Anda di halaman 1dari 87

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa nyeri dan sakit. Beberapa jenis

anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran disebut anestesi lokal.Jenis anestesi lain

hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar

disebut anestesi lokal.

Anestesi yang umumnya digunakan di kedokteran gigi adalah anestesi

lokal.Terdapat 3 jenis teknik dalam anestesi lokal yaitu anestesi topikal, anestesi blok

dan anestesi infiltrasi. Penggunaan teknik tersebut disesuaikan dengan

indikasinya.Dokter gigi harus mengetahui tahapan melakukan anestesi dan

melakukan anestesi sesuai dengan prosedur yang benar.

Selain anestesi umum dan anestesi lokal juga terdapat obat pendukung lain

dalam melakukan anestesi yaitu obat sedatif.Penggunaan sedasi ini juga sering

dilakukan di bidang kedokteran gigi.Oleh karena itu, perlu dipelajari lebih dalam lagi

mengenai macam macam anestesi tersebut.


2

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi anastesi lokal di bidang Kedokteran Gigi

2. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi anastesi lokal di Bidang

Kedokteran gigi

3. Untuk mengetahui persiapan pra anastesi

4. Untuk mengetahui komplikasi dari anastesi lokal

5. Untuk mengetahui teknik blok anastesi untuk pencabutan gigi rahang atas

dan rahang bawah

6. Untuk mengetahui teknik anastesi infiltrasi untuk rahang atas dan rahang

bawah

7. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi sedasi di kedokteran gigi

8. Untuk mengetahui teknik sedasi intravena dan teknik sedasi inhalasi

9. Untuk mengetahui kerugian serta keuntungan teknik sedasi intravena dan

inhalasi

10. Untuk mengetahui definisi anastesi umum

11. Untuk mengetahui macam-macam serta teknik anastesi umum

12. Untuk mengetahui status fisik pasien berdasarkan ASA


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi

Anestesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu

yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi pada serabut

saraf maupun akibat inhibisi pada proses konduksi nervus perifer. (Malamed, S. F,

1.3)

Menurut ADA (1971), didefinisikan sebagai eliminasi sensasi, terutama rasa

nyeri, pada satu bagian tubuh dengan menggunakan aplikasi topikal atau dengan

injeksi regional obat.

Anestesi lokal adalah obat yang mem-blok konduksi saraf sensoris dan

motoris untuk menghasilkan kehilangan sensasi sementara tanpa hilang kesadaran.

Anestesi lokal diserap dengan cepat melalui membran mukosa dan kulit yang rusak.

(Muhammad Wasiq Haq, Third Prof B.ds)

Di kedokteran gigi, anestesi lokal sebagai pencegahan rasa sakit selama

prosedur perawatan gigi. Dapat membangun hubungan baik antara dokter gigi dan

pasien, membangun kepercayaan, menghilangkan rasa takut, cemas dan menunjukkan

sikap positif dari dokter gigi. Selain itu, dapata digunakan untuk mengidentifikasi

penyebab nyeri pada wajah.


4

anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom,

cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. Persyaratan obat yang boleh

digunakan sebagai anestesi lokal:

1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen

2. Batas keamanan harus lebar

3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat

pada membran mukosa

4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka

waktu yang cukup lama

5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil

terhadap pemanasan.

2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Lokal

2.2.1 Indikasi Anestesi Lokal

1. Ekstraksi gigi geligi

2. Apikoektomi

3. Gingivektomi

4. Gingivoplasti

5. Bedah periodontal

6. Pulpektomi, pulpotomi

7. Alveoplasti
5

8. Bone grafting

9. Implant

10. Perawatan fraktur rahang

11. Reimplantasi gigi avulsi

12. Bedah pengangkatan tumor

13. Bedah pengangkatan odontoma

14. Penjahitan dan Flapping pada jaringan muko-periosteum

2.2.2 Kontraindikasi Anestesi Lokal

1. Pasien menolak / takut/ khawatir

2. Infeksi

3. Di bawah umur

4. Penderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati

dan ginjal

5. Alergi

6. Penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease.

7. Penderita hipertensi

8. Penderita penyakit hati/liver

9. Bedah mulut besar

10. Penderita gangguan mental

11. Anomali lain


6

2.3 Persiapan Pra Anestesi

2.3.1.Kunjungan Pra-anestesi

Kunjungan pra anestesi bertujuan untuk :

1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat

penyakit sekarang dan penyakit dahulu.

2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.

3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan

umum).

4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai.

5. Merancang perawatan pasca anestesi.

6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi.

7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi.

8. Menentukan status ASA pasien.

Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas

dan mortalitas.
7

1.3.2Anamnesis

Dalam anamnesis, dilakukan :

1. Identifikasi pasien

2. Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi.

3. Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu.

Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat, maka petugas

anestesi perlu mengkonfirmasi apakah kejadian tersebut betul-betul alergi

ataukah hanya rasa tidak enak setelah penggunaan obat tersebut.

Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat menimbulkan bahaya besar

seperti syok anafilaktik dan edema angioneurotik.

Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini sudah sering

disalahgunakan oleh masyarakat awam. Hal ini perlu diwaspadai oleh petugas

anestesi. Oleh karena itu, dalam anamnesis, petugas harus mampu

memperoleh keterangan yang jujur dari pasien.

Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi Gawat Darurat

dia telah mendapatkan narkotika dan sedatif, namun petugas di IGD terlupa

menuliskan di buku rekam medis pasien. Agar tidak terjadi pemberian yang
8

tumpang tindih, sebaiknya petugas anestesi juga menanyakan hal tersebut

kepada petugas IGD.

2.3.3 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ dan bagian

tubuh seperti:

1. Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital.

2. Status gizi : obesitas, kaheksia

3. Status psikis

4. Sistemik :

1) Kepala leher :Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati

2) Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyah

3) Mandibula : bentuk mandibula.

4) Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi.

5) Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku), penyakit di leher

(sikatrik, struma, tumor)yang akan menyulitkan intubasi.

6) Asesori : lensa kontak.

7) Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit pernapasan dan

sirkulasi.
9

8) Abdomen : sirosis, kembung

9) Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda edema.

10) Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan anestesi

subarakhonoid ataupun epidural. Apakah ada skoliosis, athrosis, infeksi

kulit di punggung?

11) Sistem persarafan.

Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi.

Pemeriksaan laboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus.

Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya :

1. hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)

2. leukosit

3. hitung jenis

4. golongan darah

5. clotting time dan bleeding time

6. Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg

7. Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan

kalium), ureum, kreatinin.

8. Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen


10

Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang

diperlukan diantaranya foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun atau

bila ada sangkaan penyakit jantung, Echokardiografi (wajib pada penderita

jantung), dan tes faal paru (spirometri).

Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam,

jantung, dll) untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih

spesifik. Konsultasi bukan untuk meminta kesimpulan / keputusan apakah

pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan akhir tetap beradaa di tangan

anestetis. Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian dapat

meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang

akan digunakan.Prognosa dibuat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA

(American Society of Anesthesiologist).

ASA 1 ; tanpa ada penyakit sistemik

ASA 2 ; kelainan sistemik ringan sampai sedang. Misalnya apendisitis akut

tanpa komplikasi

ASA 3 ; kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-obat, aktivitas

terbatas. Misal ileus

ASA 4; kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa, sangat tergantung

dengan obat-obat, aktivitas sangat terbatas.


11

ASA 5; dioperasi ataupun tidak, dalam 24 jam akan mati juga. Tanda-

tandanya : nadi tidak teraba, pasien ruptur aneurisma aorta.

Pasien usia > 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA 2.

Apakah nanti pasien diberi anestesi umum ataukah anestesi regional ? Jika

memakai anestesi umum, teknik apa yang digunakan ? Intravena, Inhalasi atau

campuran ? Apakah nanti pasien dipasang sungkup (facemask), Laryngeal

Mask Airway, Intubasi endotrakeal ? Apakah nanti napasnya dikendalikan

ataukan di-spontan-kan ? dst.

Sebelum melakukan prosedur anestesia, penting sekali memberikan

informasi tentang risiko anestesi, kepada pasien atau penanggung jawab

pasien. Risiko tindakan harus disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab

atas diri pasien, yakni pihak yang memberikan persetujuan dan

menandatangani surat izin operasi / surat izin anestesi.

2.4. Golongan Anestesi Lokal

Anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu ester dan amida. Ester adalah

golongan yang mudah terhidrolis sehingga waktu kerjanya cepat hilang, sementara

amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya

lama. Berikut ini adalah struktur dan sifat beberapa ester dan amida anestesi local.

Anestetika lokal dapat di golongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok

sebagai berikut:
12

a. Senyawa-ester (PABA):

Kokain, prokain, benzokain, oksibuprokain, dan tetrakain.

b. Senyawa-amida:

Lidokain dan prilokain. Mevikain dan buvipakaina, chinchokain, artikain

c. Lainnya.

Fenol,Benzilalkohol, cryofluoran, dan etilklorida.

Semua obat tersebut di atas adalah sintetis, kecuali kokain yang alamiah.

2.4.1. Kokain: benzoylmetilekgonin.

Derifat-tropan ini (1884) dengan struktur atropine terdapat secara alamiah di daun

tumbuhan Erytroxylon coca (Peru, Bolivia) dengan kadar 0,8-1,5%. Berbeda dengan

anestetika lain, anestetikum dari kelompok ester ini berkhasiat vasokontriksi dan

bekerjanya lebih lama, mungkin karena merintangi re-uptake noradrenalin di ujung

neuron adrenergic sehingga kadarnya di daerah reseptor meningkat. Selain itu ,

kokain juga memiliki efek simpatomimetik sentral dan perifer.

Daya kerja stimulasinya terhadap SSP (cortex) menimbulkan beberapa gejala, seperti

gelisah, ketegangan , konvulsi, eufori, dan meningkatnya kapasitas dan tenaga

sehingga tahan lama untuk bekerja lama karena hilangnya perasaan lelah.
13

Penggunaannya hanya untuk enestesia permukaan pada pembedahan di hidung,

tenggorok, telinga atau mata. Penggunaannya sebagai tetes mata sudah di tinggalkan

berhubung resiko akan cacat kornea dan sifat midriasisnya.

Penggunaannya yang terlalu sering dengan konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan

necrosis (mati jaringan) akibat vasokontriksi setempat.

Kehamilan : kokain dapat meningkatkan resiko abortus dan cacat pada janin,

terutama pada saluran urinnya.

Dosis: kedokteran mata: larutan (HCL) 1-4 %, anesthesia hidung, telinga, dan

tenggorok 1-10%.

2.4.2. Benzokain : anestesin, etileminobenzoat

Ester PABA ini (1900) merupakan derivate dari asam p-amino benzoate yang

reabsorbsinya lambat. Khasiat anestetik obat ini lemah, sehingga hanya digunakan

pada anestesi permukaan untuk menghilangkan nyeri dan gatal-gatal (pruritus).

Benzokain digunakan dalam suppositoria (250-500 mg untuk Rako) atau salep (2%)

anti-wasir (untuk Borraginol), juga dalam salep kulit, bedak tabor 5-20% dan lotion

anti-sunburn (3%, Benzomid)

2.4.3. Prokain: Novocaine, etokain, *Gerovital (dr Aslan)


14

Derivat-benzoat ini yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn). Tidak begitu toksis

dibandingkan kokain. Anestetik local dari kelompok-ester ini bekerja singkat . dalam

tubuh zat ini dengan cepat dan sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi

dietilamino etanol dan PABA (asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya

kerja sulfonamide.

Reabsorbsinya di kulit buruk, maka hanya digunakan sebagai injeksi dan sering kali

bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya.sebagai anestetik

local, prokain sudah banyak di gantikan oleh lidokain karena efek-efek sampingnya.

Efek sampingnya yang serius adalah:

1. Hipersensitasi

2. Kadang-kadang pada dosis rendahsudah dapat menyebabkan kematian dan kolaps

dan kematian.

3. Reaksi terhadap preparat kombinasi proka penisilin. Berlainan dengan kokain, zat

tidak mengakibatkan adiksi

Dosis: Anestesia infiltrasi 0,25-0,5%, blok de saraf 1-2%.

2.4.4.Oksibuprokain (benoxinate, Novesin)

adalah derivate-oksibutil (1954) yang tidak bersifat merangsang, terutama digunakan

pada kedokteran THT dan mata. Tetapi pemakaiannya harus berhati-hati bila terdapat

selaput lender yang rusak atau adanya peradangan setempat. Mulai kerjanya cepat
15

dan kuat (dalam 1 menit) dan bertahan lebih kurang 10 menit. Toksisitasnya ringan

dan menurut laporan tidak menimbulkan reaksi alergi.

2.4.5. Tetrakain (ametokain) adalah derivate benzoat dengan gugus-metil pada

atom(1941). Khasiatnya lebih kurang 10 kali lebih kuat dari pada prokain, tetapi juga

beberapa kali lebih toksis. Mulai kerjanya cepat dan berlangsung lama, sedangkan

resorpsinya dari mukosa jauh lebih baik daripada prokain

2.4.6. Lidokain : lignokain, Xylocaine

Derivate-asetanlida ini ( 1947) termasuk kelompok amida dan merupakan obat

pilihan utama untuk untuk anastesia permukaan ataupun filtrasi . zat ini digunakan

pada selaput lender dan kulit untuk nyeri,perasaan terbakar dan gatal .

Dibandingkan prokain ,khasiatnya lebih kuat dan lebih cepat kerjanya ( setelah

beebrapa menit ) juga bertahan lebih lama .

Penggunaan : lidokain banyak digunakan setelah infark jantung sebagai obat

pencegah aritmia ventricular( di bagian ICCU) dan pada bedah jantung .

Efek sampingnya adalah :

a. Mengantuk

b. Pusing

c. Sukar bicara
16

d. Hipotensi

e. Konvulsi

Semua efek SSP yang terutama timbulpada overdose. Pengunaanya harus hati hati

pada gangguan fungsi,decompensatio cordis,depresi pernafasan dan schok .

2.4.7. Prilokain (Citanest)

Adalah derivate yang mulai kerja dan kekuatannya sama dengan lidokain ( 1963) .

toksisitasnya lebih rendah daripada lidokain,karena efek vasodilatasinya lebih ringan

sehingga reabsorbsinya juga lebih lambat dan perombakannya lebih cepat . di dalam

hati, zat ini dirombak menjadi o-toluidin dan metabolit lain . ekskresinya melalui

kemih ( kurang dari 1%) . obat ini digunakan pada anstesia permukaan 4% dan secara

parenteral 1-1,5% dengan atau tanpa adrenalin.

2.4.8. Mepivakain: Scandicaine, *Estradurin.

Derivate-piperidin ini termasuk kelompok-amida (1957) yang mulai kerja dan

kekuatannya mirip lidokain tetapi berthan sedikit lama . tidak berkhasiat vasodilatasi

sehingga tidak perlu ditambahkan vasokonstraktor. Obat ini terutama digunakan

sebagai aastesia infiltrasi dan enis anastesia parenteral lainnya sebagai larutan 1-2% .

pada pembedahan dental , mata dan THT


17

2.4.9. Bupivakain (Marcaine)

Adalah derivate butyl (1967) yang ca 3 kali lebih kuat dan bersifat long acting 9 5-8

jam).obat ini terutama digunakan untuk anastesi daerahluas (larutan 0,25-

0,5%)dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000. derajat relaksasinya terhadap otot

tergantung pada kadarnya .

Kehamilan sama dengan mepivakain zat ini dapat digunakan selama kehamilan

dengan kadar 2,5-5 mg/ml . dari semua tetika local,bupivakain adalah yang paling

sedikit melintasi plasenta .

2.4.10. Cinchokain : dibukain, *Proctosedyl, *Scheriproct.

Derivate-kinolin ini dari tipe amida ( 1929 ) yang beberapa kali lebih kuat daripada

lidokain tetapi juga lebih toksis.kerjanya bertahan lebih lama dan juga bersifat

vasodilatasi . obat ini banyak digunakan sebagai anestetikum permukaan antara lain

dalam suppositoria anti wasir atau dalam salep untuk nyeri dan gatal gatal . tidak

menimbulkan hipersensitasi.efeknya tampak setelah ca 15 menit dan berlangsung 24

jam.

2.4.11. Artikain : carticaine, *Ultracain

Derivate-tiofen ini merupakan zat anestetik local dari kelompok-amida dengan kerja

panjang ( 1976 0 terikat pada protein plasma ca 95%. Efeknya timbul setelah 3 menit
18

dan berlangsung agak lama, ca 45-90 menit . obat ini digunakan untuk pembedahak

kevil dan di kedokteran gigi . karena artikain memiliki daya penetrasi tulang yang

lebih baik dibandingkan lidokain .

Efek samping :

a. Pada orang yang alergi terhadap zat pengisi lubang gigi amalgam dan artukain

dapat timbul keluhan kesehatan serius

b. Dosis dewasa sekalinya 400mg.

2.4.12. Pramokain : Pramoxine, *Nestosyl

Merupakan zat anastesia permukaan (1953) tetapi merangsang bila digunakan pada

selaput lender.

2.4.13. Fenol : asam karbol, acidum carbolicum *Calamine lotion.

Disamping khasiat Anastesi dan anti gatalnya fenol juga berdaya bakterisid dan

fungsid pada konstentrasi di atas masing masing 1% dan 1,3%.oleh karena itu fenol

juga sering digunakan untuk gatal-gatal misaknya biang keringat.

2.4.14. Benzilalkohol

Cairan ini melarut dalam air dan berkhasiat anastetis dan anti gatal lemah begitupula

bakteriostatis terhadap kuman .gram positif serta virustatif dan fungitis lemah .

kerjanya optimal dalam lingkungan asam.


19

2.5. Farmakokinetik Anestesi Lokal

Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang

akan dihambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak begitu penting dalam

memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi sama seperti pada

anestesi umum terhadap SSP dan toksisitas jantung.

a. Absorpsi

Absorpsi sistemik suntikan anestesi local dari tempat suntikan dipengaruhi oleh

beberapa factor antara lain:

1.Dosis

2.Tempat suntikan

3.Ikatan obat-jaringan

4.Adanya bahan vasokonstriktor

5.Sifat fisiokimia obat

Aplikasi anestesi local pada daerah yang kaya vaskularisasi menyebabkan penyerapan

obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan

dengan tempat yang perfusinya jelek. Untuk anestesi regional yang menghambat saraf

yang besar, kadar darah maksimum anestesi local menurun sesuai dengan pemberian

yaitu: interkostal (tertinggi)→kaudal→epidural→pleksus brakialis→saraf isciadikus

(terendah).
20

b. Distribusi

Anestesi local amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian lobus intravena.

Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam lemak. Setelah

fase distribusi awal yang perfusinya tinggi seperti otak, hati, ginjal dan jantung diikuti

oleh fase distribusi lambat yang perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena

waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester maka distribusinya tidak

diketahui.

c. Metabolisme dan Ekskresi

Anastesi local diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut

dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi local yang

bentuknya tak bermuatan maka mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak

ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan

meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut

dalam air, sehingga mudah dieksresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap

kembali oleh tubulus ginjal.

Tipe ester anestesi local dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh

butirilkolinestrase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali

mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan

kloroprokain.
21

Ikatan amida dari anestesi local amida dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati.

Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap

individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) → editokain→ lidokain→

mepivakain→ bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi local tipe

amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh,

waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal

menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit yang berat.1

2.6. Farmakodinamik Anestesi Lokal

Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi local adalah:

a. Mekanisme Kerja

Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan

cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV).

Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran

kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah

keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran

natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh

pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi

local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
22

Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat

saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.

Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada

satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat,

kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan

akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi

merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran

natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus

ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang

dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk

menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.

b. Aksi Terhadap Saraf

Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja

terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe

serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan

anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap

suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut

delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat

permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat

terakhir.
23

Adapun efek serabut saraf antara lain:

1. Efek diameter serabut


Anestesi local lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana

propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan

dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila

bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali

gagal menyalurkan impuls.

Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh

anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf,

makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar

untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut

saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf

preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.

2. Efek frekuensi letupan


Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti

langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut

sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama

potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup

pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik).

Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi
24

nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan

anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.

3. Efek posisi saraf dalam bundle saraf


Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle

dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan

secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf

motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama

infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan

kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian

bundle saraf.

4. Efek Terhadap Membran yang Mudah Terangsang Lainnya


Anestesi local mempunyai efek menghambat otot saraf yang lemah dan tidak begitu

penting dalam klinik. Namun, efeknya terhadap membran sel otot jantung

mempunyai makna klinik yang penting

2.7 Vasokonstriktor

Vasokonstriktor adalah obat yang dapat mengkonstrksikan pembuluh darah dan

mengontrol perfusi jaringan.

2.7.1.Keuntungan vasokontrikstor
25

Penambahan sejumlah kecil vasokonstriktor pada larutan anestesi local dapat

memberi keuntungan:

a. Mengurangi efek toksik melalui efek penghambat absorpsi konstituen.

b. Membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga

dapat meningkatkan kedalaman dan durasi anestesi.

c. Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk

prosedur operasi.

d. Dapat menurunkan perfusi (aliran darah) dari tempat administrasi karena

mengkonstriksi pembuluh darah.

e. Absorpsi anestesi local ke sistem kardiovaskular melambat sehingga kadar

dalam plasma juga rendah.

f. Meminimumkan durasi aksi anestesi local.

g. Menurunkan perdarahan pada tempat injeksi sehingga berguna pada saat

prosedur pembedahan untuk mengantisipasi perdarahan.2,3

2.7.2.Macam vasokonstriktor

Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah:

a. Adrenalin (epinefrin), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan

sekresi medulla adrenalin alami.


26

b. Felypressin (Octapressin), suatu polipeptid sintetik yang hampir mirip

dengan sekresi glandula pituitary posterior manusia. Felypressin mempunyai

sifat vasokonstriktor yang lemah, yang tampaknya dapat diperkuat dengan

penambahan prilokain.

2.7.3.Indikasi vasokonstriktor

a. Digunakan untuk menghindari bleeding.

b. Menurunkan perfusi.

2.7.4.Kontraindikasi vasokonstriktor

a. Pada pasien dengan kardiovaskular dan penyakit kelainan tiroid.

b. Pada individu yang sensitive.

c. Pada individu yang terjadi reaksi obat-obatan yang tidak terantisipasi yang

menyebabkan PVC (Prematur Ventricular Contraction).

2.8 Teknik Blok Anestesi untuk Pencabutan Gigi Rahang Bawah

Anestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita memerlukan

daerah yang teranestesi luas misalnya pada waktu pencabutan gigi posterior rahang

bawah atau pencabutan beberapa gigi pada satu quadran. Saraf yang dituju pada
27

anestesi blok teknik Gow-Gates adalah N. Mandibularis sedangkan pada Teknik

Akinosi dan Teknik Fisher saraf yang dituju adalah :N. Alveolaris inferior dan N.

Lingualis Dengan teknik Gow- Gates daerah yang teranestesi adalah : Gigi mandibula

setengah quadran, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa pada daerah

penyuntikan , dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut, jaringan lunak lingual dan p

eriosteum, korpus mandibuladan bagian bawah ramus serta kulit diatas zigoma ,

bagian posterior pipi dan region temporal..

Sedangkan daerah yang teranestesi pada teknik Akinosi dan Teknik Fisher

adalah: gigi gigi mandibula setengah quadran, badan mandibula dan ramus bagian

bawah, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa didepan foramen mentalis,

dasar mulut dan dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian

lingual mandibula. Karena N. Bukalis tidak teranestesi maka apabila diperlukan ,

harus dilakukan penyuntikan tambahan sehingga pasien menerima beban rasa sakit.

Pada Teknik modifikasi Fisher kita menambahkan satu posisi lagi sebelum jarum

dicabut sehingga tidak diperlukan penusukan ulang yang menambah beban sakit pada

pasien.

2.8.1.Anestesi blok teknik Gow-Gates

Prosedur:

1) Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.

2) Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher


28

3) Posisi operator. Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi

jam 8 menghadap pasien. Untuk mandibula sebelah kiri , operator berdiri pada

posisi jam 10 menghadap dalam arah yang sama dengan pasien.

4) Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut mulut. Daerah

sasaran: daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah insersi otot

pterygoideus eksternus.

5) Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari intertragic notch ke

sudut mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat ketinggian

penyuntikan secara ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau jari

telunjuk.

6) Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu meregangkan

jaringan.

7) Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan intra oral

berdasarkan sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2

maksila.

8) Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.

9) Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi berlawanan,

dibawah tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum diinsersikan kedalam

jaringan sedikit sebelah distal M2 maksila.

10) Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut mulut ke

intertragic notch pada sisi penyuntikan kemudian disejajarkan dengan sudut

telinga kewajah sehingga arah spuit bergeser ke gigi P pada sisi yang
29

berlawanan, posisi tersebut dapat berubah dari M sampai I bergantung pada

derajat divergensi ramus mandibula dari telingan ke sisi wajah.

11) Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang leher

kondilus, sampai kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum belum berkontak

dengan tulang, maka jarum ditarik kembali per-lahan2 dan arahnya diulangi

sampai berkontak dengan tulang. Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika

jarum tidak kontak dengan tulang.

12) Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan anestetikum

sebanyak 1,8-2ml secara perlahan-lahan

13) Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit .

14) Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh dilakukan

Gambar: lokasi untuk anestesi rahang bawah


30

2.8.2.Anestesi blok teknik Akinosi

Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik

digunakan pada pasien yang sulit atau sakit pada waktu membuka mulut.

Prosedur :

1) Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang.

2) Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam delapan

berhadapan dengan pasien.

3) Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid, menunjukkan

jaringan pada bagian medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu

menunjukkan sisi injeksi dan mengurangi trauma selama injeksi jarum.

4) Gambaran anatomi: Mucogingival junction dari molar kedua dan molar ketiga

maksila dan tuberositas maksila.

5) Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi.

6) Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.

7) Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum

diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari mucogingival junction molar

kedua dan ketiga maksila.

8) Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum dibelokkan

mendekati ramus dan jarum akan tetap didekat N. Alveolaris inferior.

9) Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.


31

10) Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8 ml secara

perlahan-lahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali. Kelumpuhan saraf

motoris akan terjadi lebih cepat daripada saraf sensoris. Pasien dengan trismus

mulai meningkat kemampuannya untuk membuka mulut.

2.8.3.Teknik Fisher

Prosedur:

Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic

didaerah trigonum retromolar. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir

mandibula, geser kelateral untuk meraba linea oblique eksterna. Kemudian

telunjuk digeser kemedian untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung

kuku berada di linea oblique interna dan permukaan samping jari berada dibidang

oklusal gigi rahang bawah.

Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari sisi

rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar.

Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang

oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif

keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis

Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum

ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan

bila negative keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N.

Alveolaris inferior. Setelah selesai spuit ditarik kembali.


32

2.8.4.Teknik modifikasi Fisher

Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit

sebelum jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati linea oblique interna

,jarum digeser kelateral (kedaerah trigonum retromolar ), aspirasi dan keluarkan

anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit

ditarik keluar.

2.8.5.Teknik Inferior Alveolar Nerve Blok

Blok nervus alveolar inferior biasanyadigunakan untuk injeksi anestesi

mandibula. Menganestesi pada gigi mandibula dari garis midline diinjeksikan

pada corpus mandibula., mukosa bukal, dan tulang pada gigi anterior ke molar

pertama mandibular, dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut, serta dasar

mukosa dan tulang daerah daerah lingual ke gigi mandibula di sisi injeksi.

Gunakan jarum dengan panjang 25 gauge.

Gambar: teknik inferior alveolar nerve back


33

Jaringan harus menembus pada batas medial ramus mandibular di puncak

coronoid notch di pterygomandibular raphe. Titik suntikan harus sekitar 1,5 cm

diatas garis occlusal mandibula dengan bersudut kearah tulang-tulang. Barrel

jarum harus sejajar dengan bidang oklusal molar mandibula, dan tiba di premolar

kuadran yang berlawanan. Jarum harus maju pelan-pelan, menaruh beberapa tetes

anestesi dan aspirating sampai tulang. Biasanya pada pasien orang dewasa, jarum

akan dimasukkan 20-25 mm (sekitar 2/3 panjang jarum). Pemberian anestesi

akan tepat dikirimkan di atas foramen mandibular.

2.9.Teknik Anestesi infiltrasi Rahang Atas dan Rahang bawah

Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi:

2.9.1 Suntikan submukosa

Istilah ini diterapkan apabila larutan didepositkan tepat dibalik

membrane mukosa. Walaupun cenderung tidak menimbulkan anestesi pada pulpa

gigi, suntikan ini sering digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal sebelum

pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak.

Jarum diinsersikan dan cairan anestesi didepositkan ke dalam jaringan di bawah

mukosa sehingga larutan anestesi berdifusi pada tempat tersebut.

2.9.2 Teknik anestesi infiltrasi papilla interdental

Teknik ini sebenarnya termasuk teknik submukosa yang dilakukan

pada papila interdental yang melekat dengan periosteum. Teknik ini


34

diindikasikan terutama pada gingivectomy, yang memerlukan baik efek

anestesi maupun efek hemostatis dari obat anestesi.

2.9.3 Suntikan Supraperiosteal

Pada beberapa daerah seperti maksila, bagian kortikal bagian luar dari

tulang alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vascular

yang kecil. Pada daerah ini bila larutan didepositkan di luar periosteum,

larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang

medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini anestesi pulpa gigi dapat diperoleh

melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntika supraperiosteal

merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi .

2.9.4 Suntikan subperiosteal

Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan

bidang kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sakit.

Karena itu, suntikan ini hanya digunakan apabila tidak ada alternative lain atau

apabila anestesi superficial dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik

ini biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal

gagal untuk memberikan efek anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih

sering digunakan suntikan intraligamen.


35

2.9.5 Suntikan Intraseous

Pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Prosedur ini

sangat effektif apabila dilakukan dengan bur tulang dan jarum yang didesain

khusus untuk tujuan tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengna

cara biasa, dibuat incise kecil melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan

yang sudah ditentukan untuk mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil.

Kemudian dapat dibuat lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan

alat yang sudah dipilih. Lubang harus terletak pada bagian apeks gigi sehingga

tidak mungkin merusak akar gigi geligi.

Jarum pendek dengan hubungan yang panjang diinsersikan melalui lubang

dan diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang

medularis dari tulang. Teknik suntikan intraseous akan memberikan efek anestesi

yang baik pada pulpadisertai gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal.

Walaupun demikian biasanya tulang alveolar akan terkena trauma dan cenderung

tejadi rute infeksi. Prosedur asepsis yang tepat pada tahap ini merupakan

keharusan
36

2.9.6 Suntikan Intraseptal

Merupakan modivikasi dari suntikan intraseous yang kadang-kadang

digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang

geligi tiruan immediate serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin diguakan.

Jarum 27 gauge diinsersikan pada tulang lunak di crest alveolar. Larutan

didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang medularis serta jaringan

periodontaluntuk memeberi efek anestesi. Teknik ini hanya dapat digunakan

setelah diproses anestesi superficial.

2.9.7 Anestesi Infiltrasi pada Maksila

1. Gigi Incisive sentral, incisive lateral, dan kaninus

Gigi Incisive sentral RA dapat diberikan anestesi menggunakan teknik

infiltrasi. Membran mukosa ditarik kencang dan jarum dimasukkan sedalam kira-

kira 8 mm kea rah apical pada margin ginggiva. Kemudian di dorong hati-hati ke
37

atas, melewati bawah periosteum, sampai ujung jarum mencapai apek gigi.

Anestesi local didepositkan sebanyak 1 ml.

Pada gigi incisive lateral, jarum harus dimasukkan pada akar yang

terendah. Selain tiu karena posisi apek akar gigi incisive yang relative dekat ke

palatal, seringkali digunakan anestasi blok naso palatine untuk menjamin

tersedianya anestesi pada gigi tersebut. Sedangkan paa gigi kaninus ujung jarum

ditempatkan pada eminensia kaninus.

2. Gigi Premolar I dan II

Anestesi infiltrasi pada gigi premolar kedua RA menggunakan teknik

yang sama dengan insicive dan kaninus. Membran mukosa ditarik kuat,

kemudian jarum dimasukkan secara perlahan, buat kemiringan menuju

tulangsampai ujung jarum pada apek gigi yang akan dianestesi. Eminensia

kaninus dan dasar prosessus zygomatikus maksila merupakan panduan yang

berguna dalam menempatkan jarum. Untuk gigi premolar pertama, jarum harus

ditempatkan pada bagian fistal eminensia kaninus dan sekitar 22 mm dari ujung

cusp bukal. Sedangkan untuk gigi premolar kedua, diempatkan di mesial dasar

prosessus zygomatikus dan sekitar 21 mm dari ujung cusp bukal. Dengan ujung

jarum sejumlah kecil cairan anestesi didepositkan hanya diatas dan dorsal apeks.

Aspirasi untuk injeksi di dekat premolar harus dilakuakn untuk menghindari

injeksi intravasal. Jika cairan diinjeksikan intravasal, pasien akan merasakan


38

sakit yang sebentar, tajam di daerah wajah dan kulit pipi dan kelopak mata

bawah akan pucat seketika.

Jarum harus dimasukkan dari luar ke dalam. Untuk perawatan dental

restoratif jarum harus ditempatkan 5mm diatas apeks. Cairan anestesi yang

digunakan untuk infiltrasi bukal sekitar 1 ml dan maksimum penggunaan di

daerah palatal 0.25 ml.

Gmbar Penyuntikan anestesi pada area gigi premolar pertama dan kedua rahang

atas

3. Gigi Molar Permanen I, II, dan III

Pemberian anestesi pada gigi permanen molar dilakukan dengan cara

bukal infiltrasi. Adanya prosessus zygomatikus pada tulang maksila

menyebabkan diperlukannya pemberian dua infiltrasi, yang pertama pada mesial

prosessus zygomaticus untuk akar mesio distal, yang kedua diberikan pada

bagian distal untuk akar disto bukal. Untuk akar mesio bukal ujung jarum
39

sebaiknya sekitar 23 mm dari cusp mesio bukal. Sedangkan untuk akar disto

bukal lebih pendek, sekitar 21 mm dari csusp disto bukal. Akar palatal yang

terlalu jauh dari korteks bukal maksila yang terbagi, memerlukan adanya

infiltrasi palatal. Untuk mencapainya, digunakan jarum yang pendek, kira-kira 3-

4mm yang masuk ke mukosa palatal, diletakkan sekitar 8mm dari apikal ke

margin gingiva. Karena mukosa palatal terikat kuat pada tulang palatum, dokter

gigi harus berhati-hati untuk meminimalkan ketidaknyamanan pasien. Dalam

memberikan tekanan, peningkatan tekanan ke dalam jaringan akan menghasilkan

saliva oleh aktifitas kelenjar saliva minor di palatum. Selain itu, jaringan akan

terliaht pucat, mengindikasikan tempat jaringan terinfiltrasi.

Gambar area anestesi pada gigi posterior rahang atas


40

Gambar 13-7: Gambar jarum pada saat penyuntikan anestesi gigi posterior rahang atas.

Gambar 13-10: Gambar sudut dari jarum pada saat penyuntikan.

2.9.8 Anestesi Infiltasi pada mandibula

1. Gigi Insisive sentral, incisive lateral, dan kaninus

Jarum ditempatkan sehingga ujung jarum kira-kira 18 mm dari tepi

incisal. Secara klinis, jarum ditempatkan jauh pada sulcus labial, dan ujungnya

dimasukkan kebawah periosteum. Sekitar 0,75-1 ml yang diinjeksikan.

Anestesi blok bilateral mandibula, dengan tambahan anestesi infiltrasi lokal,

disarankan untuk terapi bedah pada daerah rahang bawah frontal, seperti

transplantasi tulang dagu dan perawatan implan. Hal ini mengurangi jumlah

cairan yang diinjeksikan, dang mengurangi resiko hematoma dan infeksi. Sekitar

4-6ml anestesi cukup diinjeksikan.


41

Gambar: Letak jarum pada saat penyuntikan yang terlihat: A. Pada tulang, B. Pada mulut.

2. Gigi Premolar I dan II

Ujung jarum ditempatkan pada sulkus buka, dekat dengan apek gigi

yang bersangkutan. Membran mukosa ditarik kuat dan ujung jarum ditempatkan

secara supperiosteum dengan kemiringan kearah tulang. Sekitar 0,5-1 ml cairan

didepositkan baik pada aspek labial maupun aspek ingual.

3. Gigi permanen molar I,II, dan III

Teknik dasarnya sama seperti gigi premolar, berbeda pada posisi

jarum dalam hubungannya dengan gigi yang bersangkutan.


42

2.10.Teknik anestesi blok Rahang Atas

Merupakan metode yang efektif untuk anestesi hemimaxilla, berguna pada prosedur

bedah ekstensif.Sering disebut juga second division block.

2.10.1.Indikasi

1) Mengontrol rasa sakit setelah bedah periodontal atau prosedur restoratif

yang memerlukan anestesi dari seluruh rahang atas

2) Ketika terjadi inflamasi/ infeksi jaringan yang menghalangi kegunaan dari

blok saraf regio lain/ infiltrasi lokal

3) Prosedur diagnostik atau terapeutik untuk neuralgia

2.10.2.Kontraindikasi

1) Operator yang kurang berpengalaman

2) Pasien pediatrik, lebih sulit karena dimensi anatomis lebih kecil,

membutuhkan pasien yang kooperatif, tidak perlu digunakan pada pasien

pediatrik karena angka keberhasilannya kecil

3) Pasien yang tidak kooperatif

4) Inflamasi/ infeksi pada jaringan lokasi injeksi

5) Ketika resiko terjadinya hemoragi tinggi

2.10.3..Manfaat

1) Injeksi atraumatik dengan pendekatan tuberositas tinggi

2) Angka keberhasilan tinggi


43

3) Minimalisasi jumlah penetrasi jarum yang penting untuk keberhasilan

anestesi rahang atas

4) Minimalisasi volume total dari cairan anestesi lokal yang diinjeksikan

2.10.4.Kerugian

1) Resiko tinggi terjadi hematoma

2) Teknik ini relatif sewenang-wenang ; overinsertion mungkin terjadi,

karena tidak adanya batasan tulang

3) Hemostasis terganggu; jika diperlukan gunakan infiltrasi lokal dengan

vasokonstriktor

4) Sakit , potensi terjadi trauma

2.10.5.Prosedur

2.10.5.1.High Tuberosity approach:

1) Jarum dengan panjang 25 direkomendasikan

2) Daerah insersi yaitu pada muccobuccal fold di atas bagian distal molar

kedua rahang atas

3) Daerah target yaitu pada nervus maxilla yang melewati fossa

pterygopalatinus dan bagian superior, medial dari posterior superior

alveolar nerve block


44

4) Daerah batas yaitu mucobuccal fold pada bagian distal gigi molar

kedua rahang atas, tuberositas maxilla, prosesus zygomatikum dari

maxilla

5) Orientasi bevel menghadap tulang

6) Prosedur

 Berikan tanda steril di jarum 25 pada 1¼ inchi dari bevel

 Posisi dari operator

 Untuk injeksi sebelah kiri: operator berada pada posisi

jam 10 dari pasien, menghadap ke arah yang sama

dengan pasien

 Untuk injeksi sebelah kanan: operator berada pada

posisi jam 8 dari pasien, menghadap ke arah yang sama

dengan pasien

7) Posisi pasien supine atau semisupine

8) Siapkan jaringan setinggi mucobuccal fold untuk penetrasi

 Keringkan dengan kain kassa steril

 Aplikasikan antiseptik topikal

 Aplikasikan anestetik topikal

9) Orientasikan bevel menuju tulang

10) Buka mulut pasien dan dorong mandibula ke arah injeksi

11) Tarik pipi di daerah injeksi dengan telunjuk untuk meningkatkan

visibilitas
45

12) Letakkan jarum setinggi mucobuccal fold pada molar kedua

13) Dorong jarum secara perlahan ke arah atas, ke dalam dan ke arah luar

14) Dorong jarum untuk menentukan kedalaman

 Seharusnya tidak boleh ada resistensi saat penetrasi jarum, jika

ada resistensi maka sudut dari jarum menuju midline terlalu

besar

 Pada kedalaman 1¼ inchi, ujung jarum harus terletak pada

fosssa pterygopalatinus

15) Aspirasi

16) Putar syringe (bevel jarum) ¼ putaran dan aspirasi kembali

17) Kembalikan syringe pada posisi semula dengan bevel menghadap

tulang

18) Jika aspirasi negatif , secara perlahan selama 60 detik masukkan 1,8

ml cairan anestesi lokal, lalu aspirasikan beberapa kali saat injeksi

19) Secara perlahan, tarik syringe

20) tutup jarum

21) tunggu 3-5 menit sebelum melakukan prosedur dental

2.10.5.2.Greater Palatine Canal Approach

1) jarum dengan panjang 25 direkomendasikan

2) daerah insersi yaitu pada jaringan lunak palatal di atas foramen palatina
46

3) daerah target yaitu pada nervus maxilla yang melewati fossa

pterygopalatina

4) batas batas daerah yaitu pada foramen palatina dan hubungan dari

prosesus alveolar maxilla dengan tulang palatum

5) orientasi dari bevel menghadap jaringan lunak palatal

6) Prosedur:

 Berikan penanda steril pada jarum 1½ inchi dari bevel

 Posisi dari operator:

 Untuk blok sebelah kanan, operator duduk berhadapan

dengan pasien

 Untuk blok sebelah kiri, operator duduk dengan arah yang

sama dengan pasien.

 Posisi pasien supine, dan minta pasien untuk:

 Buka mulut lebar

 Miringkan leher untuk memberikan penglihatan yang lebih

baik

 Kepala pasien menghadap ke kiri/ kanan untuk

meningkatkan visibilitas

7) Menemukan foramen palatina

 Tempatkan cotton swab pada hubungan prosesus alveolar

maxilla dan palatum keras


47

 Dimulai pada daerah premolar kedua dan palpasi dengan

menekan jaringan menggunakan swab pada arah posterior

 Swab akan jatuh pada depresi yang terjadi karena foramen

palatina

 Foramen paling sering ditemukan pada bagian distal dari

gigi molar kedua rahang atas

8) Siapkan jaringan di foramen palatina

 Bersihkan dan keringkan dengan kain kassa steril

 Aplikasikan antiseptik topikal

 Aplikasikan anestestik topikal

9) Setelah aplikasi anestesi topikal selama 2 menit, geser swab ke posterior

agar swab terletak pada bagian posterior foramen palatina

 Berikan tekanan pada jaringan dengan cotton swab

 Daerah injeksi akan memucat

10) Arahkan syringe ke mulut dari sisi berlawanan dengan jarum mendekati

lokasi injeksi pada sudut yang benar

11) Letakkan bevel terhadap jaringan yang memucat pada lokasi injeksi ,

jarum harus distabilisasi agar mencegah penetrasi jaringan yang tidak

disengaja

12) Bevel menghadap jaringan

 Berikan tekanan yang cukup agar jarum agak tertunduk


48

 Masukkan larutan anestesi lokal dalam volume kecil; daerah

yang pucat akan meluas ketika cairan anestesi dimasukkan

13) Luruskan jarum dan bevel penetrasi ke mukosa

 Lanjutkan untuk memasukkan cairan anestesi lokal dalam

volume sedikit

 Daerah yang pucat akan meluas ke jaringan sekitar

14) Buang cotton swab setelah jaringan lunak yang memucat di observasi

15) Probe ke dalam foramen palatina

 Pasien tidak akan merasa apa apa, karena cairan anestesi sudah

dimasukkan

 Angulasi jarum dan syringe bisa digantik jika perlu

 Jarum harus dipegang dengan sudut 300 agar dapat masuk ke

foramen palatina

16) Setelah menentukan foramen, secara perlahan masukkan jarum ke kanal

palatina

 Jangan pernah memaksa jarum untuk masuk ketika ada

resistensi

 Tarik jarum perlahan , kemudian masukkan lagi jarum

 Jika jarum tidak bisa dimasukkan, tarik jarum keluar

17) Aspirasi

18) Putar jarum ¼ putaran kemudian aspirasi kembali


49

19) Jika aspirasi negatif, masukkan 1,8 ml cairan anestesi lokal selama 1

menit

20) Secara perlahan, tarik syringe

21) Tutup jarum

22) Tunggu selama 3-5 menit sebelum memulai prosedur dental

2.10.6.Tanda dan Gejala

1) Pasien merasakan tekanan di belakang rahang atas, tapi biasanya akan

menghilang cepat.Tekanan ini akan menjadi rasa geli, kaku pada kelopak

mata bawah,hidung dan bibir atas.

2) Sensasi kaku pada gigi dan jaringan lunak buccal, palatal pada sisi injeksi

3) Tidak ada rasa sakit ketika terapi dental

2.10.7.Keamanan

1) Jika ada rasa sakit saat insersi jarum, maka dapat mencegahnya dengan teknik

injeksi atraumatic palatal

2) Overinsersi jarum dapat dicegah dengan mematuhi aturan teknik

3) jangan pernah memaksa untuk memasukkan jarum melawan resistensi

2.11.Komplikasi Anestesi Lokal di Kedokteran Gigi

2.11.1.Komplikasi Lokal
50

1) Tidak bekerjanya analgesik

Biasanya disebabkan karena teknik yang salah.Jika analgesik tidak cukup

maka prosedur harus diulang kembali dengan memperhatikan batas anatomis.

Penyebab lain, bisa karena adanya infeksi.

2) Rasa sakit saat injeksi

Beberapa pasien akan bereaksi berlebihan pada rasa tidak nyaman yang

ringan.Hal ini disebabkan karena teknik yang salah.Operator harus melakukan

injeksi secara perlahan.Gunakan analgesik sebelum injeksi juga dapat

mengurangi ketidaknyamanan.

3) Pembentukan hematoma

Ketika melakukan blok saraf, pembuluh darah bisa tertusuk dan

mengakibatkan pendarahan dan pembentukan hematoma.Jika ada

kemungkinan infeksi, segera diberikan profilaksis antibiotik.Beritahu pasien

bahwa hematoma akan mengilang setelah 7-10 hari.

4) Injeksi intravascular

Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan syringe aspirasi.Tidak ada efek

samping, kecuali resiko terbentuknya hematoma kecil.

5) Blanching

Terjadi pada lokasi injeksi, disebabkan karena efek tekanan hidrostatik dari

larutan anestesi lokal dan vasokonstriktor.Blaching biasanya terjadi pada


51

wajah selama 30 detik-3 menit setelah itu akan menghilang tanpa bekas.Tidak

ada pengobatan yang diperlukan pada keadaan ini

6) Trismus

Spasme otot yang menyebabkan sulit membuka mulut.Trismus disebabkan

injeksi ke pterygoid medial menyebabkan robeknya jaringan otot dan terjadi

hematoma.Onset terjadi trismus sering dan lebih dari 24 jam setelah injeksi.

7) Paralisis

Paralisis unilateral dari otot facial merupakan komplikasi yang tidak umum

terjadi.Pasien akan sulit menggerakan otot orbicularis dan orbicularis

oculi.Perawatan gigi harus ditunda hingga paralisis hilang.Instruksikan pasien

untuk melindungi konjungtiva dari debu dan mencegah goresan pada kelopak

mata.

8) Gangguan Sensasi berkepanjangan

Disebabkan karena hematoma akibat injeksi.Pasien harus diamati setiap

minggu dan parestesi wajah dapat dipetakan dengan uji sensasi.Penyembuhan

akan selesai dalam 3 bulan

9) Trauma bibir

Biasanya terjadi pada anak-anak yang melakukan blok nervus alveolar

inferior.Bibir akan menjadi kebas, dan lengket.Beberapa anak akan menggigit

bibirnya untuk menguji rasa kebas yang dapat menyebabkan trauma yang
52

lebih parah.Pengobatan terbaik penyakit ini adalah dengan menasihati

orangtua untuk menghalangi anaknya menggigit bibir.

Untuk mengobati luka trauma bibir, jaga luka tetap lembab dengan aplikasi

tipis vaselin steril selama beberapa jam.Ulcer akan sembuh tanpa bekas.

10) Gangguan visual

Gangguan yang jarang terjadi.Gangguan penglihatan unilateral disebabkan

karena spasme vaskular atau injeksi intra-arterial.Penglihatan normal akan

kembali dalam 30 menit.

2.11.2.Komplikasi Umum

1) .Pingsan atau serangan vasovagal

Merupakan kondisi yang paling sering terjadi sebagai komplikasi anelgesi

lokal.Gangguan emosional akibat administrasi analgesik dapat memacu

terjadinya pingsan.Ketegangan akibat emosi ini mengendalikan pasien.Hal ini

akan menyebabkan terjadinya dilatasi arteriolar.Dilatasi ini akan

menyebabkan berkurangnya darah yang kembali ke jantung, sehingga

menurunkan curah jantung.Akibatnya akan terjadi kehilangan kesadaran

selama beberapa detik.

Gejala yang terjadi adalah pasien menjadi pucat, mengalami nausea, pusing,

keringat dingin,dilatasi pupil, dan denyut nadi lemah.


53

Pertolongan pertama jika terjadi di dental chair adalah kaki pasien harus

diangkat melebihi tinggi kepala agar darah mengalir ke jantung, kemudian

periksa jalan napas, angkat dagu ke depan dan pakaian yang terlalu ketat harus

dilonggarkan.Umumnya pasien akan kembali sadar dalam 2-3 menit.Pingsan

dapat menggambarkan adanya gangguan kardiovaskular dan sistem saraf

pusat.Dan jika saat perawatan gigi, pasien pingsan maka prosedur dental harus

ditunda hingga pasien sembuh benar.

2) Toksisitas sistemik

Reaksi toksik jarang terjadi.Ketika reaksi ini terjadi, pasien akan mengalami

konvulsi, depresi pernapasan, kolaps sirkuler.Untungnya gejala gejala ini

terjadi sebentar saja.

3) Interaksi obat

Akan timbul masalah jika pasien mengonsumsi obat sistemik.Analgesik lokal

mengandung noradrenalin akan meningkatkan tekanan darah pasien yang

mengonsumsi tricyclic antidepresants.Karena itu, noradrenalin tidak

direkomendasikan kegunaannya pada analgesik lokal.Efek dari interaksi obat

ini seperti pingsan yang sederhana.

4) Alergi obat

Hipersensitifitas sering terjadi pada anestesi lokal tipe ester seperti

procaine,benzocaine,tetracaine.Manifestasi alergi dari anestesi lokal adalah


54

dermatitis, asma, anafilaksis sistemik.Untuk mencegah alergi ini terjadi perlu

dilakukan kuesioner riwayat medis.

Untuk penanganan darurat alergi dapat dilakukan pemberian alternatif

anestesi dengan inhalasi sedasi, gunakan anestesi umum (lebih efektif dan

lebih aman), jika anestesi umum tidak tersedia dapat menggunakan

antihistamin.Jika pasien mengaku alergi dan jika alergi hanya pada anestesi

golongan ester, maka dapat menggunakan anestesi lokal golongan amide.

2.12.Sedasi di Kedokteran Gigi

Jika dengan pemberian anestesi lokal saja tidak dapat mengatasi kecemasan

berlebihan pasien, maka diperlukan obat lain yang menekan sistem sarah pusat yaitu

obat sedatif.

Sedasi adalah teknik pemberian obat-obatan yang dapat mendepresi susunan

saraf pusat sehingga pasien dapat dilakukan tindakan perawatan. Perbedaan sedasi

sadar dengan anestesi umum adalah pasien masih dapat melakukan kontak verbal

dengan operator selama pemberian sedasi berlangsung.

2.12.1.Indikasi Sedasi di Kedokteran Gigi

1) kecemasan

2) mengendalikan rasa mual

3) menaikkan ambang rasa sakit


55

4) gangguan motorik (cerebral palsy)

5) gangguan pendarahan; hemofilia

6) cacat mental

7) cacat fisik

8) asma

9) epilepsi

10) kehamilan (untuk diatas 3 bulan)

11) gangguan jantung

12) gangguan psikiatris

2.12.2.Kontraindikasi Sedasi di Kedokteran Gigi

1) flu

2) pembesaran tonsil

3) kondisi pulmonari serius; brokiktasis dan emfisema

4) sedang menjalani perawatan psikiatris

5) sklerosis multiple

6) myasthema gravis

2.12.3.Metode Sedasi

1) .Administrasi Oral

Merupakan jenis sedasi sadar berupa tablet atau sirup yang diberikan melalui

mulut untuk mengurangi ketakutan. Merupakan rute paling mudah dan


56

aman.Jika sedasi diperlukan, diberikan barbiturat seperti

pentobarbital/secobarbital secara oral 15-20 menit sebelum operasi.Dosis

ditentukan berdasarkan umur dan berat badan.Namun, efek samping barbiturat

dapat menyebabkan depresi pernapasan.

2) Administrasi Intramuscular

Rute ini merupakan rute yang lebih baik dibandingkan rute oral. Rute ini

diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat menerima sedasi oral dan sedasi

inhalasi. Keuntungannya adalah kerjanya lebih cepat dan pengaruhnya lebih

dapat diprediksikan tapi kontraindikasi pada pasien anti-koagulasi, berbadan

sangat gemuk, berbadan sangat kurus.

3) Administrasi intravena

Rute ini merupakan rute yang dosis nya paling akurat.Meskipun rute ini

merupakan rute paling berbahaya dari semua rute.Obat obat yang digunakan

untuk administrasi intravena adalah pentobarbital sodium,meperidine,dan

diazepam. Diazepam merupakan agen efektif untuk sedasi intravena sadar,

tetapi memilki kerugian yaitu bisa menyebabkan iritasi.

4) Administrasi Inhalasi

Pengobatan farmakologi berupa gas campuran nitrogen oksida dihirup melalui

masker.Rute ini diindikasikan untuk prosedur perawatan gigi yang


57

membutuhkan sedasi sadar. Nitrogen oksida mempunyai onset sedasi yang

sangat cepat yaitu 1-5 menit.

Namun dokter gigi harus memberitahu pasien gejala yang dapat dirasakan

sehingga pasien mengetahui gejala-gejala yang dapat terjadi ( pusing, panas,

gangguan penglihatan) dan lebih merasa nyaman dalam melakukan perawatan

gigi.

2.12.4.Keuntungan Metode Sedasi

1) Metode inhalasi

a) Kadar sedasi dapat diatur secara konstan.

b) Sedikit efek samping

c) Satu satunya sedasi yang memungkinkan pasien bisa mengemudi sendiri

ke rumah setelah prosedur selesai

d) Sangat efektif untuk pasien dengan kecemasan ringan-sedang

e) Teknik yang non-invasif tanpa perlu melakukan venapuncture

f) Onset sangat cepat

2) Metode Intravena

a) Dokter gigi dapat mengendalikan kadar dan durasi dari sedasi

b) Penyembuhan setelah sedasi biasanya cepat dengan efek samping terbatas

c) Efek kerja dan pemulihannya cepat


58

2.12.5.Kerugian Metode Sedasi

1) Metode inhalasi

a) Tidak sesuai untuk anak yang masih kecil

b) Masker bersifat objektif pada pasien

2) Metode intravena

a) Pasien dengan phobia jarum akan tidak nyaman dengan metode ini

b) Teknik yang sulit dipelajari membutuhkan pelatihan dan sertifikasi

c) Harga peralatan mahal

d) Membutuhkan staf untuk monitoring pasien

2.13. Anastesi Umum

Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama

narkose umum (NU).

Anestesi umum adalah hilang kesadaran yang bersifat reversibel yang

disebabkan oleh agen anestetik dengan kehilangan sensasi nyeri di seluruh tubuh.

Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri bisa juga disebut sebagai

suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat

induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat

anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi

SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat

anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi
59

umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang mudah menguap) yang

terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran, dan isofluran.

Obat anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-

analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus

seperti ketamin. (Munaf, 2008).

Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang

memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada

kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-

lain (Joomla, 2008).

Idealnya anaestesi umum memberikan efek analgesia (hilangnya sensasi

nyeri), amnesia (hilangnya memori), dan hipnosis secara bersamaan dengan refleks

inhibisi dan hilangnya tonus otot skeletal sehingga aman untuk dilakukan prosedur

pembedahan.

Menurut Kee et al (1996), Anastesi seimbang, suatu kombinasi obat-

obatan, sering dipakai dalam anastesi umum. Anestesi seimbang terdiri dari:

1. Hipnotik diberikan semalam sebelumnya 


2. Premedikasi, seperti analgesik narkotik atau benzodiazepin (misalnya,


midazolam dan antikolinergik (contoh, atropin) untuk mengurangi sekresi


diberikan kira-kira 1 jam sebelum pembedahan 


3. Barbiturat dengan masa kerja singkat, seperti natrium tiopental (Pentothal) 



60

4. Gas inhalan, seperti nitrous oksida dan oksigen 


5. Pelemas otot jika diperlukan 


2.13.1 Obat Anastesi Umum

2.13.1.1 Agen Induksi Intravena

Pada pasien dewasa yang menerima anestesi umum, anestesiologis ingin

mencapai stage III anestesi secepatnya. Agen IV biasanya lebih disukai dibandingkan

anestesi inhalasi karena bereaksi lebih cepat dan tidak menghasilkan bau tidak

menyenangkan (halothane)

1. Barbiturat. Barbiturat yang biasa digunakan adalah methohexital, thiopental,

dan thiamylal. Obat lain yang dapat digunakan adalah diazepam, midazolam,

lorazepam, etomidate, ketamine, dan propofol.


61

Methohexital memiliki onset yang cepat dan merupakan short acting

barbiturate. Digunakan untuk anestesi umum pada prosedur yang singkat

(kurang dari 30 menit). Dosis yang digunakan untuk induksi anestesi umum

adalah 1mg/kg.

Thiopental (Penthotal) dan thiamylal (Surital) onset dari obat ini sekitar

30-40 detik dan durasinya lebih lama dari methohexital.

Kontraindikasi untuk pemberian barbiturat adalah penderita asma dan

porphyria.

2. Benzodiazepin. Benzodiazepin dapat digunakan untuk induksi anestesi umum.

Benzodiazepin yang dapat digunakan adalah diazepam, midazolam, dan

lorazepam. Benzodiazepin memiliki efek yang lebih lambat dan gradual

dibandingkan dengan barbiturat.

3. Agen lain

Agen lain yang biasa digunakan untuk agen induksi intravena adalah

etomidate (Amidate) yang diperkenalkan si Amerika pada tahun 1983 sebagai

agen induksi intravena non barbiturat. Dosis yang digunakan adalah 0,3-0,4

mg/kg. Etomidate memiliki onset of action yang cepat dengan depresi

respiratory yang lebih sedikit dibandingkan dengan barbiturat. Selain itu

etomidate membuat kardiovaskular tetap stabil. Kerjanya short acting dan

half-lifenya 60 menit. Efek samping etomidate termasuk burning sensation,

inhibisi sintesis steroid.


62

Ketamin dapat digunakan sebagai agen induksi secara intravena maupun

intramuscular. Biasanya digunakan pada anak atau anak yang menderita asma

karena memiliki efek bronchodilatasi. Penggunaan ketamin harus bersama

dengan atropine atau glikopirolat untuk menurunkan sekresi airway.

Propofol (diisopropylphenol) adalah agen anestesi IV non barbiturat yang

digunakan ketika diperlukan onset yang cepat dan durasi yang singkat.

2.13.1.2 Opioid (Agonis dan Agonis/Antagonis)

Opiooid digunakan untuk maintenance pada anestesi umum. Anestesi

diinduksi oleh agen induksi intravena short acting lalu dipertahankan oleh

opioid dengan dosis yang periodik. N2O-)2 digunakan untuk meminimalisir

dosis opioid. Opioid yang digunakan untuk anestesi umum adalah morfin,

mepheridine, fentanyl, sulfentanyl, alfentanyl, dan ramifentanyl.

2.8.1.3 Agen Neuroleptik

Neuroleptik dihasilkan ketika obat neuroleptik (tranquilizer) dan analgesik

opioid diberikan secara bersamaan untuk menghasilkan karakteristik sebagai

berikut:

 Rasa kantuk tanpa kehilangan kesadaran secara total

 Sikap acuh tak acuh secara psikologis terhadap lingkungan

 Tidak ada gerakan volunter

 Analgesia

 Amnesia
63

Pada praktiknya neuroleptantesia biasanya dihasilkan oleh kombinasi obat

neuroleptic, opioid, N20-02, dan muscle relaxant. Agen neuroleptanesthesia yang

paling sering digunakan adalah innovar. Innovar merupakan kombinasi dari

dreperidol 2,5 mg/ml dan fentanyl 0,05 mg/ml. Innovar merupakan obat yang paling

sering digunakan untuk mendapatkan kondisi neuroleptik.

Keuntungan

 Tidak mengiritasi vena dan jaringan

 Sistem kardiovaskular stabil

 Tidak ada efek toksik untuk hati dan ginjal

 Nonemetic

 Nonexplosive

 Recovery cepat

 Durasi analgesia dan amnesia yang lama

 Mengurangi tekanan cerebrospinal fluid dan tekanan intraocular

Kerugian

 Depresi respirasi dan apnea yang dapat disebabkan karena fentanyl dan

muscle relaxant.

2.13.1.3 Anesthesia Dissociative

Anestesi disosiatif dihasilkan oleh ketamin. Pada kondisi disosiatif, pasien

tampak bangun (matanya terbuka dan dapat melakukan gerakan involunter)

namun tidak sepenuhnya sadar. Setelah administrasi intravena ketamin,


64

analgesia dan ketidaksadaran terjadi 30 detik kemudian. Dosis ketamin yang

biasa digunakana dalah 1-2 mg/kg dengan 0,5mg/kg/min. Kebanyakan

digunakan pada anak-anak. Digunakan pada prosedur bedah yang tidak

memerlukan relaksasi otot skeletal atau memiliki kesulitan dalam menjaga

jalan napas misalnya pada koreksi luka atau luka bakar di wajah karenaa pada

prosedut ini sulit untuk menggunakan intubasi.

Anestesia disosiatif kontraindikasi pada pasien pada bedah intraokular dan

pasien yang memiliki riwayat kenaikan tekanan CSF, cerebrovascular

accident (CVA), dan tekanan darah tinggi karena efek samping dari ketamin

adalah kenaikan tekanan darah, detak jantung, dan tekanan intraokular.

2.13.1.4. Muscle Relaxants (Neuromuscular Blocking Drugs)

Agen ini memberikan relaksasi otot skeletal untuk memudahkan

intubasi trakea dan pengontrolan ventilasi mekanis. Obat-obat ini

mengganggu transmisi impuls dari saraf motorik ke otot pada skeletal

neuromuscular junction. Muscle relaxant biasanya diperlukan pada anestesi

umum outpatient dengan durasi yang lama, pasien memerlukan intubasi.

Terdapat 4 cara kerja dari muscle relaxant:

1. Defisiensi blok. Defisiensi blok ini mengganggu sintesis atau transmisi

asetilkolin. Contoh obat yang bekerja dengan cara ini adalah neomycin,

kanamycin, dan streptomycin.

2. Nondepolarizing block atau dikenal sebagai competitive blok. Obat ini

berikatan dengan reseptor kolinergik, mencegah asetilkolin berikatan dengan


65

reseptor. Contoh obat nondepolarizing block adalah metocurine, vecuronium,

atracurium, mivacurium, dan gallamine.

3. Depolarizing Block (Phase I Block). Obat ini bekerja mirip seperti asetilkolin

namun dengan waktu yang panjang. Obat ini bekerja menghasilkan kontraksi

otot yang disebut fasciculations, diikuti dengan perlemahan otot yang

panjang. Dua obat yang menghasilkan efek ini adalah succinylcholine dan

decamethonium.

4. Dual block atau disebut juga desensitization block. Pada dual block,

membrane berdepolarisasi lalu perlahan-lahan repolarisasi. Obat memasuki

serabut saraf dan berekerja sebagai agen nondepolarisasi.

Nondepolarizing muscle relaxant lebih sering digunakan ketika pembedahan

daripada depolarizing agent karena durasinya yang lebih panjang.

Depolarizing agent digunakan untuk intubasi endotracheal, laryngoscopy,

bronchoscopy, esophagoscopy, dan prosedur singkat lainnya. Obat-obat yang

sering digunakan sebagai agen muscle relaxant adalah succinylcholine,

tubocurarine, dan pancuronium.

2.13.1.5. Anastetik Inhalasi

Anestetik inhalasi paling sering digunakan dalam anestesi umum karena dapat

dikontrol. Obat-obat yang sering digunakan untuk anestesi inhalasi adalah

N2O, halothane, enflurane, isoflurane, desflurane, dan sevoflurane. Saat ini

yang paling sering digunakan adalah N2O. Fungsi utama dari N2O adalah
66

untuk memperkuat aksi dari obat lain. Dengan administrasi N2O (bersamaan

dengan O2), obat primer pada anestesi umum dapat diberikan dengan dosis

yang lebih kecil dan konsentrasi yang lebih rendah.

Halothane dikenalkan pada tahun 1956 pada praktik anestesi dan memiliki

efek anestesi dan pembedahannya sendiri yaitu tidak mudah terbakar sehingga

dokter bedah dapat menggunakan electrocautery dan extensive electronic

monitoring oleh anestesiologis. Kerugian dari halothane adalah dapat

menyebabkan efek hepatotoksisitas. disaritmia jantung dan dapat

menyebabkan tremor selama recovery pada pasien dengan suhu tubuh yang

rendah.
67

Teknik Sedasi Inhalasi

Teknik Sedasi Inhalasi pada pasien secara umum dibagi menjadi 3 fase : fase

perkenalan (langkah1-4), fase injeksi dan perawatan (langkah5) dan fase

penyembuhan (langkah 6 dan 7).

1) Flow rate (liter per menit) dari 100% oksigen diberikan, dan penutup hidung

ditempatkan pada hidung pasien. Pasien diinstruksikan untuk membenarkan

posisi penutup hidung hingga terasa nyaman.

2) Flow rate yang benar dicapai ketika pasien bernapas dengan 100% oksigen.

3) Presentase N2O yang dimulai, biasanya 20%. N2O kemudian dititrasi dengan

kenaikan 10% tiap 60 detik.

4) Ketika pasien merasa telah nyaman dan lebih relax, level yang ideal untuk

sedasi klinis telah dicapai

5) Ketika level yang ideal dari sedasi telah dicapai, anastesi lokal dapat diberikan

dan rencana perawatan dental dapat dilakukan

6) N2O kemudian dihilangkan, dan pasien diberikan 100% oksigen murni.

Oksigen diberikan 3 sampai 5 menit atau lebih lama jika tanda klinis dari

sedasi tetap ada.

7) Pasien dapat meningalkan tempat praktek dengan tidak didampingi bila benar-

benar telah pulih dari sedasi.

Teknik administrasi pada pasien pada sedasi inhalasi :

1) Monitoring selama sedasi inhalasi


68

Hal-hal berikut perlu untuk dimonitor selama sedasi inhalasi :

(1) Tanda-tanda vital preoperative

(2) Komunikasi verbal dengan pasien

(3) Tanda-tanda vital yang dipantau secara berkala selama prosedur

(4) Tanda-tanda vital postoperative

2) Persiapan dari Peralatan untuk sedasi inhalasi

Dental assisstant mempersiapkan unit untuk sedasi dengan membuka satu

silinder dari O2 dan N2O. Silinder tersebut dibuka dengan memutar knop

berlawanan dengan arah jarum jam secara perlahan-lahan untuk meminimalkan

kenaikan temperatur internal. Setelah itu dilakukan juga pengecekan pada penutup

hidung untuk memastikan telah bersih dan bebas dari kebocoran.


69

3) Persiapan pasien

(1) Mempersilahkan pasien untuk ke kamar kecil terlebih dahulu

(2) Me-review riwayat penyakit dari pasien dan memantau tanda-tanda vital

sebelum dimulai N2O-O2

(3) Jika pasien memakai lensa kontak, maka lensa kontak harus dilepaskan

sebelum proses inhalasi dimulai.

4) Teknik Administrasi
70

(1) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman dengan posisi berbaring pada dental

chair.

Posisi setengah berbaring dapat juga digunakan untuk kenyamanan pasien atau

untuk kenyamanan dokter saat prosedur.

(2) Unit sedasi inhalasi ditempatkan di belakang pasien, jauh dari pandangan

pasien.

(3) Mulai aliran O2 pada 6liter/menit, tempatkan penutup hidung pada hidung

pasien, dan ingatkan pasien untuk bernapas melalui hidung.

4) Amankan penutup hidung.

Penutup hidung diamankan dengan menggunakan slip ring yang diamankan ke

belakang sandaran kepala. Penutup hidung tidak boleh terlalu kencang atau

kendor.
71

5) Menentukan flow rate yang sesuai untuk pasien.

Merupakan bagian yang paling penting untuk keberhasilan sedasi N2O-O2.

Pasien harus mampu untuk bernapas secara nyaman sebelum aliran N2O diberikan

agar selama prosedur pasien dapat merasa nyaman. Pada awal prosedur diberikan

6L/menit aliran O2 100%. Pasien diinstruksikan untuk bernapas hanya melalui

hidung. Bila pasien nyaman dengan aliran O2 tersebut maka aliran O2nya adalah

6L/menit, tetapi bila tidak nyaman aliran O2 dapat ditingkatkan menjadi 7L/menit

dan kembali dicek semenit kemudian apakah telah nyaman.

6) Memantau reservoir bag

Penampakan dari resevoir bag mengindikasikan kedalaman dan kecepatan

respirasi. Reservoir bag yang mengembang dan mengempis sebagian disetiap

napas menindikasikan volume per menit dari oksigen cukup dan nasal hood

tertutup rapat. Bila reservoir bag terlalu mengempis atau terlalu mengembang,

maka aliran gas harus diperbaiki.

7) Memulai titrasi dari N2O

Ketika aliran gas O2 telah adekuat, maka administrasi dari N2O dapat

dimulai. Terdapat 2 metode untuk administrasi N2O pada pasien. Cara pertama

total aliran gas (N2O dan O2) per menit tetap konstan selama prosedur (constant

liter flow technique). Pada cara yang kedua, volume oksigen tetap konstan,
72

sedangkan volume N2O ditingkatkan (the constant O2 flow technique).

Menggunakan teknik manapun, persentase inisal dari N2O harus kira-kira 20%.

8) Observasi pasien

Operator harus melihat tanda dan symptom dari sedasi. Operator menanyakan

keadaan dari pasien dengan pertanyaan terbuka.

9) Melanjutkan titrasi dari N2O

Bila konsesntrasi inisial dari N2O terbukti tidak adekuat, maka level dari N2O

ditingkatkan dengan kenaikan kurang lebih 10%.

10) Observasi pasien

Observasi gejala dan tanda dari keadaan pasien. N2O 30% biasanya

memberikan respon lebih positif. Symptomnya berupa : kepala terasa ringan,

parastesia pada lengan, kaki, atau kavitas oral, merasa hangat dan melayang.

11) Memulai prosedur dental

Pasien terlihat mulai relax pasa saat ini. Titrasi dilanjutkan kira-kira 10%

kenaikan level dari N2O hingga tanda dan gejala dari sedasi yang adekuat terlihat.

Prosedur dental seperti administrasi anastesi lokal dapat dilakukan.

12) Mengobservasi pasien dan unit sedasi inhalasi selama prosedur dental
73

13) Menghilangkan aliran N2O

Bila perawatan telah selesai, aliran N2O dimatikan. Aliran O2 kemudian

kembali ke aliran normal saat prosedur dimulai. Biasanya semakin panjang

prosedur sedasi N2O-O2 maka semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk

membalik efek sedasi.

14) Melepaskan alat pada pasien

15) Merekam data yang berhubungan dengan proses sedasi

16) Membersihkan peralatan dari kontaminasi bakteri dan virus

2.13.2.Tahap-tahap Anestesi

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;

Stadium I

Stadium induksi atau eksitasi volunter, dimulai dari pemberian

agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut

dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat

terjadi urinasi dan defekasi.


74

Stadium II

Stadium eksitasi involunter, dimulai dari hilangnya kesadaran

sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi

eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak

teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan

takikardia.

Stadium III

Pembedahan/operasi, terbagi dalam 3 bagian yaitu;

Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan

terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks

pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan

kornea terdepresi.

Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola

mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.

Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola

mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis

medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada,

pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran

seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Munaf, 2008).


75

2.13.3.Teknik Anestesi Umum

Anestesi umum yang digunakan di kedokteran gigi:

1. Outpatient General Anesthesia

Anestesi ini digunakan pada pasien dengan status ASA I, ASA II, dan

beberapa ASA III. Terdapat dua cara yang biasa digunakan pada

pembedahan oral dan maksilofasial menggunakan outpatient general

anesthesia.

a. IV barbiturate atau propofol (kurang dari 30 menit)

Digunakan pada prosedur bedah oral dan maksilofasial yang

singkat, biasanya kurang dari 30 menit seperti kasus impaksi

molar ketiga. Methohexital merupakan barbiturat IV yang

paling sering digunakan dan propofol merupakan rival

methohexital dari golongan non barbiturate. Recovery pada

propofol terjadi lebih cepat dibandingkan dengan barbiturate.

Teknik yang digunakan disebut ultralight general anesthesia.

Diberikan juga obat tambahan seperti nitrous oxide-oxygen,

benzodiazepin, opioid, dan anestesi lokal untuk membantu

maintenance dari anestesi.

Benzodiazepin dan N2O-O2 digunakan untuk

memperpanjang durasi anestesi dan memperkuat efek dari

barbiturate atau propofol sehingga dapat digunakan dosis


76

obat yang lebih kecil. O2 juga berguna untuk meminimalisasi

resiko hipoksia.

Anestesi lokal penting untuk mencegah stimulus rasa sakit

mencapai otak, meminimalisasi dosis barbiturat (dan obat

depresan CNS lain), dan memperpendek recovery. Lokal

anestesi seperti bupivacaine juga dapat berfungsi untuk

kontrol nyeri posoperatif selama 6-12 jam setelah operasi.

b. Conventional operating theater (lebih dari 30 menit, kurang

dari 4 jam)

Cara ini digunakan pada prosedur yang memerlukan waktu

lebih dari 30 menit dan kurang dari 4 jam. Prosedur yang

dilakukan pada anestesi umum konvensional mirip dengan

anestesi umum inpatient. Bedanya adalah anetesi yang

diberikan adalah anestesi short-acting dan pasien akan pulih

dengan cepat sehingga pasien akan pulih total setelah selesai

prosedur pembedahan. Biasanya dilakukan pada pasien ASA

I atau II. Pasien tetap harus melakukan tes laboratorium dan

pemeriksaan fisik 48 jam sebelum dilakukan prosedur

operasi. Pasien diberikan instruksi preoperative termasuk

puasa 6-8 jam sebelum operasi. Pagi hari sebelum operasi

ada beberapa hal yang harus dilakukan:

- Pasien telah puasa 6-8 jam


77

- Hasil tes laboratorium telah diterima, diperiksa, dan hasil

harus dalam batas normal

- Rekam medis pasien lengkap, termasuk riwayat medis

dan pemeriksaan fisik

- Informed consent telah ditandatangan.

Sebelum dilakukan prosedur, pasien diminta untuk melepaskan

lensa kontak atau protesa yang digunakan. Tidak dianjurkan

menggunakan obat-obatan premedikasi dengan cara intramuscular

karena waktu pemulihannya lebih lama. Antikolinergik seperti

atropine dianjurkan secara IM atau IV sebelum induksi anestesi

umum. Pasien duduk di dental chair atau meja operasi dan

anesthesiologist memasang alat-alat monitoring seperti ECG,

precordial stethoscope, blood pressure cuff, dan pulse oximeter. Lalu

mulai memberikan infus IV dengan 5% dextrose dan air atau lactated

Ringer’s solution. Mukosa nasal disemprotkan 4% kokain atau 0,5%

phenylephrine.

Anestesi diinduksi dengan short-acting barbiturate seperti

methohexital, propofol, atau anestesi inhalasi. Pada anak lebih mudah

digunakan inhalasi karena sulit melakukan IV pada keadaan sadar.

Berikan 1mg pancuronium dan succinylcholine untuk mencegah


78

fasikulasi sebelum dipasang nasotracheal tube. Teknik intubasi yang

dilakukan sama seperti pada anestesi umum inpatient.

Setelah dilakukan anestesi induksi, berikan prosedur anestesi

lanjutan (maintenance) menggunakankombinasi N2O, O2, dan obat

anestesi inhalasi seperti enflurane atau sevoflurane. Mucle relaxant

jarang digunakan pada prosedur ini. Dapat juga digunakan tambahan

anestesi local sehingga dapat mengurangi kebutuhan obat depresan

CNS.

Setelah prosedur berakhir, pasien diberikan 100% O2 dan

setelah reflex protektifnya kembali maka lakukan ektubasi dan bawa

pasien ke area recovery dimana terdapat kasur, O2 suction, peralatan

monitoring, serta peralatan dan obat-obatan emergency. Pasien berada

di ruang recovery sampai pulih kurang lebih selama 1 jam sampai

dokter mengijinkan pulang. Pada beberapa keadaan terkadang pasien

harus menginap (overnight) karena pemulihan yang lambat.

2. Inpatient General Anesthesia

Pasien yang menjalani inpatient general anesthesia biasanta

merupakan pasien dengan ASA IV atau beberapa kasus ASA III atau

yang memiliki keadaan yang kontraindikasi dengan prosedur

outpatient. Walaupun dental surgery terlihat lebih “minor”

dibandingkan operasi lain yang memerlukan anestesi umum seperti


79

operasi jantung atau syaraf, tetapi prosedur dental memiliki beberapa

hal yang lebih menyulitkan dibandingkan operasi lainnya karena

kavitas oral digunakan oleh dokter bedah mulut sehingga lebih

potensial untuk terjadinya komplikasi jalan napas.

Pasien memasuki rumah sakit 1 hari sebelum prosedur

pembedahan sehingga dapat dilakukan evaluasi preoperatif yang

lengkap seperti pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Di beberapa

rumah sakit, pasien dewasa diharuskan melakukan x-ray dada dan

ECG. Sore hari sebelum prosedut anesthesiologist akan melakukan

preanasthetic visit dengan tujuan mengevaluasi kondisi pasien seperti

adanya resiko anestesi seperti potensi gangguan jalan nafas atau resiko

ketika pembedahan serta meninjau hasil tes laboratorium dan untuk

mendiskusikan anestesi seperti apa yang akan dilakukan esok hari.

Biasanya dokter gigi meminta pasien diintubasi dengan cara

nasoendotracheal dan bukan dengan oroendotracheal sehingga dental

prosedur diharapkan tidak menggaggu jalan nafas pasien. Pasien juga

diminta untuk berpuasa sebelum operasi dan pemberian medikasi

preoperatif diberikan dengan cara intramuskuler satu jam sebelum

prosedur. Premedikasi yang biasanya diberikan adalah obat antianxiety

seperti diazepam, midazola, barbiturat (phentobarbital), opioid

(meperidine), dan antikolinergik (scopolamine atau atropine).


80

Sebelum pasien datang ke kamar operasi, anesthesiologist

mempersiapkan obat-obatan dan peralatan yang diperlukan. Pasien

datang dan perawat akan mempersiapkan pasien seperti menempatkan

pada meja operasi dan memasang monitor fisiologi untuk memonitor

tekanan darah, stetoskop precordial. EGC leads, dan pulse oximeter.

Infus IV dipasangan pada tangan yang tidak dipasangan blood

pressure cuff. Tanda vital dimonitor dan direkam pada anesthesua

record.

Pada saat kedatangan tim bedah, dilakukan induksi anestesi

dengan cara IV dan dapat menggunakan dosis rendah benzodiazepin

untuk menghasilkan sedasi sambil menunggu tim bedah siap. Topikal

anestesi diberikan di lubang hidung pasien menggunakan cotton

applicator stick untuk memproduksi analgesia ketika intubasi nasal.

Masker full-face dipasangkan pada pasien dan diberikan O2 1000% 5-

7L/menit.

Thiopental, thiamylal, atau propofol diberikan sampai pasien

kehilangan kesadaran. Setelah itu anesthesiologist memastikan bahwa

terdapat jalan napas yang baik pada pasien, setelah itu diberikan

muscle relaxant (succhycholine, depolarizing muscle relaxant). Untuk

meminimalisir terjadinya fasciculation dapat diberikan muscle relaxant

non depolarizing sebelumnya. Apabila terjadi fasikulasi dan pasien

mengalami apnea, pasangkan nasotracheal tube yang sudah dilubrikasi


81

pada lubang hidung dengan berhati-hati ke nasofaring, dapat

digunakan laryngoscope. Dengan Margill intubation forceps, tube

endotracheal dimasukan ke dalam trakhea. Endotracheal tube

tersambungkan dengan mesin anestesi dan pasien terventilasi.

Setelah itu dilakukan maintenance anestesi dengan

memberikan sevoflurane atau meperidine IV. Pasien juga diberikan

gas N2O 3L/menit dan O2 2L/menit dan pasien disiapkan untuk

menjalani prosedut pembedahan. Anesthesiologist mengontrol tanda

vital pasien dan memberikan tambahan dosis obat maintenance. Pada

prosedur dental anesthesiologist kadang memberikan tambahan

anestesi lokal untuk membantu mengontrol rasa sakit dan hemostasis.

Apabila pasien memberika respon terhadap stimulasi-stimulasi maka

pasien memerlukan tambahan obat anestesi. Dengan anestesi inhalasi,

konsentrasi obat akan menurun secara bertahap serendah mungkin

tanpa mengabaikan respon dari pasien. Dosis minimal anestetik injeksi

diberikan secara periodik dilihat dari respon pasien pada stimulasi atau

pada tanda vitalnya.

Setelah prosedur pembedahan berakhir, pemberian anestesi

inhalasi dihentikan dan mulai memberikan kembali 100% O2.

Diperlukan juga obat tambahan untuk membalikkan efek-efek dari

obat yang telah diberikan seperti IV opioid, benzodiazepin, dan

muscle relaxant. Obat-obatan tersebut seperti naloxone untuk opioid,


82

flumazenil untuk aksi residual benzodiazepin, dan antikolinesterase

seperti neostigmine untuk muscle relaxant. Atropine diberikan dengan

neostigmine untuk mencegah terjadinya brakikardia.

Apabila gerakan respirasi pasien sudah adekuat, dilakukan

ektubasi. Lalu pasien dipindahkan ke ruang recovery. Pasien

menerima oksigen melalui nasal cannula dan tanda vital tetap

dimonitor sampai stabil dan pasien bangun. Pada ASA I atau II, pasien

biasanya tinggal di rumah sakit untuk dilakukan recovery 1-3 malam

namun pada ASA III atau ASA IV dapat lebih lama sampai keadaan

pasien stabil.

2.14.Status Fisik Pasien Berdasarkan ASA

Pada tahun 1963 American Society of Anesthesiologists (ASA) mengadopsi

sistem klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah kategori keenam kemudian

ditambahkan Kriteria status fisik pasien sebelum operasi menurut ASA (American

Society of Anesthesiologist). Status tersebut adalah sebagai berikut:

1. ASA I : Pasien yang normal dan sehat

2. ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan.

3. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat.

4. ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang merupakan

ancaman bagi kehidupan


83

5. ASA V : Pasien yang tidak dapat diharapkan untuk bertahan hidup

tanpa operasi

6. ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan dikeluarkan

untuk tujuan donor.

Jika pembedahan darurat, klasifikasi status fisik yang diikuti dengan “E”

misalnya “3E”. Kelas 5 biasanya keadaan darurat dan karena itu biasanya “5E”. Kelas

“6e” tidak ada dan hanya dicatat sebagai kelas “6″, karena semua pengambilan organ

pada pasien mati otak dilakukan segera. Darurat sekarang didefinisikan sebagai bila

keterlambatan dalam pengobatan secara signifikan akan meningkatkan ancaman

terhadap kehidupan pasien atau bagian tubuh. Dengan definisi ini, sakit parah karena

patah tulang, batu ureter atau nifas (melahirkan) bukan merupakan darurat.

Skala yang mereka diusulkan hanya pada pra operasi pasien saja, bukan

prosedur pembedahan atau faktor lainnya yang dapat mempengaruhi hasil bedah.

Mereka berharap ahli anestesi dari seluruh bagian negara akan mengadopsi “istilah

umum mereka,” membuat perbandingan statistik morbiditas dan kematian mungkin

dengan membandingkan hasil untuk “prosedur operasi dan kondisi pra operasi

pasien”.

Penyakit lokal juga dapat mengubah status fisik namun belum disebutkan

dalam klasifikasi ASA. Sistem klasifikasi ini mengasumsikan bahwa usia pasien tidak

ada hubungannya dengan kebugaran fisik, dimana tidak benar. Neonatus dan orang

tua, bahkan denagan tidak adanya penyakit sistemik, toleransinya dinyatakan serupa
84

anestesi buruk dibandingkan dengan orang dewasa muda. Demikian pula klasifikasi

ini mengabaikan pasien dengan keganasan (kanker). Sistem klasifikasi ini tidak dapat

diperbaiki ke bentuk yang lebih dijabarkan dan ilmiah, mungkin karena sering

digunakan untuk penggantian biaya.

Beberapa dokter anestesi sekarang mengusulkan bahwa seperti pengubah

suatu ‘E’ untuk darurat, sebuah ‘pengubah P’ untuk kehamilan harus ditambahkan

dengan nilai ASA


85

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan,

persepsi temperatur dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi

motorik. Anestesi terbagi menjadi anestesi lokal dan anestesi umum.Anestesi lokal

lebih sering digunakan di bidang kedokteran gigi.

Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade

lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi

sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah

keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap

tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.

Anestesi umum adalah hilang kesadaran yang bersifat reversibel yang

disebabkan oleh agen anestetik dengan kehilangan sensasi nyeri di seluruh tubuh.

Idealnya anaestesi umum memberikan efek analgesia (hilangnya sensasi nyeri),

amnesia (hilangnya memori), dan hipnosis secara bersamaan dengan refleks inhibisi

dan hilangnya tonus otot skeletal sehingga aman untuk dilakukan prosedur

pembedahan.

Teknik Sedasi dapat dilakukan dengan beberapa metode.Metode yang sering

dipakai di kedokteran gigi yaitu metode inhalasi dengan N2O-O2 dan metode

intravena dengan diazepam.


86

Dokter gigi harus melakukan beberapa persiapan sebelum memulai anestesi

terhadap pasien.Dokter harus memperhatikan kondisi pasien apakah memungkinkan

untuk melakukan anestesi dan menyesuaikan pemilihan anestesi sesuai indikasi.

Dokter gigi harus melakukan anestesi sesuai prosedur untuk menghindari

terjadinya komplikasi.Ada 2 kemungkinan komplikasi yang terjadi , yaitu komplikasi

lokal dan komplikasi sistemik.


87

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Girdler,N.M, Michael Hill, Katherine Wilson.2009. Clinical Sedation in

Dentistry.West Sussex: Willey-Blackwell.

Jorgensen,Bjorn Niels , Jess Hayden.1972. Sedation,Local and general Anesthesia in

Dentistry.London: Lea & Febiger.

Kaiin, H A. 2009. Anastesi Blok Mandibula. http:/pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2009/05/anestesi_blok_mandibula.pdf

Malamed, Stanley F. 2009. Handbook of Local Anesthesia. St. Louis: Mosby

Roberts,Graham, Norman Rosenbaum.1991.A Colour Atlas of Dental Analgesia and

Sedation.London: Wolfe Publishing

http://www.sedationdentistry4u.com/types-of-sedation-dentistry.htm

Anda mungkin juga menyukai