Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

A. Judul Praktikum : Penentuan Kadar Protein dengan


Metode Biuret
B. Hari,Tanggal Percobaan : Senin, 8 Oktober 2018 Pukul (13.00 –
15.30) WIB
C. Tujuan : Menentukan Kadar Protein yang Ada pada
Sampel Udang Vannamei dengan
Menggunakan Cara Biuret
D. Tinjauan Pustaka :

- Protein
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau
utama. Protein ialah ikatan peptida yaitu terjadi antara atom C dari gugus –
COOH dengan atom N dari gugus –NH2. Protein merupakan komponen
penting atau komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu
merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam
makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan
tubuh. Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau
tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani,
sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa
makanan sumber protein adalah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang,
kedelai, gandum, jagung dan buah-buahan (Poedjiadi, 1994).
Protein merupakan polimer dari asam amino. Asam amino membentuk
polimer rantai lurus dengan ikatan peptida, sehingga polimer ini disebut
dengan peptid atau polipeptida. Polipeptida mengalami pelipatan karena
reaksi gugus fungsi dan sisi reaktif molekul penyuunnya, sehingga
tebentuklah molekul besar polipeptida yang dinamakan protein. Protein
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu protein sederhana yang hanya
tersusun oleh asam amino dan protein konjugasi yang tersusun tidak hanya
oleh asam amino namun juga bahan lain seperti karbohidrat (glikoprotein),
asam nukleat (nukleoprotein), lipid (lipoprotein), logam (metaloprotein) dan
fosfat (fosfoprotein) (Handito, dkk, 2014).
Berdasarkan molekulnya digolongkan menjadi dua, yaitu protein
globular dan protein fibrosa. Pada protein globular mempunyai bentuk bulat

1 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

atau hampir bulat atau hampir bulat dan bentuk molekul umumnya mudah
ditentukan. Larut dalam larutan garam, asam, basa atau alkohol. Contohnya
antara lain, albumin, globulin, proteonzim, proteohormon. Pada protein
fibrosa mempunyai bentuk memanjang, bentuk amorphous dan bentuk
molekul sukar ditentukan, dan tidak larut dalam larutan garam, asam, basa,
dan alkohol. Contohnya antara lain, keratin dan rambut, Fibroin dan sutra,
Kolagen dan tulang (Almatsier, 2001).
Protein merupakan unit penyusun utama tubuh. Protein terdiri dari
karbon, hydrogen dan nitrogen dan umumnya juga mengandung sulfur.
Molekulnya berkisar antara 6000 hingga jutaan. Satu molekul protein terdiri
dari rantai panjang polipeptida. Polipeptida ini berasal dari asam. Asam
amino yang salaing berikatan dengan urutan yang khas. Asam amino sendiri
merupakan senyawa kimia yang mengandung dua gugus fungsi yang berbeda.
Sifat dari berbagai macam protein tergantung pada jumlah asam amino yang
menyusunnya, disamping itu juga dipengaruhi oleh rantai samping dari
masing-masing asam amino. Sehingga reaksi identifikasi suatu protein tidak
jauh dari reaksi kedua gugus fungsi tersebut. Salah satu identifikasi protein
adalah dengan cara denaturasi protein (perubahan struktur protein)
(Lehninger, 1995).
Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:

Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses


dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino
dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen yang dapat
diukur volumenya. Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan
gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein (Poedjiadi,

2 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

1994). Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –
COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari
hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan
dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam - asam amino (Poedjiadi, 1994).

- Struktur protein
Struktur protein ada 4 tingkatan yaitu :
a. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino
dalam molekul protein (rentetan asam amino dalam suatu molekul
protein).
b. Struktur sekunder menunjukkan banyak sifat suatu protein, ditentukan
oleh orientasi molekul sebagai suatu keseluruhan, bentuk suatu molekul
protein (misalnya spiral) dan penataan ruang kerangkanya (ikatan
hidrogen antara gugus N-H, salah satu residu asam amino dengan gugus
karbonil C=O residu asam yang lain).
c. Struktur tersier menunjukkan keadaan kecenderungan polipeptida
membentuk lipatan tali gabungan (interaksi lebih lanjut seperti
terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan).
d. Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein.
Ada empat tingkat struktur dasar protein yaitu struktur primer, sekunder,
tersier, dan kuartener. Untuk menentukan dan mengetahui jumlah, jenis dan
ukuran asam amino dalam protein dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa
tahap yaitu:
1. Penentuan jumlah rantai polipeptida yang bediri sendiri
2. Pemecahan ikatan antara raintai polipeptida tersebut
3. Pemecahan masing-masing raintai polipeptida, dan
4. Analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida (Poedjiadi, 2006)
Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu:
a. Protein sederhana yang merupakan protein yang hanya terdiri atas
molekul-molekul asam amino.

3 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

b. Protein gabungan yang merupakan protein yang terdiri atas protein dan
gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas
karbohidrat, lipid atau asam nukleat.
Ikatan yang terjadi antara dua dua asam amino tersebut dinamakan ikatan
peptida. Jadi, pada satu molekul dipeptida terdapat satu ikatan peptida. Suatu
senyawa yang terdiri atas tiga buah asam amino yang berikatan disebut
tripeptida. Pada satu molekul tripeptida ini terdapat dua buah ikatan peptida.
Ikatan peptida yaitu :

Melalui suatu proses tertentu, sejumlah besar molekul asam amino dapat
membentuk suatu senyawa yang memiliki banyak ikatan peptida. Molekul
senyawa ini merupakan suatu molekul besar atau makromolekul yang terdiri
atas banyak molekul asam amino dan karenanya disebut polipeptida. Protein
adalah salah satu makromolekul yang terdiri atas sejumlah besar asam amin
(Poedjiadi, 2006).
Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam
dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun pada
rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi
berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam
amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein
(Poedjiadi, 1994).
Protein tidak larut dalam pelarut organic tetapi akan mengendap apabila
kedalam larutannya ditambahkan Na2SO4 atau NaCl juga alcohol dan aseton.
Senyawa ini juga cenderung mengalami perubahan bentuk yang dinyatakan
dengan denaturasi protein. Perubahan tersebut terjadi disebabkan karena
molekul protein peka terhadap senyawa-senyawa tertentu maupun panas
sehingga konfirmasi molekul menjadi berubah. Apabila asam amino larut
dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina

4 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

akan menerima ion H+, Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam
larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan
negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat
tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan
basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion
OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya
bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+
yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –
COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II). Protein yang
terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan,antara
lain:
1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim
proteolitik.
4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya
warna coklat.

- Denaturasi
Denaturasi adalah suatu hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh
terkacaunya ikatan hydrogen dan gaya-gaya sekunder lainnya yang
mengutuhkan molekul itu. Akibatnya suatu denaturasi adalah hilangnya
banayak sifat biologis protein . (Fessenden, 1982).
Denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan
hydrogen,interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul
protein (Winarno,1992). Protein yang terdenaturasi akan berkurang
kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan
keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau
pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein
akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul
mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan
meningkat (Winarno, 1992).Denaturasi protein meliputi gangguan dan

5 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein.
Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan
peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi.
Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier
protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang
membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan
garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan
mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi
dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).

- Analisis Kualitatif
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara
kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon,
reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi (Aisyah, n.d.).
1. Reaksi Xantoprotein
Uji xantoprotein merupakan uji kualitatif pada protein yang
digunakan untuk menunjukkan keberadaan gugus benzene. Metode analisis
protein ini menggunakan larutan asam nitrat pekat, yang merupakan salah
satu asam pekat . Larutan asam nitrat ini ditambahkan dengan ke dalam
larutan protein. Setelah kedua larutan tersebut tercampur maka akan terjadi
reaksi ini sehingga terbentuk endapan berwarna putih . Langkah selanjutnya
dilakukan pemanasan terhadap larutan tersebut, pada tahapan ini endapan
berwarna putih akan berubah warna menjadi kuning. Reaksi perubahan
yang terjadi tersebut disebut nitrasi pada inti dari benzena yang terdapat
pada molekul dari protein. Hasil positif pada uji xantoprotein adalah
munculnya gumpalan atau cincin warna kuning. Pada uji ini, digunakan
larutan asam nitrat yang berfungsi untuk memecah protein menjadi gugus
benzena. Asam amino yang menunjukkan reaksi positif untuk uji ini, yaitu
tyrosin, phenilalanin dan tryptophan.

6 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan
dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat.
Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam
air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat
dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah
larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada
batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam
protein sehingga pada penambahan logam ini akan menghasilkan
endapan putih dari senyawa merkuri. Untuk protein yang mengandung
tirosin atau triptofan penambahan pereaksi Millon menghasilkan warna
merah. Namun pereaksi ini tidak spesifik karena juga memberikan tes
positif warna merah dengan adanya senyawa fenol. Digunakan untuk
menguji adanya gugus fenol pada protein misalnya tirosin.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan
warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi
protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin.
Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan
warna merah.

7 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

- Analisis Kuantitatif
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
protein secara kuantitatif :
1. Metode Biuret
Suatu peptida yang mempunyai dua ikatan peptida ata lebih dapat
bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan membentuk suatu
senyawa kompleks yang berwarna biru ungu. Reaksi ini dikenal dengan
nama reaksi biuret (Poedjiadi, 2006).
Uji biuret ini dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
ikatan peptide dalam suatu senyawa sehingga uji biuret dapat dipakai untuk
menunjukan adanya senyawa protein. Langkah pengujian yang dapat
dilakukan adalah larutan sampel yang diduga mengandung protein ditetesi
dengan larutan NaOH kemudian diberi beberapa tetes larutan CuSO4 encer.
Apabila larutan berubah menjadi arna unggu maka larutan tersebut
mengandung protein.
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan Cupri Sulfat ( CuSO4) encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya
senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam (-CONH2) yang
berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti :
-CSNH2, -C(NH)NH2, -CH2NH2, -CRHNH2, -CHOHCH2NH2, -
CHOHCH2NH2, -CHNH2CH2OH, -CHNH2CHOH. Dengan demikian uji
Biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti Biuret atau
malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.
Metode biuret merupakan salah satu metode yang terbaik untuk
menetukan kadar protein dalam suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+
membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein sehingga
menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimal 540 nm.
Absorbansi ini berbanding lurus dengan konsentrasi protein dan tidak
tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai
jumlah ikatan peptida yang sama per satuan berat. Hal – hal yang dapat

8 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

mengganggu reaksi ini adalah adanya urea (mengandung gugus – CO-NH-


dan gula pereduksi yang bereaksi dengan Cu2+ (Tim Dosen Biokimia, 2018).
Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera.
Penentuan protein cara biuret adalah dengan mengukur optical density (OD)
pada panjang gelombang 560 – 580 nm. Agar dapat menghitung banyaknya
protein maka perlu lebih dahulu dibuat kurva baku/standar yang melukiskan
hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang gelombang
terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena
hanya protein atau senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali
urea.
Pengujian atau analisis protein dapat dilakukan dengan teknik
spektroskopi. Teknik spektroskopi adalah metode yang menggunakan
spektrofotometer. Teknik ini dilakukan dengan menghitung kadar protein
berdasarkan kemampuan protein menyerap atau membaurkan cahaya di
daerah UV-Visible. Teknik spektroskopi memiliki beberapa metode
berdasarkan reagen yang digunakan, diantaranya adalah metode biuret,
metode Lowry, metode Bradford, dan metode pengikatan warna (Donald
2009).
Pengukuran kadar protein pada praktikum kali ini dilakukan dengan
menggunakan kurva standar. Kurva standar dibuat dari hubungan antara
konsentrasi larutan dengan absorbansinya. Kurva standar dibuat dari larutan
standar. Larutan standar adalah larutan yang sudah diketahui nilai
konsentrasinya. Larutan ini diperlukan untuk menghitung nilai konsentrasi
sampel protein yang diukur menggunakan persamaan garis dari larutan
standar yang diperoleh. Larutan standar yang digunakan adalah larutan
Bovine serum albumin (BSA). Bovine serum albumin (BSA) adalah protein
albumin yang berasal dari sapi. Bovine serum albumin merupakan salah satu
protein sederhana yang berbentuk globular. Pengukuran nilai absorbansi
larutan standar dan larutan sampel menggunakan spektrofotometer.
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian

9 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai
absorbansi dari cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasin larutan
di dalam kuvet (Sasongko et al, 2010).
Hubungan antara konsentrasi dengan cahaya yang diserap
dinyatakan dalam hukum Beer-Lambert. Hukum Beer-Lambert menyatakan
pengurangan intensitasn cahaya monokromatis yang melalui suatu larutan
berwarna berlangsung secara eksponensial dan bergantung pada panjang
larutan yang dilalui cahaya dan kadar zat dalam larutan.
2. Metode Kjedahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir
bernama Johann Kjeldahl. Makanan ditetesi dengan asam kuat sehingga
melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi
yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen
dalam sampel. Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang,
walaupun dengan modifikasi. Untuk mempercepat proses dan mencapai
pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode
standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F)
untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi
6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein
mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam
aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan
titrasi. Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
a. Kelebihan :
- Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih
merupakan metode standar dibanding metode lain.
- Dapat diaplikasikan pada semua jenis makanan
- Tidak mahal (Jika tidak menggunakan autosistem)
- Akurat untuk protein kasar
- Dapat dimodifikasi untuk mengukur jumlah kecil protein

10 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

- Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik


membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kelemahan :
- Mengukur total N organic, termasuk N yang bukan protein.
- Memakan waktu (2 jam)
- Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena
susunan residu asam amino yang berbeda.
- Menggunakan reagen-reagen yang sangat korosif dan prosesnya yang
lumayan berbahaya
Kelemahan dan kelebihan metode ini dikarenakan :
a. Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen  semua jenis nitrogen akan terhitung meskipun bukan dari protein.
b. Proses daripada metode ini melewati proses yang panjang.
- Destruksi
Pada proses ini terjadi proses pembebasan amoniak menjadi ammonium
sulfat. Dalam prosesnya menggunakan H2SO4 (yang sangat berbahaya dan
korosif) selain itu ditambahkan pula katalisator yang berfungsi mempertinggi
titik didih asam sulfat tersebut sanagt berbahaya)
- Destilasi
Pada proses destilasi, ditambahkan NaOH pekat  ammonium sulfat 
gas amoniak. Gas amoniak yang menguap akan ditangkap oleh asam borat.
- Titrasi
Ammonium borat akan dititrasi dengan HCL  ammonium clorida dan
jumlah gas ammoniak yang dibebaskan sebanding dengan jumlah HCl titran.
c. Hasil Nitrogen yang didapatkan harus dikalikan dengan factor konversi,
sementara itu factor konversi masing-masing protein berbeda-beda.
3. Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam
metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk
sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi
menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu,

11 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-


molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam
amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi
secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan
residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih
sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein
yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL.
Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya
(Lowry, 1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan
metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat,
deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril,
disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium.
Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens
tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi
absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat
dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan
pengendapan protein (Lowry, 1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan
tidak dapat mengukur molekul peptida panjang (Alexander dan Griffiths, 1992).
Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen Lowry B) menjadi Cu+
oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama
dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna
biru, sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry, 1951). Metode ini mempunyai
beberapa kelebihan dan kelemahan.
a. Kelebihan :
1. Sangat sensitive
- 50 – 100x lebih sensitive daripada metode biuret
- 10 – 20x lebih sensitive dari UV absorption method
2. Kurang dipengaruhi oleh turbiditas sampel
3. Lebih spesifik
4. Sederhana, dapat dilakukan 1 – 1,5 jam

12 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

b. Kekurangan :
1. Warna bervariasi dihasilkan pada protein yang berbeda
2. Warna tidak terbatas pada konsentrasi protein dan dengan senyawa fenol
dapat membentuk warna biru sehingga bisa menganggu hasil penetapan
3. Reaksi dapat dipengaruhi oleh sukrosa, lipid, buffer phosphate,
monosakarida dan heksoamin,
Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan
interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk
mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen,
sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau
melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein.

- Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)


Udang vannamei termasuk crustacea, ordo decapoda seperti halnya
udang lainnya, lobster dan kepiting.Decapoda dicirikan mempunyai 10 kaki,
carapace berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang paneid berbeda
dengan decapoda lainnya. Perkembangan larva dimulai dari stadia nauplidan
betina menyimpan telur didalam tubuhnya (Ditjenkan, 2006).Menurut Haliman
dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
meliputi:
Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

13 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

- Morfologi Udang Vanamei


Tubuh udang vannamei berwarna putih transparan sehingga lebih
umum dikenal sebagai “white shrimp”. Namun, ada juga yang cenderung
berwarna kebiruan karena lebih dominannya kromatofor biru. Panjang tubuh
dapat mencapai 23 cm. Tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua bagian, yaitu
kepala (thorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari
antenula, antena, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei
juga dilengkapi dengan tiga pasang maxilliped dan lima pasang kaki berjalan
(periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Sedangkan pada bagian perut
(abdomen) udang vannamei terdiri enam ruas dan pada bagian abdomen terdapat
lima pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk
kipas bersama-sama telson (Yuliati, 2009). Morfologi udang vaname ada pada
Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi udang vaname (Akbaidar, 2013)

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), bentuk periopoda beruas-ruas yang


berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-

14 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus
terdapat ruang berturut-turut disebut basis, ischium, merus, carpus, dan cropus.
Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi
beberapa spesies penaeid dalam taksonomi. Vaname memiliki tubuh berbuku-
buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik
(moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi,
sehingga dapat digunakan untuk keperluan yatu makan, bergerak, dan
membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing), menopang insang karena
struktur insang udang mirip bulu unggas, organ sensor, seperti pada antena dan
antenula. Kepala (thorax).

Udang vanammei adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di


daerah dasar dengan kedalaman 72 meter. Udang vannamei dapat ditemukan
di perairan atau lautan Pasifik mulai dari Mexico, Amerika Tengah dan Selatan.
Habitat udang vannamei berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan
hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Umumnya udang
vannamei bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat
yang disukai oleh udang vannamei adalah dasar laut yang lumer (soft) yang
biasanya campuran lumpur dan pasir(Haliman dan Adijaya, 2005).

- Komposisi Proksimat Udang Vannamei


Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara
kasar (crude) yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan abu yang terdapat
dalam bahan. Ariyani et al (2007) menyatakan bahwa udang merupakan bahan
makanan yang sangat mudah rusak karena memiliki kandungan kadar air dan
protein yang cukup tinggi. Hasil analisis proksimat udang vannamei dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi proksimat udang vannamei

Udang vannamei (L. vannamei)


Komposisi Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)
(%bb) (%bb) (%bb)
Kadar air 77,19 ± 0,12 76,68 ± 0,44 78,27 ± 0,39
Kadar abu 1,00 ± 0,24 1,14 ± 0,18 0,85 ± 0,11

15 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

Kadar protein 18,84 ± 0,47 17,91 ± 0,56 18,07 ± 0,46


Kadar lemak 1,27 ± 0,04 1,30 ± 0,05 1,39 ± 0,04

- Komposisi Asam Amino dan Taurin Udang Vannamei


Hasil analisis asam amino yang terdeteksi berjumlah 17 jenis yang
terdiri dari asam amino essensial dan non essensial. Hasil analisis asam amino
essensial dan non essensial udang vannamei dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi asam amino udang vannamei

Asam Amino Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

No.
(mg/100 g) Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)

Asam amino non essensial

1 Aspartat 1421 ± 23,25a 1516 ± 29,67b 1491 ± 26,73b

2 Glutamat 3668 ± 23,81a 3171 ± 55,37b 3130 ± 33,86b

3 Serina 1170 ± 38,35a 895 ± 12,66b 514 ± 41,79c

4 Glisina 615 ± 34,02a 955 ± 34,60b 767 ± 23,97c

5 Alanina 561 ± 39,27a 532 ± 8,19ab 487 ± 32,02ab

6 Tirosina 942 ± 44,96a 607 ± 32,47b 724 ± 13,05c

7 Lisina 2104 ± 21,39a 894 ± 16,70b 2518 ± 43,03c

8 Sisteina 617 ± 12,12a 280 ± 21,07b 396 ± 33,45c

9 Prolina 1741 ± 15,95a 1304 ± 27,10b 1099 ± 32,87c


Asam amino essensial

1 Histidina 559 ± 14,64a 1077 ± 29,46b 702 ± 33,50c

2 Arginina 936 ± 38,11a 1049 ± 47,84b 593 ± 38,89c

3 Treonina 940 ± 25,01a 747 ± 23,44b 594 ± 42,01c

4 Valina 1114 ± 28,15a 1124 ± 16,77a 827 ± 24,38b

5 Methionina 512 ± 47,08a 494 ± 34,02a 1636 ± 24,38b

6 Leusina 2355 ± 47,82a 1086 ± 19,66b 1880 ± 44,41c

16 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

7 Isoleusina 1006 ± 21,36a 701 ± 40,36b 917 ± 25,15c

8 Phenilalanina 583 ± 36,69a 576 ± 47,84a 499 ± 39,84a

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf


superscript menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Hasil analisis asam amino udang vannamei menunjukkan bahwa


terdapat 17 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino non essesial dan
8 asam amino essensial. Asam amino essensial yang terdapat pada
udang vannamei meliputi histidina, arginina, treonina, valina,
methionina, leusina, isoleusina dan phenilalanina. Asam amino non
essensial yang terdapat pada udang vannamei meliputi asam aspartat,
asam glutamat, serina, glisina, alanina, tirosina, lisina, sisteina dan
prolina. Hasil tersebut menunjukkan bahwa udang vannamei
mempunyai kandungan asam amino non esensial yang tinggi dan sangat
diperlukan oleh tubuh karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan
asam amino tersebut.

- Spetrometer UV-VIS
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada
absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi gelombang
dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan
sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun
cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak yaitu
terdapat pada 400-760 mm. Spektrofotometer ini hanya terjadi bila adanya
perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah
spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet. Prinsip kerja
spektrofotometri berdasarkan Hukum Lambert-Beer, bila cahaya
monokromatik melalui suatu media, maka sebagian cahaya disebut
diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian diteruskan (Sabrina 2012).
Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah UV-Vis karena
mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Cahaya yang diserap oleh

17 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia.
Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari
disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange
bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan
berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum
sinar tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

Dengan persamaan “Hukum Lambeert-Beer” yaitu:


A= k x c x l
Dimana:
A : absorbansi (serapan cahaya)
k : koefisien ekstintik molar larutan
l : tebal kuvet
c :konsentrasi sampel
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan
(melalui pengenceran atau pemekatan).(Sri Suyono, 2013 ).

18 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

E. Alat dan Bahan


a. Alat – alat
- Mortar dan Alu 1 set
- Sentrifuge 1 buah
- Tabung sentrifuge 1 buah
- Tabung reaksi 10 ml 7 buah
- Spektrofotometer visible 1 set
- Pipet tetes 5 buah
- Gelas kimia 100 ml 2 buah
- Gelas ukur 10 ml 1 buah
- Labu ukur 10 ml 1 buah
- Waterbath 1 buah
- Rak tabung besi 1 buah
b. Bahan – bahan
- Larutan standar protein 10 mg/ml
- Reagen biuret secukupnya
- Aquades secukupnya
- Sampel udang vannamei 1 gram
F. Alur percobaan :
1. Persiapan Sampel

Sampel

- Ditimbang 1 gram
- Dihancurkan / ditumbuk dengan mortar dan alu
- Ditambahkan aquades 10 mL

Larutan protein sampel


- Disentrifuge selama 10 menit dalam 3500 rpm
- Didekantasi

Filtrat Residu

- Didiamkan beberapa menit


- diamati
Sampel larutan protein

19 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

2. Pembuatan Standar

1 mL larutan 1 mL larutan 1 mL larutan 1 mL larutan 1 mL larutan


standar protein standar protein standar protein standar protein standar protein
kadar 1 mg kadar 2 mg kadar 3 mg kadar 4 mg kadar 5 mg

- Ditambah 5 mL reagen biuret


- Dikocok
- Diinkubasi pada suhu 370C selama 10
menit
- Dibiarkan pada suhu kamar selama 30
menit sampai terbentuk warna ungu
yang stabil
- Diukur nilai absorbansinya pada 𝜆 =
540 nm dengan alat spektronik 20

Nilai Absorbansi
(A1, A2, A3, A4, A5)

3. Penetapan Absorbansi Larutan Blanko

1 mL aquades
- Ditambah 5 mL reagen biuret
- Dikocok
- Diinkubasi pada suhu 370C selama 10
menit
- Diukur nilai absorbansinya pada 𝜆 = 540
nm dengan alat spektronik 20

Nilai Absorbansi (Ablanko)

4. Penetapan Absorbansi Larutan Sampel

1 mL larutan sampel
- Ditambah 5 mL reagen biuret
- Dikocok
- Diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit
- Diukur nilai absorbansinya pada 𝜆 = 540 nm
dengan alat spektronik 20

Nilai Absorbansi

20 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

G. Hasil Pengamatan
No Prosedur percobaan Hasil pengamatan Dugaan / Reaksi Kesimpulan
O
1. Persiapan sampel Sebelum : OH Sampel udang
C
1 gram - Sampel udang: daging ditambahkan
sampel berwarna putih
R CH
aquades
- Dihancurkan dengan mortar dan
alu - Aquades : jernih tidak
H N
menghasilkan
- Ditambah 10 mL air O C
- Disentrifuge dengan kecepatan berwarna sampel larutan
R CH
3500 rpm selama 10 menit protein yang tak
- Didekantasi H N
Sesudah : berwarna
O C
- Sampel udang +
Filtrat Residu
R CH
Aquades : keruh larutan
- Dituangkan ke dalam NH2
putih + H2O(l)
tabung reaksi
- Diamati - Disentrifuge : filtrat
(larutan berwarna putih)
Larutan sampel protein
residu (endapan putih
keruh)
- Didekantasi : filtrat
protein tak berwarna

21 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

O OH

R CH

H N

O C

R CH

H N

O C

R CH

NH2 (aq)
2. Pembuatan standar Sebelum :  CuSO4.5H2O (aq) + - Semakin pekat

1 mL 1 mL 1 mL 1 mL 1 mL - Larutan standar protein 2NaOH (aq) → Cu(OH)2 larutan standar


laruta laruta laruta laruta laruta (albumin) : tidak (aq) + Na2SO4 (aq) + protein , maka
n n n n n
berwarna 5H2O (l) nilai
- Ditambah 5 mL - Aquades : jernih tak  Cu(OH)2 (aq) absorbansinya
reagen biuret
berwarna Cu2+ (aq) + 2OH- (aq) juga semakin
- Dikocok
- Reagen biuret : larutan besar.
berwarna biru - Persamaan garis
Sesudah : yang memenuhi

22 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

O
- Ditambah biuret : OH hubungan
C
Tabung 1 : biru (+) antara
R CH
- Diinkubasi pada Tabung 2 : biru (++) konsentrasi
H N
0
suhu 37 C selama 10 Tabung 3 : ungu (+) dengan
O C
menit Dengan alat
Tabung 4 : ungu (++) absorbansi
spektronik 20 R CH

- Dibiarkan pada suhu Tabung 5 : ungu (+++) H N


adalah
kamar selama 30 - Diinkubasi pada suhu O C
y = 0,0425x –
menit sampai 370C : R CH
0,0159
terbentuk warna Tabung 1 : biru (+) NH2 (aq) + Cu2+ dan diperoleh
ungu yang stabil Tabung 2 : biru (++) (aq) konsentrasi
- Diukur Tabung 3 : ungu (+) protein dalam
nilai absorbansinya Tabung 4 : ungu (++) sampel udang
pada 𝜆 = 540 nm Tabung 5 : ungu (+++) yaitu : x = 4,492
- Diukur absorbansinya : mg/mL
Nilai Absorbansi A1 = 0,032

(A1, A2, A3, A4, A5) A2 = 0,064


A3 = 0,105
A4 = 0,161
A5 = 0,19

23 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

3. Penentuan absorbansi blanko Sebelum : Nilai absorbansi blako Diperoleh


- Aquades : larutan tidak (aquades) : 0 absorbansi larutan
1 mL aquades
berwarna blanko 0,000
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi - Reagen Biuret : larutan menunjukkan
- Ditambahkan 5 mL reagen biuret
berwarna biru bahwa blanko
- Dikocok
- Diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit, Sesudah : tersebut tidak
didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit - Aquades + biuret : mengandung
- Diukur absorbansi larutan menggunakan alat
spektronik 20 dengan panjang gelombang 540 larutan berwarna biru protein.
nm - Diinkubasi pada suhu
Absorbansi
370C : larutan berwarna
biru
- Diukur absorbansinya :
A = 0,00

24 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

4. Penentuan absorbansi larutan sampel Sebelum :  CuSO4.5H2O (aq) + Diperoleh


1 mL sampel protein - Sampel protein : larutan 2NaOH (aq) → Cu(OH)2 absorbansi
berwarna putih (aq) + Na2SO4 (aq) + sampel protein
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Reagen biuret : larutan 5H2O (l) (udang) 0,175 dan
- Ditambahkan 5 mL reagen biuret
- Dikocok berwarna biru  Cu(OH)2 (aq) kadar protein
- Diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit, Sesudah : Cu2+ (aq) + 2OH- (aq dalam sampel
didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit
- Sampel + biuret : larutan adalah 4,492
- Diukur absorbansi larutan menggunakan alat
spektronik 20 dengan panjang gelombang berwarna ungu O OH mg/mL atau sama
C
540 nm - Diinkubasi pada suhu dengan 0,4326 %
R CH
370C : larutan berwarna
Absorbansi H N
ungu
O C
-Diukur absorbansinya :
R CH
A = 0,175
H N

O C

R CH

NH2 (aq) + Cu2+


(aq)

25 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

26 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

H. Analisis dan Pembahasan


Percobaan ini berjudul Penentuan Kadar Protein dengan Metode
Biuret. Adapun tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar protein pada
sampel Udang Vannamei dengan cara Biuret. Uji biuret ini dapat digunakan
untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan peptide dalam suatu senyawa
sehingga uji biuret dapat dipakai untuk menunjukan adanya senyawa protein.
Protein yang terukur pada metode biuret adalah protein yang larut air (protein
terlarut), karena yang diukur adalah jumlah ikatan peptida dalam protein, maka
tidak dapat mendeteksi nitrogen dari senyawa non peptida sehingga yang
terukur adalah protein sesungguhnya.
Kelebihan metode biuret yaitu murah, cepat (30 menit), Penyimpangan
warna jarang ditemukan dibandingkan dengan metode lain, sangat sedikit
substansi lain yang terdeteksi, dan N dari non peptide dan non peptide tidak
terdeteksi. Kelemahan metode biuret yaitu kurang sensitif dibandingkan lowry,
Penyerapan warna dapat dipengaruhi oleh pigmen bila ada, konsentrasi tinggi
dari garam ammonium dapat menimbulkan reaksi, terjadi variasi warna pada
jenis protein yang berbeda, kurang sensitif terhadap jenis protein karena
absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein,
bukan pada gugus samping spesifik dan penyimpangan warna dapat terjadi
pada larutan bila terdapat kadar lemak dan karbohidrat yang tinggi (Aisyah,nd).
Prinsip dasar dari uji biuret adalah adanya ikatan kompleks antara ion
Cu2+ dengan biuret membentuk kompeks warna ungu untuk menunjukkan
adanya ikatan peptida di dalamnya, dibantu dengan pengujian absorbansi
melalui spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm. Biuret
adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua
mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi Biuret dalam suasana basa akan berekasi
dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau violet.
Penentuan protein dalam sampel ini menggunakan pembacaan
absorbansi dengan spektofotometri UV-VIS. Spektrofometri UV-VIS
merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi
elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi gelombang dengan panjang

27 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan sedangkan campuran


cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih
meliputi seluruh spektrum nampak yaitu terdapat pada 400-760 mm.
Spektrofotometer ini hanya terjadi bila adanya perpindahan elektron dari tingkat
energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron
tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan
tereksitasi singlet. Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan Hukum Lambert-
Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu media, maka sebagian cahaya
disebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian diteruskan (Sabrina 2012).
Dalam percobaan ini, terdapat 4 percobaan yang dilakukan.
1. Persiapan Sampel
Pada percobaan ini bertujuan untuk memperoleh filtrat sampel yang
akan diidentifikasi. Sampel yang kami gunakan adalah udang vannamei.
Langkah pertama yang dilakukan yakni menimbang udang vannamei yang
telah dikeluarkan dari kulitnya sebanyak 1 gram. Namun udang yang kami
timbang sebesar 1,0383 gram. Untuk menimbang udang digunakan neraca
analitik, karena neraca analitik memiliki ketelitian yang tinggi. Setelah itu,
udang vannamei dihancurkan dan dihaluskan menggunakan mortar dan alu.
Proses penghalusan ini bertujuan agar dapat dilarutkan dalam air dan diperoleh
filtrat yang mengandung protein. Setelah dihaluskan dihasilkan udang
vannamei halus berwarna putih. Setelah benar-benar halus, kemudian udang
vannamei ditambahkan 10 mL aquades. Dan dihasilkan larutan keruh berwarna
putih. Fungsi penambahan aquades adalah untuk melarutkan protein. Lalu,
apabila sampel telah merata maka dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan
disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Tujuan dari
dilakukannya sentrifuge adalah untuk memisahkan residu dan filtratnya.
Sehingga setelah dilakukan sentrifuge, dihasilkan residu berwarna putih dan
filtrat tidak berwarna. Kemudian didiamkan beberapa menit dan didekantasi
untuk memisahkan filtrat dan residunya.
pada tahap percobaan persiapan sampel ini dapat ditarik kesimpulan
yakni diperoleh filtrat yang mengandung protein tak berwarna. Filtrat
selanjutnya digunakan untuk tahapan selanjutnya.

28 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

2. Pembuatan Standar Larutan Protein


Percobaan kedua yakni Pembuatan Standar. Tujuan dari percobaan ini
adalah membuat kurva hubungan antara konsentrasi protein dengan absorbansi.
Selain itu, juga digunakan sebagai acuan atau patokan konsentrasi sampel yang
diukur kadar proteinnya.
Pembuatan larutan standar dimulai dengan mengambil 1 ml larutan
standar protein ( tidak bewarna) yang divariasi kadar proteinnya yaitu 1
mg/mL, 2 mg/mL, 3 mg/mL, 4 mg/mL, dan 5 mg/ml, kadar divariasi dengan
cara mengencerkan larutan protein 10 mg/mL, pengenceran yang dilakukan
yaitu dengan pengenceran bertingkat. Pengenceran bertingkat ini bertujuan
untuk mempersingkat waktu yang diperlukan untuk pengenceran. Ketelitian
diperlukan pada pengenceran bertingkat sebab jika salah melakukan
pengukuran pada pengukuran yang pertama akan berdampak pada kadar
larutan pada pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga diperlukan
pengenceran ulang yang akan membuang banyak waktu praktikan. Proses
pengenceran ini didasarkan pada perhitungan menurut Le Chatelier yakni
sebagai berikut.
𝑀1 × 𝑉1 = 𝑀2 × 𝑉2
Larutan induk 10 mg/ml diencerkan menggunakan aqudes pada labu ukur 10
ml. Untuk larutan standart 5 mg/mL dibutuhkan 5 mL dari larutan induk 10
mg/mL yang diencerkan dalam labu ukur 10 mL
M1 . V1 = M2 . V2
10 mg/mL . V1 = 5 mg/mL . 10 mL
V1 = 5 mL
untuk larutan standard 4 mg/mL dibutuhkan 8 mL dari larutan standard 5
mg/mL
M1 . V1 = M2 . V2
5 mg/mL . V1 = 4 mg/mL . 10 mL
V1 = 8 mL
untuk larutan standard 3 mg/mL dibutuhkan 7,5 mL dari larutan standard 4
mg/mL
M1 . V1 = M2 . V2

29 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

4 mg/mL . V1 = 3 mg/mL . 10 mL
V1 = 7,5 mL
untuk larutan standart 2 mg/mL dibutuhkan 6,8 mL dari larutan standart 3
mg/mL
M1 . V1 = M2 . V2
3 mg/mL . V1 = 2 mg/mL . 10 mL
V1 = 6,67 mL
dan yang terakhir larutan standard 1 mg/mL dibutuhkan 5 ml dari larutan
standard 2 mg/mL
M1 . V1 = M2 . V2
2 mg/mL . V1 = 1 mg/mL . 10 mL
V1 = 5 mL
Maka didapatkan larutan standard dengan konsentrasi 1 mg/mL, 2 mg/mL, 3
mg/mL, 4 mg/mL, dan 5mg/mL. Kemudian diambil 1 mL dari Masing-masing
larutan tersebut dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi berbeda. larutan standard
dengan konsentrasi 1 mg/mL pada tabung A1, larutan standard dengan
konsentrasi 2 mg/mL pada tabung A2, larutan standard dengan konsentrasi 3
mg/mL pada tabung A3, larutan standard dengan konsentrasi 4 mg/mL pada
tabung A4, larutan standard dengan konsentrasi 5 mg/mL pada tabung A5.
Setelah itu, pada masing-masing tabung ditambahkan 5 mL reagen biuret yang
berwarna biru muda. pada masing-masing tabung reaksi yang telah berisi
larutan standart protein dengan pengencern yang divariasi dan dikocok. Fungsi
penambahan reagen biuret adalah untuk membentuk komplek berwarna ungu
antara Cu2+ pada reagen biuret dengan ikatan peptide pada protein serta fungsi
pengocokan adalah agar reagen biuret bereaksi dan terlarut sempurna pada
larutan protein. Reaksi yang terjadi :
CuSO4.5H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Cu(OH)2 (aq) + Na2SO4 (s) + 5H2O
(l) Cu(OH)2 (aq) ⇄ Cu2+ (aq) + 2OH- (aq)
Warna yang dihasilkan dari reaksi setelah penambahan reagen biuret
berturut-turut adalah :
1. larutan standart 1 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (+)
2. larutan standart 2 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (++)

30 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

3. larutan standart 3 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (+++)


4. larutan standart 4 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (++++)
5. larutan standart 5 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (+++++)

Dari penambahan reagen biuret, terbentuk larutan berwarna biru


keunguan hal ini menunjukkan adanya pembentukan senyawa kompleks
dengan Cu2+. Kemudian menginkubasi larutan standart tersebut pada suhu
370C selama ±10 menit. Fungsi diinkubasi adalah agar mempercepat reaksi
reagen biuret dengan sampel maupun dengan larutan standart protein
sehingga pembentukan warna dari reaksi biuret secara optimal terjadi.
Setelah diinkubasi warna yang dihasilkan adalah :
1. larutan standart 1 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (+)
2. larutan standart 2 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (++)
3. larutan standart 3 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (+++)
4. larutan standart 4 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (++++)
5. larutan standart 5 mg/mL : larutan berwarna biru keunguan (+++++)

Setelah diinkubasi maka tahap selanjutnya ialah didiamkan pada suhu


kamar selama 30 menit. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan hasil
berupa warna biru keunguan larutan yang stabil. Pada proses ini warna
larutan lebih pekat dari sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa reaksi
warna yang ditimbulkan oleh reagen biuret telah optimum terjadi. Hal ini
menandakan bahwa reagen biuret telah mendeteksi adanya ikatan peptida
pada protein dalam larutan tersebut. berikut adalah reaksi yang terjadi.

𝑂𝐻 −
+ Cu2+ (aq) →
Kompleks ungu

Kemudian kelima larutan pada tabung diukur absorbansinya


menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 540 nm karena pada
panjang gelombang ini warna ungu yang dihasilkan dapat diidentifikasi dan

31 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

warna ungu memiliki rentang panjang gelombang 500-560 nm.


Spektrofotometer UV-VIS bekerja secara sfesifik mengukur absorbansi dari
senyawa yang mengandung unsur logam, oleh sebab itulah larutan standar
ditambahkan dengan reagen biuret yaitu reagen yang mengandung ion
logam dalam hal ini adalah Cu2+. Dimana Cu2+ akan berikatan dengan 4
gugus asam amino membentuk kompleks dalam suasana basa, sausana basa
ini sendiri diperoleh dari reagen biuret dimana reagen biuret dibuat dari
larutan NaOH yang bersifat basa dengan CuSO4, oleh sebab itu semakin
tinggi kosentrasi larutan protein semakin banyak ikatan peptide dalam
larutan maka pembentukan kompleks semakin banyak, ini dapat dilihat dari
warna biru keunguan yang semakin pekat. Maka dihasilkan nilai absorbansi
sebagai berikut :
Konsentrasi Nilai Absorbansi (A)
1 mg/mL 0,114
2 mg/mL 0,156
3 mg/mL 0,182
4 mg/mL 0,229
5 mg/mL 0,225

Berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh maka diperoleh kurva


standar dengan persamaan y = 0,0425x – 0,0159 dengan nilai R2 = 0,9919

32 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

Grafik antara Konsentrasi dengan Absorbansi


0.25

0.2
y = 0.0425x - 0.0159
absorbansi R² = 0.9919
0.15

0.1

0.05

0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi larutan standar protein (mg/ml)

Berdasarkan kurva yang diperoleh, dapat dilihat bahwa semakin


besar konsentrasi larutan protein standard maka semakin besar pula nilai
absorbansinya dibuktikan dengan kurva yang semakin ke kanan semakin
naik.
Metode biuret ini sebenarnya adalah metode kualitatif. Namun,
dalam percobaan ini metode tersebut dapat dijadikan metode analisis
kuantitatif karena dapat menentukan kadar protein suatu sampel dengan
bantuan spektrofotometer UV-Vis melalui nilai absorbansi yang diperoleh.
Sesuai dengan hukum Lambert-Beer, bahwa nilai absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi. Sehingga pada kurva membentuk
garis linier yang berasal dari nilai absorbansi dan konsentrasi ke-lima
larutan standar dan memunculkan suatu persamaan serta regresi yang
mendekati 1. Dari persamaan yang diperoleh, dapat dicari konsentrasi
sampel protein yang kemudian dapat digunakan untuk mencari kadar
protein dalam sampel tersebut. Hal itulah yang menyebabkan metode
Biuret dapat dijadikan sebagai uji kuantitatif melalui pembuatan kurva
standar dengan bantuan alat spektrofotometer UV-Vis.
3. Penetapan Absorbansi Larutan Blanko
Tahap percobaan ketiga adalah membuat larutan blanko. Larutan
blanko merupakan larutan tanpa sampel. Fungsi larutan blanko ialah

33 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

sebagai pembanding absorbansi antara larutan sampel dengan blanko.


Selain itu larutan blanko digunakan sebagai pengoreksi kalau absorbansi
yang dikeluarkan dibawah 0,1 itu berarti asumsi yang keluar.
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengambil 1 mL
aquades kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia dan ditambahkan 5
mL reagen biuret berwarna biru muda menghasilkan larutan yang
berwarna biru muda pula. Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama
10 menit diperoleh larutan yang berwarna biru (+). Proses inkubasi
bertujuan agar mempercepat reaksi dan dicapai warna larutan yang
optimum. Lalu didiamkan pada suhu ruangan selama 10 menit, hasilnya
larutan berwarna biru (+). Proses pendiaman pada suhu kamar betujuan
agar menstabilkan warna larutan untuk kemudian dilakukan uji
absorbansi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
CuSO4.5H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Cu(OH)2 (aq) + Na2SO4 (s) + 5H2O
(l) Cu(OH)2 (aq) ⇄ Cu2+ (aq) + 2OH- (aq)
Kemudian diuji dengan UV-Vis untuk mengukur absorbansi dari
larutan blanko. Warna dari larutan adalah biru. Warna larutan biru ini
didapatkan dari pereaksi biuret yang terdiri dari komposisi larutan kalium
hidroksida (KOH) yang berfungsi untuk memberikan suasana basa,
tembaga(II)sulfat (CuSO4) untuk menghasilkan Cu2+, dan kalium natrium
tartrat (KNaC4H4O6) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi
Cu agar tidak mengendap. Diperoleh absorbansi larutan blanko sebesar
0,000. Hal ini dikarenakan aquades yang diserap dan yang diteruskan
sama sehingga waktu di absorbansi hasilnya nol.
4. Penetapan Absorbansi Larutan Sampel
Percobaan keempat yakni penentuan absorbansi larutan sampel.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan nilai absorbansi, sehingga
dapat diketahui konsentrasi sampel. Langkah pertama yang dilakukan
adalah mengambil 1 mL larutan sampel tidak berwarna dan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan 5 mL reagen biuret
berwarna biru muda maka menghasilkan larutan berwarna ungu muda.
Fungsi penambahan biuret adalah untuk mengetahui ada tidakmya ikatan

34 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

peptida dalam sampel. Prinsip kerja metode menggunakan biuret yaitu


pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks berwarn ungu yang
dihasilkan karena Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptide pada
suasana basa. Lalu, larutan sampel pada tabung reaksi diinkubasi selama
10 menit pada suhu 37˚C dan didiamkan selama 30 menit pada suhu
kamar, Inkubasi tersebut dilakukan agar terjadi penyesuaian pada larutan
dan reaksi dapat terjadi pada suhu tersebut, waktu inkubasi ini juga
merupakan waktu yang dibutuhkan agar protein bereaksi seluruhnya
dengan reagen. Setelah diinkubasi, maka menghasilkan larutan berwarna
ungu. Warna ungu dihasilkan dari reaksi antara protein yang terdapat
ikatan peptida didalamnya dengan reagen biuret.
Kemudian dianalisis pada instrument UV-Vis untuk menghitung
absorbansi larutan sampel tersebut. Di dalam spektrofotometer, larutan
protein mengadsorbsi cahaya yang diberikan kepadanya. Hal ini
merupakan wujud dari interaksi suatu atom dengan cahaya, dimana energi
elektromagnetiknya ditransfer ke atom atau molekul sehingga partikel
dalam protein dipromosikan dari tingkat energi yang lebih rendah ke
tingkat energi yang lebih tinggi, yaitu tingkat tereksitasi. Panjang
gelombang yang digunakan untuk mengukur absorbansi larutan sampel
adalah sebesar 540 nm.
Uji biuret ini dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
ikatan peptide dalam suatu senyawa sehingga uji biuret dapat dipakai
untuk menunjukan adanya senyawa protein dengan absorbansi maksimal
pada 540 nm. Berikut adalah reaksi yang terjadi.
CuSO4.5H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Cu(OH)2 (aq) + Na2SO4 (s) + 5H2O
(l) Cu(OH)2 (aq) ⇄ Cu2+ (aq) + 2OH- (aq)

𝑂𝐻 −
+ Cu2+ (aq) →
Kompleks ungu

35 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

Berdasarkan percobaan, nilai absorbansi sampel diperoleh sebesar


0,311. Dengan menerapkan rumus dari Hukum Lambert-Beer, konsentrasi
protein dalam larutan sampel dapat diketahui dengan memasukkan nilai
absorbansi yang didapat pada persamaan yang diperoleh dari kurva standart:
y = 0,0425x – 0,0159. sehingga diperoleh konsentrasi sampel udang
vannamei sebesar 3,570 mg/mL. Dari konsentrasi sampel yang telah
diperoleh, maka dapat dihitung kadar protein pada sampel kupang
menggunakan persamaan :
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
Kadar Protein (%) = X 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Maka diperoleh kadar protein pada sampel udang vannamei sebesar


= 0,43263%. Secara teori kadar protein udang vannamei per 100 gram
sebesar 18,07% (Ariyani et al (2007). Maka dalam 1 gram kupang kadar
proteinnya sebesar 0,1807%. Dengan demikian, hasil yang diperoleh dalam
per 1 gram tidak sesuai dengan kadar menurut teori. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa hal antara lain saat penimngan sampel tidak sesuai. Dalam
hal ini, udang vannamei yang digunakan lebih dari 1 gram yakni sebesar
1,0383 gram. Dan ketidaksesuaian hasil dapat juga disebabkan karena
pengujian yang kami lakukan berbeda dengan pengujian secara teori.
Pengujian yang kami lakukan menggunakan cara sederhana, sedangkan
pengujian secara teori bisa jadi menggunakan alat-alat yang lebih canggih.
Selain itu hal itu juga bisa terjadi dari nilai konsentrasi protein yang di
dapatkan dari nilai absorbansi pada pembuatan kurva standar tidak sesuai
sehingga mempengaruhi nilai konsentrasi sampel. Ketidaksesuaian ini dapat
terjadi dikarenakan beberapa faktor.

Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan


spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan blanko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang
akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.

36 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi


sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan
pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat
yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan) (Sri Suyono,
2013 ).
I. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
- Sampel udang vannamei positif terhadap uji biuret ditandai dengan
larutan yang berubah warna menjadi ungu
- Semakin besar konsentrasi maka nilai absorbansi semakin tinggi
ditandai dengan warna ungu yang semakin pekat.
- Nilai absorbansi larutan sampel sebesar 0,220. Dan kadar protein pada
sampel yakni 0,43263%, Secara teori kadar protein udang vannamei per
100 gram sebesar 18,07% (Ariyani et al (2007). Maka dalam 1 gram
udang vannamei kadar proteinnya sebesar 0,1807%. Dengan demikian,
hasil yang diperoleh dalam per 1 gram tidak sesuai dengan kadar
menurut teori.
J. Daftar Pustaka

Aisyah. (n.d.). Fibrous Protein.


Akbaidar, G.A. 2013. Penerapan Manajemen Kesehatan Budidaya
Udang Vannamei di Sentra Budidaya Udang Desa Sidodadi dan
Desa Gebang Kabupaten Pesawaran. Skripsi: Unila.
Alexander RR, and Griffiths JM. 1993. Basic Biochemical Methods. New York,
Second Ed. A John Wiley and Sons Inc. p 17-33.
Almatsier.2001 Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Ariyani F, Murtini JT, Indriati N, Dwiyitno, Yenni Y. 2007.
Penggunaan glyroxyl untuk menghambat mutu ikan mas
(Cyprinus carpio) Segar. Jurnal Fish. Sciencce. 9(1): 125-133.
Day, R.A. Jr and Underwood, A.L. 1996. Kimia Analisis Kuantitatif.
Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Jakarta : Erlangga.
Ditjenkan. 2006. Budidaya Udang Vannamei.
Donald C. 2009. Intisari Kimia Farmasi. Puspita M, Penerjemah. Jakarta (ID):

37 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Essentials of Pharmaceutical


Chemistry.
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Haliman, R.W. dan Adijaya, D. 2005.Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta
Handito, D, Yasa, I,W,S, dan Alamsyah. 2014. Petunjuk Praktikum Biokimia
Umum. Mataram : Unram-Press.
Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin
Phenol Reagent. New York: Kluwer Academic Publishers.
Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Poedjiadi, Anna dan F.M. Titin Supriyanti, 2006, Dasar-Dasar Biokimia, Edisi
Kedua. Jakarta : UI Press, Hal. 81-82, 91-92.
Sabrina, A. 2012. Perbandingan metode spektrofotometri UV-Vis dan KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) pada analisis kadar asam benzoat dan
kafein dalam teh kemasan. [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Negeri
Malang.
Sasongko et al. 2010. Optimalisasi peningkatan tannin daun nangka dengan protein
Bovine serum albumin (BSA). Jurnal Buletin Peternakan. 34 (3): 154-158.
Srisuyono.2013. HUKUM-BEER.(online) Diakses pada tanggal 14 Oktober 2018
pukul 3.00.
Tim Dosen Biokimia. 2018. Petunjuk Praktikum Biokimia. Surabaya : UNESA.

Winarno, F. G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.


Yulianti, E. 2009. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Pembenihan Udang
Vannamei (Litopanaeus Vannamei) (Kasus PT Suri Tani Pemuka,
Kabupaten Serang, Provinsi Banten). Skripsi. Departemen Agribisnis.
Fakultas Ekonomi Dan Manajemen.Institut Pertanian Bogor.

38 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

K. Lampiran
- Jawaban pertanyaan
1. Buatlah kurva standar konsentrasi vs absorbansi. Dengan bantuan
kurva standart tersebut tentukan kadar protein dalam sampel !
Jawab :

Grafik antara Konsentrasi dengan Absorbansi


0.25

0.2
y = 0.0425x - 0.0159
R² = 0.9919
absorbansi

0.15

0.1

0.05

0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi larutan standar protein (mg/ml)

Diketahui :
Persamaan garis y = 0,0425x – 0,0159
Absorbansi sampel udang = 0,175
Ditanya : konsentrasi =...?
Jawab :
y = absorbansi
x = konsentrasi
Jika y = 0,175 maka y = 0,0425x – 0,0159
0,175 = 0,0425x – 0,0159
0,175 + 0,0159
x = 0,0425

x = 4,492 mg/ml
konsentrasi dalam satuan persen

39 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

4,492 𝑚𝑔/𝑚𝑙 𝑥 1 𝑚𝑙
% kadar = 𝑥 100%
1038,3 𝑚𝑔

= 0,43263%
2. Apakah peptida kan memberikan reaksi positif terhadap pereaksi biuret
? jika benar demikian, bagaimana menentukan kadar protein yang
tercampur dengan peptida ?
Jawab : Ya benar, karena Biuret merupakan salah satu cara yang
terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan
basa, Cu2+ akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu
protein, sehingga menghasilkan warna ungu yang dapat diidentifikasi
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Nilai
Absorbansi berbanding lurus dengan kosentrasi protein dan tidak
tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya
mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat.

- Lampiran perhitungan
A. Perhitungan pembuatan larutan standar protein

1. Pembuatan larutan standar 5 mg/ml

𝑀1 𝑥 𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2

𝑚𝑔 𝑚𝑔
10 𝑥 𝑉1 = 5 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙

10 𝑚𝑙 𝑥 5
𝑉1 =
10

𝑉1 = 5 𝑚𝑙

2. Pembuatan larutan standar 4 mg/ml


𝑀1 𝑥 𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2

𝑚𝑔 𝑚𝑔
5 𝑥 𝑉1 = 4 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙

10 𝑚𝑙 𝑥 4
𝑉1 =
5

40 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

𝑉1 = 8 𝑚𝑙

3. Pembuatan larutan standar 3 mg/ml


𝑀1 𝑥 𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2

𝑚𝑔 𝑚𝑔
4 𝑥 𝑉1 = 3 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙

10 𝑚𝑙 𝑥 3
𝑉1 =
4

𝑉1 = 7,5 𝑚𝑙

4. Pembuatan larutan standar 2 mg/ml

𝑀1 𝑥 𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2

𝑚𝑔 𝑚𝑔
3 𝑥 𝑉1 = 2 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙

10 𝑚𝑙 𝑥 2
𝑉1 =
3

𝑉1 = 6,67 𝑚𝑙

5. Pembuatan larutan standar 1 mg/ml


𝑀1 𝑥 𝑉1 = 𝑀2 𝑥 𝑉2

𝑚𝑔 𝑚𝑔
2 𝑥 𝑉1 = 1 𝑥 10 𝑚𝑙
𝑚𝑙 𝑚𝑙

10 𝑚𝑙 𝑥 1
𝑉1 =
2

𝑉1 = 5 𝑚𝑙

41 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

B. Perhitungan Kadar Protein dalam Sampel Udang Vannamei

Grafik antara Konsentrasi dengan Absorbansi


0.25

0.2
y = 0.0425x - 0.0159
R² = 0.9919
absorbansi

0.15

0.1

0.05

0
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi larutan standar protein (mg/ml)

Diketahui :
Persamaan garis y = 0,0425x – 0,0159
Absorbansi sampel udang = 0,175
Ditanya : konsentrasi =...?
Jawab :
y = absorbansi
x = konsentrasi
Jika y = 0,175 maka y = 0,0425x – 0,0159
0,175 = 0,0425x – 0,0159
0,175 + 0,0159
x = 0,0425

x = 4,492 mg/ml
konsentrasi dalam satuan persen
4,492 𝑚𝑔/𝑚𝑙 𝑥 1 𝑚𝑙
% kadar = 𝑥 100%
1038,3 𝑚𝑔

= 0,43263%

42 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

- Lampiran foto

No gambar Keterangan
1. Alat yang di gunakan untu
praktikum
1. Tabung reaksi
2. Labu ukur
3. Gelas ukur

4. Spatula
5. Mortal + alu
6. Tabung sentrifuge
7. Gelas kimia

- Persiapan sampel
No gambar Keterangan
1. Sampel udang yang
telah dibersihkan di
timbang sebanyak 1
gram dengan
menggunakan neraca
analitik

43 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

2. Sampel yang telah


ditimbang kemudian di
hancurkan dengan
menggunakan mortal +
alu

3. kemudian sampel yang


telah dihancurkan
dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuge dan
ditambahkan 10 ml
aquades

4. Di sentriguge selama
10 menit dengan 3500
rpm. Kemudian
didekantasi dan

44 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

dihasilkan filtrat dan


residu

5. Filtrat ditang ke dalam


tabung reaksi diamati
(larutan sampel
protein)

45 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

- Pembuatan standar
No Gambar keterangan
1. 1 ml larutan protein
standar diencerkan
dengan konsentrasi
yang berbeda – beda,
pengenceran ini
menggunakan
pengenceran
bertingkat.
Tb 1 = 1 mg/ml
Tb 2 = 2 mg/ml
Tb 2 = 3 mg/ml
Tb 4 = 4 mg/ ml
Tb 5 = 5 mg/ ml

2. Tiap pengenceran
dengan konsentrasi
yang berbeda – beda
diambil 1 ml dan
dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang
berbeda - beda

3. Ditambahkan 5 ml
reagen biuret pada
masing – masing
tabung reaksi, di
kocok.

46 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

4. Di inkubasi dalam
waterbath pada suhu
37 0C selama 10 menit

5. Selanjutnya
didiamkan pada suhu
kamar selama 30
menit

6. Kemudian diukur
absorbansinya pada
panjang gelombang
540 nm dengan
spektronik 20

47 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

- Penetapan absorbansi larutan blanko

No Gambar keterangan
1. 1 ml aquades ke
dalam tabung reaksi
kemudian di
tambahkan 5 ml
reagen buret, dan di
kocok

2. Di inkubasi dalam
waterbath pada suhu
37 0C selama 10 menit

3. Selanjutnya
didiamkan pada suhu
kamar selama 30
menit

48 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

4. Kemudian diukur
absorbansinya pada
panjang gelombang
540 nm dengan
spektronik 20

- Penetapan absorbansi larutan sampel


-
No Gambar keterangan
1. 1 ml larutan sampel
dimasukkan ke dalam
tabung reaksi
kemudian di
tambahkan 5 ml
reagen buret, dan di
kocok

2. Di inkubasi dalam
waterbath pada suhu
37 0C selama 10 menit

3. Selanjutnya
didiamkan pada suhu
kamar selama 30
menit

49 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret


LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMA

4. Kemudian diukur
absorbansinya pada
panjang gelombang
540 nm dengan
spektronik 20

50 | Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret

Anda mungkin juga menyukai