Dasterku
Dasterku
- Protein
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau
utama. Protein ialah ikatan peptida yaitu terjadi antara atom C dari gugus –
COOH dengan atom N dari gugus –NH2. Protein merupakan komponen
penting atau komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu
merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam
makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan
tubuh. Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau
tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani,
sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa
makanan sumber protein adalah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang,
kedelai, gandum, jagung dan buah-buahan (Poedjiadi, 1994).
Protein merupakan polimer dari asam amino. Asam amino membentuk
polimer rantai lurus dengan ikatan peptida, sehingga polimer ini disebut
dengan peptid atau polipeptida. Polipeptida mengalami pelipatan karena
reaksi gugus fungsi dan sisi reaktif molekul penyuunnya, sehingga
tebentuklah molekul besar polipeptida yang dinamakan protein. Protein
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu protein sederhana yang hanya
tersusun oleh asam amino dan protein konjugasi yang tersusun tidak hanya
oleh asam amino namun juga bahan lain seperti karbohidrat (glikoprotein),
asam nukleat (nukleoprotein), lipid (lipoprotein), logam (metaloprotein) dan
fosfat (fosfoprotein) (Handito, dkk, 2014).
Berdasarkan molekulnya digolongkan menjadi dua, yaitu protein
globular dan protein fibrosa. Pada protein globular mempunyai bentuk bulat
atau hampir bulat atau hampir bulat dan bentuk molekul umumnya mudah
ditentukan. Larut dalam larutan garam, asam, basa atau alkohol. Contohnya
antara lain, albumin, globulin, proteonzim, proteohormon. Pada protein
fibrosa mempunyai bentuk memanjang, bentuk amorphous dan bentuk
molekul sukar ditentukan, dan tidak larut dalam larutan garam, asam, basa,
dan alkohol. Contohnya antara lain, keratin dan rambut, Fibroin dan sutra,
Kolagen dan tulang (Almatsier, 2001).
Protein merupakan unit penyusun utama tubuh. Protein terdiri dari
karbon, hydrogen dan nitrogen dan umumnya juga mengandung sulfur.
Molekulnya berkisar antara 6000 hingga jutaan. Satu molekul protein terdiri
dari rantai panjang polipeptida. Polipeptida ini berasal dari asam. Asam
amino yang salaing berikatan dengan urutan yang khas. Asam amino sendiri
merupakan senyawa kimia yang mengandung dua gugus fungsi yang berbeda.
Sifat dari berbagai macam protein tergantung pada jumlah asam amino yang
menyusunnya, disamping itu juga dipengaruhi oleh rantai samping dari
masing-masing asam amino. Sehingga reaksi identifikasi suatu protein tidak
jauh dari reaksi kedua gugus fungsi tersebut. Salah satu identifikasi protein
adalah dengan cara denaturasi protein (perubahan struktur protein)
(Lehninger, 1995).
Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:
1994). Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –
COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari
hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan
dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam - asam amino (Poedjiadi, 1994).
- Struktur protein
Struktur protein ada 4 tingkatan yaitu :
a. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino
dalam molekul protein (rentetan asam amino dalam suatu molekul
protein).
b. Struktur sekunder menunjukkan banyak sifat suatu protein, ditentukan
oleh orientasi molekul sebagai suatu keseluruhan, bentuk suatu molekul
protein (misalnya spiral) dan penataan ruang kerangkanya (ikatan
hidrogen antara gugus N-H, salah satu residu asam amino dengan gugus
karbonil C=O residu asam yang lain).
c. Struktur tersier menunjukkan keadaan kecenderungan polipeptida
membentuk lipatan tali gabungan (interaksi lebih lanjut seperti
terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan).
d. Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein.
Ada empat tingkat struktur dasar protein yaitu struktur primer, sekunder,
tersier, dan kuartener. Untuk menentukan dan mengetahui jumlah, jenis dan
ukuran asam amino dalam protein dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa
tahap yaitu:
1. Penentuan jumlah rantai polipeptida yang bediri sendiri
2. Pemecahan ikatan antara raintai polipeptida tersebut
3. Pemecahan masing-masing raintai polipeptida, dan
4. Analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida (Poedjiadi, 2006)
Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu:
a. Protein sederhana yang merupakan protein yang hanya terdiri atas
molekul-molekul asam amino.
b. Protein gabungan yang merupakan protein yang terdiri atas protein dan
gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas
karbohidrat, lipid atau asam nukleat.
Ikatan yang terjadi antara dua dua asam amino tersebut dinamakan ikatan
peptida. Jadi, pada satu molekul dipeptida terdapat satu ikatan peptida. Suatu
senyawa yang terdiri atas tiga buah asam amino yang berikatan disebut
tripeptida. Pada satu molekul tripeptida ini terdapat dua buah ikatan peptida.
Ikatan peptida yaitu :
Melalui suatu proses tertentu, sejumlah besar molekul asam amino dapat
membentuk suatu senyawa yang memiliki banyak ikatan peptida. Molekul
senyawa ini merupakan suatu molekul besar atau makromolekul yang terdiri
atas banyak molekul asam amino dan karenanya disebut polipeptida. Protein
adalah salah satu makromolekul yang terdiri atas sejumlah besar asam amin
(Poedjiadi, 2006).
Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam
dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun pada
rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi
berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam
amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein
(Poedjiadi, 1994).
Protein tidak larut dalam pelarut organic tetapi akan mengendap apabila
kedalam larutannya ditambahkan Na2SO4 atau NaCl juga alcohol dan aseton.
Senyawa ini juga cenderung mengalami perubahan bentuk yang dinyatakan
dengan denaturasi protein. Perubahan tersebut terjadi disebabkan karena
molekul protein peka terhadap senyawa-senyawa tertentu maupun panas
sehingga konfirmasi molekul menjadi berubah. Apabila asam amino larut
dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina
akan menerima ion H+, Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam
larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan
negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat
tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan
basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion
OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya
bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+
yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –
COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II). Protein yang
terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan,antara
lain:
1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim
proteolitik.
4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya
warna coklat.
- Denaturasi
Denaturasi adalah suatu hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh
terkacaunya ikatan hydrogen dan gaya-gaya sekunder lainnya yang
mengutuhkan molekul itu. Akibatnya suatu denaturasi adalah hilangnya
banayak sifat biologis protein . (Fessenden, 1982).
Denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan
hydrogen,interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul
protein (Winarno,1992). Protein yang terdenaturasi akan berkurang
kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan
keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau
pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein
akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul
mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan
meningkat (Winarno, 1992).Denaturasi protein meliputi gangguan dan
kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein.
Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan
peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi.
Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier
protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang
membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan
garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan
mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi
dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).
- Analisis Kualitatif
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara
kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon,
reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi (Aisyah, n.d.).
1. Reaksi Xantoprotein
Uji xantoprotein merupakan uji kualitatif pada protein yang
digunakan untuk menunjukkan keberadaan gugus benzene. Metode analisis
protein ini menggunakan larutan asam nitrat pekat, yang merupakan salah
satu asam pekat . Larutan asam nitrat ini ditambahkan dengan ke dalam
larutan protein. Setelah kedua larutan tersebut tercampur maka akan terjadi
reaksi ini sehingga terbentuk endapan berwarna putih . Langkah selanjutnya
dilakukan pemanasan terhadap larutan tersebut, pada tahapan ini endapan
berwarna putih akan berubah warna menjadi kuning. Reaksi perubahan
yang terjadi tersebut disebut nitrasi pada inti dari benzena yang terdapat
pada molekul dari protein. Hasil positif pada uji xantoprotein adalah
munculnya gumpalan atau cincin warna kuning. Pada uji ini, digunakan
larutan asam nitrat yang berfungsi untuk memecah protein menjadi gugus
benzena. Asam amino yang menunjukkan reaksi positif untuk uji ini, yaitu
tyrosin, phenilalanin dan tryptophan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan
dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat.
Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam
air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat
dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah
larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada
batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam
protein sehingga pada penambahan logam ini akan menghasilkan
endapan putih dari senyawa merkuri. Untuk protein yang mengandung
tirosin atau triptofan penambahan pereaksi Millon menghasilkan warna
merah. Namun pereaksi ini tidak spesifik karena juga memberikan tes
positif warna merah dengan adanya senyawa fenol. Digunakan untuk
menguji adanya gugus fenol pada protein misalnya tirosin.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan
warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi
protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin.
Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan
warna merah.
- Analisis Kuantitatif
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
protein secara kuantitatif :
1. Metode Biuret
Suatu peptida yang mempunyai dua ikatan peptida ata lebih dapat
bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan membentuk suatu
senyawa kompleks yang berwarna biru ungu. Reaksi ini dikenal dengan
nama reaksi biuret (Poedjiadi, 2006).
Uji biuret ini dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
ikatan peptide dalam suatu senyawa sehingga uji biuret dapat dipakai untuk
menunjukan adanya senyawa protein. Langkah pengujian yang dapat
dilakukan adalah larutan sampel yang diduga mengandung protein ditetesi
dengan larutan NaOH kemudian diberi beberapa tetes larutan CuSO4 encer.
Apabila larutan berubah menjadi arna unggu maka larutan tersebut
mengandung protein.
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan Cupri Sulfat ( CuSO4) encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya
senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam (-CONH2) yang
berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti :
-CSNH2, -C(NH)NH2, -CH2NH2, -CRHNH2, -CHOHCH2NH2, -
CHOHCH2NH2, -CHNH2CH2OH, -CHNH2CHOH. Dengan demikian uji
Biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti Biuret atau
malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.
Metode biuret merupakan salah satu metode yang terbaik untuk
menetukan kadar protein dalam suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+
membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein sehingga
menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimal 540 nm.
Absorbansi ini berbanding lurus dengan konsentrasi protein dan tidak
tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai
jumlah ikatan peptida yang sama per satuan berat. Hal – hal yang dapat
dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai
absorbansi dari cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasin larutan
di dalam kuvet (Sasongko et al, 2010).
Hubungan antara konsentrasi dengan cahaya yang diserap
dinyatakan dalam hukum Beer-Lambert. Hukum Beer-Lambert menyatakan
pengurangan intensitasn cahaya monokromatis yang melalui suatu larutan
berwarna berlangsung secara eksponensial dan bergantung pada panjang
larutan yang dilalui cahaya dan kadar zat dalam larutan.
2. Metode Kjedahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir
bernama Johann Kjeldahl. Makanan ditetesi dengan asam kuat sehingga
melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi
yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen
dalam sampel. Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang,
walaupun dengan modifikasi. Untuk mempercepat proses dan mencapai
pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode
standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F)
untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi
6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein
mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam
aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan
titrasi. Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
a. Kelebihan :
- Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih
merupakan metode standar dibanding metode lain.
- Dapat diaplikasikan pada semua jenis makanan
- Tidak mahal (Jika tidak menggunakan autosistem)
- Akurat untuk protein kasar
- Dapat dimodifikasi untuk mengukur jumlah kecil protein
b. Kekurangan :
1. Warna bervariasi dihasilkan pada protein yang berbeda
2. Warna tidak terbatas pada konsentrasi protein dan dengan senyawa fenol
dapat membentuk warna biru sehingga bisa menganggu hasil penetapan
3. Reaksi dapat dipengaruhi oleh sukrosa, lipid, buffer phosphate,
monosakarida dan heksoamin,
Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan
interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk
mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen,
sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau
melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein.
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus
terdapat ruang berturut-turut disebut basis, ischium, merus, carpus, dan cropus.
Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi
beberapa spesies penaeid dalam taksonomi. Vaname memiliki tubuh berbuku-
buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik
(moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi,
sehingga dapat digunakan untuk keperluan yatu makan, bergerak, dan
membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing), menopang insang karena
struktur insang udang mirip bulu unggas, organ sensor, seperti pada antena dan
antenula. Kepala (thorax).
No.
(mg/100 g) Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)
- Spetrometer UV-VIS
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada
absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi gelombang
dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan
sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun
cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak yaitu
terdapat pada 400-760 mm. Spektrofotometer ini hanya terjadi bila adanya
perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah
spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet. Prinsip kerja
spektrofotometri berdasarkan Hukum Lambert-Beer, bila cahaya
monokromatik melalui suatu media, maka sebagian cahaya disebut
diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian diteruskan (Sabrina 2012).
Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah UV-Vis karena
mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Cahaya yang diserap oleh
suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia.
Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari
disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange
bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan
berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum
sinar tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :
Sampel
- Ditimbang 1 gram
- Dihancurkan / ditumbuk dengan mortar dan alu
- Ditambahkan aquades 10 mL
Filtrat Residu
2. Pembuatan Standar
Nilai Absorbansi
(A1, A2, A3, A4, A5)
1 mL aquades
- Ditambah 5 mL reagen biuret
- Dikocok
- Diinkubasi pada suhu 370C selama 10
menit
- Diukur nilai absorbansinya pada 𝜆 = 540
nm dengan alat spektronik 20
1 mL larutan sampel
- Ditambah 5 mL reagen biuret
- Dikocok
- Diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit
- Diukur nilai absorbansinya pada 𝜆 = 540 nm
dengan alat spektronik 20
Nilai Absorbansi
G. Hasil Pengamatan
No Prosedur percobaan Hasil pengamatan Dugaan / Reaksi Kesimpulan
O
1. Persiapan sampel Sebelum : OH Sampel udang
C
1 gram - Sampel udang: daging ditambahkan
sampel berwarna putih
R CH
aquades
- Dihancurkan dengan mortar dan
alu - Aquades : jernih tidak
H N
menghasilkan
- Ditambah 10 mL air O C
- Disentrifuge dengan kecepatan berwarna sampel larutan
R CH
3500 rpm selama 10 menit protein yang tak
- Didekantasi H N
Sesudah : berwarna
O C
- Sampel udang +
Filtrat Residu
R CH
Aquades : keruh larutan
- Dituangkan ke dalam NH2
putih + H2O(l)
tabung reaksi
- Diamati - Disentrifuge : filtrat
(larutan berwarna putih)
Larutan sampel protein
residu (endapan putih
keruh)
- Didekantasi : filtrat
protein tak berwarna
O OH
R CH
H N
O C
R CH
H N
O C
R CH
NH2 (aq)
2. Pembuatan standar Sebelum : CuSO4.5H2O (aq) + - Semakin pekat
O
- Ditambah biuret : OH hubungan
C
Tabung 1 : biru (+) antara
R CH
- Diinkubasi pada Tabung 2 : biru (++) konsentrasi
H N
0
suhu 37 C selama 10 Tabung 3 : ungu (+) dengan
O C
menit Dengan alat
Tabung 4 : ungu (++) absorbansi
spektronik 20 R CH
O C
R CH
4 mg/mL . V1 = 3 mg/mL . 10 mL
V1 = 7,5 mL
untuk larutan standart 2 mg/mL dibutuhkan 6,8 mL dari larutan standart 3
mg/mL
M1 . V1 = M2 . V2
3 mg/mL . V1 = 2 mg/mL . 10 mL
V1 = 6,67 mL
dan yang terakhir larutan standard 1 mg/mL dibutuhkan 5 ml dari larutan
standard 2 mg/mL
M1 . V1 = M2 . V2
2 mg/mL . V1 = 1 mg/mL . 10 mL
V1 = 5 mL
Maka didapatkan larutan standard dengan konsentrasi 1 mg/mL, 2 mg/mL, 3
mg/mL, 4 mg/mL, dan 5mg/mL. Kemudian diambil 1 mL dari Masing-masing
larutan tersebut dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi berbeda. larutan standard
dengan konsentrasi 1 mg/mL pada tabung A1, larutan standard dengan
konsentrasi 2 mg/mL pada tabung A2, larutan standard dengan konsentrasi 3
mg/mL pada tabung A3, larutan standard dengan konsentrasi 4 mg/mL pada
tabung A4, larutan standard dengan konsentrasi 5 mg/mL pada tabung A5.
Setelah itu, pada masing-masing tabung ditambahkan 5 mL reagen biuret yang
berwarna biru muda. pada masing-masing tabung reaksi yang telah berisi
larutan standart protein dengan pengencern yang divariasi dan dikocok. Fungsi
penambahan reagen biuret adalah untuk membentuk komplek berwarna ungu
antara Cu2+ pada reagen biuret dengan ikatan peptide pada protein serta fungsi
pengocokan adalah agar reagen biuret bereaksi dan terlarut sempurna pada
larutan protein. Reaksi yang terjadi :
CuSO4.5H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Cu(OH)2 (aq) + Na2SO4 (s) + 5H2O
(l) Cu(OH)2 (aq) ⇄ Cu2+ (aq) + 2OH- (aq)
Warna yang dihasilkan dari reaksi setelah penambahan reagen biuret
berturut-turut adalah :
1. larutan standart 1 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (+)
2. larutan standart 2 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (++)
𝑂𝐻 −
+ Cu2+ (aq) →
Kompleks ungu
0.2
y = 0.0425x - 0.0159
absorbansi R² = 0.9919
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi larutan standar protein (mg/ml)
𝑂𝐻 −
+ Cu2+ (aq) →
Kompleks ungu
K. Lampiran
- Jawaban pertanyaan
1. Buatlah kurva standar konsentrasi vs absorbansi. Dengan bantuan
kurva standart tersebut tentukan kadar protein dalam sampel !
Jawab :
0.2
y = 0.0425x - 0.0159
R² = 0.9919
absorbansi
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi larutan standar protein (mg/ml)
Diketahui :
Persamaan garis y = 0,0425x – 0,0159
Absorbansi sampel udang = 0,175
Ditanya : konsentrasi =...?
Jawab :
y = absorbansi
x = konsentrasi
Jika y = 0,175 maka y = 0,0425x – 0,0159
0,175 = 0,0425x – 0,0159
0,175 + 0,0159
x = 0,0425
x = 4,492 mg/ml
konsentrasi dalam satuan persen
4,492 𝑚𝑔/𝑚𝑙 𝑥 1 𝑚𝑙
% kadar = 𝑥 100%
1038,3 𝑚𝑔
= 0,43263%
2. Apakah peptida kan memberikan reaksi positif terhadap pereaksi biuret
? jika benar demikian, bagaimana menentukan kadar protein yang
tercampur dengan peptida ?
Jawab : Ya benar, karena Biuret merupakan salah satu cara yang
terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan
basa, Cu2+ akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu
protein, sehingga menghasilkan warna ungu yang dapat diidentifikasi
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Nilai
Absorbansi berbanding lurus dengan kosentrasi protein dan tidak
tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya
mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat.
- Lampiran perhitungan
A. Perhitungan pembuatan larutan standar protein
𝑀1 𝑥 𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑚𝑔 𝑚𝑔
10 𝑥 𝑉1 = 5 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙
10 𝑚𝑙 𝑥 5
𝑉1 =
10
𝑉1 = 5 𝑚𝑙
𝑚𝑔 𝑚𝑔
5 𝑥 𝑉1 = 4 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙
10 𝑚𝑙 𝑥 4
𝑉1 =
5
𝑉1 = 8 𝑚𝑙
𝑚𝑔 𝑚𝑔
4 𝑥 𝑉1 = 3 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙
10 𝑚𝑙 𝑥 3
𝑉1 =
4
𝑉1 = 7,5 𝑚𝑙
𝑀1 𝑥 𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2
𝑚𝑔 𝑚𝑔
3 𝑥 𝑉1 = 2 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙
10 𝑚𝑙 𝑥 2
𝑉1 =
3
𝑉1 = 6,67 𝑚𝑙
𝑚𝑔 𝑚𝑔
2 𝑥 𝑉1 = 1 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙
10 𝑚𝑙 𝑥 1
𝑉1 =
2
𝑉1 = 5 𝑚𝑙
0.2
y = 0.0425x - 0.0159
R² = 0.9919
absorbansi
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi larutan standar protein (mg/ml)
Diketahui :
Persamaan garis y = 0,0425x – 0,0159
Absorbansi sampel udang = 0,175
Ditanya : konsentrasi =...?
Jawab :
y = absorbansi
x = konsentrasi
Jika y = 0,175 maka y = 0,0425x – 0,0159
0,175 = 0,0425x – 0,0159
0,175 + 0,0159
x = 0,0425
x = 4,492 mg/ml
konsentrasi dalam satuan persen
4,492 𝑚𝑔/𝑚𝑙 𝑥 1 𝑚𝑙
% kadar = 𝑥 100%
1038,3 𝑚𝑔
= 0,43263%
- Lampiran foto
No gambar Keterangan
1. Alat yang di gunakan untu
praktikum
1. Tabung reaksi
2. Labu ukur
3. Gelas ukur
4. Spatula
5. Mortal + alu
6. Tabung sentrifuge
7. Gelas kimia
- Persiapan sampel
No gambar Keterangan
1. Sampel udang yang
telah dibersihkan di
timbang sebanyak 1
gram dengan
menggunakan neraca
analitik
4. Di sentriguge selama
10 menit dengan 3500
rpm. Kemudian
didekantasi dan
- Pembuatan standar
No Gambar keterangan
1. 1 ml larutan protein
standar diencerkan
dengan konsentrasi
yang berbeda – beda,
pengenceran ini
menggunakan
pengenceran
bertingkat.
Tb 1 = 1 mg/ml
Tb 2 = 2 mg/ml
Tb 2 = 3 mg/ml
Tb 4 = 4 mg/ ml
Tb 5 = 5 mg/ ml
2. Tiap pengenceran
dengan konsentrasi
yang berbeda – beda
diambil 1 ml dan
dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang
berbeda - beda
3. Ditambahkan 5 ml
reagen biuret pada
masing – masing
tabung reaksi, di
kocok.
4. Di inkubasi dalam
waterbath pada suhu
37 0C selama 10 menit
5. Selanjutnya
didiamkan pada suhu
kamar selama 30
menit
6. Kemudian diukur
absorbansinya pada
panjang gelombang
540 nm dengan
spektronik 20
No Gambar keterangan
1. 1 ml aquades ke
dalam tabung reaksi
kemudian di
tambahkan 5 ml
reagen buret, dan di
kocok
2. Di inkubasi dalam
waterbath pada suhu
37 0C selama 10 menit
3. Selanjutnya
didiamkan pada suhu
kamar selama 30
menit
4. Kemudian diukur
absorbansinya pada
panjang gelombang
540 nm dengan
spektronik 20
2. Di inkubasi dalam
waterbath pada suhu
37 0C selama 10 menit
3. Selanjutnya
didiamkan pada suhu
kamar selama 30
menit
4. Kemudian diukur
absorbansinya pada
panjang gelombang
540 nm dengan
spektronik 20