GCG Bab 1,2,3
GCG Bab 1,2,3
PENDAHULUAN
Good Corporate Governance adalah suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan,
pembagian tugas, pembagian kewenangan, dan pembagian beban tanggung jawab dari masing
masing unsur yang membentuk unsure perseroan, dan mekanisme yang harus di tempuh oleh
masing masing unsur tersebut. Good Corporate Governance merupakan satu set hubugan antara
manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainya (OECD,
2004). Good Corporate Governance pada dasarnya berkaitan dengan cara semua pemangku
kepentingan (stakeholder) berusaha memastikan bahwa para manajer dan karyawan internal
lainnya selalu mengambil langkah langkah yang tepat atau mengadopsi mekanisme yang
melindungi kepentingan Stakeholder (AL-haddad,Alzurqan,& Al-sufy,2011). Stakeholder adalah
semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat
memperngaruhi maupun di pengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan.
Tujuan utama dari Good Corporate Governance adalah untuk menciptakan sistem
pengendalian dan keseimbangan (check and balance) utuk mencegah penyalahgunaan dari
sumber daya dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan (Nur ainy, Nurcahyo, A &
B 2013). Good Corporate Governance yang baik harus memberikan insentif yang tepat bagi
dewan dan manajemen untuk mengejar tujuan-tujuan bagi kepentingan perusahaan dan
pemegang sahamnya serta memfasilitasi pengawasan yang efektif (OECD,2004). Sebagai akibat
adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yang mana
mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang
terjadi di Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya
beberapa perusahan besar dan ternama dunia. Disamping juga menyebabkan krisis global
dibeberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah
amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002. undang-undang dimaksud berisikan
penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap
investor.
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang dan pengertian dari Good Corporate Governance (GCG)?
1.3. Tujuan
BAB II
2
PEMBAHASAN
Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal
dengan istilah good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan darimaraknya skandal
perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Baik yang ada di Indonesia maupun di
Amerika Serikat.
Runtuhnya system ekonnomi komunis menjelang akhir abad ke-20 menjadikan system
ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia.
System kapitalis ini makin kuat mengakar berkatarus globalisasi dan perdagangan bebas yang
mampu dipaksakan oleh Negara-Negara maju penganut system ekonomi kapitalis.
Merosotnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS secara drastic menyebabkan utang
para konglomerat ini dalam rupiah menggelembung bagaikan balon sehingga tidak mampu lagi
membayar bunga dan cicilan mereka terhadap bank.
Beberapa perusahaann besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu
lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola perusahaan yang
buruk (bad corporate governance).
Padaintinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk
pula (bad government governance) sehingga member peluang besar timbulnya praktik praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak saja terjadi di indonesia. Tetapi juga terjadi
di negara superpower amerika serikat (AS). Sama seperti di indonesia, kasus yang terjadi di AS juga
disebabkan oleh lemahnya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan yang
terjadi pada sekitar awal tahun 2000 menimpa perusahaan-perusahaan raksasa, seperti: Enron, Tyco,
Adelphia, Global Crossing, William Companies, Wordcom, Dynegy, IPMorgan Chase, Citicorp, AOL,
TimeWarner, dan Lucent Technologies.
3
Belum reda dari krisis yang menimpa beberapa perusahaan raksasa pada pada awal tahun 2000,
AS kembali digoncang oleh krisis ekonomi gelombang kedua pada pertengahan tahun 2008. Masyarakat
dunia dikejutkan oleh kebangkrutan lehman brothers salah satu bank investasi raksasa sebagai akibat
macetnya pengembalian kredit yang disalurkan secara tidak terkendali pada sektor perumahan/real estat.
Beberapa lembaga keuangan besar lainnya yang juga terancam bangkrut, antara lain: AIG, fannie Mae,
dan Freddie Mac (Cyrillus Harinowo, http://economy.keyzone.com/, 2008). Krisis keuangan ini memicu
krisis kepercayaan yang akhirnya memicu rush pada beberapa bank komersial, seperti bank indy mac dan
Washington Mutual, yang akhirnya memaksa pemerintah dan bank sentral AS menyediakan dana
penyelamatan sekitar US$700 miliar.
Untuk mengatasi krisis gelombang pertama pada awal tahun 2002, pemerintah AS bertindak cepat
untuk meredam kepanikan para investor dengan mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan
nama Sarbanes-Oxley Act of 2002. Undang-undang ini berisi penataan kembali akuntansi perusahaan
publik, tata kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor.
4
Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran
Dewan Komisaris, Peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas
penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Economic Coorperation and Develoment-OECD
Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat
tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai
tujuan dan memantau kinerja
5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)
Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan
yang lain.
5
Konsep GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan didalam suatu organisasi. Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) mencoba untuk mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik
pemerintah maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para
pemangku kepentingan tersebut.
Prinsip – prinsip PECD (dalam Sukrisno Agoes,2006) mencakup lima bidang utama
Dalam hubungannya dengam tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menteri Negara
BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomer Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG
(Tjager dkk, 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini :
a. Kewajaran (fairness)
b. Transparansi
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kemandirian
6
usaha agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam koridor
etika bisnis yang pantas.
1. Transparansi
2. Akuntabilitas
3. Responsibilitas
4. Independensi
5. Kesetaraan
Prinsip – prinsip yang dikemukakan oleh NCG hampir sama dengan yang diungkapkan oleh
menteri BUMN.
Sebenarnya, tiga dari keempat prinsip GCG tersebut transparansi, akuntabilitas, dan
tanggung jawab mempunyai arti yang sangat erat dan tumpang tindih. Laporan keuangan yang
7
lengkap dan benar (prinsip akuntabilitas) merupakan salah satu alat pertanggung jawaban
(prinsip tanggung jawab) para pengelola (manajemen, direksi) kepada para pemangku
kepentingan. Namun harus dipahami bahwa wujud pertanggung jawaban manajemen tidak
terbatas hanya dalam bentuk penyampaian laporan keuangan (dimensi ekonomis) saja, tetapi
juga mencakup empat dimensi lainnya (hukum, moral, sosial, dan spiritual). Laporan keuangan
yang baik adalah laporan keuangan yang menyajikan kinerja laporan keuangan apa adanya, tidak
ada yang disembunyikan, dan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ini
berarti bahwa laporan keuangan yang disusun harus mengikuti prinsip transparansi. Namun harus
dimengerti bahwa laporan keuangan hanya salah satu jenis informasi yang berhubungan dengan
aktivitas perusahaan. Prinsip transparansi menghendaki penyampaian seluruh informasi, baik
yang bersifat keuangan maupun non-keuangan secara lengkap, benar, dan tepat waktu kepada
seluruh pemangku kepentingan.
Keempat prinsip ini kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab
sebenarnya merupakan jawaban langsung atau permasalahan/skandal yang dihadapi oleh dunia
usaha, bukan saja indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Sebagaiman telah disinggung
sebelumnya, berbagai skandal yang marak dihadapi oleh dunia usaha terjadi dalam bentuk:
a. Perlakuannya tidak adil yang dihadapi oleh satu atau beberapa pemangku kepentingan.
Misalnya, rekayasa pengajuan pinjaman (credit proposal) yang dilakukan oleh direksi
perusahaan untuk memperoleh kredit bank tentu lebih menguntungkan kepentingan
pemegang saham dan merugikan kepentingan pemangku kepentigan lainnya dalam hal ini
adalah bank. Contoh lain adalah insider tranding yang dilakukan oleh direksi perusahaan
untuk kepentingsn pribadi. Hal ini sangat merugikan para pemegang saham publik. Proses
penawaran saham publik (Initial PublicOffering-IPO) atau proses emisi saham baru sering
kali hanya menguntungkan pemegang saham mayoritas dan merugikan pemegang saham
minoritas. Dari masalah-masalah tersebut akhirnya memunculkan prinsip perlakuan yang
setara (fairness) di antara pemangku kepentingan.
b. Maraknya rekaya laporan keuangan dan sering timbulnya insider tranding yang dilakukan
oleh para eksekutif puncak baik di Indonesia maupun di AS yang bahkan melibatkan
beberapa akuntan publik ternama, akhirnya mempertegas kembali pentingnya penerapan
prinsip transparansi dan akuntabilitas.
c. Munculnya berbagai kejahatan kerah putih (white collar crime) yang sangat canggih,
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pelaku bisnis dan oknum birokrasi
8
pemerintahan sangat merugikan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.
Timbulnya berbagai kerusakan hutan, pencemaran udara dan air, pemanasan global, dan
sebagainya, semuanya ini mencerminkan lemahnya wujud kesadaran dan tanggung jawab
dari para eksekutif puncak dan oknum pejabat pemerintah terkait. Hal ini telah mempertegas
kembali pentingnya prinsip tanggung jawab yang harus diikuti oleh para eksekutif dan
seluruh pemangku kepentingan perusahaan terkait. Namun harus diingat bahwa wujud
tanggung jawab meliputi lima dimensi, yaitu: ekonomi, hukum, moral, sosial, dan spiritual.
Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal di AS adalah buruknya
kinerja perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar merupakan perusahaan publik yang
telah terdaftar di bursa. Buruknya kinerja ini di sebabkan oleh berbagai praktik kecurangan yang
di lakukan oleh para eksekutif perusahaan perusahaan tersebut. Prakti-praktik manipulasi ini
sangat merugikan para investor sehingga para investor tidak percaya lagi pada institusi pasar
modal dan institusi pengawasan pasar modal tersebut. Akibat kepanikan dan kehilangan
kepercayaan, para investor tersebut melakukan penarikan modal besar besaran secara beruntun
dari bursa sehingga menimbulkan tekanan berat pada indeks harga saham di busa. Menerapkan
konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan
institut terkait di pasar modal. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan utama
penerapan GCG adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil
peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi.
Tjaker dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu
bermanfaat, yaitu:
1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh Mckinsev & company menunjukkan bahwa
para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan
di Asia yang telah menetapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis
finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
9
3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut
perusahaan untuk menerapkan GCG
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi
dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang
kini telah banyak berubah
5. Secara teoretis, praktek GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan
Indra surya dan ivan yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari
menerapkan GCG adalah:
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
Konsep GCG merupakan upaya perbaikan terhadap sistem, proses dan seperangkat peraturan
dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan memperjelas hubungan,
wewenang, hak dan kewajiban semua pemangku kepentingan dalam arti luas khususnya organ
RUPS, dewan komisaris dan dewan direksi dalam arti sempit. Namun harus disadari bahwa
betapa pun baiknya suatu sistem dannperangkat hukum yang ada, pada akhirnya yang menjadi
penentu utama adalah kwalitas dan tingkat kesadaran moral dan spiritual dari para aktor atau
pelaku bisnis itu sendiri.
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab 1 Pasal 1 sebagai berikut :
11
Ayat 4 Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah
Organ Perseroan yang mempunyai wewenang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/ atau anggaran dasar.
Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Secara lebih spesifik, wewenang, tugas, dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat
diringkas sebagai berikut :
1. RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat 1).
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1).
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Passal 11 ayat 1 dan Pasal
44 ayat 1).
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direksi serta
laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69).
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan dividen,
serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan
pailit perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota DIreksi dan Komisaris (Pasal 94
dan Pasal 11).
h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 96 dan
Pasal 113).
2. Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan
Passal 114).
12
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat
4).
c. Bertanggung jawab dan renteng secara pribadai atas kepailitan perseroan bila
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasehat (Pasal 115).
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas
Dewan Komisaris (Pasal 121).
3. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan untuk kepentingan
perseroan sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan
Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92).
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97).
c. Mewakili Perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan (Pasal 98).
d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi (Pasal
100 ayat 1a).
e. Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b).
f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen Perseroan
lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan Pasal 2).
g. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102).
Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi
dalam perusahaam yang berbadan hokum PT. Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan
Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dalam menjalakan
operasi perusahaan. Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan
berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan
Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hokum. Uraian tugas,
wewenang, hak, dan tanggung jawab masing-masing organ ini selanjutnya dituangkan dalam
Anggaran Dasar Perseroan.
Sehubungan dengan sistem hokum yang berkaitan dengan organ Direksi dan Komisaris
ini, dapat dijumpai adanya dua sistem pengelola puncak (top management) suatu perseroan, yaitu
model Anglo-Saxon dan model Kontinental (Indra Surya dan Ivan Yustivanda, 2006). Model
13
Anglo-Saxon (disebut juga single-board system) diikuti oleh Amerika Serikat dan Inggris. Dalam
sistem ini tidak dikenal adanya pemisahan antara Direksi (selaku pelaksana) dengan Dewan
Komisaris (selaku pengawas). Kedua fungsi ini disatukan dan disebut sebagai Board of
Directors. Dalam sistem continental, yang dianut oleh Negara-negara Eropa selain Inggris juga
dianut oleh Indonesia, menggunakan model two-board system, dimana organ Dewan Direksi
sebagai eksekutif Perseroan dipisah dengan organ Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai
pengawas dan penasehat direksi.
16
eksekutif biasanya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan para eksekutif puncak suatu
perusahaan, seperti : direksi, komisaris, eksekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris
eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutif yang bersangkutan, antara lain
menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat, dokumentasi surat masuk dan surat
keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokumen perjalanaan, dan sebagainya. Oleh
karena itu, seorang sekretaris eksekutif hanya bertanggung jawab pada pejabat eksekutif yang
bersangkutan karena hanya menjalankan tugas-tugas yang diperintahkan oleh pejabat eksekutif
yang bersangkutan.
Jabatan eksekutif perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena
orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) atau semacam
public relations/investor relations antara perusahaan dengan pihak diluar perusahaan, kususnya
bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas utama
sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumen perusahaan, daftar pemegang saham,
risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya
bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Namun tugas sekretaris perusahaan tidak
terbatas pada tugas-tugas tersebut saja.
Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada :
17
usaha, termasuk ke sector-sektor yang sudah biasa dilakukan oleh sector swasta. Akhirnya dalam
perjalannya tujuan utama BUMN sudah sama dengan perusahaan swasta ,yaitu untuk
memperoleh keuntungan.
Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hokum BUMN, yaitu
Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan). Perusahaan Persero
tunduk pada Undang-Undang Perseroan terbatas dimana modal perusahaan terdiri atas saham-
saham dan tujuan utama dari perusahaan ini adalah untuk memperoleh keuntungan. Perusahaan
Perum merupakan perusahaan negara yang modalnya berupa modal setoran pemerintah dan misi
yang diemban tidak sepenuhnya mencari keuntungan, tetapi juga membawa misi sosial.
Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah perusahaan negara yang modalnya disisihkan dari APBN
dan dikelola oleh Departemen Teknis Pemerintah.
Menurut Tjagerdkk (2003), sampai dengan tahun 2002 masih ada BUMN sebanyak 161
perusahaan yang tersebar disekitar 37 sektor/bidang usaha. Persoalan pokok yang dihadapi oleh
BUMN secara keseluruhan adalah rendahnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan
total hartanya. Tjagerdkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN
ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN
tersebut. Hal ini dapat dilihat antara lain pada :
18
Menyadari masih rendahnya kinerja BUMN serta mengingat modal yang telah disetor ,maka
pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN mewajibkan semua BUMN menerapkan
tata kelola perusahaan yang sehat (good cororate governance). Sebagai acuan pelaksanaan,
Menteri Negara BUMN mengeluarkan keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-23/M-
PM.BUMN/2000 Tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktik Good Cororate
Governance ada BUMN. Kemudian pedoman GCG ini disempurnakan melalui Keputusan
Menteri Negara BUMN NOmor Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 1 Agustus 2002.
19
e. Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak para
pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasar modal (capital market) lebih sempit dari pasar keuangan (financial market) karena
dalam pasar modal hanya memperjualbelikan instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang
(obligasi, saham, dan instrument derivative), sedangkan pasar keuangan mencakup instrument
jangka pendek dan jangka panjang.
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), yaitu lembaga
yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi kegiatan semua lembaga
terkait kegiatan pasar modal dan keuangan berjalan adil dan efaektif.
2. Bursa Efek, yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas pasar
modal.
3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang giral yang
dikenal dalam dunia perbankan. Lembaga ini berfungsi untuk menyimpan dan mengatur
arus fisik sekuritas.
4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk memperoleh dana dari
investor di bursa.
20
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emiten sukses dalam menjual
instrumen sekuritas tersebut. Fungsi underwriter adalah memastikan bahwa instrument
sekuritas yang diterbitkan oleh emiten dapat terjual habis dengan harga wajar.
6. Investor / calon investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap saat melakukan
transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen sekuritas yang diperdagangkan di
bursa.
7. Akuntan Publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran laporan keuangan
emiten dan memberikan opini audit atas kewajaran laporan keuangan emiten yang
diperiksanya.
8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara legal berbagai
peristiwa/ kegiatan penting di dalam perusahaan, seperti: RUPS, jual beli asset tetap
perusahaan, peminjaman uang, dll.
9. Konsultan hukum, yaitu lembaga yang diperlukan emiten untuk memeriksa dan
memastikan bahwa emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas tersebut tidak
memiliki sengketa hukum dengan pihak lain.
10. Konsultan Keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jasanya oleh emiten untuk
memberikan nasehat di bidang keuangan sebelum menerbitkan suatu instrumen sekuritas.
Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat strategis
karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengawasi semua lembaga
terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar
kegiatan pasar modal di bursa dapat berjalan secara adil, efektif, dan efisien. Kegiatan pasar
modal disebut efektif apabila para investor dan calon investor tertarik untuk melakukan
transaksi di bursa. Mereka tertarik karena percaya bahwa semua lembaga terkait di bursa telah
menjalankan fungsi mereka sesudai dengan aturan main yang telah ditetapkan oleh badan
pengawas. Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait termasuk investor
merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan di bursa tersebut terseenggara dengan cepat tanoa
dibebani biaya yang berlebihan. Kegiatan di bursa dianggap adil bila semua pihak terkait
trmasuk calon investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa tersebut. Jadi, pada intinya
21
fungsi Bapepam LK dalam hal ini adalah memastikan agar semua lembaga penunjang yang
terkait dibursa menjalankan tata kelola lembaga masing-masing secara sehat dan mematuhi
berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk seperangkat aturan yang
dikeluarkan oleh Bapepam LK tersebut.
Beberapa peraturan yang berhubungan dengan tata kelola yang sehat yang ditujukan pada
lembaga-lembaga penunjang, antara lain:
1. Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, terutama yang berkaitan
dengan prinsip transparasi pengungkapan (disclosure) informasi penting, seperti : hak
memesan efek terlebih dahulu, benturan kepentingan, tender, penggabungan usaha,
peleburan, pengambilalihan, dan sebagainya.
2. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.I tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, terutama
menyangkut prinsip keadilan (fairness) antar investor.
3. Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2 tentang Laporan Keuangan, terutama berhubungan
dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab dalam penyusunan
laporan keuangan.
4. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tetang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu untuk
menjamin transaksi dijalankan secara independen, jujur, dan tidak mergikan pihak lain
untuk kepentingan pihak tertentu
5. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan
Usaha yang dilakukan perusahan terbuka. Ini berkaitan dengan prinsip transparansi dan
akuntabilitas
6. Peraturan Bapepam Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha dan Peleburan
Perusahan Publik dan Emiten. Ini berkaitan erat denga hukum persaingan usaha yang
menyangkut prinsip keadilan RUPS. Ini menyangkut kepentingan pemegang saham
minoritas agar tidak diperlakukan secara tidak adil oleh pemegang saham mayoritas
dalam RUPS.
7. Peraturan Bapepam Nomor IX.J.1 tentang Pokok-pokok Anggaran Dasar Perseroan yang
Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik. Ini
menyangkut prinsip tata kelola dan aturan main pokok perusahaan yang akan
menerbitkan ekuitas bursa.
22
8. Peraturan Bapepam Nomor X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi bagi Emiten atau
Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan Pailit. Ini berkaitan dengan prinsip
transparansi.
9. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 tentang Pembentukan Sekretariat Perusahaan. Ini
menyangkut prinsip transparansi dan tanggung jawab perusahaan emiten
10. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 tentang Pembentukan Sekretariat Perusahaan. Ini
prinsip transparansi dan tanggung jawab perusahaan emiten.
11. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan
Publik. Ini untuk meingkatkan profesionalisme dan tanggung jawab para anggota direksi
dan komisaris dalam rangka penegakan prinsio tata kelola perusahaan yang sehat.
12. Dan sebagainya.
Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh sistem
perbankan yang sehat dan kuat. Sebagaimana telah dimaklumi bersama, krisis ekonomi di
indonesia yang terjadi menjelang akhir abad ke-20 diawali oleh krisis moneter yang menimpa
dunia perbankan Indonesia ini menunjukkan bahwa tata kelola perbankan di Indonesia masih
sangat lemah. Menyadari hal ini Bank Indonesia sebagai institusi tertinggi yang berfungsi
melakukan pengawasan terhadap kegiatan dunia perbankan di Indonesia, dalam upaya menata
kembali manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tanggal 30 Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh bank –
bank Komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Good Corporate governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan
yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang politik,
ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga
pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses pembuat
24
kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi
guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas
hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan
pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif.
Adapun prinsip Corporate governance yang diterbitkan oleh OECD dalam hubungannya
dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga
mengeluarkan keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk.,
2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu :
a) Kewajaran (fairness)
b) Tranparansi
c) Akuntabilitas
d) Pertanggungjawaban
e) Kemandirian
Indra surya dan ivan yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari
menerapkan GCG adalah:
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hokum
Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis yang dilakukan oleh
banyak korporasi atau pelaku bisnis dan ekonomi yang telah merugikan warga negara,
masyarakat bahkan merugikan Negara, setidaknya dalam segi finansial (pajak) dan kepercayaan
public terhadap peranan Negara (pemerintah) dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya
proses produksi, eksplorasi, dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian
lingkungan hidup. Fenomena ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pimpinanya
25
tidak memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan,
penyalahgunaan otoritas, korupsi, dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan sistematis terhadap
masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering terjadi.
26