Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG GERD

A. Konsep Teoritis

1. Definisi

GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang

jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan

keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa

mendiagnosa.Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke

dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah

makan (Asroel, 2002).

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux

Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai

akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan

berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra

esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis

makan.Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi

peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera

dikembalikan ke lambung.Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa

esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala.Oleh karena itu,

dinamakan refluks fisiologis.Keadaan ini baru dikatakan patologis,

bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal


terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama.Istilah

esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung,

seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002).

Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi

lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi

pada posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.

2. Anatomi Fisiologi

a. Esofagus

Bagiansaluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang

berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung.Esofagus

diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Padalapisan

submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang

mensekresikan mukus.Pada bagian ujung distalesofagus, lapisan otot


hanya terdiri sel-sel ototpolos, pada bagian tengah,campuran sel-sel otot

lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.

b. Lambung

Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar,

yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,

mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus

(chyme).Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau

lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan

tersebut menembus lamina propria, membentuk alurmikroskopik yang

dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae.Sejumlah kelenjar-

kelenjar kecil, yang terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam

dasar gastric pits ini. Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel

toraks yang mensekresi mukus. Lambung secara struktur histologis dapat

dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.


3. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:

 Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)

 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun

 Ketahanan epitel esofagus menurun

 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,

garam empedu, HCL

 Kelainan pada lambung

 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis

 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas

 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks

 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan

berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan

dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang

memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat

saluran kalsium, progesteron, dan nitrat

 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

(Yusuf, 2009)

4. Patofisiologi

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal

reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam

esophagus.GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri
yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung,

masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.

Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan

melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang

lebih tinggi dari esophagus.Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang

bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus.

Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena

adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati,

tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya

hanya terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke

bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan

makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap

dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang

berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar

daripada tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung

terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau

inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari

daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah

(esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi

karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.

Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,

refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekananyang sangat tinggi di

sfingter. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter


esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara

esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan

juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus

karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus

memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau

seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009: 600).


5. Pathway Keperawatan
Obat - obatan, Hormonal,
Pendeknya LES, Infeksi H. Hernia Heatus Pengosongan Lambung Obesitas
Pylori dan korpus pedominas lambat, dilatasi lambung
gastritis

Tekanan intra
Bagian dari lambung atas Transient LES
Kekuatan lower abdomen meningkat
yang terhubung dengan Relaxation
Esophageal Sphincter
esophagus akan mendorong
(LES) menurun
ke atas melalui diafragma

Penurunan tekanan
penghambat refluks

Aliran retrograde yang mendahului Refluks spontan saat relaksasi


kembalinya tonus LES setelah LES tidak adekuat
menelan

Aliran asam lambung ke


esofagus

Kontak asam lambung dan mukosa


esophagus dalam waktu lama dan/atau
berulang
GASTROESOPHAGEAL
REFLUKS DISEASE (GERD)

Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam


sel mukosa esofagus hari

Kerusakan sel mukosa Merangsang pusat Aspirasi isi lambung ke


esofagus mual tracheobronkial

Peradangan Mual Risiko


Aspirasi

Hearth burn non Odinofagia Penurunan


cardiac nafsu makan

Gangguan Intake nutrisi


Nyeri Akut Menelan inadekuat

BB menurun

Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
6. Manifestasi Klinik
 Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
 Muntah
 Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
 Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
 Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya,
mirip dengan lokasi panas dalam perut.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
 Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
 Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
 Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah
sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan
gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease
(NERD).

b. Esofagografi dengan barium


Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.

c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan
menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus.
Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada
tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas
LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.

8. Penatalaksanaan
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya).Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif
dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.Berikut adalah obat-obatan
yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD:
- Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai
buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter
esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya
kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang
mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang
mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal.
- Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk
terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis
derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
- Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan
motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.
- Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan
dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan
antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui
sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat
berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
- Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine
dengan efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena
tidak melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya dalam
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES
serta mempercepat pengosongan lambung.
- Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus
LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi
esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
- Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan
antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus
serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup
aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
- Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan obat
ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir
proses pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat
berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor
H2.Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial)
yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy)
selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat
esofagitisnya.

9. Komplikasi
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Striktur esophagus / Peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian

a. Data subjektif
Data yang mungkin muncul
- Klien mengatakan “mengalami mual muntah”
- Klien mengatakan “tidak nafsu makan”
- Klien mengatakan “susah menelan”
- Klien mengatakan “ada rasa pahit di lidah”
- Klien mengatakan “nyeri pada perut”

b. Data Objektif
Data yang mungkin muncul.
- Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak memegang bagian yang nyeri
- Tekanan darah klien meningkat
- Klien tampak gelisah

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan melaporkan


nyeri secara verbal
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refleks
laring dan glotis terhadap cairan refluks.
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret
dan batuk tak efektif ditandai dengan adanya batuk takefektif,
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas, adanya mengi,
frekuenssi, irama dan kedalaman napas abnormal.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan,
asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan BB
10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.

3. Intervensi

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Kurangi faktor 1. Dengan
agens cedera tindakan presipitasi berkurangnya
keperawatan nyeri faktor pencetus
selama ......x 24 nyeri maka
jam, pasien tidak 2. Tingkatkan pasien tidak
mengalami nyeri, istirahat terlalu
dengan kriteria merasakan
hasil: 3. Berikan intensitas nyeri.
informasi 2. Menurunkan
Mampu mengontrol tentang nyeri tegangan
nyeri (tahu seperti abdomen dan
penyebab nyeri, penyebab meningkatkan
mampu nyeri, berapa rasa kontrol.
menggunakan lama nyeri
tehnik akan 3. Pemberian
nonfarmakologiunt berkurang, informasi yang
uk mengurangi dan antisipasi berulang dapat
nyeri, mencari ketidaknyama mengurangi rasa
bantuan) nan prosedur. kecemasan
pasien terhadap
Melaporkan bahwa 4. Ajarkan rasa nyerinya.
nyeri berkurang tentang teknik
dengan nonfarmakolog
menggunakan i seperti teknik 4. Meningkatkan
manajemen nyeri relaksasi nafas relaksasi,
dalam, memfokuskan
distraksi dan kembali
Tanda vital dalam kompres perhatian dan
rentang normal hangat/dingin. meningkatkan
kemampuan
koping.
5. Berikan 5. Perlu
analgesik penanganan
untuk obat untuk
mengurangi memudahkan
nyeri istirahat adekuat
dan
penyembuhan

2 Risiko aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan


berhubungan tindakan kesadaran, ekspansi paru
keperawatan reflek batuk maksimal dan
dengan selama ...x 24 jam dan alat
hambatan masalah aspirasi kemampuan pembersihan
pada klien dapat menelan. jalan napas.
menelan, diatasi dengan
penurunan reflek kriteria hasil: 2. Naikkan kepala
30-45 derajat 2. Meningkatkan
s laring dan glotis
setelah makan. pengisian udara
terhadap cairan Status hasil: seluruh segmen
refluks Klien dapat paru,
bernafas dengan memobilisasi
mudah, tidak 3. Potong dan
irama, frekuensi makanan kecil mengeluarkan
pernafasan kecil. sekret.
normalskala 4
4. Hindari makan 3. Menghindari
Pasien mampu kalau residu terjadinya risiko
menelan, masih banyak aspirasi yang
mengunyah tanpa terlalu tinggi.
terjadi aspirasi,
dan 4. Dapat
mampumelakukan membatasi
oral hygiene skala ekspansi
4 gastroesofagus

Jalan nafas paten,


mudah bernafas,
tidak merasa
tercekik dan tidak
ada suara nafas
abnormal skala 4
3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Bantu pasien 1. Menetralkan
Menelan tindakan dengan hiperekstensi ,
berhubungan keperawatan mengontrol
dengan selama .....x 24 kepala
penyempitan/stri jam maka
kture pada gangguan menelan 2. membantu
esophagus pada klien dapat 2. Letakkan mencegah
akibat diatasi dengan pasien pada aspirasi dan
gastroesophegal kriteria hasil: posisi meningkatkan
reflux disease duduk/tegak kemampuan
Status hasil: selama dan untuk menelan.
Klien dapat setelah
menelan makanan makan. 3. Pasien dapat
dengan sempurna berkonsentrasi
skala 4 3. Berikan pada
makan mekanisme
perlahan pada makan tanpa
lingkungan adnya gangguan
yang tenang distraksi dari
luar
4 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Posisikan 1. Peninggian
nafas tidak tindakan pasien untuk kepala tempat
efektif berhubung keperawatan memaksimalk tidur
an dengan refluks selama ......x 24 an ventilasi mempermudah
cairan ke laring jam klien dapat fungsi
dan tenggorokan menunjukkan pernapasan
kriteria hasil: dengan
2. Lakukan menggunakan
Status hasil: fisioterapi gravitasi.
jalan nafas yang dada jika perlu
paten (tidak 2. Fisioterapi dada
tercekik, irama dapat
nafas dan pola 3. Atur intake mengeluarkan
nafas dalam untuk cairan sisa sekret yang
rentang normal) mengoptimalk masih tertinggal.
skala 4 an
keseimbangan 3. Keseimbangan
. akan stabil
apabila antara
pemasukan dan
pengeluaran
diatur
5 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan 1. Diskusikan 1. Dengan memilih
n nutrisi kurang tindakan pada pasien makanan yang
dari kebutuhan keperawatan makanan yang disukai pasien
tubuh selama .....x 24 disukainya dan maka selera
berhubungan jam, nutrisi pada makanan yang makan si pasien
dengan intake klien dapat diatasi tidak akan bertambah
kurang akibat mual dengan kriteria disukainya. dan dapat
dan muntah. hasil: mengurangi rasa
mual dan
Definisi: intake Status hasil: muntah.
nutrisi tidak cukup Peningkatan berat 2. Buat jadwal
untuk keperluan badan sesuai masukan tiap 2. Setelah tindakan
metabolisme tubuh dengan tujuan jam. Anjurkan pembagian,
skala 4 mengukur kapasitas gaster
cairan/makana menurun kurang
Tidak ada tanda- n dan minum dari 50 ml,
tanda malnutrisi sedikit demi sehingga perlu
skala 4 sedikit atau makan
makan secara sedikit/sering.
Tidak ada perlahan.
penurunan berat
badan yang berarti 3. Beritahu 3. Menurunkan
skala 4 pasien untuk kemungkinan
duduk saat aspirasi.
Mengidentifikasi makan/minum.
skala nutrisi skala 4. Makan
4 4. Tekankan berlebihan dapat
pentingnya mengakibatkan
Stamina dan menyadari mual dan muntah
energi ada skala 4 kenyang dan
menghentikan
masukan.
5. Pengawasan
5. Timbang berat kehilangan dan
badan tiap hari. alat pengkajian
Buat jadwal kebutuhan nutrisi
teratur setelah
pulang. 6. Perlu bantuan
dalam
6. Kolaborasi perencanaan diet
dengan ahli yang memenuhi
gizi kebutuhan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

 Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux

Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin

Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011.

 Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.

 Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara

Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September -

November 2009.

 Jayus 2015.https://www.scribd.com/document/263307313/Standart-Asuhan-

Keperawatan-Pasien-Gerd (Di akses tgl 20 Februari 2018).

Anda mungkin juga menyukai