Hasil keputusan kongres Bahasa Indonesia I tahun 1938 di Solo Jawa Tengah,
memeberikan penegasan tentang kedudukan bahasa Indonesia serta pengembangan dan
pembinaanya untuk semakin dimantapkan. Dalam amanat tersebut dijelaskan bahwa
kedudukan bahasa Indonesia diusulkan agar dijadikan sebagai bahasa resmi dan bahasa
pengantar di dalam perwakilan dan perundangan. Untuk mewujudkan kongres tersebut
pemerintah mengambil kebijakan untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. Kebijakan tersebut tertuang dalam undang-undang dasar 1945,
pada Bab XV, pasal 36, yang selengkapnya berbunyi “Bahasa negeara adalah bahasa
Indonesia”. Landasan ini memberikan kedudukan yang kuat bagi Indonesia untuk digunakan
dalam berbagai urudan kenegaraan dan dalam menjalankan tanpa pemerintahan. Imbauan
tersebut telah ditetapkan pemerintah, melalui ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat
(MPR) maupun Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam keterangan MPR tahun
1966 misalnya, ditegaskan agar kita terus meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia
sebagai alat pemersatu yang ampuh.
Di samping itu ada ketetapan MPR tahun 1978 dan 1983, juga dirumuskan bahwa
pembinaan bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mewajibkan penggunaanya secara baik
dan benar. Sebagai tindak lanjut dari ketetapan MPR tersebut, dalam GBHN tahu 1988
ditegaskan kembali bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan
ditigkatkan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal. Tambahan lagi, amanat
dalam kongres bahasa Indonesia I menegaskan perlunya penyempurnaan atau pembaharuan
ejaan bahasa Indonesia. Hal yang amat ppenting dalam kongres bahasa Indonesia I ini adalah
perlunya menyusun tatabahasa baku, pengembangan leksikon dan penertiban atau perbaikan
bahasa surat kabar, karena implementasi dari kebijakan tersebut akan diemban oleh surat
kabar.
Didalam kedudukan sebagai bahasa asing di Indonesia, bahasa-bahasa lain selain bahasa
Indonesia, bahasa daerah dan bahasa rumpun melayu berfungsi sebagai :
a. Alat perhubungan antar bangsa
b. Sarana pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan
nasional.
Bahasa-bahasa tertentu di Indonesia juga memiliki fungsi lain, misalnya bahasa Inggris
merupakan bahasa yang diutamakan sebagai sumber pengembangan bahasa Indonesia.
Sastra Indonesia merupakan salah satu bentuk pengungkap pikiran tentang masyarakat
baru Indonesia. Sastra indonesia lama maupun baru, tidak terlepas dari pengaruh dan
pertemuaannya dengan kebudayaannya dan sastra asing, khususnya sastra India, Arab, Persia,
dan sastra-sastra Barat.
Perkembangan selanjutnya, sastra Indonesia menjadi media ekspresia berbagai gagasan
modern, pencerminan/pencarian jati diri untuk membangun kebudayaan baru yang diilhami
baik oleh sumber-sumber kebudayaan tradisi maupun oleh kebudayaan modern. Berdasarkan
penjelasan diatas kedudukan dan fungsi sastra Indonesia, sastra daerah dan sastra asing dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a. Sastra Indonesia
Kedudukan sastra indonesia sebagai wahana ekspresi budaya dan upaya memupuk
kesadaran sejarah serta semangat dan solidaritas kebangsaan. . Sastra Indonesia memiliki
fungsi untuk (1) menumbuhkan rasa kenasionalan, (2) menumbuhkan solidaritas
kemanusiaan, dan (3) merekam perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia.
b. Satra Daerah
Kedudukan sastra daerah sebagai wahana ekspresi budaya yang didalamnya terekam
pengalaman estetik, relegius, atau sosial politik masyarakat etnik yang bersangkutan.
Sastra daerah memiliki fungsi untuk (1) merekam kebudayaan daerah, (2) menumbuhkan
solidaritas kemanusiaan.
c. Sastra asing
Kedudukan sastra asing sebagai salah satu sumber inspirasi dn sumber pemahaman terhadap
sebagian karya sastra Indonesia, terutama dalam bidang penelitian.
Sastra asing memiliki fungsi untuk (1) pendorong pencipta karya sastra Indonesia, (2) sarana
untuk memahami sebagian sastra Indonesia, (3) bahan kajian sastra bandingan, (4) penambah
wawasan mengenai kebudayaan asing.
Ketentuan yang menyangkut otonomi daerah, sebagai mana yang tercantum dalam UU
NO. 22 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah
otonom menyebutkan bahwa yang menjadi kewenangan pemerintah adalah pembinaan dan
pengembangan bahasa dan sastra Indonesia, sedangkan pengembanga bahasa dan budaya
daerah merupakan kewenangan provinsi. Segala peraturan dalam pembinaan bahasa dalam
otonomi daerah diatur dalam perundang-undang.
Pembinaan bahasa dan sastra Indonesia dikaitkan dengan kedudukan sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai
lambang identitas nasional nasional. Kedua fungsi itu perlu benar-benar dipahami dan
diberdayakan sebagai kekayaan rohaniah yang kita milikisebagai bangsa yang akan memadu
langkah-langkah kita selanjutnya dalam menghadapi persaingan global ( seperti barang-
barang, tenaga pekerja, dan jasa lura negeri. Mereka akan datang untuk brsaing secara global
untuk memperebutkan lapangan pekerjaan atau jasa-jasa dibidang keprofesiannya masig-
masing.
Nah, kedatangan mereka akan menguji penguasaan kita dalam berbahasa asing dan
mempertahankan bahasa kebanggaan kita sendiri bahasa Indonesia. Sehingga kita tidak
tergoda dalam penggunan bahasa mereka dengan menetap. Dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara bahasa negara lain, di dalam administrasi pemerintahan, dunia pendidikan,
media massa, pengembangan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi moderndari
fungsi-fungsi itu patut dicatat di dunia pendidikan dan pembukuan yang memiliki kekuatan
dan peluang untuk mengantarkan kita kedepan pintu gerbang gudang iptek modern.
Agar bahasa itu dapat memenuhi fungsinya sebagaimana yang telah dikemukakan,
berbagai langkah-langkah dan upaya perlu direncanakan dan dilaksanakan sebaik-
baiknya,antara lain sebagai berikut :
1. Untuk menetapkan penentuan kedudukan bahasa daerah sebagai alat komunikasi yang
handal dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat keberaksaraan dan budaya
peneliian dan pengembangan bahasa daerah perlu dilakukan secara giat, berencana,
dan terarah.
2. Perlu segera didokumentasikan hal-hal yang berkenaan dengan kedudukan bahasa
daerah sebagai sarana komunikasi kelompok etnik tertentu, misalnya dengan
melakukan kodefikasi terhadap tata bahasa dan khazanah pembendaharaan katanya.
3. Bahasa daerah sebagai bahasa pengantar perlu disusun dengan mempertimbangkan
ketersediaan buku-buku dan tenaga pengajarnya.
4. Bahasa daerah yang digunakan sebagai mata pelajaran hendaknya tidak saja
mempertimbangkan kekayaan budaya daerah yang bersangkutantetapi juga
memberikan peluang bagi pemanfaatan bahasa daerah tersebut bagi upaya
memperkaya khazanah bahasa dan budaya Indonesia pada umunya.
5. Kegiatan penerbitan dalam bahasa derah, baik berupa buku, surat kabar, maupun
majalah perlu mendapat perhatian dan dorongan yang layak,
6. Perguruan tinggi terutama yang berada di daerah perlu mengambil peran yang
sungguh-sungguh di dalam menyiapkan tenaga pengajar bahasa daerah baik sebagai
bahasa ibu maupun sebagai bahasa kedua
7. Pemerintah daerah perlu tampil sebagi pihak yang memiliki peran yang menentukan
di dalam melakukan koordinasi dengan instansi atau lembaga lain yang
berkepentingan dalm upaya pembinaan dan pengambangan daerah dalam arti yang
luas.
Apa yang telah dipaparkan diatas, baik yang menyangkut pembinaan bahasa dan sastra
indonesia menjadi wewenang pusat, maupun yang berkaitan denagn pembinaan bahasa dan
sastra daerah yang menjadi wewenang daerah, didalam kenyataan pelaksaannya tidak dapat
dihadapi secara hitam putih. Artinya, segala urusan yang menyangkut pembinaan bahasa dan
sastra Indonesia sepenuhnya berada di tangan pusat sehingga pihak daerah sama sekali tidak
berkewajiban melibatkan diri. Demikian pula sebaliknya, apapun yang menyangkut urusa
bahasa dan sastra daerah diserahkan sepenuhnya kepada daerah yang bersangkutan.
Siapapun yang seacara moral merasa berkewajiban dan terpanggil untuk tetap
menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan memberdayakan bahasa Indonesia
sebagai bagian dari kebudayaan bangsa, hendaknya sama-sama ikut mengambil bagian,
sesuai dengan minat, profesi, da kemampuan masing-masing. Hanya denga cara itu kita akan
memiliki optimisme bahwa bahasa dan sastra akan terus digunakan dan dimanfaatkan oleh
para penuturnya dalam menghadapi terpaan globalisasi sekarang ini.