokteran EGC, Jakarta.
menyenangkan, dan kemudian 1 dari 7 DepartemenKesehatan RI, 2013,
mengalami trauma kekerasan oleh orang tidak LaporanHasilRisetKesehatanDasar 2013.
dikenal yaitu perkosaan. Depkes RI, Jakarta
DinasTenagaKerjadanTransmigrasi. 2014.
SIMPULAN PerkembanganUpah Minimum ProvinsiJawa
Tengah tahun 1980-2014,
Ada hubungan antara faktor resiko jenis DinasTenagaKerjadanTransmigrasi
kelamin (p=0,002, OR=6,038), daerah tempat Efendi, Ferry, 2009,
tinggal (p=0,042, OR=4,263), tipe kepribadian KeperawatanKesehatanKomunitasTeoridanPr
(p=0,000, OR=14,268), status perkawinan aktikdalamKeperawatan, SalembaMedika,
(p=0,010, OR=4,747), status pekerjaan Jakarta
(p=0,040, OR=3,385), status sosio-ekonomi (p= Eric, Q., WU, et al, 2006, Annual Prevalence of
0,035, OR=3,675), faktor pencetus (p=0,000, Diagnosed Schizophrenia in USA, Cambridge
OR=23,143) dengan kejadian skizofrenia di University Press, UK, Vol. 50, No. 1535-
wilayah kerja Puskesmas Pati II. 1540
Tidak ada hubungan antara faktor Erlina, 2010,
tingkat pendidikan (p=0,705, OR=1,886), dan DeterminanTerhadapTimbulnyaSkizofreniap
faktor keturunan/genetika (p=0,772, adaPasienRawatJalan di RumahSakitJiwa
OR=23,143) dengan kejadian skizofrenia di Prof. HB Saanin Padang Sumatera Barat,
wilayah kerja Puskesmas Pati II. BeritaKedokteranMasyarakat, Vol. 26,
No. 2, Hmn. 71
DAFTAR PUSTAKA HawariDadang, 2012, SkizofreniaEdisiKetiga-
PendekatanHolistik (BPSS) Bio-Psiko-Sosial-
Adamo, Peter J., 2007, The Genotype Diet, PT Spiritual,
GramediaPustakaUtama, Jakarta BadanPenerbitFakultasKedokteran UI,
Amin, Muhamad, 2009, Peran Daerah Jakarta
TempatTinggalTerhadapKejadianPenyakitSk Kaplan &Sadock’s, 2008, Concise Textbook of
izofreniapadaPenderitaGangguanJiwa yang Clinical Psychiatry third edition, Lippincot
DirawatInap di RumahSakit Dr. William, Philadelphia
ErnaldiBaharProvinsi Sumatera Selatan Kinros, Jess, Et all, 2010, the Neurodevelopmental
Tahun 2007, Tesis, FKM UI, Jakarta Theory Schizophrenia Evidence form Studies
Aini, Qurratul, 2014, of Early Onset Cases, Vol. 47, No. 2. Isr J
Faktorpenyebabgangguanjiwapadapenderita PsychiatruRealtion Science Journal,
(psikotik) yang dipasung di KabupatenPati, London.
PuslitbangPati, KabupatenPati Lewis, G., et al,2001, Common Mental Disorders in
BPS Pati, 2013, Statistik Daerah Santiago, Chile: Prevalence and socio-
KabupatenPatiTahun 2013, diaksespada 19 Demographic Correlates, PubMed, Chile.
Juni 2014 Madon, Zainal, 2005,
(http://patikab.bps.go.id/data/publikasi/ PanduanMengurusRemaja Modern, PTS
publikasi_5/publikasi/files/search/search Profesional, Malaysia
text.xml) Maramis, Willy, F., 1994,
CatatanIlmuKedokteranJiwaEdisi,
Airlangga University Press, Surabaya

10
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

Pedersen, Carsten B. 2006. Are the Cause (s) Simanjuntak, Julianto. 2008.
Responsible for Urban-Rural Differences in KonselingGangguanJiwa&Okultisme,
Schizoprenia Risk Rooted in Families or in GramediaPustakaUtama, Jakarta
Individuals?.Vol. 163, jlmhlm. 971-978 Thorup, Anne, et al, 2007, Young Males habe a
Peraturan Daerah KabupatenPati No. 5 Tahun Higher Risk of Developing Schizophrenia,
2011, Rencana Tata Ruang Wilayah Phsychological Medicine Journal Vol. 37.
KabupatenPatiTahun 2010-2030,SekdaPati, Hlm. 479-484
KabupatenPati Yuliana, Bheti, 2013,
PuskesmasPati II, Data ProfilPuskesmasPati II ManajemenPsikotikdanKegawatdaruratanPsi
tahun 2013-2014, penerbitPuskemasPati kiatri di Layanan Primer, Edisi 5,
II, KabupatenPati JendelaHusada, KabupatenSleman,
Safaria, Triantoro, S.Psi, M.Si. dkk, 2004, Hlm.24
MenjadiPribadiBerprestasi. Grasindo. WHO, 2001.The World Health Report: Mental
Jakarta Health: New Understanding New Hope.
Scoth, James. 2006. Urban Birth and Risk of Geneva: WHO Library Cataloguing in
Schizophrenia: a Worryiing Example of Publication Data
Epidemiology where the Data are Stronger Yanuar, Rio, 2011, AnalisisFaktor yang
than the Hypotheses. Epidemiologi e BerhubungandenganKejadianGangguanJiwa
PsichiatriaSociale.Vol 15 hlm. 243-246 di
Semiun, Yustinus, 2006, Kesehatan Mental 3, DesaParinganKecamatanJenanganKabupaten
Kanisius, Yogyakarta Ponorogo, Unair, Surabaya

11
Agung Wahyudi & Arulita Ika Fibriana./ Public Health Perspective Journal 1 (1) (2016)

12

Anda mungkin juga menyukai