Reeeeere
Reeeeere
Abstrak
Kelainan fungsi jantung merupakan salah satu penyakit yang mematikan bagi manusia,
sebab salah satu factor utama jantung ialah memompa keseluruh tubuh baik superior
maupun inferior. Penyakit Miokardial Infark merupakan salah satu kelainan jantung,
yaitu pada otot jantung yang mengalami penurunan kemampuan. Sehingga penyakit
Miokardial infark ini bersifat fatal dan perlu penangnan yang cepat dan tepat, maka perlu
penanganan dan pengenalan yang baik sebagai dokter mengenai penyakit Miokardial
Infark.
Abstract
Cardiac dysfunction is one of the deadliest diseases for humans, because one of the main
factors of the heart is pumping throughout the body both superior and inferior.
Myocardial Infarction Infarction is a heart disorder, which is the heart muscle that has
decreased ability. So that myocardial infarction is fatal and needs prompt and
appropriate treatment, it is necessary to have good treatment and recognition as a doctor
regarding myocardial infarction.
Pendahuluan
1
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah
suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot
jantung mengalami kematian.1 Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa
serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan
sebelumnya.
Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA),
ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation
Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan
medis secepatnya.1 STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh
banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang diperdarahi tidak mendapat nutrisi oksigen dan mati.
Makalah ini ditulis adalah hasil tinjauan pustaka yang akan membahaskan tentang
STEMI secara lebih terperinci.
Pembahasan
Kasus : Seorang laki-laki, 50 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada terus
menerus sejak 40 menit yang lalu.
Rumusan masalah
Seorang laki-laki berusia 50 tahun dengan keluhan nyeri dada terus menerus sejak 40
menit yang lalu.
2
Analisis masalah
3.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan untuk mengenal pasti keluhan utama pasien
disamping beberapa keluhan penyerta. Anamnesis yang benar dapat membantu dokter
untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Anamnesis dapat dilakukan secara langsung
kepada pasien atau autoanamnesis.
Yang pertama adalah ditanyakan identitas pasien seperti Nama lengkap pasien, umur
pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat, umur (orang tua), pendidikan dan
pekerjaan (orang tua) ,suku bangsa. Dalam kasus ini, pasien seorang laki-laki berusia 50
tahun. Identitas lain tidak disertakan. Seterusnya adalah menanyakan keluhan utama dari
pasien. Pasien ini mengeluh nyeri pada dada yang terus menerus sejak 40 menit yang
lalu. Nyeri yang muncul tiba tiba pada dada kiri dan menjalar ke lengan kiri berkurang
saat istirahat namun terus menerus muncul kembali dan semakin memberat.
3.2 Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
3
Kesadaran : Compos Mentis
Pemeriksaan fisik thorax juga dilakukan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi untuk mendeteksi apakah ada kelainan pada thoraks pasien. Dalam kasus ini,
inpeksi, palpasi dan perkusi tidak didapatkan kelainan. Pada auskultasi didapatkan suara
nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-), bunyi jantung 1-2 murni reguler, murmur (-), dan
gallop (-). Pemeriksaan abdomen juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
berpacu dari kelainan abdomen dan pada kasus ini, abdomen pasien normal.
Pemeriksaan penunjang
1.Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10
menit sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI
tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan
interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.2 Pada pasien dengan STEMI
inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang
Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pectoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang
tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.2 Sebelumnya istilah infark
miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya
gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan
perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada
4
korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural) sehingga
terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/ nontransmural.
1.Laboratorium
Creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan
dilakukan secara serial. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal
menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).2 CKMB meningkat setelah 3 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan kembali normal
dalam 2- 4 hari. cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.1,5
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4- 8 jam.
Creatinine kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
5
3.3 Diagnosis banding
6
kiri atas, tetapi inversi bila ada Peningkatan enzim
Bertambah saat miokarditis jantung
bernapas, batuk atau
menelan
Penyakit jantung iskemik tersebut adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan
aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah menyempitnya lumen
arteria koronaria oleh aterosklerosis. Bila terjadi penyempitan aterosklerotik lumen
sebesar 75% atau lebih pada satu atau lebih arteria koronaria besar, setiap peningkatan
aliran darah koroner yang mungkin terjadi akibat vasodilatasi koroner kompensatorik
akan kurang memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan jantung.
7
3.5 Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih
sering di bandingkan dengan STEMI. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-
laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah
umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini
3.6 Etiologi
3.7 Patofisiologis
8
mengembangkan bidang kalsifikasi karena mereka berevolusi. Plak awalnya berkembang
dengan arteri renovasi keluar, diikuti oleh perambahan pada lumen arteri. Akhirnya
stenosis dapat membatasi aliran dalam kondisi permintaan meningkat, menyebabkan
angina.
STEMI biasanya terjadi setelah gangguan mendadak dan bencana dari plak kolesterol
sarat. Hal ini menyebabkan paparan zat yang meningkatkan aktivasi platelet dan agregasi,
generasi trombin, dan pembentukan trombus, menyebabkan gangguan aliran darah. Jika
oklusi parah dan persisten, nekrosis sel miokard berikut.
Pada gangguan aliran darah di arteri koroner, zona miokardium segera kehilangan
kemampuannya untuk memendek dan berkontraksi Hyperkinesis awal dari zona non-
infark terjadi, mungkin sebagai akibat dari mekanisme kompensasi akut . Oleh kerana
miosit nekrotik menyelinap melewati satu sama lain, zona infark menipis dan
memanjang, terutama di infark anterior, menyebabkan ekspansi infark.
Jika jumlah yang cukup miokardium mengalami cedera iskemik, ventrikel kiri (LV)
fungsi pompa menjadi depresi; curah jantung, stroke volume, tekanan darah, dan
kepatuhan berkurang; dan mengakhiri volume meningkat sistolik. Gagal jantung klinis
terjadi jika 25% dari miokardium memiliki kontraksi yang abnormal, dan syok
kardiogenik terjadi pada hilangnya> 40% dari LV miokardium. Penurunan kepatuhan dan
peningkatan LV tekanan diastolik akhir menimbulkan disfungsi diastolik
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif
dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian
nitrogliserin. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat
menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Namun, sakit dada juga
sering timbul ketika pasien sedang beristirahat. Rasa nyeri hebat sekali sehingga
penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan
berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin.
9
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat
. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung.
Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi
kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun
atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan
darah kembali normal.
3.9 Penatalaksanan
Tatalaksana Umum
A.Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau
edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada
EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien
yang menggunakan phospodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya
karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
c. Morfin
10
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu
diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV degan NaCl 0,9%.
d. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
e. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain
nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 1-5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah
sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih darai 10 cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral
dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Terapi bedah
Terapi bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat
dilakukan,yaitu:
IIntra-aortic balloon counterpulsation (IABP) adalah aplikasi suatu
balonpolyethylene silinder pada aorta , sekitar 2 cm ( 0,79 in) dari arteri
subklavia kiri untuk meningkatkan perfusi oksigen miokard dan meningkatkan
output jantung seterusnya meningkatkan aliran darah koroner dan pengiriman
oksigen . Secara aktif balon akan mengempiskan di sistol , meningkatkan aliran
11
darah ke depan dengan mengurangi afterload melalui efek vakum . Alat ini juga
akan aktif mengembang di diastole , meningkatkan aliran darah ke arteri koroner
melalui aliran retrograde . Kombinasi tindakan ini adalah untuk menurunkan
kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan suplai oksigen miokard
3.11 Komplikasi
Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricularyang sering mendahului berkembangnya gagal jantung pasca infark.
12
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamikyang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung
dan prognosis lebih buruk.
Gangguan Hemodinamik
Syok kardiogenik
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
3.12 Prognosis
13
hasil pasien yang lebih baik. Terdapat beberapa sistem untuk menentukan
prognosis pasca IMA :
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
14
1. Elwyn AP,Braunwald E. Ischemic heart disease. Dalam: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s Principle of
Internal Medicine. Edisi 16. United States: McGraw-Hill; 2005.h.1845-9.
2. Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga;
2003. h.112-3.
3. Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Lukman H. Makmun(eds). Buku ajar
IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009.h.1711-3.
4. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi. Ed 3th. Jakarta:
Erlangga Medical Series; 2005.h.114-8.
5. Brown CT. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC,2006.h. 576-606 ; 588-91
15