PENDAHULUAN
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah penyakit neurologi yang sangat
jarang, kejadiannya bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang
pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan
penelitian mendapatkan rata-rata insidensi 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak
insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia
dibawah 2 tahun.
Insidensi sindroma Guillain-Barre Usia termuda yang pernah dilaporkan
adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama
jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit
putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang
tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak.
Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah
dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan
wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa
perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden
tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan
kemarau.
Penyakit ini sering menyebabkan kelumpuhan yang cukup sering
dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan
keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan
dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa
yang baik. GBS biasanya mempunyai prognosa yang baik yaitu sekitar 80% tetapi
sekitar 15 % nya mempunyai gejala sisa/ defisit neurologis.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu
Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post
Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending
paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Sistem Saraf Perifer
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada di bagian luar otak
dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf cranial yang berasal
dari otak; saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta
reseptor sensorik yang berhubungan.
a. Saraf Kranial
1) Saraf Olfaktorius ( CN I )
2) Saraf Optik ( CN II )
4) Saraf Traklear ( CN IV )
5) Saraf Trigeminal ( CN V )
6) Saraf Abdusen ( CN VI )
9) Saraf Glosofaringeal ( CN IX )
b. Saraf Spinal
3) Neurotransmiter SSO
B. Patologi
1. Definisi
Terapi infrared adalah salah satu jenis terapi dalam bidang Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang menggunakan gelombang
elektromagnetik infra merah dengan karakteristik gelombang adalah
panjang gelombang 770nm-106 nm, berada di antara spektrum
gelombang cahaya yang dapat dilihat dengan gelombang microwave,
untuk pemanasan struktur muskuloskeletal yang terletak superfisial
dengan daya penetrasi 0,8-1mm.Tujuan dari terapi ini adalah
mengurangi nyeri, melancarkan sirkulasi darah dan merelaksasikan otot
2. Electrical Stimulation
Electrical Muscle Stimulation (EMS) adalah pengobatan di
mana arus dua fase memberikan rangsangan pada otot-otot dalam
berbagai cara, termasuk denyutan, lonjakan atau kontraksi yang
bertujuan untuk menabah kekuatan kerja otot.
3. Positioning
Positioning adalah salah satu metode untuk mencegah lesi
yang terjadi pada kulit sebagai akibat tekanan yang lama dan tidak
hilang. Tekanan, bila tidak dihilangkan, dapat menyebabkan
kerusakan jaringan, posisi yang tepat diberikan pada pasien
hemoragig yaitu :
Posisi sim posisi miring ke kanan atau ke kiri, posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan pada pasien dimana
Berat badan terletak pada tulang illium, humerus dan
klavikula.
Posisi Anti Trendelenburg, Pada posisi ini pasien berbaring
ditempat tidur dengan bagian kepala lebih tinggi dari pada
kaki untuk melancarkan sirkulasi darah ke kaki serta
memperlancar vaskulasi darah dan mencegah terjadinya
pendarahan berlebih di daerah kepala.
4. Passive Exercise
Suatu pemberian terapi manual ketika pasien tidak mampu
melakukan gerakan akibat kekuatan otot yang melemah. Yang
diberikan pada tungkai dan lengan sebelah kanan. Yang bertujuan
antara lain :
a. Meminimalkan efek terjadinya kontraktur
b. Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak
c. Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik
5. Diafragma Breathing
Dengan diberikan diaphragmatic breathing exercise terjadi
pengembangan rongga thorax dan paru saat inspirasi serta otot otot
ekspirasi (otot-otot abdomen) berkontraksi secara aktif sehingga
mempermudah pengeluaran udara (CO2) dari rongga thorax
kemudian mengurangi kerja bernafas dan peningkatan ventilasi
sehingga terjadi peningkatan perfusi juga perbaikan kinerja alveoli
untuk mengefektifkan pertukaran gas sehingga kadar CO2 dalam
arteri berkurang maka dengan diaphragmatic breathing exercise
arus puncak ekspirasi meningkat dan baik untuk pasien post stroke
akut karena terjadi permasalahan pada system saraf pusat sehingga
dengan diberikannya latihan ini akan menguatkan otot oto yang ada
disekitarnya. (Semara, 2012).
6. Bridging Exercise
8. Static contraction
B. Anamnesis Khusus
1. Keluhan utama : Kelemahan pada kedua ekstremitas superior dan
inferior
2. Riwayat perjalanan penyakit : keluhan dirasakan pasien sejak 2
minggu yang lalu. Tiga hari sebelumnya pasien mengalami diare dan
kesemutan pada area paha. Tiga hari berikutnya pasien tidak dapat
menggerakkan ekstremitas dan dibawah ke RSUD Pare-pare dan
menerima perawatan selama 1 minggu kemudian di rujuk ke RSUP
Wahidin Sudirohusodo.
3. Penyakit penyerta :-
C. Inspeksi/Observasi
1. Statis : Pasien dalam keadaan baring lemah.
2. Dinamis : Pasien kesulitan menggerakkan kedua tungkainya
D. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
a. Blood Preasue : 130/90 mmHg
b. Heart Rate : 103 kali/menit
c. Rspiratory Rate : 27 kali/menit
2. Palpasi
Otot-otot kedua lengan dan tungkai mengalami hipotonus
E. Pemeriksaan Spesifik
1. Tes Kesadaran dengan GCS
No Parameter yang dinilai Nilai/skor
1. Membuka Mata/eye
a. Klien dapat membuka mata spontan 4
b. Klien dapat membuka mata dengan perintah 3
c. Klien dapat membuka mata dengan ransangan 2
nyeri 1
d. Klien tidak merespon
2. Respon Motorik
a. Klien dapat melakukan gerakan sesuai intruksi 6
b. Klien hanya mampu melokalisir nyeri 5
c. Klien hanya mampu mengindari sumber nyeri 4
d. Adanya gerakan fleksi abnormal (dekortikasi) 3
e. Adanya gerakan ekstensi abnormal (decebrasi) 2
f. Klien tidak merespo 1
3. Respon Verbal
a. Klien dapat menjawab dengan benar, orientasi 5
sempurna 4
b. Klien mengalami disorientasi/ bingung 3
c. Kata-kata tidak dapat dimengerti/tidak 2
bermakna 1
d. Suara tidak jelas/ mengerang
e. Klien tidak merespon
Destra Sinistra
Tonus otot ekstremitas atas 0 1
Tonus otot ekstremitas bawah 2 2
2. Tes sensorik
a) Tes tajam tumpul : Normal
b) Tes rasa sakit : Normal
c) Tes rasa posisi : Normal
3. Tes gerak pasif
Gerakan Hasil
Bahu
a) Fleksi Shoulder Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Shoulder keterbatasan
c) Abduksi shoulder Tidak ada nyeri dan
d) Adduksi shoulder keterbatasan
Terbatas dan nyeri tertarik
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
Elbow
a) Fleksi Elbow Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Elbow keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
Hip
a) Fleksi Hip Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Hip keterbatasan
c) Abduksi Hip Tidak ada nyeri dan
d) Adduksi Hip keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
Knee
a) Fleksi Knee Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Knee keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
4. Tes motorik
1 1
6. Tes reflex
Refleks Destra Sinistra
Refleks Fisiologis Patella - -
Achilles - -
Biceps - -
Tricep - -
Refleks Patologis Babinsky - -
Hoffman - -
Gordon ada ada
7. Tes kognitif
a) Komunikasi : Kurang
b) Atensi : Cukup baik
c) Motivasi : Baik
d) Emosi : Cukup baik
e) Problem solving : Kurang
8. Tes Koordinasi : Pasien sulit melakukan tes koordinasi pada
ekstremitas dextra karena kelemahan pada ototnya.
9. Tes Keseimbangan : Reaksi keseimbangan mengangkat pantat belum
mampu dilakukan
10. Pemeriksaan otonom : BAB dan BAK tidak normal
H. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai konsep ICF)
1. Diagnose Fisioterapi
“Gangguan Fungsional ADL Tetraparese et causa Guillain Barre
Syndrome”
2. Problematic Fisioterapi
a. Impairment (Body Structure and fungtion)
1) Kelemahan pada kedua ekstremitas superior dan
inferior
2) Atropi
3) Hipotonus
b. Activity Limitation
1) Penurunan kemampuan untuk mobilitas di tempat tidur
2) Penurunan Kemampuan transfer dan ADL
c. Participation Restriction
1) Keterbatasan saat beribadah
2) Keterbatasan dalam bekerja
3) Keterbatasan dalam rekreasi
2. Electrical Stimulation
Posisi pasien : Supine lying
Persiapan alat : Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam
keadaan baik. Pastikan spons dalam keadaan
basah. Dan pastikan alat tersambung arus
lisrtik.
Teknik pelaksanaan :
1) Tekan tombol ON pada alat.
2) Tentukan (dosis, frekuensi dan waktu) :
Jenis arus : Eletrical Stimulation
Frequensi : 4000 HZ
Intensitas : 15 mA
AMF : 200HZ
Frequensi modulation :-
Mod. Program : 6/6
3) Letakkan pad pada fleksus brachialis dan di muscle belly
epicondylus medialis.
4) Tekan tombol star untuk memulai therapy.
5) Naikkan intesitas secara bertahap ampai ada kontraksi .
6) Setalah waktu habis, pad dilepaskan dari tubuh pasien.
7) Tekan tombol OFF.
8) lepaskan kaber dari arus listrik.
3. Positioning
Posisi Pasien : Tidur terlentang dalam keadaan rileks.
Posisi Fisioterapis : Berdiri di samping bed pasien.
Pelaksanaan : Fisioterapis melakukan positioning pada
lengan dan tungkai pasien dalam bentuk
posisi anatomi yang bagus.
Tujuan : Untuk mencegah posisi abnormal saat pasien
kembali pulih.
4. Passive Exercise
Ekstremitas Atas
Posisi Pasien : Tidur terlentang dengan lengan berada pada posisi
anatomi.
Posisi Fisioterapis : Berdiri di samping bed bagian lengan pasien
dengan posisi kedua tangan berada pada lengan pasien.
Pelaksanaan : Fisioterapis memberikan latihan gerakan pasif
terhadap lengan pasien secara berulang-ulang.
Ekstremitas Bawah
Posisi Pasien : Tidur terlentang dengan tungkai berada pada posisi
anatomi.
Posisi Fisioterapis : Berdiri di samping bed bagian tungkai pasien
dengan posisi kedua tangan berada pada tungkai pasien.
Pelaksanaan : Fisioterapis memberikan latihan gerakan pasif
terhadap tungkai pasien secara berulang-ulang.
Tujuan :
a. Meminimalkan efek terjadinya kontraktur
b. Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak
c. Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik
5. Bridging exercise
Posisi pasien : supine lying dengan posisi fleksi knee 600
dan kedua ada di samping badan
6. Breathing Exercise
K. Edukasi
1. Pasien diharapkan untuk tetap melakukan terapi ke fisioterapi.
2. Minta keluarga untuk melakukan latihan yang telah di berikan/ di
ajarkan ke fisioterapi seperti positioning, breathing, bridging dan
passive exercise.
3. Keluarga pasien diharapkan memberikan motivasi pasien untuk latihan
setiap hari.
L. Evaluasi Fisioterapi
Setelah pemberian terapi beberapa hari kelemahan otot mulai
menurun, peningkatan kekuatan otot pasien meningkat pasein sudah
mampu menggerakkan sedikit jari jarinya dan tungkainya serta melawan
tahanan , reaksi keseimbangan sangat kurang , aktifitas daily living (ADL)
meningkat dan keadaan psikis pasien membaik dan tetap semangat dalam
latihan.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Guillain BarreSyndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem
kekebalan seseorang menyerangsistem syaraf tepi dan menyebabkan
kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi
karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dansumsum belakang
dengan seluruh bagian tubuh kita rusak.Kerusakan sistem syaraf
tepimenyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada
penurunan respon systemotot terhadap kerja sistem syaraf.
Pada kasus Guillain Barre Syndrom (GBS), parastesi dan kelemahan
otot dapat diatasi dengan pemberian modalitas seperti Infra Red (IRR),
Eletrical Stimulation (ES) dan pemberian exercise therapy seperti, , passive
exercise, breathing exercise, positioning dan bridging exercise.
2. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
pengertian, tanda dan gejala etiologi dan proses patologi dari hemiparese post
stroke . Dengan demikian, diharapkan nantinya dapat melakukan pencegahan
dan pengobatan terhadap Guillain BarreSyndrom (GBS), .
DAFTAR PUSTAKA
http://abet-physicaltherapy.blogspot.co.id/2015/03/guillain-barre-syndrome-
gbs.html
https://www.physio-pedia.com/Guillain-Barre_Syndrome
http://www.ijhsr.org/IJHSR_Vol.5_Issue.9_Sep2015/77.pdf
https://dhaenkpedro.wordpress.com/gullain-barre-syndrome-gbs/
http://abet-physicaltherapy.blogspot.co.id/2015/03/guillain-barre-syndrome-
gbs.html .Diakses pada tanggal 12 April 2018.
file:///C:/Users/nurafifah/Downloads/36532-673-72486-1-10-20180112.pdf
.Diakses pada tanggal 12 April 2018.
LAPORAN KASUS
JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
TA 2017/2018