PNEUMONIA
Oleh:
Khaulah Syifa Kabul 1710221063
Diajukan Kepada:
dr. Lilis D. Hendrawati, Sp. A
i
LEMBAR PENGESAHAN
PASIEN PRIBADI
PNEUMONIA
RSUP PERSAHABATAN
Disusun oleh:
Khaulah Syifa Kabul 1710221063
Pembimbing
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Pasien
Pribadi “PNEUMONIA” dengan baik. Kasus ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSUP Persahabatan.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
kepada dr. Lilis D. Hendrawati, Sp. A selaku pembimbing.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan kasus ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga kasus ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang berkepentingan bagi
pengembangan ilmu kedokteran. Aaamiiin.
Penulis
DAFTAR ISI
Cover ……………………………………………………………………….. i
I.II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 30 September
2018 di bangsal bougenvile bawah RSUP Persahabatan.
Keluhan utama : Sesak napas sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Batuk dan pilek sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
1
cekung saat menarik napas, namun hidung tidak terlihat kembang kempis dan mulut
tidak terlihat kebiruan. Keluhan ini disertai dengan batuk yang lebih hebat dari
sebelumnya dan demam (38 derajat diukur menggunakan thermometer digital, suhu
aksila). Pasien juga mengalami muntah sebanyak 1 kali, berisi makanan dengan
volume kira-kira 1 gelas. Pasien sulit untuk makan dan minum. Pasien juga rewel dan
gelisah. Kemudian ibu pasien membawa pasien ke klinik. Oleh dokter, pasien
diberikan inhalasi uap, obat batuk dan obat penurun demam. Namun, keluhan pasien
tidak membaik saat pulang, dan ibu memutuskan untuk membawa pasien ke IGD
RSUP Persahabatan
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke ke klinik, diberi inhalasi uap serta obat penurun panas
dan obat batuk, namun ibu lupa nama dari obat tersebut.
2
Ayah pasien merupakan karyawan di salah satu RS di Jakarta. Ibu pasien
adalah ibu rumah tangga.
Pasien menggunakan BPJS untuk berobat
Riwayat Antenatal
Anak ke-2 dari 2 bersaudara
Ibu pasien rutin ANC selama mengandung pasien ke puskesmas
Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan selain dari bidan selama masa kehamilan
Ibu tidak merokok dan mengkonsumsi alcohol
Tidak ada masalah kehamilan selama mengandung pasien. Riwayat demam
tinggi (-), riwayat infeksi saluran kemih (-), riwayat keputihan (-), riwayat
tekanan darah tinggi (-), riwayat batuk (-), riwayat trauma saat kehamilan (-).
Riwayat Persalinan
Pasien lahir di bidan, spontan, usia kehamilan 37 minggu.
Pasien langsung menangis, tidak pucat, tidak kuning, tidak biru dan tidak
ditemukan adanya kelainan bawaan. Ketuban tidak berbau.
Berat badan lahir 2500 gram, Panjang badan lahir 43 cm
Kesan : Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan.
3
Riwayat perkembangan
Riwayat makanan
Umur ASI Susu Formula Nasi tim Cemilan
0 – 6 bulan + - - -
4
(nasi + sayur +
12 bulan – sekarang + + ikan/ayam) 3-4 x Biskuit dan
sehari buah
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi I II III IV Reaksi
BCG 1 bulan - - - demam
DTP 2 bulan 3 bulan 4 bulan - demam
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan demam
Campak 9 bulan - - - -
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
Kesan : imunisasi dasar lengkap
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi Ibu: Status kebidanan P2A0.
Keadaan anak: pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara.
Tanda vital
Saat di IGD Saat di Ruangan
HR : 140 x/menit HR : 138 x/menit kuat angkat, isi cukup, teratur
RR : 60 x/menit RR : 56 x/menit teratur, kedalaman cukup
Suhu : 38 0C Suhu : 36,7 0C frontal
SpO2 : 96 % room air SpO2 : 98 % room air
5
Data antropometri
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 88 cm
Lingkar kepala : 49 cm
Status antropometri dengan kurva WHO (Z score)
BB/U : 0 < Z score < -2
TB/U : 0 < Z score < 2
Kesan : gizi normal dengan perawakan normal
LK/U : -2 SD <LK< 2 SD
Kesan : Normocephal
6
Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler.
Suara napas tambahan ronkhi basah halus (+/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV linea midklavikula sinistra,
kuat angkat
Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I tunggal dan BJ II split konstan, gallop (-),
murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada benjolan / distensi / luka / sikatrik / venektasi.
Auskultasi : Bising usus (+) 5x/menit
Palpasi : Supel, datar, nyeri tekan tidak ada, hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba, turgor kembali cepat.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen.
Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada, tidak ada sianosis, tonus baik,
CRT <2 detik, koilonikia (-/-)
7
Limfosit 18,4 L 20 – 40 %
Monosit 6,6 2–8%
RDW 13,4 < 16,5
MCV 78,8 72 – 89 fl
MCH 28,1 24 – 30 pg
MCHC 35,6 32 – 36 g/dL
I.V. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 1 bulan, berat badan 10 kg, datang dengan
keluhan sesak napas sejak 7 jam SMRS. Tidak terdapat bunyi mengi saat pasien sesak
napas. Sesak napas tidak terjadi setelah minum atau makan. Pasien terlihat menarik
napas lebih dalam, dada terlihat cekung saat menarik napas, hidung tidak terlihat
kembang kempis dan mulut tidak terlihat kebiruan. Keluhan ini disertai dengan batuk
berdahak dan demam (38 derajat diukur menggunakan thermometer digital, suhu
aksila). Pasien muntah sebanyak 1 kali, berisi makanan dengan volume kira-kira 1
gelas. Pasien sulit untuk makan dan minum. Pasien juga rewel dan gelisah. Kemudian
ibu pasien membawa pasien ke klinik, diberikan inhalasi uap, obat batuk dan obat
penurun demam. Namun, keluhan pasien tidak membaik saat pulang, Satu hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien batuk dan pilek. Batuk sedikit berdahak, namun
dahak tidak dapat keluar. Suara napas grok-grok (+). Sesak napas disangkal. Sesak
napas dengan suara napas mengi disangkal. Sesak napas saat sedang aktivitas biasa
8
disangkal. Pasien tidak demam. Pasien dapat menangis dengan kuat. BAB dan BAK
normal. Ibu tidak memberi obat apapun.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran compos mentis, tampak rewel,
tanda vital nadi 138 x/menit, respirasi : 56 x/menit, suhu: 36,70C (frontal), terdapat
retraksi suprasternal dan suara napas tambahan berupa ronkhi basah dan halus pada
paru kanan.
Dari pemeriksaan penunjang ditemukan kenaikan kadar leukosit dan
trombosit. Pada pemeriksaan analisis gas darah ditemukan adanya penurunan pH
darah, pO2, dan HCO3.
I.VII. PENATALAKSANAAN
a. O2 1 lpm
b. KaEN 1B 14 tpm makro
c. Ampisilin 4x200 mg IV
d. Gentamisin 1x75mg IV
e. Inhalasi ventolin per 8 jam
f. Rontgen thorax AP/Lat
g. Edukasi keluarga pasien
I.VIII. PROGNOSIS
Ad. Vitam : dubia ad bonam
Ad. Fungionam : dubia ad bonam
Ad. Sanationam : dubia ad bonam
9
X. FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Follow up
01/10/18 S: Ibu pasien mengatakan pasien tampak sesak napas, napasnya lebih
cepat dan dalam dari biasanya. Suara napas grok-grok (+). Batuk dan
pilek (+), batuk sedikit berdahak namun dahak tidak dapat keluar.
Demam (-), muntah (-), BAB dan BAK normal.
O:
KU: Tampak sakit sedang
Kes: Compos mentis
TD: Tidak diukur
T: 36.7oC
N: 100x/m
RR: 36x/m
SpO2: 99% dengan O2
Kepala : Normocephal
Mata : Konj. anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung: Napas cuping hidung (-), Sekret (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Retraksi (+) minimal
Cor : BJ I/II Reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+ Rh+/+ Wh -/-
Abd : BU (+) normal, Nyeri Tekan (-)
A:
Pneumonia
P:
O2 1 lpm
KaEN 1B 14 tpm
Ampisilin IV 4x200mg
Gentamisin IV 1x75mg
Inhalasi ventolin 3x1 respul
10
02/10/18 S: Sesak napas masih ada, namun berkurang. Batuk dan pilek masih
ada. Batuk masih berdahak, dahak belum bisa keluar. Suara napas
grok-grok. Suara napas mengi disangkal. Batuk dan pilek (+), batuk
sedikit berdahak namun dahak tidak dapat keluar. Demam (-), muntah
(-), BAB dan BAK normal.
O:
KU: Tampak sakit ringan
Kes: Compos mentis
TD: Tidak diukur
T: 36,4oC
N: 111 x/m
RR: 41 x/m
SpO2: 98% dengan O2
Kepala : Normocephal
Mata : Konj. anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung: Napas cuping hidung (-), PCH (-), Sekret (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Pemb. KGB (-)
Thorax : Retraksi (+) minimal
Cor : BJ I/II Reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rh+/+ Wh -/-
Abd : BU (+) normal, Nyeri tekan (-)
Ext : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik, ptekie (-)
A:
Pneumonia
P:
O2 1 lpm
KaEN 1B 14 tpm
Ampisilin IV 4x200mg
Gentamisin IV 1x75mg
Inhalasi ventolin 3x1 respul
11
03/10/2018 S: Batuk dan pilek masih ada, suara napas grok-grok sudah tidak ada,
sesak napas berkurang. Demam (-). BAB dan BAK normal. Pasien
dapat makan dan minum seperti biasa, muntah (-).
O:
KU: Tampak sakit ringan
Kes: Compos mentis
TD: Tidak diukur
T: 36,8oC
N: 138 x/menit
RR: 38 x/menit
SpO2: 98% dengan O2
Kepala : Normocephal
Mata : Konj. anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung: Napas cuping hidung (-), PCH (-), Sekret (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Pemb. KGB (-)
Thorax : Retraksi (-)
Cor : BJ I/II Reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rh+/+ Wh -/-
Abd : BU (+) normal, Nyeri tekan (-)
Ext : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik, ptekie (-)
A:
Pneumonia
P:
KaEN 1B 14 tpm
Ampisilin IV 4x200mg
Gentamisin IV 1x75mg
Inhalasi ventolin 3x1 respul
12
04/10/2018 S: Pasien sudah tidak batuk dan pilek, sesak napas (-), tidak ada suara
napas grok-grok. Demam (-), BAB dan BAK normal. Pasien dapat
makan dan minum seperti biasa, muntah (-).
O:
KU: Tampak sakit ringan
Kes: Compos mentis
TD: Tidak diukur
T: 36,7oC
N: 89 x/m
RR: 24 x/m
SpO2: 99% tanpa O2
Kepala : Normocephal
Mata : Konj. anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung: Napas cuping hidung (-), PCH (-), Sekret (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Pemb. KGB (-)
Thorax : Retraksi (-)
Cor : BJ I/II Reg, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rh-/- Wh -/-
Abd : BU (+) normal, NT (-)
Ext : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik, ptekie (-)
A:
Pneumonia
P:
Rencana Pulang
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi pada saluran napas bawah yang berkaitan
dengan jalan napas dan parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar.
Infeksi saluran napas bawah sering digunakan untuk mencakup bronchitis,
bronkiolitis, pneumonia, atau kombinasi ketiganya.1
Pneumonia adalah infeksi akut parenkin paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstisial. Pneumonian didefinisikan berdasarkan gejala dan
tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO)
mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan temuan klinis yang didapat
pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.2
II.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai
negara terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Insidens
pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/
tahun, sedangkan di negara berkembang sekitar 10-20 kasus/100 anak/ tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita
di negara berkembang.2
Dari tahun ke tahun Pneumonia selalu menduduki peringkat teratas
penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia dan selalu berada pada
daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Menurut data
Ditjen P2P Kemenkes RI, jumlah kasus pneumonia pada balita di Indonesia
tercatat sebanyak 554.650 kasus di tahun 2015 dan sebanyak 503.738 kasus di
tahun 2016, dengan jumlah kematian balita akibat pneumonia tercatat
sebanyak 877 kasus kematian di tahun 2015 dan 551 kasus kematian di tahun
2016.3-4
II.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, namun yang
tersering disebabkan oleh bakteri dan virus. Patogen yang paling sering adalah
14
Streptococus pneumoniae, Haemophilus infulenzae type b (Hib), dan
respiratory syncytial virus (RSV). Streptococcus pneumonia merupakan
penyebab tersering dari pneumonia bakterial pada anak-anak usia dibawah 5
tahun di negara berkembang. Penyebab tersering yang kedua dari pneumonia
bakterial pada anak adalah Hib, diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela
pneumonia pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia spp, Pseudomonas spp, Escherichia coli (E Coli) juga
menyebabkan pneumonia.5
Pneumonia pada neonatus dan bayi banyak disebabkan oleh bakteri
Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli disamping bakteri Gram positif
seperti S pneumonia, Streptococcus grup B, dan Staphylococcus aureus.5
Selanjutnya, respiratory syncytial virus (RSV) merupakan penyebab
utama pneumonia viral pada anak usia dibawah 2 tahun diikuti Virus Influenza
A dan B, Parainfluenza, Human Metapneumovirus dan Adenovirus. Suatu
penelitian melaporkan bahwa 25% infeksi virus Adeno pada bayi terjadi
bersamaan dengan infeksi RSV dan virus Parainfluenza, dan 67% bersamaan
dengan infeksi bakteri Haemophillus influenza, Streptococcus pneumoniae,
atau Chlamydia trachomatis. Prognosis virus Adeno pada neonatus sangat
buruk karena sering terjadi sepsis.5
II.4 Klasifikasi
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan letak inflamasi terjadi,
yaitu1:
1. Pneumonia Lobaris
Pneumonia yang terlokalisasi pada satu atau lebih lobus paru
2. Pneumonia Atipikal
Pneumonia atipikal menggambarkan pola yang biasanya lebih
menyebar atau interstisial daripada pneumonia lobar.
3. Bronkopneumonia
Mengacu pada peradangan paru-paru yang berpusat di bronkiolus
dan mengarah ke produksi eksudat mukopurulen yang menghalangi
beberapa saluran udara kecil dan menyebabkan patchy
consolidation dari lobulus yang berdekatan.
15
4. Pneumonitis interstitial
Peradangan interstitium, yang terdiri dari dinding alveoli, kantung
dan duktus alveolar, dan bronkiolus. Pneumonitis interstitial adalah
karakteristik infeksi virus akut tetapi juga bisa menjadi proses
inflamasi atau fibrosing kronis.
WHO merekomendasikan penggunaan frekuensi napas dan retraksi
subkostal untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO:2
1. Bayi kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang
berat
b. Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum,
kejang, letargis, demam atau hipotermia, bradypnea atau
pernapasan ireguler
2. Anak umur 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia ringan : napas cepat
b. Pneumonia berat : retraksi
c. Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan,
kejang, letargis, malnutrisi
16
- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,
atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, napas cepat (takipneu/fast
breathing), sesak napas (retraksi dada/chest indrawing), napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
WHO mengklasifikasikan gejala respirasi pada anak usia 2 sampai 59
bulan menjadi empat kategori, yaitu (1) Anak dengan batuk dan pilek yang
tidak disertai dengan gejala pneumonia, dikenal sebagai “bukan pneumonia”
dan dapat dilakukan perawatan di rumah, (2) Anak yang disertai dengan
pernapasan cepat diklasifikasikan sebangai “pneumonia” dan disarankan untuk
diberi antibiotic oral (seperti clotrimoxazole) selama lima hari dan perawatan
di rumah. (3) Anak yang disertai dengan tanda-tanda retraksi dada dengan atau
tanpa adanya pernapasan cepat diklasifikasikan sebagai “pneumonia berat”
dan disarankan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan untuk
pengobatan dengan penisilin injeksi. (4) Anak dengan tanda-tanda umum
bahaya diklasifikasikan sebagai “pneumonia berat atau pneumonia sangat
berat” dan ditatalaksana dengan pemberian dosis pertama antibiotic oral dan
segera dibawa ke fasilitas kesehatan untuk dilakukan evaluasi dan pengobatan
antibiotic parenteral.6
17
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini
disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin
bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi fagositosis
yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi.
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.5
Paru-paru terdiri dari ribuan bronkhi yang masing-masing terbagi lagi
menjadi bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di dalam
alveoli terdapat kapiler-kapiler pembuluh darah dimana terjadi pertukaran
oksigen dan karbondioksida. Ketika seseorang menderita pneumonia, nanah
(pus) dan cairan mengisi alveoli tersebut dan menyebabkan kesulitan
penyerapan oksigen sehingga terjadi kesukaran bernapas. Anak yang
menderita pneumonia, kemampuan paru-paru untuk mengembang berkurang
sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat agar tidak terjadi hipoksia
(kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan
bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Anak dengan pneumonia dapat meninggal karena hipoksia atau sepsis (infeksi
menyeluruh).5
18
Gambar 1. Patofisiologi pneumonia
II.6 Pemeriksaan
Pneumonia dapat didiagnosis dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis
seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. Pemeriksaan
laboratorium, rontgen thorax, dan kultur sel (diikuti pemeriksaan antigen PCR
darah atau pemeriksaan antigen urine) untuk melihat bakteri patogen pada
bagian infeksi dalam tubuh. Biasanya, diagnosis ditegakkan dengan kombinasi
dari gejala klinis, radiologi, dan penemuan laboratorium untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat. Tenaga kesehatan dapat mendiagnosis beberapa kasus
dengan melakukan auskultasi dan/atau mengamati laju napas anak dan
beberapa masalah pernapasan. Anak dan bayi baru lahir diduga mengalami
19
pneumonia apabila mereka yang memperlihatkan gejala batuk dan napas cepat
atau sulit. 5
a. Darah Perifer Lengkap
Jumlah sel darah putih pada pneumonia viral sering normal atau sedikit
meningkat, dengan dominasi limfosit, sedangkan dengan pneumonia
bakteri, jumlah sel darah putih meningkat (> 20.000 / mm3) dengan
dominasi neutrofil.1
b. C-Reactive Protein (CRP)
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP
secara cepat distimulasi oleh sitokin terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan
tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi pastinya belum diketahui,
CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel
yang rusak.5
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostic untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda, Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda. C-reactive protein (CRP) kadang-
kadang digunakan untuk evaluasi respons terapi antibiotic. Dengan
pengobatan antibiotic, kadar CRP turun secara meyakinkan pada hari
pertama pengobatan.5
c. Uji Serologis
Uji serologic untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan
tetapi, diagnosis infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptosim, atau
antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi
terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase
konvalesen (paired sera).5
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi
bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus
seperti RSV, Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan
20
B, dan Adeno, peningkatan antibody IgM dan IgG dapat mengonfirmasi
diagnosis.5
d. Pemeriksaan Mikrobiologis
Kultur darah positif pada 10% hingga 20% pneumonia bakteri dan
dianggap sebagai konfirmasi penyebab pneumonia jika positif untuk
patogen pernapasan yang telah diketahui.1
e. Pemeriksaan Rontgen Thorax
Radiografi frontal dan lateral diperlukan untuk mengetahui lokasi
penyakit dan cukup memvisualisasikan infiltratrasi retrokardium dan
direkomendasikan untuk diagnosis di antara anak-anak yang dirawat di
rumah sakit, tetapi mereka tidak perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis pada pasien rawat jalan yang tampak baik. Meskipun ada
temuan radiografi karakteristik pneumonia, radiografi saja tidak dapat
memberikan diagnosis mikrobiologis definitif. 1
Pneumonia bakteri secara khas menunjukkan konsolidasi lobus, atau
pneumonia bulat, dengan efusi pleura pada 10% hingga 30% kasus
(Gambar 2). 1
21
Viral pneumonia secara khas menunjukkan difus, stilti bergejala
bronkopneumonia (Gambar 110-2) dan hiperinflasi. Pneumonia atipikal,
seperti M. pneumoniae dan C. pneumoniae, menunjukkan tanda
interstisial yang meningkat atau bronkopneumonia (Gambar 3). 1
II.7 Penatalaksanaan
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal
dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri
dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.5
22
Kriteria Rawat Inap2
Bayi:
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >60 x/menit
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak:
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >50 x/menit
- Distres pernapasan
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Antibiotik
Penatalaksanaan terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
sama seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan antibiotik yang dimulai
secara empiris dengan antibiotik berspektrum luas sambil menunggu hasil
23
kultur. Antibiotik yang digunakan pada pneumonia anak dibagi menjadi
dua, yaitu antibiotik injeksi intravena dan antibiotik oral. Pada bayi
berumur <2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan tindakan pra
rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum. Bila bayi tidak bisa
minum maka diberikan dengan injeksi intra muscular. Berdasarkan efikasi
klinis untuk eradikasi mikroba atau sesuai protokol terapi, lama pemberian
antibiotik untuk infeksi pneumonia adalah 5-7 hari.6
Anak-anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia tidak berat dapat
ditatalaksana dengan amoxicillin oral (40mg/kgBB/dose) selama 3 hari
dan 5 hari untuk pneumonia berat (terdapat tanda retraksi). Untuk
pneumonia berat, diberikan ampicillin 50mg/kgBB per 6 jam selama
minimal 5 hari dan gentamicin 7.5 mg/kgBB IV satu kali dalam sehari
selama minimal 5 hari direkomendasikan sebagai tatalaksana lini pertama;
ceftriaxone harus digunakan sebagai tatalaksana lini kedua ketika gagal
dalam tatalaksana lini pertama. 6
Ampisilin (atau penicillin ketika ampisilin tidak tersedia) plus
gentamicin atau ceftriaxone direkomendasikan sebagai antibiotic lini
pertama untuk individu terinfeksi HIV dan anak-anak balita dengan
pneumonia disertai retraksi atau pneumonia berat. Untuk individu yang
terinfeksi HIV dan anak dengan pneumonia disertai retraksi atau
pneumonia berat, yang tidak berespon dengan ampisillin atau penicillin
plus gentamicin, terapi ceftriaxone dapat digunakan sebagai terapi lini
kedua.6
24
BAB III
ANALISIS KASUS
Dari pemeriksaan fisik lokalis didapatkan bahwa adanya tanda retraksi pada
substernal dan epigastrial yang minimal. Adanya retraksi pada pasien ini
menunjukkan pasien alami dispneu atau kesulitan bernapas. Pada auskultasi
ditemukan adanya ronkhi basah halus pada paru kanan. Ronkhi basah merupakan
suara napas abnormal yang disebabkan oleh udara yang melewati penyempitan pada
daerah trakea bagian bawah dan bronkus. Sedangkan ronkhi halus adalah suara yang
timbul karena adanya cairan dalam saluran napas dan kolapsnya saluran udara bagian
distal dan alveolus.
Berdasarkan kriteria diagnosis IDAI 2009 yaitu adanya batuk awalnya kering
kemudian menjadi produktif dengan dahak, demam, adanya distress pernapasan,
seperti frekuensi napas cepat, adanya tanda retraksi, dan ronkhi di kedua paru
merupakan kriteria diagnosis pneumonia
Penatalaksanaan
Dasar tatalaksana pneumonia pada pasien ini adalah pengobatan kausal dengan
antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen dan terapi inhalasi.
25
I. Cairan
Kebutuhan cairan rumatan dihitung berdasarkan cara Holiday dan Segarr,
dimana:
10 kg I : 100 cc/kgBB/hari
10 kg II : 50cc/kgBB/hari
10 kg III : 20 cc/kgBB/hari
II. Antibiotik
Berdasarkan guideline WHO untuk pemberian antibiotik pada
pasien penderita pneumonia disertai dengan napas cepat dan adanya tanda
retraksi adalah ampicillin 50mg/kgBB per 6 jam selama minimal 5 hari
dan gentamicin 7.5 mg/kgBB IV satu kali dalam sehari selama minimal 5
hari direkomendasikan sebagai tatalaksana lini pertama.
Ampicillin merupakan antibiotic derivate penisilin yang
merupakan kelompok antibiotic β–laktam yang memiliki spektrum
antimikroba yang luas. Ampicillin efektif terhadap mikroba Gram positif
dan Gram negatif. Mekanisme kerja ampicillin yaitu menghambat sintesis
dinding sel dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida.
Sedangkan, gentamicin merupakan kelompok antibiotik aminoglikosida
yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Mekanisme kerja dari
gentamicin adalah dengan menghambat sintesis protein bakteri.
Dosis Ampicilin = 50 x 10 kg = 500 mg setiap 6 jam
Dosis gentamicin = 7,5 x 10 kg = 75 mg diberikan satu kali/hari
26
III. Terapi Inhalasi
Prinsip dasar terapi inhalasi adalah mengubah obat cair menjadi bentuk
aerosol agar dapat langsung melalui sistem respiratori (nebulisasi).
Tujuan dilakukan nebulisasi adalah untuk mengatasi gejala akut yaitu
sesak napas. Nebulisasi dengan Ventolin+NaCl 0,9%
Ventolin (Salbutamol) merupakan obat golongan beta 2 agonis
merupakan obat bronkodilator. Mekanisme kerja agonis reseptor beta 2
adalah relaksasi otot polos jalan nafas dengan menstimulasi reseptor beta 2
adrenergik dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan antagonisme
fungsional terhadap bronkokonstriksi. Atrovent yang berisi ipratoropium
bromida merupakan obat anti muskarinik, yang bertujuan untuk memblok
efek bronkokonstriksi dari asetilkolin pada reseptor muskarinik M3 yang
terdapat pada otot polos saluran nafas. NaCl digunakan untuk
mengencerkan obat bronkodilator.
Prognosis quo ad vitam bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa jika ditangani dengan cepat dan tepat. Prognosis quo ad
fungtionam bonam karena organ vital pasien masih berfungsi dengan baik. Prognosis
quo ad sanationam dubia ad bonam karena tingkat kekambuhan pneumonia
bergantung pada higienitas dan imunitas pasien.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman, Jenson. eds. Nelson textbook of Pediatrics. 17th ed. St. Louis:
Saunders Elsevier; 2015. p. 358-363
2. Pudjiadi, Antonius H, dkk, 2009, Pedoman Pelayanan Medis: Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, IDAI
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017, Data dan Informasi: Profil
Keshatan Indonesia 2016, Jakarta, Kemnkes RI
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Data dan Informasi: Profil
Keshatan Indonesia 2015, Jakarta, Kemnkes RI
5. Rahajoe, Nastiti N, dkk, 2008, Buku Ajar Respirologi Anak: Edisi Pertama,
Jakarta, IDAI
6. WHO, 2014, Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia
at health facilities: Evidence Summaries, WHO.
28