Kasus Neuro Lapkas EPI
Kasus Neuro Lapkas EPI
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang mempunyai
karakteristik ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Gambaran utamanya adalah peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang
disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (PERKENI,
2011).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2003 prevalensi
diabetes pada penduduk diatas 20 tahun sebanyak 13,7 juta. Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diabetes di Indonesia menempati urutan keenam
penyakit penyebab kematian (5,8%) setelah stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera dan
perinatal. Diabetes sebagai penyebab kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki peringkat ke-dua yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, diabetes
menduduki peringkat ke-enam yaitu 5,8% (PERKENI, 2011).
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 STATUS PASIEN
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Dedy Syahriandi
Umur : 37 Tahun
Jenis kelamin : laki - laki
Alamat : Pukat banting IV Gg.Permata no.6, Medan
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Status perkawinan : Kawin
Tanggal MRS : 17 Oktober 2017
Tanggal KRS : 28 Oktober 2017
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Jantung berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
Traktus Respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-)
Traktus Digestivus : Mual (+), muntah (-)
Traktus Urogenitalis : Miksi (+) normal, defekasi (-)
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan :
Intoksikasi dan Obat-obatan :-
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : -
Faktor Familier :-
Lain-lain :-
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak jelas
2
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Perkawinan dan Anak : Kawin, 2 anak
PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi : 96 x/i
Frekuensi Nafas : 20 x/i
Temperatur : 37,2 oC
Kulit dan Selaput Lendir : Tidak dijumpai kelainan
Kelenjar Getah Bening : Tidak dijumpai kelainan
Persendian : Tidak dijumpai kelainan
STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : Compos Mentis
KRANIUM
Bentuk : Normocephali
Fontanella : Tertutup, Keras
Palpasi : TDP
Perkusi : TDP
Auskultasi : TDP
Transiluminasi : TDP
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk :-
Tanda Kernig :-
Tanda Lasegue :-
Tanda Brudzinski I :-
3
Tanda Brudzinski II :-
Sensorik
Kulit : DBN
Selaput lendir : DBN
4
Refleks kornea
Langsung : + +
Tidak langsung : + +
Refleks maseter : DBN
Refleks bersin : DBN
NERVUS IX, X
Pallatum mole : DBN
Uvula : DBN
Disfagia :-
Disartria :-
Disfonia :-
Refleks Muntah :-
Pengecapan 1/3 belakang : DBN
NERVUS XI
Mengangkat bahu : DBN
Fungsi otot Sternokleidomastoideus : DBN
NERVUS XII
Lidah
Tremor :-
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial
5
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : DBN
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Nyeri (-), raba (-), suhu (-)
Propioseptif : Gerak (DBN), tekanan (DBN), sikap (DBN)
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : ++
++
Triceps : ++ ++
Radioperiost : ++
++
APR : ++
++
KPR : ++ ++
Strumple : ++
++
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : - -
Oppenheim : -
-
Chaddock : -
-
Gordon : -
-
Schaeffer : - -
Hoffman – Tromner : - -
6
Klonus Lutut : -
-
Klonus Kaki : -
-
Refleks Primitif : -
-
KOORDINASI
Lenggang
Bicara : DBN
Menulis : TDP
Percobaan Apraksia : TDP
Mimik : DBN
Test telunjuk-telunjuk : Tangan kanan (DBN), tangan kiri (DBN)
Tes Telunjuk-hidung : Tangan kanan (DBN), tangan kiri (DBN)
Tes tumit-lutut : DBN
Tes Romberg : DBN
VEGETATIF
Vasomotorik : TDP
Sudomotorik : TDP
Pilo-erektor : TDP
Miksi : (+)Normal
Defekasi : (+)Normal
Potensi dan Libido : TDP
VERTEBRA
Bentuk
Normal : DBN
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakan
Leher : DBN
Pinggang : DBN
GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia :-
Disartria :-
Tremor :-
Nistagmus :-
Fenomena Rebound :-
Vertigo :-
Dan lain-lain :-
GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
7
Dan lain-lain :-
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis
Ingatan Baru : DBN
Ingatan Lama : DBN
Orientasi
Diri : DBN
Tempat : DBN
Waktu : DBN
Situasi : DBN
Intelegensia : DBN
Daya Pertimbangan : DBN
Reaksi Emosi : DBN
Afasia
Represif :-
Ekspresif :-
Apraksia :-
Agnosia
Agnosia visual :-
Agnosia jari-jari :-
Akalkulia :-
Disorientasi Kanan-Kiri :-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Haemaglobin 13,3 g/dl
Hitung Eritrosit 4,4 10^6/µL 13.2 -17.3
Hitung Leukosit 13.600 /µL 4.5 - 6.5
Hematokrit 41,5 % 44 – 72
Hitung Trombosit 236.000 /µL 4217000-497000
Index Eritrosit
MCV 93,7 fL 98 – 22
MCH 30 Pg 33 - 41
MCHC 32 % 31 – 35
Hitung Jenis
Leukosit
Eosinofil 1 % 1–3
Basofil 0 % 0–1
N. Stab 0 % 2–6
N. Seg 84 % 53 – 75
Limfosit 11 % 20 – 45
Monosit 4 % 4–8
Laju Endap Darah 94 Mm/jam 0 – 10
8
Elektrolit
Natrium (Na) 145 mEq/L 135-155
Kalium (K) 4,8 mEq/L 3.5-5.5
Chlorida (Cl) 103 mEq/L 98-106
2.4 PENATALAKSANAAN
• Tirah Baring
9
• IVFD RL 20 gtt/i
• Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
• Domperidon 3x1
• Sucralfat 1x1
• Valsartan 1x1
• Gabapentin 2x1
FOLLOW-UP
Tanggal 17 Oktober 2017
S : penurunan kesadaran
O : Sensorium : Somnolen
TD : 162/116 mmHg
HR : 98 x/i
RR : 20 x/i
T : 35.6 OC
P : IVFDRL 20 gtt/i
Citicolin 200 mg/12 jamm
Ranitidine inj 50 mg/12 jam
Amlodipin tab 1 x 10 mg
Ketorolac
Usul : CT-Scan
S : penurunan kesadaran
TD : 150/100 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 24 x/i
T : 36,7 OC
P : - IVFD RL 20 gtt/i
10
Citicolin 200 mg/12 jamm
Ranitidine inj 50 mg/12 jam
Amlodipin tab 1 x 10 mg
Ketorolac
S : Penurunan Kesadaran
O : Sensorium : Somnolen
TD : 149/107 mmHg
HR : 72 x/i
RR : 20 x/i
T : 36.9 OC
P - IVFD RL 20 gtt/i
Citicolin 200 mg/12 jamm
Ranitidine inj 50 mg/12 jam
Amlodipin tab 1 x 10 mg
Ketorolac
S : Perbaikan Kesadaran
TD : 140/90 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 37 OC
P : kepala up 300
Inj transamin
Inj citicolin 200 mg/12 jam
Paracetamole 3x500 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
IVFD manitol 20 % 125 cc/12 jam
Innj Meropenem 1gr/12 jam
Inj novalgin
11
Tanggal 25 Oktober 2017
TD : 170/90 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 37 OC
P : kepala up 300
Inj transamin
Inj. Citicoline 200 mg/12 jam
Paracetamole 3x500 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Inj. Ketorolac 1 amp
IVFD manitol 20 % 125 cc/12 jam
Inj Meropenem 1gr/12 jam
Inj novalgin 1 amp/12 jam
Betahistin 3x 6 mg
Valsartan 1 x 80 mg
TD : 170/90 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 37 OC
P : kepala up 300
Inj transamin
Inj. Citicoline 200 mg/12 jam
Paracetamole 3x500 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Inj. Ketorolac 1 amp
IVFD manitol 20 % 125 cc/12 jam
Inj Meropenem 1gr/12 jam
12
Inj novalgin 1 amp/12 jam
Betahistin 3x 6 mg
Valsartan 1 x 80 mg
TD : 130/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 37 OC
P : kepala up 300
Inj transamin
Inj. Citicoline 200 mg/12 jam
Paracetamole 3x500 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Inj. Ketorolac 1 amp
IVFD manitol 20 % 125 cc/12 jam
Inj Meropenem 1gr/12 jam
Inj novalgin 1 amp/12 jam
Betahistin 3x 6 mg
Valsartan 1 x 80 mg
TD : 130/80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 37 OC
P:
Inj transamin
Inj. Citicoline 200 mg/12 jam
Paracetamole 3x500 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
13
Inj. Ketorolac 1 amp
IVFD manitol 20 % 125 cc/12 jam
Inj Meropenem 1gr/12 jam
Inj novalgin 1 amp/12 jam
Betahistin 3x 6 mg
Valsartan 1 x 80 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
NEUROPATI DIABETIKA
3.1. Definisi
Defenisi neuropati diabetika adalah adanya gejala dan / atau tanda dari
disfungsi saraf perifer dari penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain
diabetes. ( Sjahrir, 2006 ; Boulton dkk, 2005 )
3.2. Epidemiologi
Neuropati diabetika terjadi hampir 50 % pada pasien DM, dan pada DM tipe
1 dijumpai lebih cepat sedangkan pada tipe 2 dijumpai lebih lambat. Neuropati
sensorimotor kronik merupakan bentuk yang paling sering dari polineuropati diabetik
dan paling sering didiagnosa pada diabetes tipe 2 sampai 10 %. ( Aring, 2005 ;
Boulton, 2005 ).
Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada
dekade 1980 – an menujukkan sebaran prevalensi DM 0.8 %- 6.1 %. Sedangkan pada
rentang tahun 1980 – 2000, menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam
yaitu dari 1.7 % menjadi 5.7 % dan meroket lagi menjadi 12.8 % pada tahun
2001. Berdasarkan data penelitian juga ditemukan neuropati diabetika dijumpai pada
50 % pasien DM. ( Kelompok studi nyeri PERDOSSI, 2011 ).
3.3. Patofisiologi
14
kekurangan insulin menyebabkan gangguan pada aktivitas jalur poliol (glukosa-sorbitol-
fruktosa). Peningkatan aktivitas jalur poliol berupa aktivasi enzim aldose-reduktase.
Enzim ini akan merubah glukosa menjadi sorbitol, kemudian sorbitol dimetabolisme lagi
menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase. Salah satu kemungkinan dampak dari
penimbunan sorbitol dan fruktosa adalah terjadinya hipertonik intrasel saraf sehingga
mengakibatkan edema saraf.
15
trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, peningkatan resistensi vaskuler,
pembengkakan dan demielinisasi saraf akibat iskemia akut (Subekti, 2009).
pada neuron dan sel Schwann yang berujung pada kerusakan saraf dan
gangguan hantaran impuls. ROS juga dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah
dan menetralisasi NO sehingga mengakibatkan kemampuan dilatasi pembuluh darah
menurun. Kelainan mikrovaskuler yang ditimbulkan dapat berupa penebalan membrana
basalis, trombosis pada arteriol intraneural dan stasis aksonal, peningkatan agregasi
trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, peningkatan resistensi vaskuler,
pembengkakan dan demielinisasi saraf akibat iskemia akut (Subekti, 2009).
16
3.4 klasifikasi dan stadium
Ada beberapa klasifikasi dan stadium dari neuroapti diabetika yaitu yang
berasal dari Joint Conference American Diabetes Association ( ADA ) dan
American Academy of Neurology ( AAN ). Ada juga yang menurut
international Experts In Diabetic Neuropathy. ( Eastman R, Boulton, 2004 ) Pada
literatur juga disebutkan stadium beratnya neuropati diabetika dibuat berdasarkan
kecepatan hantaran saraf, quantitative sensory testing (QST ), atau abnormalitas
tes otonom. Selain daripada stadium, klinis dari neuropati diabetika juga dibedakan
berdasarkan skala neurologis. ( Boulton,2004 )
17
Tabel. 2 Stadium Neuropati Diabetik
3.6. Gejala
Gejala klinis tergantung pada tipe neuropati dan saraf mana yang terlibat. Pada
beberapa orang bisa tidak ditemui gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki,
seringkali merupakan gejala yang utama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa
melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik maupun sistem saraf otonom. ( Dyck,
2002 )
18
Tabel 3. Gejala khas pada neuropati diabetika
Banyak gejala neuropati sensoris akut dan kronik sama. Perbedaan yang jelas
pada onset, tanda yang menyertai dan prognosis. Pemeriksaan fisik neuropati
sensoris akut relatif normal, dan pada pemeriksaan sensoris bisa ditemukan
alodinia, motorik relatif normal, walaupun terkadang bisa dijumpai penurunan
refleks. ( Aring, 2005 )
Oleh karena neuropati kronik tergantung pada proses yang panjang, gejala
sensoris paling menonjol adalah pada ektremitas bawah, walaupun pada kasus yang
sangat berat tangan juga bisa terlibat. Unsteadiness meningkat sebagai
manifestasi neuropati kronik akibat gangguan proprioseptik dan
kemungkinan abnormal fungsi sensoris otot. ( Boulton,2005 )
19
Tabel 4. Gejala neuropati diabetik
20
3.7. Diagnosis
a. Anamnesis
2. Motorik : Gangguan koordinasi serta paresis distal atau proksimal antara lain
sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi/lantai, terjatuh, sulit bekerja atau
mengangkat lengan ke atas, ibu jari tertekuk, tersandung, kedua kaki
bertabrakan.
4. Neuropati diabetika dicurigai pada pasien DM tipe 1 yang lebih dari 5 tahun
dan semua DM tipe 2.
b. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi bisa dijumpai kaki diabetik, neuroartropati dan deformitas claw toe.
c. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan motorik
d. Pemeriksaan penunjang
Elektroneuromiografi
21
e. Laboratorium
3.8 Penatalaksanaan
22
BAB IV
KESIMPULAN
Neuropati diabetika adalah adanya gejala dan / atau tanda dari disfungsi
saraf perifer dari penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes.
Patogenesis terjadinya neuropati DM merupakan mekanisme vaskuler atau
metabolik atau keduanya (Brunner & Suddart, 2002). Hiperglikemia kronis
akibat kekurangan insulin menyebabkan gangguan pada aktivitas jalur poliol
(glukosa-sorbitol-fruktosa). Peningkatan aktivitas jalur poliol berupa aktivasi
enzim aldose-reduktase. Enzim ini akan merubah glukosa menjadi sorbitol,
kemudian sorbitol dimetabolisme lagi menjadi fruktosa oleh sorbitol
dehidrogenase. Salah satu kemungkinan dampak dari penimbunan sorbitol dan
fruktosa adalah terjadinya hipertonik intrasel saraf sehingga mengakibatkan
edema saraf.
23
DAFTAR PUSTAKA
24