Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Good Corporate Governance adalah suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan,
pembagian tugas, pembagian kewenangan, dan pembagian beban tanggung jawab dari masing
masing unsur yang membentuk unsure perseroan, dan mekanisme yang harus di tempuh oleh
masing masing unsur tersebut. Good Corporate Governance merupakan satu set hubugan antara
manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainya (OECD,
2004). Good Corporate Governance pada dasarnya berkaitan dengan cara semua pemangku
kepentingan (stakeholder) berusaha memastikan bahwa para manajer dan karyawan internal
lainnya selalu mengambil langkah langkah yang tepat atau mengadopsi mekanisme yang
melindungi kepentingan Stakeholder (AL-haddad,Alzurqan,& Al-sufy,2011). Stakeholder adalah
semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat
memperngaruhi maupun di pengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan.

Tujuan utama dari Good Corporate Governance adalah untuk menciptakan sistem
pengendalian dan keseimbangan (check and balance) utuk mencegah penyalahgunaan dari
sumber daya dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan (Nur ainy, Nurcahyo, A &
B 2013). Good Corporate Governance yang baik harus memberikan insentif yang tepat bagi
dewan dan manajemen untuk mengejar tujuan-tujuan bagi kepentingan perusahaan dan
pemegang sahamnya serta memfasilitasi pengawasan yang efektif (OECD,2004). Sebagai akibat
adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yang mana
mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang
terjadi di Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya
beberapa perusahan besar dan ternama dunia. Disamping juga menyebabkan krisis global
dibeberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah
amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002. undang-undang dimaksud berisikan
penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap
investor.

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa latar belakang dan pengertian dari Good Corporate Governance (GCG)?

2. Apa saja prinsip-prinsip dari GCG?

3. Apa manfaat GCG?

4. Bagaimana hubungan GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia?

5. Organ khusus dalam penerapan GCG?

6. Bagaimana peran GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)?

7. Bagaimana hubungan GCG dan Pengawasan Pasar Modal di Indonesia?

8. Bagaimana GCG Perbankan di Indonesia?

1.3. Tujuan

1. Menambah pengetahuan tentang latar belakang dan pengertian dari GCG.

2. Menambah pengetahuan tentang prinsip-prinsip GCG.

3. Menambah pengetahuan tentang manfaat GCG.

4. Menambah pengetahuan tentang GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia.

5. Menambah pengetahuan tentang organ khusus dalam penerapan GCG.

6. Menambah pengetahuan tentang peran GCG dalam BUMN.

7. Menambah pengetahuan tentang GCG dan Pengawasan Pasar Modal di Indonesia.

8. Menambah pengetahuan tentang GCG Perbankan di Indonesia.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang dan Pengertian Good Corporate Governance (GCG)

2.1.1. Latar Belakang GCG

Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal
dengan istilah good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan darimaraknya skandal
perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Baik yang ada di Indonesia maupun di
Amerika Serikat.

Runtuhnya system ekonnomi komunis menjelang akhir abad ke-20 menjadikan system
ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia.
System kapitalis ini makin kuat mengakar berkatarus globalisasi dan perdagangan bebas yang
mampu dipaksakan oleh Negara-Negara maju penganut system ekonomi kapitalis.

Merosotnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS secara drastic menyebabkan utang
para konglomerat ini dalam rupiah menggelembung bagaikan balon sehingga tidak mampu lagi
membayar bunga dan cicilan mereka terhadap bank.

Beberapa perusahaann besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu
lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola perusahaan yang
buruk (bad corporate governance).

Padaintinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk
pula (bad government governance) sehingga member peluang besar timbulnya praktik praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan tidak saja terjadi di indonesia. Tetapi juga terjadi
di negara superpower amerika serikat (AS). Sama seperti di indonesia, kasus yang terjadi di AS juga
disebabkan oleh lemahnya tata kelola perusahaan. Kasus manipulasi dan kebangkrutan perusahaan yang
terjadi pada sekitar awal tahun 2000 menimpa perusahaan-perusahaan raksasa, seperti: Enron, Tyco,
Adelphia, Global Crossing, William Companies, Wordcom, Dynegy, IPMorgan Chase, Citicorp, AOL,
TimeWarner, dan Lucent Technologies.

3
Belum reda dari krisis yang menimpa beberapa perusahaan raksasa pada pada awal tahun 2000,
AS kembali digoncang oleh krisis ekonomi gelombang kedua pada pertengahan tahun 2008. Masyarakat
dunia dikejutkan oleh kebangkrutan lehman brothers salah satu bank investasi raksasa sebagai akibat
macetnya pengembalian kredit yang disalurkan secara tidak terkendali pada sektor perumahan/real estat.
Beberapa lembaga keuangan besar lainnya yang juga terancam bangkrut, antara lain: AIG, fannie Mae,
dan Freddie Mac (Cyrillus Harinowo, http://economy.keyzone.com/, 2008). Krisis keuangan ini memicu
krisis kepercayaan yang akhirnya memicu rush pada beberapa bank komersial, seperti bank indy mac dan
Washington Mutual, yang akhirnya memaksa pemerintah dan bank sentral AS menyediakan dana
penyelamatan sekitar US$700 miliar.

Untuk mengatasi krisis gelombang pertama pada awal tahun 2002, pemerintah AS bertindak cepat
untuk meredam kepanikan para investor dengan mengeluarkan undang-undang yang terkenal dengan
nama Sarbanes-Oxley Act of 2002. Undang-undang ini berisi penataan kembali akuntansi perusahaan
publik, tata kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor.

2.1.2. Pengertian GCG

Istilah “ corporate governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee,


Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian
dikenal sebagai Cadbury Report ( dalam Sukrisno Agoes, 2006). Istilah ini sekarang menjadi
sangat populer dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak. dibawah ini diberikan
beberapa definisi dari beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan :
1. Cadbury Committee of united kingdom
“ Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka.”
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia- FCGI (2006)- tidak membuat definisi
tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of united kingdom
“ Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka.
3. Sukrisno Agoes (2006)

4
Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran
Dewan Komisaris, Peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas
penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Economic Coorperation and Develoment-OECD
Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat
tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai
tujuan dan memantau kinerja
5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)
Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan
yang lain.

Setelah mengutip berbagai definisi sebagaimana diungkapkan sebelumnya, dapat dirangkum


suatu kesimpulan bahwa konsep good corporate governance pada intinya mengandung pengertian
sebagaimana yang sudah dijelaskan.

1. Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)

2. Model Suatu sistem, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip,


serta nilai-nilai yang melandasi praktek bisnis yang sehat

3. Tujuan  Meningkatkan kinerja organisasi


 Menciptkan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
 Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang
signifikan dalam pengelolaan organisasi
 Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak
dirugikan
4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang,
dan tanggung jawab

 Dalam arti sempit : antara pemilik/pemegang saham, dewan


komisaris, dan dewan direksi
 Dalam arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan

2.2. Prinsip – prinsip GCG

5
Konsep GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan didalam suatu organisasi. Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) mencoba untuk mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik
pemerintah maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para
pemangku kepentingan tersebut.

Prinsip – prinsip PECD (dalam Sukrisno Agoes,2006) mencakup lima bidang utama

1) Hak – hak pera pemegang saham (Stokeholders)dan perlindungannya


2) Peran para karyawan dan pihak – pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya
3) Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu
4) Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan,
5) Serta tanggung jawab dewan (maksudya Dewan Komisaris dan Direksi terhadap
perusahaan, pemegang saham, dan pihak pihak yang berkepentingan lainnya.

Secara ringkas prinsip – prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut :

a. Perlakuan yang cetara antar pemangku kepentingan (Fairnesss)


b. Transparansi (transparency)
c. Akuntabilitas (Accountability)
d. Responsibilitas (responsibility)

Dalam hubungannya dengam tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menteri Negara
BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomer Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan GCG
(Tjager dkk, 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini :

a. Kewajaran (fairness)
b. Transparansi
c. Akuntabilitas
d. Pertanggungjawaban
e. Kemandirian

Selanjutnya, National Committe on Governance (NCG,2006) mempublikasikan “ Kode


Indonesia tentang Tata Kelola Perusahaan yang baik (Indonesia’s Code of Good Corporate
Governance”. Meskipun kode Indonesia tentang GCG ini bukan merupakan suatu peraturan,
tetapi dapat menjadi pedoman dasar bagi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menjalankan

6
usaha agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam koridor
etika bisnis yang pantas.

NCG mengemukakan 5 prinsip GCG :

1. Transparansi
2. Akuntabilitas
3. Responsibilitas
4. Independensi
5. Kesetaraan
Prinsip – prinsip yang dikemukakan oleh NCG hampir sama dengan yang diungkapkan oleh
menteri BUMN.

a. Perlakuan yang setara (fairness) merupakan prinsip agar para pengelola


memperlakukan semua pemangku kepenting secara adil dan setara, baik pemangku
kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku
kepentingan skunder masyarakat dan yang lainnya).
b. Prinsip Transparansi (disebut juga prinsip keterbukaan) artinya kewajiban bagi para
pengelola untuk menjalankan prinsip. Keterbuaan dalam menyampaikan informasi
juda mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar dan
tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.
c. Prinsip Akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk
membuat sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
(financial statements) yang setiap organ sehingga pengelolaan berjalan efektif.
d. Prinsip Resposbilitas (lebih sering disebut prinsip tanggung jawab) adalah prinsip
dimana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan
dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud
kepercayaan yang diberikan kepadanya
e. Kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu
kendaan di mana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari
tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.

Sebenarnya, tiga dari keempat prinsip GCG tersebut transparansi, akuntabilitas, dan
tanggung jawab mempunyai arti yang sangat erat dan tumpang tindih. Laporan keuangan yang

7
lengkap dan benar (prinsip akuntabilitas) merupakan salah satu alat pertanggung jawaban
(prinsip tanggung jawab) para pengelola (manajemen, direksi) kepada para pemangku
kepentingan. Namun harus dipahami bahwa wujud pertanggung jawaban manajemen tidak
terbatas hanya dalam bentuk penyampaian laporan keuangan (dimensi ekonomis) saja, tetapi
juga mencakup empat dimensi lainnya (hukum, moral, sosial, dan spiritual). Laporan keuangan
yang baik adalah laporan keuangan yang menyajikan kinerja laporan keuangan apa adanya, tidak
ada yang disembunyikan, dan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ini
berarti bahwa laporan keuangan yang disusun harus mengikuti prinsip transparansi. Namun harus
dimengerti bahwa laporan keuangan hanya salah satu jenis informasi yang berhubungan dengan
aktivitas perusahaan. Prinsip transparansi menghendaki penyampaian seluruh informasi, baik
yang bersifat keuangan maupun non-keuangan secara lengkap, benar, dan tepat waktu kepada
seluruh pemangku kepentingan.
Keempat prinsip ini kesetaraan, transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab
sebenarnya merupakan jawaban langsung atau permasalahan/skandal yang dihadapi oleh dunia
usaha, bukan saja indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Sebagaiman telah disinggung
sebelumnya, berbagai skandal yang marak dihadapi oleh dunia usaha terjadi dalam bentuk:
a. Perlakuannya tidak adil yang dihadapi oleh satu atau beberapa pemangku kepentingan.
Misalnya, rekayasa pengajuan pinjaman (credit proposal) yang dilakukan oleh direksi
perusahaan untuk memperoleh kredit bank tentu lebih menguntungkan kepentingan
pemegang saham dan merugikan kepentingan pemangku kepentigan lainnya dalam hal ini
adalah bank. Contoh lain adalah insider tranding yang dilakukan oleh direksi perusahaan
untuk kepentingsn pribadi. Hal ini sangat merugikan para pemegang saham publik. Proses
penawaran saham publik (Initial PublicOffering-IPO) atau proses emisi saham baru sering
kali hanya menguntungkan pemegang saham mayoritas dan merugikan pemegang saham
minoritas. Dari masalah-masalah tersebut akhirnya memunculkan prinsip perlakuan yang
setara (fairness) di antara pemangku kepentingan.
b. Maraknya rekaya laporan keuangan dan sering timbulnya insider tranding yang dilakukan
oleh para eksekutif puncak baik di Indonesia maupun di AS yang bahkan melibatkan
beberapa akuntan publik ternama, akhirnya mempertegas kembali pentingnya penerapan
prinsip transparansi dan akuntabilitas.
c. Munculnya berbagai kejahatan kerah putih (white collar crime) yang sangat canggih,
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pelaku bisnis dan oknum birokrasi
8
pemerintahan sangat merugikan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.
Timbulnya berbagai kerusakan hutan, pencemaran udara dan air, pemanasan global, dan
sebagainya, semuanya ini mencerminkan lemahnya wujud kesadaran dan tanggung jawab
dari para eksekutif puncak dan oknum pejabat pemerintah terkait. Hal ini telah mempertegas
kembali pentingnya prinsip tanggung jawab yang harus diikuti oleh para eksekutif dan
seluruh pemangku kepentingan perusahaan terkait. Namun harus diingat bahwa wujud
tanggung jawab meliputi lima dimensi, yaitu: ekonomi, hukum, moral, sosial, dan spiritual.

2.3. Manfaat GCG

Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal di AS adalah buruknya
kinerja perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar merupakan perusahaan publik yang
telah terdaftar di bursa. Buruknya kinerja ini di sebabkan oleh berbagai praktik kecurangan yang
di lakukan oleh para eksekutif perusahaan perusahaan tersebut. Prakti-praktik manipulasi ini
sangat merugikan para investor sehingga para investor tidak percaya lagi pada institusi pasar
modal dan institusi pengawasan pasar modal tersebut. Akibat kepanikan dan kehilangan
kepercayaan, para investor tersebut melakukan penarikan modal besar besaran secara beruntun
dari bursa sehingga menimbulkan tekanan berat pada indeks harga saham di busa. Menerapkan
konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan
institut terkait di pasar modal. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan utama
penerapan GCG adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil
peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi.
Tjaker dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu
bermanfaat, yaitu:
1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh Mckinsev & company menunjukkan bahwa
para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan
di Asia yang telah menetapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis
finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.

9
3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut
perusahaan untuk menerapkan GCG
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi
dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang
kini telah banyak berubah
5. Secara teoretis, praktek GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan

Indra surya dan ivan yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari
menerapkan GCG adalah:
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

Konsep GCG merupakan upaya perbaikan terhadap sistem, proses dan seperangkat peraturan
dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan memperjelas hubungan,
wewenang, hak dan kewajiban semua pemangku kepentingan dalam arti luas khususnya organ
RUPS, dewan komisaris dan dewan direksi dalam arti sempit. Namun harus disadari bahwa
betapa pun baiknya suatu sistem dannperangkat hukum yang ada, pada akhirnya yang menjadi
penentu utama adalah kwalitas dan tingkat kesadaran moral dan spiritual dari para aktor atau
pelaku bisnis itu sendiri.

2.4. GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia

Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas paying hokum. Undang-


Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun Undang-Undang ini kemudian
dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Perseroan adalah badan
hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
10
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, dikatakan


alas an pencabutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 untuk diganti dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007. Pertimbangan tersebut antara lain karena adanya perubahan dan
perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang
perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hokum, kesadaran social dan lingkungan, serta
tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance). Beberapa ketentuan lama yang masih relevan yang terdapat
dalam Undang-Undang NOmor 1 Tahun 1995 masih dipertahankan. Namun ada beberapa
ketentuan baru yang ditambahkan, yang kalau dicermati dengan dengan baik sebenarnya
merupakan penyempurnaan rambu-rambu secara garis besar yang berkaitan dengan tata kelola
perusahaan (Corporate Governance).

Ketentuan yang disempurnakan ini, antara lain

1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada


seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hokum
dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II).
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris,
termasuk megatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan (Bab VII).
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan (Bab
V).

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengatur secara


eksplisit tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang ini mengatur secara garis besar
tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata
cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dari organ minmal yang harus ada dalam
perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi, dan Dewan Komisaris. Di
samping itu juga diatur mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan serta pemberhentian
anggota Direksi dan Dewan Komisaris.

Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab 1 Pasal 1 sebagai berikut :
11
Ayat 4 Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah
Organ Perseroan yang mempunyai wewenang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/ atau anggaran dasar.

Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Ayat 6 Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan


pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasehat kepada Direksi.

Secara lebih spesifik, wewenang, tugas, dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat
diringkas sebagai berikut :

1. RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat 1).
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1).
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Passal 11 ayat 1 dan Pasal
44 ayat 1).
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direksi serta
laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69).
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan dividen,
serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan
pailit perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota DIreksi dan Komisaris (Pasal 94
dan Pasal 11).
h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 96 dan
Pasal 113).

2. Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan
Passal 114).
12
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat
4).
c. Bertanggung jawab dan renteng secara pribadai atas kepailitan perseroan bila
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasehat (Pasal 115).
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas
Dewan Komisaris (Pasal 121).

3. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan untuk kepentingan
perseroan sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan
Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92).
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97).
c. Mewakili Perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan (Pasal 98).
d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi (Pasal
100 ayat 1a).
e. Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b).
f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen Perseroan
lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan Pasal 2).
g. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102).

Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi
dalam perusahaam yang berbadan hokum PT. Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan
Dewan Direksi serta memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dalam menjalakan
operasi perusahaan. Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan
berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan
Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam koridor hokum. Uraian tugas,
wewenang, hak, dan tanggung jawab masing-masing organ ini selanjutnya dituangkan dalam
Anggaran Dasar Perseroan.
Sehubungan dengan sistem hokum yang berkaitan dengan organ Direksi dan Komisaris
ini, dapat dijumpai adanya dua sistem pengelola puncak (top management) suatu perseroan, yaitu
model Anglo-Saxon dan model Kontinental (Indra Surya dan Ivan Yustivanda, 2006). Model
13
Anglo-Saxon (disebut juga single-board system) diikuti oleh Amerika Serikat dan Inggris. Dalam
sistem ini tidak dikenal adanya pemisahan antara Direksi (selaku pelaksana) dengan Dewan
Komisaris (selaku pengawas). Kedua fungsi ini disatukan dan disebut sebagai Board of
Directors. Dalam sistem continental, yang dianut oleh Negara-negara Eropa selain Inggris juga
dianut oleh Indonesia, menggunakan model two-board system, dimana organ Dewan Direksi
sebagai eksekutif Perseroan dipisah dengan organ Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai
pengawas dan penasehat direksi.

2.5. Organ Khusus dalam Penerapan GCG


Meskipun ketentuanmengenai organ persoalan telah diatur dalam undang-undang terbatas
nomor 40 tahun 2007 dan selanjutnya dituangkan kembali di dalam anggaran dasar perseroan,
namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggarakannya tata kelola
perusahaanyang sehat.
Indra surya dann ivan yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat organ
tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1. Komisaris independen
2. Direktur independen
3. Komite audit
4. Skretaris perusahaan (corporate secretary)

 Komisaris dan Direktur Independen


Istilah independen sering diartikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak dalam
tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi konflik
kepentingan. Namun dalam kaitannya dengan konsep komisaris atau direktur independen, perlu
diermati terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan independen.
Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk
meakili pemegang saham independen. Sebagaimana diatur dalam undang undang perseroan,
anggota direksi dan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan
yang diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemgang saham.
Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas meakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan, pengalaman dan keahlian profesional yang meakilinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusaaan.
14
Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang bisa
dipakai dalam kode etik akuntan publik, yang dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah
independent in fact dan independent in appearance.
Bila dicermati aturan dari PT bursaefek jakartanomor kep-305/BEJ/07-2004 pasal III.1.6.,
dijumpai syarat menjadi direktur independen adalah sebagai berikut:
a. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan
tercatat
b. Tidak mempunyai hubungan inflasi dengan komisaris dan direktur lainnya dari
perusahaan tercatat
c. Tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain
d. Tidak menjadi orang dalam pada lembga atau profesi penunjang pasar modal yang
jasanya digunakan oleh perusahaan tercatat selama 6 bulan sebelum penunjukan
sebagai direktur.
 Komite Audit
Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris untuk
membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan yang
diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi
Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya Komite Audit ini barangkali disebabkan
oleh kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelainan yang
dilakukan oleh para direktur dan komisaris perusahaan besar baik yang terjadi di AS maupun
Indonesia yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana,
2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan
Komisaris, antara lain:
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung
jawab)
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi)
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit eksternal,
serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas).
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku
yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).
Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI institute
menyebutkan syarat-syarat menjadi anggota komite audit adalah;
15
a Komite audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris
b Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Komisaris Independen dan sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik.
c Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai
sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
d Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan
dan akuntansi
e Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan
f Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa audit
dan/atau non audit pada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan dalam
satu tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan VII.A.2. Tentang Independensi Akuntan yang memeberikan jasa audit di
Pasar Modal.
g Bukan merupakan karyawan Kunci Emiten atau Perusahaan Publik dalam 1 (satu)
tahun terakhir sebelum diangkat komisaris
h Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau
Perusahaan Publik. Dalam hal anggota Komite Audit memperoleh saham akibat suatu
peristiwa hukum, maka dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah
diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
i Tidak mempunyai hubungan afiliasi denga Emiten, Komisaris, Direktur, atau
Pemegang Saham Utama.
j Sekertaris Perusahaan harus bertindak sebagai Sekertaris Komite Audit.
Aturan mengenai Komite Audit ini, antara lain dapat dilihat pada:
1. SE Ketua Bapepan Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit untuk Perusahaan
Publik.
2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep.305/BEJ/07-2004 tentang Pencatatan Saham
dan Efek.
3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara nomor kep-
133/M-BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.

 Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)

Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan (corporate


secretary) sebagai bagian dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan, dan
tanggung jawab seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sudah sangat dikenal. Sekretaris

16
eksekutif biasanya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan para eksekutif puncak suatu
perusahaan, seperti : direksi, komisaris, eksekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris
eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutif yang bersangkutan, antara lain
menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat, dokumentasi surat masuk dan surat
keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokumen perjalanaan, dan sebagainya. Oleh
karena itu, seorang sekretaris eksekutif hanya bertanggung jawab pada pejabat eksekutif yang
bersangkutan karena hanya menjalankan tugas-tugas yang diperintahkan oleh pejabat eksekutif
yang bersangkutan.

Jabatan eksekutif perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena
orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) atau semacam
public relations/investor relations antara perusahaan dengan pihak diluar perusahaan, kususnya
bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas utama
sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumen perusahaan, daftar pemegang saham,
risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya
bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Namun tugas sekretaris perusahaan tidak
terbatas pada tugas-tugas tersebut saja.

Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada :

1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 Tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris


Perusahaan bagi Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.

2.6. GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Pada awalnya, tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan


implementasi Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pemerintah melalui BUMN kemudian mencoba untuk
menguasai dan mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak luas bagi kepentingan
masyarakat, seperti: kelistrikan, telekomunikasi, tata guna, air, dan pertambangan. Namun
kemudian BUMN yang didirikan oleh pemerintah ini telah merambah kesegala sector dan jenis

17
usaha, termasuk ke sector-sektor yang sudah biasa dilakukan oleh sector swasta. Akhirnya dalam
perjalannya tujuan utama BUMN sudah sama dengan perusahaan swasta ,yaitu untuk
memperoleh keuntungan.

Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hokum BUMN, yaitu
Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan). Perusahaan Persero
tunduk pada Undang-Undang Perseroan terbatas dimana modal perusahaan terdiri atas saham-
saham dan tujuan utama dari perusahaan ini adalah untuk memperoleh keuntungan. Perusahaan
Perum merupakan perusahaan negara yang modalnya berupa modal setoran pemerintah dan misi
yang diemban tidak sepenuhnya mencari keuntungan, tetapi juga membawa misi sosial.
Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah perusahaan negara yang modalnya disisihkan dari APBN
dan dikelola oleh Departemen Teknis Pemerintah.

Menurut Tjagerdkk (2003), sampai dengan tahun 2002 masih ada BUMN sebanyak 161
perusahaan yang tersebar disekitar 37 sektor/bidang usaha. Persoalan pokok yang dihadapi oleh
BUMN secara keseluruhan adalah rendahnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan
total hartanya. Tjagerdkk (2003) selanjutnya mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN
ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN
tersebut. Hal ini dapat dilihat antara lain pada :

1. Pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi yang tidak mencerminkan


keterkaitan dengan pencapaian target kinerja, dan adanya penyalahgunaan fasilitas
BUMN untuk manajemen
2. Terlalu kuatnya pemegang saham sehingga dalam pemberian pake tremuniras itidak
merangsang direksi untuk mengeluarkan usaha terbaiknya bagi kepentingan BUMN
3. Transaksi bisnis dengan pihak luar yang dilakukan manajemen tidak memperhatikan
kepentingan pemegang saham
4. Peyusunan past service lialibilities yang sangat menguntungkan direksi dan komisaris
tetapi sangat membebani BUMN
5. Direksi melakukan strategi diversifikasi/ekspansi untuk meningkatkan ukuran perusahaan
demi presti sedirinya tanpa mempehatikan dampaknya pada kinerja perusahaan
6. Intervensi pemegang saham atau pihak luar secara berlebihan dalam kegiatan operasional
BUMN
7. Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan yang dilakukan oleh manajemen

18
Menyadari masih rendahnya kinerja BUMN serta mengingat modal yang telah disetor ,maka
pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN mewajibkan semua BUMN menerapkan
tata kelola perusahaan yang sehat (good cororate governance). Sebagai acuan pelaksanaan,
Menteri Negara BUMN mengeluarkan keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-23/M-
PM.BUMN/2000 Tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktik Good Cororate
Governance ada BUMN. Kemudian pedoman GCG ini disempurnakan melalui Keputusan
Menteri Negara BUMN NOmor Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 1 Agustus 2002.

1. Tujuan GCG diatur dalamPasal 4 yaitu :


a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan
,akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional maupun Internasional
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan, dan efisien serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ
c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab social BUMN
terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan disekitar
BUMN
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
e. Menyukseskan program privatisasi
2. Prinsip-prinsip GCG diatur dalam pasal 3 yaitu :
a. Transparasi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan
b. Kemandirianya itu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh / tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat
c. Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif
d. Pertanggungjawaban yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat

19
e. Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak para
pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2.7. GCG Dan Pengawasan Pasar Modal Di Indonesia

Pasar modal didefinisikan sebagai pasar di mana berbagai instrument keuangan


(sekuritas) jangka panjang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri,
baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta (Suad Husnan,
1996).

Pasar modal (capital market) lebih sempit dari pasar keuangan (financial market) karena
dalam pasar modal hanya memperjualbelikan instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang
(obligasi, saham, dan instrument derivative), sedangkan pasar keuangan mencakup instrument
jangka pendek dan jangka panjang.

Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga dan unsur-unsur penunjang


pasar modal, antara lain:

1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), yaitu lembaga
yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi kegiatan semua lembaga
terkait kegiatan pasar modal dan keuangan berjalan adil dan efaektif.

2. Bursa Efek, yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan sekuritas pasar
modal.

3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang giral yang
dikenal dalam dunia perbankan. Lembaga ini berfungsi untuk menyimpan dan mengatur
arus fisik sekuritas.

4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk memperoleh dana dari
investor di bursa.

20
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emiten sukses dalam menjual
instrumen sekuritas tersebut. Fungsi underwriter adalah memastikan bahwa instrument
sekuritas yang diterbitkan oleh emiten dapat terjual habis dengan harga wajar.

6. Investor / calon investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap saat melakukan
transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen sekuritas yang diperdagangkan di
bursa.

7. Akuntan Publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran laporan keuangan
emiten dan memberikan opini audit atas kewajaran laporan keuangan emiten yang
diperiksanya.

8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara legal berbagai
peristiwa/ kegiatan penting di dalam perusahaan, seperti: RUPS, jual beli asset tetap
perusahaan, peminjaman uang, dll.

9. Konsultan hukum, yaitu lembaga yang diperlukan emiten untuk memeriksa dan
memastikan bahwa emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas tersebut tidak
memiliki sengketa hukum dengan pihak lain.

10. Konsultan Keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jasanya oleh emiten untuk
memberikan nasehat di bidang keuangan sebelum menerbitkan suatu instrumen sekuritas.

Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat strategis
karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengawasi semua lembaga
terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar
kegiatan pasar modal di bursa dapat berjalan secara adil, efektif, dan efisien. Kegiatan pasar
modal disebut efektif apabila para investor dan calon investor tertarik untuk melakukan
transaksi di bursa. Mereka tertarik karena percaya bahwa semua lembaga terkait di bursa telah
menjalankan fungsi mereka sesudai dengan aturan main yang telah ditetapkan oleh badan
pengawas. Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait termasuk investor
merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan di bursa tersebut terseenggara dengan cepat tanoa
dibebani biaya yang berlebihan. Kegiatan di bursa dianggap adil bila semua pihak terkait
trmasuk calon investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa tersebut. Jadi, pada intinya

21
fungsi Bapepam LK dalam hal ini adalah memastikan agar semua lembaga penunjang yang
terkait dibursa menjalankan tata kelola lembaga masing-masing secara sehat dan mematuhi
berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk seperangkat aturan yang
dikeluarkan oleh Bapepam LK tersebut.

Beberapa peraturan yang berhubungan dengan tata kelola yang sehat yang ditujukan pada
lembaga-lembaga penunjang, antara lain:

1. Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, terutama yang berkaitan
dengan prinsip transparasi pengungkapan (disclosure) informasi penting, seperti : hak
memesan efek terlebih dahulu, benturan kepentingan, tender, penggabungan usaha,
peleburan, pengambilalihan, dan sebagainya.
2. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.I tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, terutama
menyangkut prinsip keadilan (fairness) antar investor.
3. Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2 tentang Laporan Keuangan, terutama berhubungan
dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab dalam penyusunan
laporan keuangan.
4. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tetang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu untuk
menjamin transaksi dijalankan secara independen, jujur, dan tidak mergikan pihak lain
untuk kepentingan pihak tertentu
5. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan
Usaha yang dilakukan perusahan terbuka. Ini berkaitan dengan prinsip transparansi dan
akuntabilitas
6. Peraturan Bapepam Nomor IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha dan Peleburan
Perusahan Publik dan Emiten. Ini berkaitan erat denga hukum persaingan usaha yang
menyangkut prinsip keadilan RUPS. Ini menyangkut kepentingan pemegang saham
minoritas agar tidak diperlakukan secara tidak adil oleh pemegang saham mayoritas
dalam RUPS.
7. Peraturan Bapepam Nomor IX.J.1 tentang Pokok-pokok Anggaran Dasar Perseroan yang
Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik. Ini
menyangkut prinsip tata kelola dan aturan main pokok perusahaan yang akan
menerbitkan ekuitas bursa.

22
8. Peraturan Bapepam Nomor X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi bagi Emiten atau
Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan Pailit. Ini berkaitan dengan prinsip
transparansi.
9. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 tentang Pembentukan Sekretariat Perusahaan. Ini
menyangkut prinsip transparansi dan tanggung jawab perusahaan emiten
10. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.4 tentang Pembentukan Sekretariat Perusahaan. Ini
prinsip transparansi dan tanggung jawab perusahaan emiten.
11. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan
Publik. Ini untuk meingkatkan profesionalisme dan tanggung jawab para anggota direksi
dan komisaris dalam rangka penegakan prinsio tata kelola perusahaan yang sehat.
12. Dan sebagainya.

2.8. GCG Perbankan Indonesia

Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh sistem
perbankan yang sehat dan kuat. Sebagaimana telah dimaklumi bersama, krisis ekonomi di
indonesia yang terjadi menjelang akhir abad ke-20 diawali oleh krisis moneter yang menimpa
dunia perbankan Indonesia ini menunjukkan bahwa tata kelola perbankan di Indonesia masih
sangat lemah. Menyadari hal ini Bank Indonesia sebagai institusi tertinggi yang berfungsi
melakukan pengawasan terhadap kegiatan dunia perbankan di Indonesia, dalam upaya menata
kembali manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tanggal 30 Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh bank –
bank Komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:

a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, tanggung


jawab. Independensi, dan kesataraan (Pasal 1 ayat 6).
b. Tujuan implementasi GCG (Pasal 2), minimal untuk merealisasikan
 Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
 Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal
audit bank.
 Kinerja ketaatan, fungsi audtor internal dan eksternal.
 Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal.
 Ketentuan dana pihak – pihak terkait (related parties) dan dana dalam jumlah
besar.
 Rencana strategis bank.
 Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan
c. Jumlah, komposisi, kriteria, dan independensi Dewan komisaris (Bab II Pasal 4-8);
23
d. Jumlah komposisi, kriteria, dan idependesi Dewan Direksi (Bab III Pasal 19-37);
e. Komite (Bab IV, Pasal 53);
f. Ketaatan, Fungsi auditor Eksternal dan Internal (Bab V Pasal 49-52);
g. Implementasi Manajemen Risiko (Bab VI Pasal 53);
h. Ketentuan Dana (Bab VII Pasal 54-55);
i. Rencana Strategis Bank (Bab VIII Pasal 56);
j. Aspek Tansparansi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58);
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X pasa 59-60);
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI pasal 61-66);
m. Implementasi GCG di Cabang uar Negeri (Bab XII pasal 67-68);
n. Sanksi-sanksi (Bab XIII Pasal 69-75);
o. Ketentuan Peralihan (Bab XIV pasal 75-77);
p. Ketentuan Penutup (Bab XV pasal 78).

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Good Corporate governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan
yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang politik,
ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga
pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses pembuat

24
kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi
guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas
hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan
pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif.

Adapun prinsip Corporate governance yang diterbitkan oleh OECD dalam hubungannya
dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga
mengeluarkan keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk.,
2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu :

a) Kewajaran (fairness)

b) Tranparansi

c) Akuntabilitas

d) Pertanggungjawaban

e) Kemandirian

Indra surya dan ivan yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari
menerapkan GCG adalah:
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hokum

Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis yang dilakukan oleh
banyak korporasi atau pelaku bisnis dan ekonomi yang telah merugikan warga negara,
masyarakat bahkan merugikan Negara, setidaknya dalam segi finansial (pajak) dan kepercayaan
public terhadap peranan Negara (pemerintah) dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya
proses produksi, eksplorasi, dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian
lingkungan hidup. Fenomena ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pimpinanya
25
tidak memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan,
penyalahgunaan otoritas, korupsi, dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan sistematis terhadap
masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering terjadi.

26

Anda mungkin juga menyukai