Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puskesmas (PKM) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan

masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana

teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes, 2011).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli

termasuk adneksanya (sinus rongga telinga tengah pleura) (Depkes, 2013).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas tahun 2013) ISPA disebabkan

oleh virus / bakteri yang diawali dengan panas dengan disertai salah satu atau

lebih gejala (tenggorokan sakit , nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak)

(Kemenkes RI , 2013) .

ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan

bagian bawah. ISPA yang mengenai jaringan paru paru atau ISPA berat dan dapat

menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang banyak mengakibatkan

kematian khususnya pada balita diantaranya penyakit ISPA lainnya yaitu sekitar

80-90 % (Depkes RI, 2013). Menurut WHO tahun 2013 di dunia angka kematian

anak akibat pneumonia atau infeksi saluran pernafasan akut yang mempengaruhi

paru paru dinyatakan menjadi penyebab kematian sekitar 1,2 juta anak setiap

tahun. Dapat dikatakan setiap jam ada 230 anak di dunia yang meninggal karena

pneumonia ( WHO, 2013).


Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyebab utama kesakitan dan

kematian di dunia. Kasus terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

mencapai 120 juta jiwa setiap tahunnya dan sekitar 1,4 juta orang meninggal.

Sekitar 95% kematian yang disebabkan ISPA terjadi di negara- negara dengan

pendapatan perkapita rendah dan menengah (Sonego et al., 2015).

Prevalensi kematian yang disebabkan ISPA di Indonesia mencapai 17%

setiap tahunnya dan sebagian besar terjadi pada anak dengan usia di bawah 5

tahun. Sementara itu, prevalensi terjadinya ISPA di Propinsi Jawa Tengah pada

tahun 2013 menduduki peringkat ketujuh di Indonesia dengan angka kejadian

sebesar 26,6% (Departemen Kesehatan RI, 2014)

ISPA disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. ISPA akan menyerang host

apabila imunitas tubuh menurun (Sukarto et al.,2016). Faktor risiko yang

menyebabkan terjadinya ISPA yaitu faktor pencemaran pada lingkungan seperti

kebakaran hutan, polusi udara dan asap rokok, perilaku yang kurang baik terhadap

kesehatan diri serta rendahnya gizi pada masyarakat (Daroham dan Mutiatikum, 2009).

Pengobatan ISPA menggunakan antibiotik sering diberikan tanpa didahului

dengan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan terhadap mikroorganisme

penginfeksi. Pada dasarnya asas penggunaan antibiotik secara rasional adalah

pemilihan antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan

efektif memusnahkan mikroorganisme penginfeksi. Tetapi akibat dari pemberian

antibiotik yang tidak tepat, dapat menimbulkan bakteri yang resisten terhadap

antibiotik. Ini diakibatkan karena bakteri dapat beradaptasi pada lingkungannya

dengan cara mengubah sistem enzim atau dinding selnya menjadi resisten

terhadap antibiotik (Karch, 2011).


Selain itu dampak dari penyalahgunaan pemberian antibiotik dapat

menimbulkan kegagalan terapi, superinfeksi (infeksi yang lebih parah),

meningkatnya resiko kematian, peningkatan efek samping, resiko terjadinya

komplikasi penyakit, peningkatan resiko penularan penyakit, peresepan obat yang

tidak diperlukan, dan peningkatan biaya pengobatan (Llor and Bjerrum, 2014).

ISPA diobati menggunakan suatu antibiotik (Kemenkes, 2012). Penelitian

yang dilakukan oleh Antoro (2013) di Puskesmas Kecamatan Kunduran

Kabupaten Blora menunjukan bahwa dari 110 sampel pada anak usia 0-12 tahun

yang terdiagnosa ISPA, 92 kasus (83,63%) menggunakan antibiotik amoksisilin,

18 kasus (16,37%) menggunakan antibiotik kotrimoksazol dan hanya 47 kasus

(42,72%) yang rasional dalam penggunaan antibiotik. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Aprilia pada Tahun 2013 pasien ISPA non-pneumonia anak di

Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Demak dari 100 kasus ditemukan 75% tidak

sesuai dengan pedoman pengobatan berdasarkan acuan standar WHO (2001) dan

penggunaan obat rasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia Tahun 2012.Kriteria kerasionalan berdasarkan kriteria

ketepatan indikasi, ketepatan dosis, ketepatan pasien dan ketepatan obat diperoleh

hasil ketepatan indikasi sebesar 100%, ketepatan obat sebesar 25%, ketepatan

dosis sebesar 25%, dan ketepatan pasien sebesar 100% (Kemenkes,2012).

Berdasarkan kedua penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa

ketidakrasionalan penggunaan antibiotik pada anak masih tinggi sehingga

diperlukan penelitian mengenai kerasionalan penggunaan antibiotik pada anak

penderita ISPA di daerah lain. Antibiotik yang digunakan secara tidak rasional

dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan, salah satunya resistensi bakteri


terhadap antimikroba yang ada. Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi

tenaga kesehatan untuk memberikan pengobatan yang rasional. Penelitian ini

dilakukan di Puskesmas karang kitri margahayu, Bekasi Timur, karena jumlah

pasien anak penderita ISPA di Puskesmas karang kitri margahayu, Bekasi Timur

sangat tinggi sehingga penelitian ini menjadi penting untuk meningkatkan kualitas

hidup anak pasien ISPA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa permasalahan yang ditemukan

antara lain:

1. Seperti apa karakteristik demografi pasien pediatri dengan diagnosis Infeksi

Saluran Pernafasan Akut di Puskesmas karang kitri margahayu, Bekasi Timur,

berdasarkan usia, jenis kelamin, diagnosis, dan lama perawatan?

2. Seperti apa pola penggunaan antibiotika pasien anak dengan diagnosis Infeksi

Saluran Pernafasan akut di Rawat Puskesmas karang kitri margahayu, Bekasi

Timur meliputi sub golongan dan jenis antibiotika, serta durasi antibiotika?

3. Obat antibiotik apakah yang sering diberikan pada pasien infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) pada usia anak di Puskesmas karang kitri margahayu,

Bekasi Timur?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

a. Mengevaluasi Rasionalitas penggunaan antibiotik pada Anak dengan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Puskesmas karang kitri margahayu,

Bekasi Timur.

2.. Tujuan Khusus

a. Mengevaluasi ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan dosis dan

frekuensi, dan lama pemberian antibiotik pada pola penggunaan

antibiotik pada Anak dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut di

Puskesmas karang kitri margahayu, Bekasi Timur.

b. Mengetahui hubungan antara kerasionalan pengobatan antibiotik

pasien penderita ISPA dengan jumlah kunjungan

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah

1. IPTEK

a. Memberikan informasi mengenai kerasionalan penggunaan antibiotik

pada Anak dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Puskesmas

karang kitri margahayu, Bekasi Timur .


b. Pertimbangan tenaga kesehatan dalam melakukan pengobatan dan

dapat menambah pengetahuan mengenai pola pengobatan dalam

pemberian terapi pasien Anak dengan penyakit ISPA.

2. Bagi Institusi

a. Mengembangkan pengobatan dengan antibiotik untuk mengetahui

kerasionalannya yang meliputi tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, dan

tepat indikasi pada pasien ISPA di Puskesmas karang kitri

margahayu, Bekasi Timur.

b. Sebagai bahan evaluasi dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan

di Indonesia, khususnya di Puskesmas karang kitri margahayu, Bekasi

Timur .

c. Dapat dijadikan sebagai data sekunder yang berguna sebagai

bahan penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Peneliti

a. Meningkatkan keilmuan peneliti dala bidang farmakologi terlebih

dalam obat antibiotik.

b. Ketrampilan dalam penulisan karya ilmiah dan melakukan penelitian

di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai