Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah penyakit neurologi yang sangat
jarang, kejadiannya bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang
pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan
penelitian mendapatkan rata-rata insidensi 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak
insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia
dibawah 2 tahun.
Insidensi sindroma Guillain-Barre Usia termuda yang pernah dilaporkan
adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama
jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit
putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang
tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak.
Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah
dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan
wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa
perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden
tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan
kemarau.
Penyakit ini sering menyebabkan kelumpuhan yang cukup sering
dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan
keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan
dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa
yang baik. GBS biasanya mempunyai prognosa yang baik yaitu sekitar 80% tetapi
sekitar 15 % nya mempunyai gejala sisa/ defisit neurologis.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu
Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post
Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending
paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Sistem Saraf Perifer
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada di bagian luar otak
dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf cranial yang berasal
dari otak; saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta
reseptor sensorik yang berhubungan.
a. Saraf Kranial

12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak.


Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi
sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik.

1) Saraf Olfaktorius ( CN I )

Merupakan saraf sensorik.Saraf ini berasal dari epithelium


olfaktori mukosa nasal.Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus
olfaktori dan menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung
lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera penciuman
berada.

2) Saraf Optik ( CN II )

Merupakan saraf sensorik.Impuls dari batang dan kerucut


retina di bawa ke badan sel akson yang membentuk saraf
optic.Setiap saraf optic keluar dari bola mata pada bintik buta dan
masuk ke rongga cranial melaui foramen optic.Seluruh serabut
memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei
genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual
lobus oksipital untuk persepsi indera penglihatan.
3) Saraf Okulomotorius ( CN III )

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari


saraf motorik.Neuron motorik berasal dari otak tengah dan
membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik
superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata
dan ke otot polos tertentu pada mata.Serabut sensorik membawa
informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang
terinervasi ke otak.

4) Saraf Traklear ( CN IV )

Adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari


saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf
cranial.Neuron motorik berasal dari langit-langit otak tengah dan
membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik
dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik
superior ke otak.

5) Saraf Trigeminal ( CN V )

Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi


sebagian besar terdiri dari saraf sensorik.Bagian ini membentuk
saraf sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta rongga
oral.Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot
mastikasi kecuali otot buksinator.Badan sel neuron sensorik terletak
dalam ganglia trigeminal.

Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi:

a) Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata,


bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan
kulit dahi serta kepala.
b) Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah,
rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.
c) Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah,
gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal kulit kepala.

6) Saraf Abdusen ( CN VI )

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari


saraf motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada
pons yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik
membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.

7) Saraf Fasial ( CN VII )

Merupakan saraf gabungan.Meuron motorik terletak dalam


nuclei pons.Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk
kelenjar air mata dan kelenjar saliva.Neuron sensorik membawa
informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga bagian anterior
lidah.

8) Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )

Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi.

a) Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi dari


reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti
telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli
inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus
dan kemudian ke area auditori pada lobus temporal.
b) Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan
dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang
yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.

9) Saraf Glosofaringeal ( CN IX )

Merupakan saraf gabungan.Neuron motorik berawal dari


medulla dan menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta
kelenjar saliva parotid.Neuron sensorik membawa informasi yang
berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan
sensasi umum dari faring dan laring; neuron ini juga membawa
informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu.

10) Saraf Vagus ( CN X )

Merupakan saraf gabungan.Neuron motorik berasal dari


dalam medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan
abdomen.Neuron sensorik membawa informasi dari faring, laring,
trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla dan
pons.

11) Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri


dari serabut motorik. Neuron motorik berasal dari dua area: bagian
cranial berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer
faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis
serviks dan menginervasi otot trapezius dan
sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari
otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya otot
laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid.

12 Saraf Hipoglosal ( CN XII )

saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf


motorik.Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot
lidah.Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di
lidah.

b. Saraf Spinal

31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal


(posterior) dan ventral(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal
ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal.Semua
saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda
melalui neuron eferen.

Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia


kolumna bertebra tempat munculnya saraf tersebut.

1) Saraf serviks ; 8 pasang, C1 – C8.

2) Saraf toraks ; 12 pasang, T1 – T12.

3) Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 – L5.

4) Saraf sacral ; 5 pasang, S1 – S5.

5) Saraf koksigis, 1 pasang.

Saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen


intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi empat divisi yaitu:
cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan cabang viseral.

Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari


ramus ventral seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan
awal saraf interkostal.

c. Sistem Saraf Otonom


SSO merupakan sistem motorik eferen visceral.Sistem ini
menginervasi jantung; seluruh otot polos, seperti pada pembuluh darah
dan visera serta kelenjar-kelenjar.SSO tidak memiliki input volunteer;
walaupun demikian, sistem ini dikendalikan oleh pusat dalam
hipotalamus, medulla dan korteks serebral serta pusat tambahan pada
formasi reticular batang otak.
Serabut aferen sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau
rasa kenyang dan pesan-pesan yang berkaitan dengan frekwensi
jantung, tekanan darah dan pernapasan, yang di bawa ke SSP di
sepanjang jalur yang sama dengan jalur serabut saraf motorik viseral
pada SSO.
Divisi SSO memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi
parasimpatis.Sebagian besar organ yang diinervasi oleh SSO menerima
inervasi ganda dari saraf yang berasal dari kedua divisi.Divisi simpatis
dan parasimpatis pada SSO secara anatomis berbeda dan perannya
antagonis.

1) Divisi Simpatis / Torakolumbal

Memiliki satu neuron preganglionik pendek dan satu


neuron postganglionic panjang. Badan sel neuron preganglionik
terletak pada tanduk lateral substansi abu-abu dalam segemen
toraks dan lumbal bagian atas medulla spinalis.

Fungsi saraf ini terutama untuk memacu kerja organ tubuh,


walaupun ada beberapa yang malah menghambat kerja organ
tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat detak jantung,
memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi
yang menghambat, antara lain memperlambat kerja alat
pencernaan, menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi
kantung seni.

2) Divisi Para Simpatis / Kraniosakral

Memiliki neuron preganglionik panjang yang menjulur


mendekati organ yang terinervasi dan memiliki serabut
postganglionic pendek. Badan sel neuron terletak dalam nuclei
batang otak dan keluar melalui CN III, VII, IX, X, dan saraf XI,
juga dalam substansi abu-abu lateral pada segmen sacral kedua,
ketiga dan keempat medulla spinalis dan keluar melalui radiks
ventral.
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika
dibandingkan dengan saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki
fungsi, antara lain menghambat detak jantung, memperkecil pupil
mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat pencernaan,
merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena
cara kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan
keadaan yang normal.

3) Neurotransmiter SSO

Asetilkolin dilepas oleh serabut preganglionik simpatis dan


serabut preganglionik parasimpatis yang disebut serabut
kolinergik. Norepinefrin dilepas oleh serabut post ganglionik
simpatis, yang disebut serabut adrenergic. Norepinefrin dan
substansi yang berkaitan, epinefrin juga dilepas oleh medulla
adrenal.

B. Patologi
1. Definisi

Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012),


Guillain BarreSyndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem
kekebalan seseorang menyerangsistem syaraf tepi dan menyebabkan
kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadikelumpuhan. Hal ini
terjadi karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dansumsum
belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak.Kerusakan sistem syaraf
tepimenyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada
penurunan respon systemotot terhadap kerja sistem syaraf.
Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
a. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan
jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering
disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun
yang menyerang membrane sel Schwann.
b. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang
jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens,
berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya
mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala,
yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi
Anti-GQ1b dalam 90% kasus.
c. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik
Cina; menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di
Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun
yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman
dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati
antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering
ditemukan pada AMAN.
d. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan
AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga
menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat.
Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
e. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang
paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi,
akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.
f. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE), ditandai oleh onset
akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia
atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et
al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti
fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada
batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun
gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.
2. Etiologi
Penyebab GBS awalnya tidak diketahui sehingga penyakit ini
mempunyai nama lainAcute idiophatic polineuritis atau polineuritis
idiopatik akut. Idiopatik berasal dari kata“idiot” atau “tidak tahu”.Bersama
jalannya waktu diketahui bahwa GBS dapat disebabkanoleh kerusakan
sistem kekebalan.Kerusakan sistem kekebalan tersebut
menimbulkanpembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan
tidak adanya pesan dari otakuntuk melakukan gerakan yang dapat diterima
oleh otot yang terserang. Apabila banyaksyaraf yang terserang, di mana
salah satunya adalah syaraf sistem kekebalan, sehingga systemkekebalan
tubuh kita pun akan kacau, dengan tidak diperintah dia akan mengeluarkan
cairansistem kekebalan tubuh di tempat-tempat yang tidak diinginkan.
Pengobatan akanmenyebabkan sistem kekebalan tubuh akan berhenti
menyerang syaraf dan bekerjasebagaimana mestinya dan gejala hilang dan
bisa pulih sehat seperti semula.
Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
a. Infeksi : Misal radang tenggorokan atau radang lainnya.
b. Iinfeksi Virus : Misal Measles, Mumps, Rubela, Influenza A,
Influenza B, Varicella zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia,
variola, hepatitis inf, coxakie)
c. Infeksi Lain : Mycoplasma Pneumonia, Salmonella
Thyposa, Brucellosis, Campylobacter Jejuni pada enteritis .
d. Vaksinasi : Rabies, Swine flu
e. Pembedahan
f. Penyakit sistematik:
g. Keganasan ; Hodgkin’s Disease, Carcinoma,Lymphoma.
h. Systemic lupus erythematosus
i. Tiroiditis
j. Penyakit Addison
k. Kehamilan terutama pada trimester ketiga atau dalam masa nifas.
Tabel: Jenis - jenis infeksi yang sering menjadi penyebab GBS

3. Tanda dan Gejala


Gejala awal antara lain adalah rasa seperti ditusuk-tusuk jarum di
ujung jari kaki atautangan atau mati rasa di bagian tubuh tersebut. Kaki
terasa berat dan kaku mengeras, lenganterasa lemah dan telapak tangan
tidak bisa mengenggam erat atau memutar sesuatu denganbaik (buka
kunci, buka kaleng dan lain-lain). Gejala awal ini bisa hilang dalam tempo
waktubeberapa minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan
atau susahmenjelaskannya pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih
lanjut karena gejala-gejalaakan hilang pada saat diperiksa. Gejala tahap
berikutnya pada saat mulai muncul kesulitanberarti, misalnya : kaki sudah
melangkah, lengan menjadi sakit lemah, dan kemudian doktermenemukan
syaraf refleks lengan telah hilang fungsinya (Anonim, 2006).
Gejala awal biasanya kelemahan atau rasa kesemutan pada
kaki.Rasa itu dapatmenjalar ke bagian tubuh atas tubuh. Pada beberapa
kasus bisa menjadi lumpuh, Hal ini biasmenyebabkan kematian. Pasien
kadang membutuhkan alat respirator untuk bernapas.Gejalabiasanya
memburuk setelah beberapa minggu, kemudian stabil. Banyak orang bisa
sembuh,namun kesembuhan bisa didapatkan dalam minggu atau tahun
(CDC, 2012 ; Marjo, 1978 ;Sidarta, 2004 ; Walshe, 1978).
Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
a. Fase progresif.
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala
awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase
ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik;
derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat
serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir
klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi
secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase
penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang
permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
b. Fase plateau.
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil,
dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala.
Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada
sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama
dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan
fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah,
irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta
status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita
umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan
khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat
akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun
nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama
fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung
mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien
lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan,
sebelum dimulainya fase penyembuhan.
c. Fase penyembuhan .
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan
perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti
memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala
berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi.
Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk
membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan
otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan
otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang
berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga
bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu
bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap
menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah
penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat
kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas:
a. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai,
ascenden ke lengan - 10% dimulai dengan kelemahan lengan -
Walaupun jarang, kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-
pharyngeal-brachial) Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya
50% pasien dan biasanya bilateral - Refleks: hilang / pada
sebagian besar kasus
b. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan,
glove & stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri
bisa berupa mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai
sensasi terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik krn
proprioseptif terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus.
c. Disfungsi Otonom
1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi
2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal
3) Retensi urine
Gambar: Fase perjalan klinis.
4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi
Gullain Barre Syndrome diduga juga disebabkan oleh kelainan
system imun lewat mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity
atau lewat antibody mediated demyelinisation. Masih diduga,
mekanismenya adalah limfosit yang berubah responya terhadap
antigen.Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf
perifer, maka semua saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung
myelin terlepas dan menyebabkan system penghantaran implus terganggu.
Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka
semua saraf perifer dan myelin saraf perifer, maka semua saraf dan
cabangnya merupakan target potensial, dan biasannya terjadi difus.
Kelemahan atau hilangnya system sensoris terjadi karena blok konduksi
atau karena axor telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi.
Proses remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setyelah proses
keradangan terjadi. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin
dan menyerang beberapa saraf.Oleh karena itu GBS disebut juga Acute
Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP).
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat
ini belum diketahui.Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut
disebabkan oleh penyakit autoimun. Dalam sistem kekebalan seluler, sel
limposit T memegang peranan penting disamping peran
makrofag.Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone
marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan
kedalam jaringan limfoid dan peredaran.
Sumber lain mengatakan ,infeksi baik yang disebabkan oleh
bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki sel Schwann dari saraf
dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit
T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan
memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai
pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri
mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya
sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut
menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri
berkurang.Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin
bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan
myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin
yang di invasi oleh antigen tersebut.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak
dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan
kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima
lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.

C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi


1. Infra red

Terapi infrared adalah salah satu jenis terapi dalam bidang Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang menggunakan gelombang
elektromagnetik infra merah dengan karakteristik gelombang adalah
panjang gelombang 770nm-106 nm, berada di antara spektrum
gelombang cahaya yang dapat dilihat dengan gelombang microwave,
untuk pemanasan struktur muskuloskeletal yang terletak superfisial
dengan daya penetrasi 0,8-1mm.Tujuan dari terapi ini adalah
mengurangi nyeri, melancarkan sirkulasi darah dan merelaksasikan otot

Indikasi Pemberian Infrared :

 Kondisi setelah peradangan sub – akut, seperti sprain, muscle


strain, contusion
 Arthritis seperti : Rheumatoid arthritis, osteoarthritis, mialgia,
neuritis
 Gangguan sirkulasi daran, seperti : tromboplebitis, Raynold’s
disease
 Penyakit kulit, seperti : folliculitis, wound Persiapan exercise
dan massage

Kontraindikasi Pemberian Infrared :

 Daerah insufisiensi darah


 Gangguan sensibilitas
 Adanya kecenderungan terjadi perdarahan
 Luka terbuka

2. Electrical Stimulation
Electrical Muscle Stimulation (EMS) adalah pengobatan di
mana arus dua fase memberikan rangsangan pada otot-otot dalam
berbagai cara, termasuk denyutan, lonjakan atau kontraksi yang
bertujuan untuk menabah kekuatan kerja otot.
3. Positioning
Positioning adalah salah satu metode untuk mencegah lesi
yang terjadi pada kulit sebagai akibat tekanan yang lama dan tidak
hilang. Tekanan, bila tidak dihilangkan, dapat menyebabkan
kerusakan jaringan, posisi yang tepat diberikan pada pasien
hemoragig yaitu :
 Posisi sim posisi miring ke kanan atau ke kiri, posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan pada pasien dimana
Berat badan terletak pada tulang illium, humerus dan
klavikula.
 Posisi Anti Trendelenburg, Pada posisi ini pasien berbaring
ditempat tidur dengan bagian kepala lebih tinggi dari pada
kaki untuk melancarkan sirkulasi darah ke kaki serta
memperlancar vaskulasi darah dan mencegah terjadinya
pendarahan berlebih di daerah kepala.
4. Passive Exercise
Suatu pemberian terapi manual ketika pasien tidak mampu
melakukan gerakan akibat kekuatan otot yang melemah. Yang
diberikan pada tungkai dan lengan sebelah kanan. Yang bertujuan
antara lain :
a. Meminimalkan efek terjadinya kontraktur
b. Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak
c. Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik
5. Diafragma Breathing
Dengan diberikan diaphragmatic breathing exercise terjadi
pengembangan rongga thorax dan paru saat inspirasi serta otot otot
ekspirasi (otot-otot abdomen) berkontraksi secara aktif sehingga
mempermudah pengeluaran udara (CO2) dari rongga thorax
kemudian mengurangi kerja bernafas dan peningkatan ventilasi
sehingga terjadi peningkatan perfusi juga perbaikan kinerja alveoli
untuk mengefektifkan pertukaran gas sehingga kadar CO2 dalam
arteri berkurang maka dengan diaphragmatic breathing exercise
arus puncak ekspirasi meningkat dan baik untuk pasien post stroke
akut karena terjadi permasalahan pada system saraf pusat sehingga
dengan diberikannya latihan ini akan menguatkan otot oto yang ada
disekitarnya. (Semara, 2012).
6. Bridging Exercise

Teknik bridging exercise adalah salah satu bentuk latihan untuk


meningkatkan postural control, memelihara postural aligment dan
meningkatkan neuromuscular control. Latihan bridging exercise
merupakan komponen penting dalam memberikan kekuatan local dan
keseimbangan untuk memaksimalkan aktifitas secara efisien. Kerja
core stability memberikan suatu pola adanya stabilitas proksimal yang
digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal
merupakan gerakan kesinambungan yang melindungi sendi pada distal
yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak. Saat bergerak otot-otot
core meliputi trunk dan pelvic yang bertanggung jawab untuk
memelihara stabilitas spine dan pelvic, sehingga membantu dalam
aktifitas, disertai perpindahan energi dari bagian tubuh yang besar
hingga kecil selama beraktifitas (Rifai, 2015).

Latihan ini menimbulkan kontraksi otot etika otot sedang


berkontraksi, sintesa protein kontraktil otot berlangsung jauh lebih
cepat daripada kecepatan penghancurnya sehingga menghasilkan aktin
dan miosin yang bertambah banyak secara progersif di dalam
miofibril. Kemudian miofibril itu sendiri akan memecah di dalam
setiap serat otot untuk membentuk miofibril baru. Peningkatan jumlah
miofibril tambahan yang menyebabkan serat otot menjadi hipertropi.
Dalam serat otot yang mengalami hipertropi terjadi peningkatan
komponen sistem metabolisme fostagen, termasuk ATP dan
fosfokreatin. Hal ini mengakibatkan peningkatan kemampuan sistem
metabolik aerob dan anaerob yang dapat meningkatkan energi dan
kekuatan otot. (Kusnanto dkk, 2014). Tujuan dari latihan ini adalah
penguatan otot gluteus untuk Penguatan m. gluteus maksimus,m.
hamstring, m. erector spine, m. Multifidus dan sebagai latihan dasar
untuk meningkatkan stabilitas dan keseimbangan tulang belakang
(Quin, 2012)
7. Core Stability

Core stability exercise prinsipnya yaitu mengkontraksikan otot


stabilisator trunk yaitu multifidus, transversus abdominis, internal
oblique. Serta diikuti dengan kontraksi otot-otot perut dalam
mempertahankan posisi panggul yang optimal, dengan memelihara
vertebra netral dan stabil. Secara lebih rinci, stabilitas inti adalah
interaksi koordinasi dan kekuatan antara otot perut, trunk, diafragma
dan otot pantat selama aktifitas untuk memastikan vertebra agar tetap
stabil dan kuat dalam pergerakannya sehari-hari.
Manfaat core stability exercise untuk memperbaiki stabilitas
postural dengan latihan motor kontrol yaitu melakukan ko-kontraksi
pada otot transversus abdominus dan otot multifidus, dengan adanya
efek stabilisasi ko-kontraksi dapat disamakan mengaktifkan deep
muscle korset untuk mendukung segmen vertebra yang akan
memperbaiki postur. Sehingga akan menurunkan tekanan pada diskus
intervertebralis yang menurunkan nyeri (Francka, 2010).

8. Static contraction

Statik kontraksi juga sering disebut kontraksi isometrik yaitu


kontraksi otot dimana sendi dalam keadaan stastis. Pada kontraksi
isometrik terjadi: Resiprocal innervation (Reserve Innervation) yaitu
kelompok otot agonis berkontraksi maka akan diikuti oleh rileksasi
pada kelompok otot antagonisnya. Latihan Kontraksi isometrik pada
otot akan diikuti oleh relaksasi akibat dari teraktivasinya golgi tendon
organ (GTO). Latihan isometrik akan meningkatan rekruitmen motor
unit pada otot, sehingga semakin banyak motor unit yang aktif maka
semakin banyak serabut otot yang bekerja. Dari hal itu akan terjadi
peningkatan kekuatan otot.
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
A. Identitas Umum Pasien
1. Nama : Tn. H
2. Umur : 53 Tahun
3. Pekerjaan : Wiraswasta
4. Alamat : Pare-pare
5. Jenis Kelamin : Laki laki
6. Agama : Islam

B. Anamnesis Khusus
1. Keluhan utama : Kelemahan pada kedua ekstremitas superior dan
inferior
2. Riwayat perjalanan penyakit : keluhan dirasakan pasien sejak 2
minggu yang lalu. Tiga hari sebelumnya pasien mengalami diare dan
kesemutan pada area paha. Tiga hari berikutnya pasien tidak dapat
menggerakkan ekstremitas dan dibawah ke RSUD Pare-pare dan
menerima perawatan selama 1 minggu kemudian di rujuk ke RSUP
Wahidin Sudirohusodo.
3. Penyakit penyerta :-
C. Inspeksi/Observasi
1. Statis : Pasien dalam keadaan baring lemah.
2. Dinamis : Pasien kesulitan menggerakkan kedua tungkainya

D. Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
a. Blood Preasue : 130/90 mmHg
b. Heart Rate : 103 kali/menit
c. Rspiratory Rate : 27 kali/menit
2. Palpasi
Otot-otot kedua lengan dan tungkai mengalami hipotonus
E. Pemeriksaan Spesifik
1. Tes Kesadaran dengan GCS
No Parameter yang dinilai Nilai/skor
1. Membuka Mata/eye
a. Klien dapat membuka mata spontan 4
b. Klien dapat membuka mata dengan perintah 3
c. Klien dapat membuka mata dengan ransangan 2
nyeri 1
d. Klien tidak merespon
2. Respon Motorik
a. Klien dapat melakukan gerakan sesuai intruksi 6
b. Klien hanya mampu melokalisir nyeri 5
c. Klien hanya mampu mengindari sumber nyeri 4
d. Adanya gerakan fleksi abnormal (dekortikasi) 3
e. Adanya gerakan ekstensi abnormal (decebrasi) 2
f. Klien tidak merespo 1
3. Respon Verbal
a. Klien dapat menjawab dengan benar, orientasi 5
sempurna 4
b. Klien mengalami disorientasi/ bingung 3
c. Kata-kata tidak dapat dimengerti/tidak 2
bermakna 1
d. Suara tidak jelas/ mengerang
e. Klien tidak merespon

HASIL :15 (COMPOSMENTIS)


Keterangan : Sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya dan lingkungannya dan
dapat menjawab pertanyaan pemeriksaan dengan baik.
2. Tes Tonus otot (SKALA ASWORTH)

Destra Sinistra
Tonus otot ekstremitas atas 0 1
Tonus otot ekstremitas bawah 2 2

2. Tes sensorik
a) Tes tajam tumpul : Normal
b) Tes rasa sakit : Normal
c) Tes rasa posisi : Normal
3. Tes gerak pasif
Gerakan Hasil
Bahu
a) Fleksi Shoulder Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Shoulder keterbatasan
c) Abduksi shoulder Tidak ada nyeri dan
d) Adduksi shoulder keterbatasan
Terbatas dan nyeri tertarik
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan

Elbow
a) Fleksi Elbow Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Elbow keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
Hip
a) Fleksi Hip Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Hip keterbatasan
c) Abduksi Hip Tidak ada nyeri dan
d) Adduksi Hip keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan
Knee
a) Fleksi Knee Tidak ada nyeri dan
b) Ekstensi Knee keterbatasan
Tidak ada nyeri dan
keterbatasan

4. Tes motorik

Item yang diukur Nilai Keterangan


Terlentang ke tidur miring pada sisi yang 0 Tidak dapat
sehat dilakuakan karena
adanya kelemahan
Terlentang ke duduk di samping bed 0 Tidak dapat
dilakuakan karena
adanya kelemahan
Keseimbangan duduk 0 Tidak dapat
dilakuakan karena
adanya kelemahan
Duduk ke berdiri 0 Tidak dapat
dilakuakan karena
adanya kelemahan
5. Pemeriksaan kekuatan otot (MMT)
Hasil pemeriksaan MMT :
Kanan Kiri
0 1

1 1

6. Tes reflex
Refleks Destra Sinistra
Refleks Fisiologis Patella - -
Achilles - -
Biceps - -
Tricep - -
Refleks Patologis Babinsky - -
Hoffman - -
Gordon ada ada

7. Tes kognitif
a) Komunikasi : Kurang
b) Atensi : Cukup baik
c) Motivasi : Baik
d) Emosi : Cukup baik
e) Problem solving : Kurang
8. Tes Koordinasi : Pasien sulit melakukan tes koordinasi pada
ekstremitas dextra karena kelemahan pada ototnya.
9. Tes Keseimbangan : Reaksi keseimbangan mengangkat pantat belum
mampu dilakukan
10. Pemeriksaan otonom : BAB dan BAK tidak normal
H. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai konsep ICF)
1. Diagnose Fisioterapi
“Gangguan Fungsional ADL Tetraparese et causa Guillain Barre
Syndrome”
2. Problematic Fisioterapi
a. Impairment (Body Structure and fungtion)
1) Kelemahan pada kedua ekstremitas superior dan
inferior
2) Atropi
3) Hipotonus
b. Activity Limitation
1) Penurunan kemampuan untuk mobilitas di tempat tidur
2) Penurunan Kemampuan transfer dan ADL
c. Participation Restriction
1) Keterbatasan saat beribadah
2) Keterbatasan dalam bekerja
3) Keterbatasan dalam rekreasi

I. Rencana Intervensi Fisioterapi


1) Infra Red (IRR)
2) Eletrical Stimulation (ES)
3) Passive Exercise
4) Positioning
5) Bridging Exercise
6) Diafragma Brithing
7) Static Contraction
8) Core Stability
J. Program intervensi yang diberikan fisioterapi
1. Infra Red (IRR)
Posisi Pasien : Tidur miring ke sisi sinistra
Posisi Fisioterapi : Berdiri di samping pasien.
Pelaksanaan : Letakkan alat di sisi yang akan di sinar. Titik
sinaran pertama di bagian lengan, kedua
dibagian pinggang (gluteus) dan ketiga titik
sinar di fokuskan pada tungkai dengan durasi
waktu masing-masing 10 menit.
Tujuan : Merileksasikan otot otot pada ekstremitas.
Melancarkan sirkulasi darah
Mengurangi nyeri

2. Electrical Stimulation
Posisi pasien : Supine lying
Persiapan alat : Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam
keadaan baik. Pastikan spons dalam keadaan
basah. Dan pastikan alat tersambung arus
lisrtik.
Teknik pelaksanaan :
1) Tekan tombol ON pada alat.
2) Tentukan (dosis, frekuensi dan waktu) :
Jenis arus : Eletrical Stimulation
Frequensi : 4000 HZ
Intensitas : 15 mA
AMF : 200HZ
Frequensi modulation :-
Mod. Program : 6/6
3) Letakkan pad pada fleksus brachialis dan di muscle belly
epicondylus medialis.
4) Tekan tombol star untuk memulai therapy.
5) Naikkan intesitas secara bertahap ampai ada kontraksi .
6) Setalah waktu habis, pad dilepaskan dari tubuh pasien.
7) Tekan tombol OFF.
8) lepaskan kaber dari arus listrik.
3. Positioning
Posisi Pasien : Tidur terlentang dalam keadaan rileks.
Posisi Fisioterapis : Berdiri di samping bed pasien.
Pelaksanaan : Fisioterapis melakukan positioning pada
lengan dan tungkai pasien dalam bentuk
posisi anatomi yang bagus.
Tujuan : Untuk mencegah posisi abnormal saat pasien
kembali pulih.

4. Passive Exercise
Ekstremitas Atas
Posisi Pasien : Tidur terlentang dengan lengan berada pada posisi
anatomi.
Posisi Fisioterapis : Berdiri di samping bed bagian lengan pasien
dengan posisi kedua tangan berada pada lengan pasien.
Pelaksanaan : Fisioterapis memberikan latihan gerakan pasif
terhadap lengan pasien secara berulang-ulang.

Ekstremitas Bawah
Posisi Pasien : Tidur terlentang dengan tungkai berada pada posisi
anatomi.
Posisi Fisioterapis : Berdiri di samping bed bagian tungkai pasien
dengan posisi kedua tangan berada pada tungkai pasien.
Pelaksanaan : Fisioterapis memberikan latihan gerakan pasif
terhadap tungkai pasien secara berulang-ulang.
Tujuan :
a. Meminimalkan efek terjadinya kontraktur
b. Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak
c. Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik
5. Bridging exercise
Posisi pasien : supine lying dengan posisi fleksi knee 600
dan kedua ada di samping badan

Posisi fisioterapis : Berdiri di samping badan pasien

Teknik pelaksanaan :Minta pasien mengencangkan otot perut


lalu mengangkat pantat (angkat pelvis) dari
posisi netral hingga pelvis tidak menyentuh
lantai. Tahan posisi ini selama hitungan 8
detik kemudian kembali keposisi awal.
Ulangi latihan sebanyak 8 kali repetisi.
Tujuan :
1. meningkatkan kekutan otot otot daerah pinggang.
2. Melatih keseimbangan pasien

6. Breathing Exercise

Posisi pasein : Supine Lying rileks

Posisi Fisoterapi : berdiri di samping pasien

Pelaksanaan : tangan fisioterapi fiksasi di bagian abdomen


pasien kemudian minta pasien untuk mendorong
tangan fisioterapi dengan napasnya dengan cara
menarik napas dalam melalui hidung kemudian
di hembuskan melalui mulut. Ulangi sebanyak 5
sampai 8 kali.
Tujuan : Untuk membantu pola napas pasien &
Menguatkan otot abdomen

K. Edukasi
1. Pasien diharapkan untuk tetap melakukan terapi ke fisioterapi.
2. Minta keluarga untuk melakukan latihan yang telah di berikan/ di
ajarkan ke fisioterapi seperti positioning, breathing, bridging dan
passive exercise.
3. Keluarga pasien diharapkan memberikan motivasi pasien untuk latihan
setiap hari.

L. Evaluasi Fisioterapi
Setelah pemberian terapi beberapa hari kelemahan otot mulai
menurun, peningkatan kekuatan otot pasien meningkat pasein sudah
mampu menggerakkan sedikit jari jarinya dan tungkainya serta melawan
tahanan , reaksi keseimbangan sangat kurang , aktifitas daily living (ADL)
meningkat dan keadaan psikis pasien membaik dan tetap semangat dalam
latihan.
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Guillain BarreSyndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem
kekebalan seseorang menyerangsistem syaraf tepi dan menyebabkan
kelemahan otot bahkan apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi
karena susunan syaraf tepi yang menghubungkan otak dansumsum belakang
dengan seluruh bagian tubuh kita rusak.Kerusakan sistem syaraf
tepimenyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang sehingga ada
penurunan respon systemotot terhadap kerja sistem syaraf.
Pada kasus Guillain Barre Syndrom (GBS), parastesi dan kelemahan
otot dapat diatasi dengan pemberian modalitas seperti Infra Red (IRR),
Eletrical Stimulation (ES) dan pemberian exercise therapy seperti, , passive
exercise, breathing exercise, positioning dan bridging exercise.

2. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami
pengertian, tanda dan gejala etiologi dan proses patologi dari hemiparese post
stroke . Dengan demikian, diharapkan nantinya dapat melakukan pencegahan
dan pengobatan terhadap Guillain BarreSyndrom (GBS), .
DAFTAR PUSTAKA

http://abet-physicaltherapy.blogspot.co.id/2015/03/guillain-barre-syndrome-
gbs.html

https://www.physio-pedia.com/Guillain-Barre_Syndrome

http://www.ijhsr.org/IJHSR_Vol.5_Issue.9_Sep2015/77.pdf

https://dhaenkpedro.wordpress.com/gullain-barre-syndrome-gbs/

http://abet-physicaltherapy.blogspot.co.id/2015/03/guillain-barre-syndrome-
gbs.html .Diakses pada tanggal 12 April 2018.

http://eprints.ums.ac.id/45525/20/Naspub-Wisnu.pdf diakses pada tanggal 12


April 2018.

file:///C:/Users/nurafifah/Downloads/36532-673-72486-1-10-20180112.pdf
.Diakses pada tanggal 12 April 2018.
LAPORAN KASUS

“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus


Gangguan Fungsional ADL Tetraparese
et causa Guillain Barre Syndrome”
Di Rumah Sakit Wahidin Sudhirohusodo Makassar

Nama : Andi Andini Batari Toja


NIM : PO714241151003
Kelas : III . A

JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
TA 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai