Anda di halaman 1dari 15

PSIKIATRI

Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Asam


Valproat, Lamotrigine, dan Benzodiazepine

Disusun oleh:

Nama : dr. Jessica


Pendamping : dr. Made Widyarini
NIP :

RSUD TARAKAN
Tarakan, Kalimantan Utara
2018
BAB 1. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK

1.1 Definisi
Farmakodinamik adalah efek obat di dalam tubuh, sedangkan farmakokinetik adalah efek
tubuh terhadap adanya obat tersebut. Terdapat empat faktor dasar farmakokinetik, yaitu :
absorpsi, distribusi, biotransformasi dan eksresi. Setiap obat mempunyai profil kinetic yang
unik terhadap faktor-faktor ini.

- Absorpsi
Sebagian besar obat diserap dalam lambung atau usus kecil. Derajat absorpsi di saluran cerna
dapat dipengaruhi oleh faktor dari pasien, misalnya waktu obat dikonsumsi sebelum atau
sesudah makan. Sebelum obat mencapai tujuan akhir, obat ini melewati berbagai
barrier,tergantung pada karakteristik absorpsi dari obat itu sendiri. Contohnya pada system
saraf pusat,sawar darah-otak memperbolehkan hanya beberapa molekul menuju ke otak.
Masuknya obat ke dalam system saraf pusat dibatasi oleh faktor-faktor yang melindungi CNS
dari toksin, meskipun barrier ini tidak absolut atau bisa dipenetrasi.

- Distribusi
Ketika obat mencapai aliran darah, kemudian obat tersebut didistribusikan ke berbagai
organ atau sasaran dalam tubuh. Beberapa obat memiliki pola distribusi yang karakteristik,
yang sangat penting untuk mengetahui respon terhadap pengobatan. Contohnya adalah
menumpuknya obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik dalam sel otot dan lemak. Sel
otot dan lemak bertindak sebagai reservoir atau organ penyimpanan. Konsentrasi obat
dalam area reservoir akan meningkatkan level obat dalam sirkulasi darah.

- Biotransformasi
Reaksi tubuh terhadap obat sebagai subtansi asing menghasilkan berbagai proses eliminasi,
yaitu metabolism ( biotransformasi) dan eksresi. Metabolisme terjadi terutama di hati,
melalui aksi spesifik dari enzim yang merubah bahan kimia asal menjadi komponen yang
lebih mudah dieksresi di ginjal. Ketika obat -obatan dibatasi oleh proses biotransformasi,
hasilnya adalah produk yang disebut metabolit. Beberapa metabolit berguna dan memberi
efek yang diinginkan, misalnya berkurangnya gejala-gejala psikiatri. Sayangnya beberapa
metabolit mempengaruhi berbagai jaringan tubuh dan memberi efek samping yang tidak
diinginkan. Risiko toksisitas ( leracunan akibat level obat yang berlebihan) harus
dipertimbangkan apabila metabolism terganggu. Anidepresan, antipsikotik dan
antikonvulsan dimetabolisme secara ekstensif di hati.
Fungsi hati yang terganggu dapat menghasilkan metabolism yang abnormal dari obat
ini.Sebaliknya meningkatnya aktivitas enzim hati dapat menyebabkan metabolism yang
meningkat, menghasilkan levelobat yang berkurang dan respon yang inadekuat terhadap
terapi.
- Ekskresi
Eksresi adalah proses obat dieliminasi dari tubuh. Eksresi terjadi terutama di ginjal, rute
yang lain meliput organ gastrointestinal, organ respiratorik,keringat, saliva dan ASI.
Eksresi yang adekuat bergantung pada fungsi ginjal yang efektif. Penyakit atau kerusakan
akibat obat dapat menyebabkan gagal ginjal, yang menyebabkan akumulasi toksik obat
dalam aliran darah.
Karakteristik yang penting dari obat adalah waktu paruh, yang didefinisikan sebagai waktu
yang diperlukan untuk konsentrasi serum untuk berkurang 50 persen. Waktu paruh
digunakan untuk mengukur dosis yang diperlukan dan interval untuk sebagian besar obat.
Pengukuran waktu paruh biasanya digunakan untuk mengestimasi waktu yang diperlukan
suatu obat untuk mencapai apa yang disebut steady state. Steady state terjadi bila
konsentrasi obat dalam darah mencapai plateau maka jumlah yang dieksresikan sama
dengan jumlah yang dieliminasi. Penting untuk diingat bahwa mencapai steady state tidak
selalu berhubungan dengan onset obat untuk efek yang diinginkan. Sebagai contoh obat
antidepresan mencapai steady state jauh sebelum efek therapeutic dapat terlihat.
BAB II. FARMAKOLOGI ASAM VALPROAT, LMOTRIGINE DAN BENZODIAZEPINE
II.1 MOOD STABILIZERS
Mood stabilizers adalah obat mampu mengobati dan menstabilkan mood pasien dari atas
sehingga bisa mencegah mania sedangkan pada keadaan depresi, mood stabilizers mampu
menstabilisasi mood dari bawah keatas atau dengan kata lain mencegah mood yang depresi

Asam Valproat
Asam valproat sudah diciptakan sejak tahun 1800-an. Obat ini disebut asam valproat karena
dengan cepat berubah menjadi bentuk asam saat masuk ke dalam perut. Asam valproat
meningkatkan respon pengobatan terapi dengan antipsikotik pada penderita skizofrenia
khususnya mengatasi gejala agresif dan agitasi. Asam valproat kurang bermanfaat jika
monoterapi untuk mengatasi gejala psikotik pada skizofrenia, maka dari itu asam valproat
biasanya sebagai terapi adjuvan pada skizofrenia (Versayanti, 2010, Sadock, 2013)

Mekanisme kerja dari asam valproat adalah melalui 3 cara yaitu mengurangi aliran ion kalsium
ini dengan langsung menghambat disaluran Voltage Sensitive Sodium Channels (VSSCs) dan
yang kedua dengan menghambat fosforilasi enzim yang mengatur sensitifitas kanal ion
natrium. Penghambatan pada VSSCs menyebabkan menurunnya influx natrium ke dalam sel
neuron sehingga menyebabkan berkurangnya eksitasi sel neuron terutama glutamat dan
transmisi dari excitatory neurotransmitter juga berkurang. Cara kerja ini mampu memperbaiki
hiperaktivasi glutamat yang terjadi pada penderita skizofrenia (Stahl, 2013)

Teori lain menyatakan asam valproat meningkatkan mekanisme kerja GABA, dengan
meningkatkan keluarannya dan mengurangi reuptake serta memperlambat metabolisme
inaktifasinya (Gambar 13). Dengan efek ini maka akan terjadi aktifitas GABA yang lebih
banyak, dan ini menyebabkan semakin banyaknya inhibisi pada transmisi neurotransmiter,
yang dapat menjelaskan efek antimania pada asam valproat dan mengurangi gejala pada
skizofrenia.
Saat mulai terapi dengan asam valproat, harus terlebih dahulu dilakukan tes fungsi hati, darah
lengkap dan tes kehamilan pada wanita. Pemberian untuk kasus mania akut, dimulai dengan
pemberian oral 20-30-mg/kgBB per hari. Jika pasien sangat gelisah maka bisa dimasukkan
kedalam infus intravena. Untuk pemberian obat pertama kalinya, dosis yang dianjurkan mulai
dosis kecil, yaitu 250 mg setelah makan dan bisa dilanjutkan sampai 3 kali sehari setelah
melewati 3-6 hari. Sebagian besar orang mendapat dosis 1200 mg dan 1500 mg sehari dengan
dosis terbagi dengan dosis maksimalnya adalah 2000 mg perhari. Jika diminum, akan mulai
diserap dalam waktu 2 jam dan waktu paruh plasmanya 6-16 jam (Semple, 2010). Sediaan
yang tersedia di Indonesia yaitu asam valproat yang 125 mg, 250 mg, dan 500 mg. Jika gejala
sudah teratasi maka bisa diminum sekali sebelum tidur. (Sadock & Sadock, 2013).
Efek samping dari asam valproat ini yang paling sering adalah gangguan pencernaan seperti
mual muntah dan mengantuk. Efek samping lainnya dapat berupa peningkatan berat badan,
dan rambut rontok. Masalah efek samping yang serius dapat dicegah dengan menurunkan dosis
obat, dan bila perlu setelah diturunkan dikombinasi juga dengan mood stabilizers lainnya.
Obat ini juga menyebabkan terganggunya fungsi hati dan pankreas, menimbulkan toksik bagi
janin (defek pada saraf), gangguan metabolisme tubuh serta kemungkinan terjadinya amenorea
dan kista ovarium jika diberikan pada anak wanita. Pada wanita juga sering didapatkan efek
gangguan pada menstruasi, hiperandrogenism, obesitas dan resisten hormon insulin pada
pemberian asam valproat ini.
Metabolisme dari asam valproat ini terjadi pada sitokrom P-450 di sel hati. Asam valproat
memiliki kemampuan untuk menghambat pemecahan obat yang dimetabolisme di hati
sehingga asam valproat sebaiknya tidak diberikan pada orang dengan gangguan hati (Murray,
2008).

Lamotrigin
Lamotrigin ditetapkan sebagai mood stabilizers dengan mekanisme kerjanya yang saling
melengkapi dengan obat carbamazepin yang sama-sama bekerja pada kanal VSSCs, dan obat
ini yang tidak disarankan untuk gejala mania pada bipolar karena kemungkinana mekanisme
kerjanya tidak kuat untuk memblok kanal natrium, atau perlu waktu yang panjang untuk
memberikan efek dari obat ini untuk mengatasi gejala mania, sedangkan secara umum
diperlukan respon obat yang bekerja dengan cepat.
Lamotrigin disimpulkan memiliki efek yang unik, yaitu menurunkan pengeluaran glutamat,
yang mampu memperbaiki hiperaktifitas glutamat pada skizofrenia. Efek ini tidak jelas, apakah
karena pemblokkan pada VSSCs atau beberapa reaksi tambahan dari sinaps sel? Pengurangan
eksitasi glutamat merupakan efek yang unik pada obat lamotrigin ini (Gabard, 2015 & Stahl,
2013).
Pada penelitian klinis, pemberian lamotrigin dianjurkan diatas 200 mg per hari. Kebanyakan
pasien mendapat 100 mg dan 200 mg per hari, namun hasil ini masih belum konsisten. Jika
diminum, konsentrasi puncak diplasma akan terjadi dalam waktu 1-5 jam, dan waktu paruhnya
24 jam (Semple, 2010). Sediaan obat yang ada dipasaran mulai dari 25 mg, 100 mg, 150 mg
dan 200 mg tablet. Obat yang bisa dikunyah juga tersedia dalam dosis 2,5 dan 25 mg. Obat ini
tidak dianjurkan pada umur dibawah 16 tahun (Sadock & Sadock, 2013).
Efek samping yang paling sering dari pemberian lamotrigin ini adalah pusing, ataxia,
somnolen, pandangan kabur, mual, namun ringan. Penurunan kognitif dan nyeri sendi dan
punggung dilaporkan sering terjadi. Efek lainnya dari obat ini bisa menyebabkan Sindrom
Steven Johnson, tetapi sangat jarang. Reaksi rash pada kulit bisa terjadi, tetapi bisa
diminimalisasi dengan pemberian obat secara titrasi yang sangat pelan selama fase inisiasi
pemberian obat ini.
Definisi

Benzodizepin merupakan salah satu obat yang bekerja di system saraf pusat, bersifat
hipnotik dan sedative.

2. 3 Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan
efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot,
dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer :
vasodilatasi koroner (setelah pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv),
dan blokade neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).
Berbagai efek yang menyerupai benzodiazepine yang dinikmati secara in vivo maupun in
vitro telah digolongkan sebagai :
a. Efek agonis penuh : senyawa yang sepenuhnya serupa efek benzodiazepine (misalnya
diazepam)
b. Efek agonis parsial : efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum yang kurang kuat
dibandingkan diazepam
c. Efek inverse agonist : senyawa yang menghasilkan efek kebalikan dari efek diazepam pada
saat tidak adanya senyawa yang mirip benzodiazepine (benzodiazepine-like agonist), dan
efek invers-agonis parsial (partial inverse agonist).

Sebagian besar efek agonis dan invers-agonis dapat dilawan atau dicegah oleh antagonis
benzodiazepine flumazenil, melalui persaingan ikatannya dengan reseptor benzodiazepine. Zat ini
mewakili berbagai golongan senyawa yang bekerja memblok secara spesifik efek agonis
benzodiazepine.

a. Susunan Saraf Pusat

Walaupun benzodiazepine mempengaruhi semua tingkatan aktivitas saraf, namun beberapa


derivate benzodiazepine pengaruhnya lebih besar terhadap SSP dari derivate yang lain.
Benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan barbiturate
atau anestesi umum lainnya. Semua benzodiazepine memilii profil farmakologi yang hamper
sama, namun efek utamanya sangat bervariasi, sehingga indikasi kliniknya dapat berbeda.
Peningkatan dosis benzodiazepine menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke
hipnotis, dan dari hipnosis ke stupor; keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek anesthesia,
tapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anestesi umum yang spesifik,
karena kesadaran pasien teteap bertahan dan relaksasi otot yang diperlukan untuk pembedahan
tidak tercapai. Namun pada dosis preanestetik, benzodiazepine menimbulkan amnesia
anterograd terhadap kejadian yang berlangsung setelah pemberian obat. Sebagai anestesi
umum untuk pembedahan, benzodaizepin harus dikombinasikan dengan obat pendepresi SSP
lain. Belum dapat dipastikan, apakah efek ansietas benzodiazepine identik dengan efek
hipnotik sedatifnya atau merupakan efek lain.
Beberapa benzodiazepine menginduksi hipotonia otot tanpa gangguan gerak otot normal,
obat ini mengurangi kekakuan pada pasien cerebral palsy.
 Mekanisme kerja dan tempat kerja pada SSP

Kerja benzodoazepin terutama merupakan interaksinya dengan reseptor penghambat


neurotransmitter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat (GABA). Reseptor GABA
merupakan protein yang terikat pada membrane dan dibedakan dalam 2 bagian besar sub-tipe,
yaitu reseptor GABAA dan reseptor GABAB.
 Reseptor inotropik GABAA terdiri dari 5 atau lebih sub unit (bentuk majemuk α, β, dan γ
subunit) yang membentuk suatu reseptor kanal ion klorida kompleks. Resptor ini berperan
pada sebagian besar besar neurotransmitter di SSP.
 Reseptor GABAB, terdiri dari peptide tunggal dengan 7 daerah transmembran,
digabungkan terhadap mekanisme signal transduksinya oleh protein-G.
Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB. Benzodiazepin
berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor GABAA (reseptor kanal ion Klorida
kompleks), sedangkan GABA berikatan pada subunit α atau β. Pengikatan ini akan
menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida kedalam sel,
menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membrane sel dan menyebabkan sel
sukar tereksitasi.
b. Pernapasan
Benzodiazepin dosis hipnotik tidak berefek pada pernapasan orang normal.
Penggunaannya perlu diperhatikan pada anak-anak dan individu yang menderita kelainan
fungsi hati. Pada dosis yang lebih tinggi, misalnya pada anestesi pemedikasi ayau pre
endoskopi, benzodiazepine sedikit mendepresi ventilasi alveoli, dan menyebabkan asidosis
respiratoar, hal ini lebih karena penurunan keadaan hipoksia daripada dorongan
hiperkaptik; efek ini terutama terjadi pada pasien dengan PPOK yang mengakibatkan
hipoksia alveolar dan/atau narcosis CO2. Obat ini dapat menyebabkan apnea selama
anestesi atau bila diberi bersama opiat. Gangguan pernapasan yang berat pada intoksikasi
benzodiazepine biasanya memerlukan bantuan pernapasan hanya bila pasien juga
mengkonsumsi obat pendepresi SSP yang lain, terutama alkohol.
c. Sistem Kardiovaskuler
Pada dosis praanestesia semua benzodiazepine dapat menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan denyut jantung.
d. Saluran cerna
Diduga dapat memperbaiki berbagai gangguan saluran cerna yang berhubungan dengan
adanya ansietas. Diazepam secara nyata menurunkan sekresi cairan lambung waktu malam.

2. 4 Farmakokinetik

Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi


penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua benzodiazepine dalam
bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya
daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai
senyawa benzodiazepine.
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini
cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam
(nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Beberapa benzodiazepin (seperti prazepam
dan flurazepam) mencapai sirkulasi sistemik hanya dalam bentuk metabolit aktif.
Golongan benzodiazepine menurut lama kerjanya dapat dibagi dalam 4 golongan :
1. senyawa yang bekerja sangat cepat
2. senyawa yang bekerja cepat, dengan t ½ kurang dari 6 jam : triazolam dan
nonbenzodiazepin (zolpidem, zolpiklon).
3. senyawa yang bekerja sedang, dengan t ½ antara 6-24 jam : estazolam dan temazepam.
4. senyawa yang bekerja dengan t ½ lebih lama dari 24 jam : flurazepam, diazepam, dan
quazepam.

Benzodizepin dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma. Kekuatan ikatannya
berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya, berkisar dari 70% (alprazolam) sampai 99%
(diazepam). Kadarnya pada cairan serebrospinal (CSS) kira-kira sama dengan kadar obat bebas di
dalam plasma.

Profil kadar plasma sebagian besar benzodiazepine secara tetap mengikuti model kinetic
dua kompartemen, namun bagi benzodiazepine yang sangat larut lemak, profil kinetiknya lebih
sesuai dengan model kinetic tiga kompartemen. Dengan demikian, setelah pemberian
benzodiazepine iv (atau peroral bagi benzodiazepine yang diabsorpsi sangat cepat) ambnilan ke
dalam otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya terjadi sangat cepat, diikuti dengan redistribusi
ke jaringan yang kurang baik perfusinya, seperti otot dan lemak. Kinetika redistribusi diazepam
dan benzodiazepine yang lipofilik menjadi rumit oleh adanya sirkulasi entero hepatic. Volume
distribusi benzodiazepine adalah besar, dan banyak diantaranya meningkat pada usia lanjut.
Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan disekresi kedalam ASI.

Benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensif oleh kelompok enzim sitokro P450 di hati,
terutama CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa benzodiazepine seperti oksazepam, dikonjugasi
langsung, tidak dimetabolisme oleh enzim tersebut. Beberapa penghambat CYP3A4, antara lain :
eritromisin,, klaritromisin, ritov=navir, itrakonazol, ketokonazol, nefazodon, dan sari buah
grapefruit dapat mempengaruhi metabolism benzodiazepine.

Metabolit aktif benzodiazepine umumnya dibiotransformasi lebih lambat dari senyawa


asalnya, sehingga lama kerja benzodiazepine tidak sesuai denganwaktu paruh eliminasi obar
asalnya; misalnya waktu paruh metabolit aktifnya (N-desalkil flurazepam) 50 jam atau lebih.
Sebaliknay pada benzodiazepine yang diinaktifkan pada reaksi pertama kecepatan metabolism
menjadi penentu lama kerjanya; misalnya oksazepam, lorazepam, temazepam, triazolam, dan
midazolam. Metabolisme benzodiazepine terjadi dalam 3 tahap :

1. desaalkilasi
2. hidroksilasi
3. konjugasi

Hipnotik ideal harus memiliki mula ketja cepat, mampu memeprtahankan tidur sepanjang
malam, dan tidak meninggalkan efek residu pada keesokan harinya. Diantara
benzodiazepine yang digunakan sebagai hipnotik, secara teoritis triazolam mendekati
criteria tersebut. Namun, dalam praktek, bagi beberapa pasien penggunaan hipnotik yang
cepat tereliminasi dalam darah merugikan karena masa kerjanya pendek, sehingga lama
tidirnya brkurang dan kecenderungan timbulnya rebound insomnia pada saat penghentian
oabt. Flurazepam kurang sesuai sebagai hipnotik, sebab kecepatan eliminasi metabolit
aktifnya yang sangat lambat. Namun dengan pemilihan dosis yang hati-hati, flurazepam
dan benzodiazepine lain yang memiliki kecepatan eliminasi lebih lambat dari triazolam
masih dapat digunakan secara efektif.

2. 5 Efek samping

Benzodiazepin dosis hipnotik pada kadar puncak dapat menimbulkan efek samping berikut
:
 kepala ringan
 malas/tak bermotivasi
 lamban
 inkordiansi motorik
 ataksia
 gangguan fungsi mental dan psikomotorik
 gangguan koordinasi berpikir
 bingung
 disaritria
 amnesia anterograd

Kemampuan motorik lebih dipengaruhi dibandingkan kemampuan berpikir. Semua efek


tersebut dapat sangat mempengaruhi keterampilan mengemudi dan kemampuan psikomotor
lainnya. Interaksi dengan etanol dapat menimbulkan depresi berat. Efek residual terlihat pada
beberapa benzodiazepine dan berhubungan erat dengan dosis yang diberikan. Intensitas dan
insiden intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia pasien; farmakokinetik dan
farmakodinamik obat.

Efek samping lain yang relatif lebih umum terjadi ialah lemas, sakit kepala, pandangan
kabur, vertigo, mual, dan muntah diare, nyeri epigastrik, nyeri sendiri, nyeri dada, dan pada
beberapa pasien dapat mengalami inkontinensia. Benzodiazepin dengan efek antikonvulsi kadang-
kadang malah meningkatkan frekuensi bangkitan pada pasien epilepsy. Perubahan pola tidur
pasien juga dapat terjadi pada pemberian hipnotik –benzodiazepin.

Efek samping Psikologik :

Dapat menimbulkan efek paradoksal. Penggunaan khronik memiiki risiko terjadinya


ketergantungan dan penyalahgunaan, tapi tidak sama seperti obat hipnotik-sedatif terdahulu serta
obat yang dikenal sering disalahgunakan. Gejala putus obat dapat berupa makin hebatnya kelainan
yang semula akan diobati, misalnya insomnia dan ansietas. Disforia, mimpi buruk, mudah
tersinggung, berkeringat, tremor, anoreksi, dan pusing kepala dapat terjadi pada penghentian obat
secara tiba-tiba.

2. 6 Indikasi dan posologi

Penggunaan untuk terapi atau indikasi serta posologi (cara pemberian/bentuk sediaan), dan
dosis) beberapa benzodiazepine yang ada di pasaran dapat dilihat pada tabel berikut :
Nama obat Bentuk Penggunaan Keterangan t ½ (jam) Dosis (mg)
(nama Dagang) sediaan Terapi Hipnotik-
(sebagai contoh) sedatif
Alprazolam Oral Ansietas Gejala putus 12,0 ± 2,0 --
(XANAX) obat yang
terjadi cukup
berat
Klorodiazepoksid Oral, im, Ansietas, Lama kerja 10,0 ± 3,4 5,0 – 100,0;
(LIBRIUM) iv penanganan panjang, akibat 1-3 x/hari
ketergantungan metabolit
alcohol, anestesi aktifnya, dan
premedikasi menurun secara
bertahap
Klonazepam Oral Gejala Terjadi 23,0 ± 5,0 --
(KLONOPIN) bangkitan, toleransi
tambahan terapi terhadap efek
pada mania antikonvulsi
akut, dan
kelainan
pergerakan
tertentu
Klorazepat Oral Ansietas Prodrug; aktif 2,0 ± 0,9 3,75 – 20,0;
(TRAXENE) Gejala setelah diubah 2-4 x/hari
bangkitan menjadi
nordazepam
Diazepam Oral, Iv, Ansietas, status Prototip 43,0 ± 5,0 – 10,0
(VALIUM) Im, rectal epilepsy, benzodiazepine 13,0 3-4 x/hari
relaksasi otot,
anestesi pre
medikasi.
Estazolam oral Insomnia Efek 10,0 ± 1,0 – 2,0
(PROZOM) sampingnya 24,0
menyerupai
triazolam
Flurazepam Oral Insomnia Pada 74,0 ± 15,0 – 30,0
(DALMANE) penggunaan 24,0
kronik terjadi
akumulasi
metabolit aktif
Halazepam Oral Ansietas Aktif terutama 14,0 --
(PAXIPAM) sebab diubah
jadi metabolit
nordazepam
Lorazepam Oral, im, Ansietas, Hanya 14,0 ± 5,0 2,0 – 4,0
(ATIVAN) iv anestesi, pre dimetabolisme
medikasi lewat konjugasi
Midazolam Iv, im Pre anestesi dan Benzodiazepin 1,9 ± 0,6 -- *
(VERSED) intraoperatif- yang sangat
anestesi cepat
diinaktifkan
Oksazepam Oral ansietas Hanya 8,0 ± 2,4 15,0 – 30,0;
(SERAX) dimetabolisme **
lewat konjugasi 3-4 x/hari
Quazepam Oral Insomnia Pada 39.0 7,5 – 15,0
(DORAL) penggunaan
kronik terjadi
akumulasi
metabolit aktif
Temazepam Oral Insomnia Hanya 11,0 ± 6,0 7,5 – 30,0
(RESTORIL) dimetabolisme
lewat konjugasi
Triazolam Oral insomsia Benzodiazepine 2,9 ± 1,0 0,125 – 0,25
(HALCION) yang sangat
cepat
diinaktifkan :
dapat
menimbulkan
gangguan di
siang hari.

Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu paruhnya, dan
tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin yang bermanfaat sebagai
antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam
otak agar dapat mengatasi status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh yang
pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan
penyalahgunaan dan dan berat gejala putus obat setelah penggunaannya secara kronik. Sebagai
ansietas, benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko
neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.
DAFTAR PUSTAKA
༝ Handbook of Clinical Psychopharmacology for therapists
༝ Kalat, J.W. 2011. BIOPSIKOLOGI. Jakarta: Salemba Humanika
༝ Andri. 2009. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia
Lanjut Volume 59. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen
Krida Wacana. Jakarta.. Pp 444-49.

Anda mungkin juga menyukai