Anda di halaman 1dari 26

COVER

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Olahraga Selancar merupakan permainan ekstrim, menjadi pilihan bagi


penggemar olahraga pantai. Olahraga ini berlangsung di atas ombak yang tinggi,
dengan menggunakan papan sebagai tempat untuk berdiri (pijakan). Papan
selancar bergerak dengan tenaga ombak, yang arahnya dikemudikan oleh
peselancar. Keahlian menjaga keseimbangan membuat peselancar tetap bertahan
di atas ombak, saat bermain olahraga ekstrim ini kita harus tetap waspada dengan
segala resikonya karena tak jarang kasus kecelakaan sering terjadi kepada para
pemain papan selancar tersebut.
Pada tahun 2008 di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus
cedera yang di sebabkan olahraga papan selancar dan sekuter, dimana kasus
cedera terbanyak adalah fraktur sebanyak 39 % yang sebagian
besar penderitanya laki-laki di bawah umur 15 tahun.
Kecelakaan yang sering terjadi saat bermain di atas papan selancar seperti
trauma. Dalam istilah kesehatan, “trauma” adalah cedera yang parah dan sering
membahayakan jiwa yang terjadi ketika seluruh atau suatu bagian tubuh terkena
pukulan benda tumpul atau tiba-tiba terbentur. Jenis cedera yang seperti ini
berbahaya karena tubuh dapat mengalami shock sistemik, dan organ vital dapat
berhenti bekerja secara cepat. Oleh karena itu, penolongan secara medis tidak
hanya dibutuhkan, namun juga harus cepat diberikan agar dapat meningkatkan
kemungkinan pasien selamat dari trauma.
Saat ini, cedera trauma merupakan penyebab dari lebih 120.000 kematian
setiap tahunnya serta bertanggung jawab atas 80% kematian remaja dan 60%
kematian anak. Sementara itu, setiap tahun ada lebih dari 50 juta cedera yang
dikategorikan sebagai trauma dan sebagian dari cedera tersebut cukup parah
sehingga pasien harus dirawat di rumah sakit.
Selain koma atau kematian, trauma juga dapat menyebabkan kelumpuhan
pasien, seperti yang telah terjadi pada sekitar 8 juta orang di seluruh
dunia.Trauma memiliki banyak jenis, yang dibedakan berdasarkan bagian tubuh
yang mengalami trauma dan seberapa parah trauma yang dialami. Beberapa jenis
cedera yang paling sering diderita adalah cedera pada otak, tulang belakang,
perut, tangan, kaki, dan dada. Jenis cedera ini juga dapat dikategorikan sebagai
cedera tertutup atau tembus. Cedera dianggap tertutup ketika trauma terjadi di
dalam tubuh. Contohnya, cedera otak traumatis dapat terjadi karena trauma
akibat benda tumpul pada kepala.
Sementara itu, cedera dianggap menembus dalam kasus seperti luka
akibat tusukan pisau atau gunting. Patah tulang dan luka bakar juga merupakan
cedera traumatis, sama halnya dengan memar, terutama ketika terjadi pada organ
vital seperti jantung.
P3K merupakan sebuah pengetahuan dan keterampilan karena jika kita
hanya mengetahui teorinya saja tanpa melakukan latihan atau praktek, maka
mental kita tidak terlatih ketika kita benar-benar menghadapi kejadian
sebenarnya. Sebaliknya jika kita langsung praktek tanpa membaca teori
kemungkinan besar kita akan melakukan pertolongan yang salah pada korban.
Sebagai seorang pecinta alam, materi ini penting untuk dipelajari, karena kondisi
alam seringkali tidak dapat diduga dan sangat mungkin terjadi kecelakaan yang
tidak kita harapkan. Sedangkan tenaga medis, sarana dan prasarana kesehatan
sulit untuk dijangkau. Maka satu-satunya pilihan adalah mencoba melakukan
pertolongan sementara pada korban sebelum dibawa kerumah sakit atau dokter
terdekat.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan trauma?


2. Bagaimana pengkajian pada pasien trauma alat selancar?
3. Bagaiman memberikan tindakan pertolonga pertama pada pasien trauma alat
selancar?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana memberikan pertolongan pertama pada pasien


dengan trauma alat selancar.
2. Untuk mencegah terjadinya kesalahan saat memberi pertolongan jika terjadi
trauma alat selancar dan mencegah penurunan kondisi badan atau cacat.
3. Untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi pada pertolongan pertama dengan
pasien trauma alat selancar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian trauma

Trauma adalah hal sering dikaitkan dengan tekanan emosional dan psikologis
yang besar, biasanya karena kejadian yang sangat disayangkan atau pengalaman
yang berkaitan dengan kekerasan. Namun, dalam konteks ini, yang dimaksud
dengan “trauma” adalah trauma sebagai penyakit atau trauma pada fisik seseorang.
Dalam istilah kesehatan, “trauma” adalah cedera yang parah dan sering
membahayakan jiwa yang terjadi ketika seluruh atau suatu bagian tubuh terkena
pukulan benda tumpul atau tiba-tiba terbentur. Jenis cedera yang seperti ini
berbahaya karena tubuh dapat mengalami shock sistemik, dan organ vital dapat
berhenti bekerja secara cepat. Oleh karena itu, penolongan secara medis tidak hanya
dibutuhkan, namun juga harus cepat diberikan agar dapat meningkatkan
kemungkinan pasien selamat dari trauma.

B. Trauma Yang Dapat Terjadi Pada Pemain Papan Selancar

Secara umum cidera olahraga ini di klarifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :


1. Cidera tingkat 1 (cidera ringan)
Pada cidera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius namun dapat
mengganggu penampilan atlit, misalnya : lecet , memar, sprain yang ringan.
2. Cidera tingkat 2 (ciderat sedang)
Pada cidera kategori ini kerusakan jaringan lebih nyata yang
menimbulkan ganguan berupa rasa nyeri, straing otot, tendon ataupun robeknya
ligamen ( sprain grade II)
3. Cidera tingkat 3 (cidera berat)
Pada cidera pada tingkat ini atlet perlu penanganan yang intensif, diperlukan
waktu yang panjang untuk masa penyembuhan karena tindakan bedah, terdapat
pada robekan lengkap (sprain grade III dan IV/ sprain frakture/ frakture tulang)
Cidera olahraga adalah rasa sakit pada bagian tubuh yang ditimbulkan
akibat luka, rusak pada otot atau persendian dalam kegiatan olahraga. Apabila
cedera tidak dengan cepat di berikan penanganan dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pada pergerakan fisik bahkan cacat.
Apabila cedera yang di alami sangat parah, organ tubuh biasanya akan berhenti
bekerja. Hal ini merupakan mekanisme alami tubuh untuk melindungi organ
tersebut. Tubuh berusaha untuk menyimpan sebanyak mungkin energi untuk proses
penyembuhan. Namun, adanya faktor lain seperti pendarahan dapat mempersulit
proses pemulihan, sehingga harus segera diberikan pertolongan medis.

C. Gejala Utama

1. Patah tulang
2. Memar
3. Luka terbuka
4. Muntah atau mual
5. Pusing
6. Edema
7. Detak jantung yang bertambah cepat
8. Tekanan darah yang rendah
9. Demam
10. Disorientasi atau kebingungan
11. Hilangnya kesadaran
12. Merasa kedinginan seiring menurunnya suhu tubuh
13. Metabolisme yang meningkat
Salah satu bahaya terbesar dari trauma adalah trauma tidak selalu menyebabkan
gejala yang terlihat. Bisa saja seseorang terlihat baik-baik saja dari luar namun
sebenarnya ia telah mengalami pendarahan atau kerusakan organ di dalam tubuh.
Walaupun cedera traumatis terjadi secara mendadak, gejalanya bisa saja baru
terlihat setelah beberapa saat. Namun saat gejala sudah terlihat, kerusakan pada
tubuh sudah parah, sehingga proses pengobatan menjadi lebih sulit dan rumit serta
kurang efektif.

D. PengkajianPada Pasien Trauma Alat Selancar

Berdasarkan tingkat cideranya, korban trauma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu


trauma ringan (non significant) dan berat (significant). Korban dikatakan trauma
ringan bila mengalami cidera yang kemungkinan kematian dan cacatnya kecil,
seperti terkilir, luka bakar ringan, terpeleset, dan lain-lain. Korban dikatakan trauma
berat jika kemungkinan kematian atau cacat permanennya besar. Cidera yang
dikelompokkan dalam trauma berat antara lain:
1. Kecelakaan dengan patah tulang besar (seperti tulang paha)
2. Korban yang tidak sadar dan tidak diketahui mekanisme kejadiannya dianggap
trauma berat
Penanganan korban trauma sedikit berbeda dengan dengan penanganan korban
medis. Pemberian pertolongan pada korban trauma memerlukan pemeriksaan
seluruh bagian tubuh. pemberian pertolongan juga harus ekstra hati-hati apabila ada
indikasi korban mengalami cidera tulang spinal, yaitu cidera tulang belakang mulai
dari tulang leher hingga tulang ekor. Cidera pada tulang spinal merupakan cidera
yang paling sensitif. Jika penanganannya salah, korban bisa meninggal dunia.
Berikut ini langkah-langkah penanganan korban trauma yaitu :
1. Penilaian keadaan
Penilaian keadaan merupakan tindakan pertama yang harus dilakukan jika
menemui korban yang memerlukan bantuan. Hal yang harus dinilai pertama kali
adalah masalah lingkungan, apakah lingkungan aman untuk memberikan
pertolongan atau tidak. Jika tidak, korban bisa dipindahkan ke tempat yang aman,
tentu saja dengan syarat pemindahan tersebut memungkinkan dan tidak
membahayakan korban. Jika korban terindikasi mengalami cidera spinal, sebaiknya
pemindahan dilakukan oleh orang yang sudah berpengalaman dan dengan peralatan
yang sesuai karena cidera spinal membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati.
Setelah lingkungan dirasa aman, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan
informasi mengenai kejadian yang dialami korban. Informasi ini dapat diperoleh
dari korban atau saksi mata. Langkah terakhir pada penilaian keadaan ini adalah
meminta bantuan, terutama bantuan untuk merujuk korban ke instalasi kesehatan
terdekat.
2. Penilaian dini
Penilaian dini adalah pemeriksaan awal terhadap korban. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang bersifat mendasar, berhubungan dengan
kelangsungan hidup korban, sehingga harus segera dilaksanakan. Penilaian dini
meliputi:
a. Pemeriksaan kesadaran korban
Tingkat kesadaran korban dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
awas/kesadaran penuh, respon terhadap suara, respon terhadap nyeri, dan tidak
sadar sama sekali. Dalam pemeriksaan ini buatlah tes terhadap penglihatan,
misal dengan menggerakkan jari di depan korban. Jika korban memberi
tanggapan, berarti korban dalam keadaan sadar. Jika tidak, pemeriksaan
dilanjutkan dengan tes suara, misal dengan dipanggil. Jika ada tanggapan, maka
korban respon terhadap suara. Jika tidak, korban bisa distimulasi dengan rasa
sakit dengan cara mencubit lengan atas bagian dalam, dekat ketiak, atau dengan
menekan dada. Jika ada tanggapan, dilihat dari perubahan raut muka atau tanda-
tanda sakit yang lain, maka korban respon terhadap nyeri. Jika tidak ada
tanggapan, maka korban benar benar tidak sadar.

b. Pemeriksaan saluran nafas (airway)


Pemeriksaan saluran nafas bertujuan untuk membebaskan dan membuka
jalan nafas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membuka mulut dan
mengamati apakah ada benda yang berpotensi menyumbat saluran pernafasan.
Jika ada, benda tersebut harus dikeluarkan. Jika tidak, langkah selanjutnya
adalah menekan dahi dan mengangkat dagu korban sehingga kepala korban
berada pada posisi tengadah. Posisi ini akan mempertahankan terbukanya
saluran pernafasan.
Pembukaan saluran pernafasan dengan menekan dahi dan mengangkat dagu
tidak bisa dilakukan pada korban yang mengalami patah tulang leher. Untuk
korban seperti ini, pembukaan saluran pernafasan dilakukan dengan metode jaw
thrus, yaitu dengan mendorong rahang korban ke depan (posisi rahang seperti
cakil).

c. Pemeriksaan nafas (breathing)


Pemeriksaan nafas bertujuan untuk mengetahui apakah korban bernafas
dengan normal atau tidak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga dan pipi penolong ke hidung korban dan mata penolong tertuju pada
dada atau perut korban. Lihat pergerakan dada atau perut saat korban bernafas,
dengar suara nafas korban, rasakan hembusan udara yang keluar dari hidung,
dan hitung jumlah hembusan nafas korban selama 5 detik. Apabila pada
pemeriksaan nafas ini diketahui korban tidak bernafas, berikan nafas buatan
dengan cara meniup mulut korban dan menutup hidungnya setiap 5 detik.

d. Pemeriksaan sistem sirkulasi darah (circulation)


Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa jantung korban
berfungsi dengan baik. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menyentuh nadi
karotis di leher selama 3 – 5 detik. Jika tidak ada denyut nadi, lakukan resusitasi
jantung paru.

e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui cidera yang dialami korban.
pemeriksaan ini berprinsip pada 2 hal, yaitu menyeluruh pada semua bagian
tubuh dan dilakukan secara sistematis dan berurutan. Pemeriksaan dilakukan
dengan penglihatan (inspeksi), perabaan (palpasi), dan pendengaran
(auskultasi). Keberadaan cidera pada korban dapat diketahui melalui adanya
perubahan bentuk (berhubungan dengan cidera otot dan tulang), luka, nyeri,
atau bengkak. Pemeriksaan fisik melalui urutan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan kepala
2) Pemeriksaan mata
Periksa kondisi dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.
Jika pupil mata kanan dan kiri tidak sama besar atau ukurannya lebar
sekali, ada indikasi korban mengalami gangguan syaraf/syok.
3) Pemeriksaan hidung
Periksa apakah ada darah, cairan bening, atau keduanya di
hidung korban. jika ada, kemungkinan korban mengalami benturan
kepala/gegar otak.
4) Pemeriksaan telinga
5) Pemeriksaan mulut
6) Pemeriksaan leher
Periksa apakah ada pelebaran vena atau memar di leher. Jika
ada, kemungkinan korban mengalami cidera spinal bagian tulang
leher.
7) Pemeriksaan dada
8) Pemeriksaan perut
9) Pemeriksaan panggul
10) Pemeriksaan tungkai dan kaki
Pemeriksaan ini melibatkan gerakan, sensasi, dan sirkulasi.
Pemeriksaan gerakan dilakukan dengan meminta korban
menggerakkan kaki (khusus untuk korban sadar). Jika tidak bisa,
kemungkinan ada cidera di otot tungkai dan kaki. Pemeriksaan
sensasi dilakukan dengan menekan jari kaki tertentu dan
menanyakan jari apa yang sedang ditekan (khusus untuk korban
sadar). Jika korban salah menjawab atau tidak merasakan apa-apa,
kemungkinan ada kerusakan di syaraf. Pemeriksaan sirkulasi
dilakukan dengan cara menyentuh nadi di mata kaki dan di
punggung kaki (dilakukan pada korban sadar maupun tidak sadar).
Jika tidak ada denyut nadi, kemungkinan korban mengalami
pendarahan.
11) Pemeriksaan lengan dan tangan
Pemeriksaan di lengan dan tangan sama dengan pemeriksaan
di tungkai dan kaki, yaitu pemeriksaan yang melibatkan gerakan,
sensasi, dan sirkulasi. Nadi yang diperiksa pada pemeriksaan ini
adalah nadi di pergelangan tangan.
12) Pemeriksaan punggung
Pemeriksaan punggung biasanya dilakukan teakhir, yaitu
saat korban dipindahkan ke atas tandu atau papan spinal.
13) Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital ini meliputi:
 Pemeriksaan pernafasan
Normalnya, manusia dewasa bernafas sebanyak 12 – 20 kali
per menit. Jika lebih dari 30 kali per menit, kemungkinan
korban mengalami syok.
 Pemeriksaan nadi
Pemeriksaan nadi bisa dilakukan di nadi pergelangan tangan,
untuk korban sadar, atau di nadi leher, bagi korban tidak
sadar. Normalnya, denyut nadi manusia adalah 60 – 90 kali
per menit. Jika lebih dari 150 kali per menit, kemungkinan
korban mengalami syok.
 Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan jika tersedia
peralatannya. Normalnya tekanan darah manusia 100 – 140
mmHg untuk sistol dan 60 – 90 mmHg untuk diastol. Jika
tekanan darah korban 50/35 mmHg (sistol/diastol),
kemungkinan korban akan meninggal dunia.
 Pemeriksaan suhu tubuh
Normalnya suhu tubuh manusia 36 – 37 oC. Jika tidak ada
termometer, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan
membandingkan suhu tubuh korban dengan penolong.
Caranya adalah dengan merasakan/menyentuh dahi korban
dan penolong secara bersamaan.
 Pemeriksaan warna kulit
14) Penatalaksanaan
Yang dimaksud dengan penatalaksanaan adalah
pertolongan yang diberikan pada korban. Pertolongan diberikan
berdasarkan prioritas luka yang dialami korban. Prioritas tersebut
meliputi (urutan menunjukkan urutan penanganan):
 henti jantung dan nafas, ditolong dengan resusitasi jantung
paru
 pendarahan, ditolong dengan pengendalian pendarahan
 luka bakar, ditolong dengan perawatan khusus luka bakar
 patah tulang, dislokasi sendi dan tulang, ditolong dengan
immobilisasi dan fiksasi
 tidak sadar, ditolong dengan pemberian rangsangan hingga
sadar

15) Pemeriksaan berkala


Pemeriksaan berkala dilakukan setelah penatalaksanaan
hingga korban dirujuk ke instalasi kesehatan. Pemeriksaan ini
meliputi pemeriksaan respon, jalan nafas, pernafasan, nadi,
keadaan kulit, suhu, penatalaksanaan, dan menjaga komunikasi
(untuk korban sadar). Jika tanda vital normal, pemeriksaan
dilakukan setiap 15 menit. Tapi jika tanda vital tidak normal,
pemeriksaan dilakukan setiap 5 menit.

16) Pelaporan
Pertolongan yang telah diberikan harus dilaporkan ke
instalasi kesehatan yang menerima korban.
E. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah upaya
pertolongan dan perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum
mendapat pertolongan yang lebih sempurna dari dokter atau paramedik. Ini
berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan
yang sempurna, tetapi hanyalah berupa pertolongan sementara yang
dilakukan oleh petugas P3K (petugas medik atau orang awam) yang
pertama kali melihat korban. Pemberian pertolongan harus secara cepat dan
tepat dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada di tempat
kejadian. Tindakan P3K yang dilakukan dengan benar akan mengurangi
cacat atau penderitaan dan bahkan menyelamatkan korban dari kematian,
tetapi bila tindakan P3K dilakukan tidak baik malah bisa memperburuk
akibat kecelakaan bahkan menimbulkan kematian.
Pertolongan pertama pada kecelakaan sifatnya semantara. Artinya
kita harus tetap membawa korban ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk
pertolongan lebih lanjut dan memastikan korban mendapatkan pertolongan
yang dibutuhkan.
F. Pelaksanaan P3K
Sebelum melaksanakan Tindakan P3K maka perlu dilakukan
tahapan awal sebelum P3K yaitu:
1. Penolong mengamankan diri sendiri ( memastikan penolong telah aman
dari bahaya)
2. Amankan Korban ( evakuasi atau pindahkan korban ketempat yang
lebih aman dan nyaman.
3. Tandai tempat Kejadian jika diperlukan untuk mencegah adanya korban
baru.
4. Usahakan Menghubungi Tim Medis
5. Tindakan P3K
Teknik Dalam P3K
Urutan tindakan secara umum:
1. Amankan korban dari tempat berbahaya
2. Perhatikan keadaan umum korban gangguan pernapasan,
pendarahan dan kesadaran.
3. Segera lakukan pertolongan lebih lanjut dengan sarana yang
tersedia.
4. Apabila korban sadar, langsung beritahu dan kenalkan.
5. keterangan penyebab kecelakaan

Selain itu ada juga yang dinamakan prinsip life saving, artinya kita
melakukan tindakan untuk menyelamatkan jiwa korban (gawat darurat) terlebih
dahulu, baru kemudian setelah stabil disusul tindakan untuk mengatasi masalah
kesehatan yang lain. Gawat darurat adalah suatu kondisi dimana korban dalam
keadaan terancam jiwanya, dan apabila tidak ditolong pada saat itu juga jiwanya
tidak bisa terselamatkan.
Pembalutan
Tujuan dari pembalutan adalah untuk mengurangi resiko kerusakan jaringan
yang telah ada sehingga mencegah maut, menguangi rasa sakit, dan mencegah cacat
serta infeksi.
Kegunaan pembalutan adalah:
1. Menutup luka agar tidak terkena cahaya, debu, kotoran, dll.
2. Melakukan tekanan
3. Mengurangi atau mencegah pembengkakan
4. Membatasi pergerakan
5. Mengikatkan bidai.
· Macam-macam pembalutan:
1. Pembalutan segitiga atau mitela
Pembalut segitiga dibuat dari kain putih yang tidak berkapur (mori), kelihatan tipis,
lemas dan kuat. Bisa dibuat sendiri, dengan cara memotong lurus dari salah satu
sudut suatu kain bujur sangkar yang panjang masing-masing sisinya 90 cm sehingga
diperoleh 2 buah pembalut segitiga.

2. Pembalut Plester
Digunakan untuk merekatkan kain kassa, balutan penarik (patah tulang, sendi paha/
lutut meradang), fiksasi (tulang iga patah yang tidak menembus kulit), Beuton (alat
untuk merekatkan kedua belah pinggir luka agar lekas tertutup).
3. Pembalut Pita Gulung.
4. Pembalut Cepat.
Pembalut ini siap pakai terdiri dari lapisan kassa steril, dan pembalut gulung.

Indikasi Pembalutan:
Menghentikan pendarahan, melindungi bakteri/kuman pada luka,
mengurang rasa nyeri.

Bentuk dan Anggota Tubuh yang Dibalut:


1. Bundar, pada kepala.
2. Bulat panjang tapi lonjong, artinya kecil ke ujung, besar ke pangkal, pada lengan
bawah dan betis
3. Bulat panjang hamper sama ujung dengan pangkalnya, pada leher, badan, lengan
atas, jari tangan.
4. Tidak karuan bentuknya, pada persendian

Pembidaian
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan (fiksasi)
tulang yang patah. Tujuannya, menghindari gerakan yang berlebihan pada tulang
yang patah. Syarat pemasangan bidai:
1. Bidai harus melebihi dua persendian yang patah.
2. Bidai harus terbuat dari bahan yang kuat, kaku dan pipih.
3. Bidai dibungkus agar empuk.
4. Ikatan tidak boleh terlalu kencang karena merusak jaringan tubuh tapi jangan
kelonggaran.

Alat-alat bidai:
1. Papan, bamboo, dahan
2. Anggota badan sendiri
3. Karton, majalah, kain
4. Bantal, guling, selimut

Pernafasan Buatan
Sering disebut bantuan hidup dasar (BHD) atau resusitasi jantung paru
(RJP) intinya adalah melakukan oksigenasi darurat. Dilakukan pada kecelakaan:
1. Tersedak,
2. Tenggelam
3. Sengatan Listrik,
4. Penderita tak sadar,
5. Menghirup gas dan atau kurang oksigen,
6. serangan jantung usia muda, henti jantung primer tejadi.

Fase RJP:
A = Airway control (pengeuasaan jalan napas),
B = Breathing support (ventilasi buatan dan oksigenasi paru darurat)
C = Circulation (pengenalan ada tidaknya denyut nadi)
Untuk teknik RJP dapat dilihat pada lampiran gambar.

Evakuasi dan Transportasi


Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan ke
tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana di lakukan di daerah
– daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Penolong harus
melakukan evakuasi dan perawatan darurat selama perjalanan.
Cara pengangkutan korban:
1. Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual
Pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan korban cedera
ringan, dianjurkan pengangkatan korban maksimal 4 orang.
2. Pengangkutan dengan alat (tandu)
Rangkaian pemindahan korban:
1. Persiapan,
2. Pengangkatan korban ke atas tandu,
3. Pemberian selimut pada korban
4. Tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera.

· Prinsip pengangkatan korban dengan tandu:


1. pengangkatan korban
Harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok; gunakan alat tubuh
(paha, bahu, panggul), dan beban serapat mungkin dengan tubuh korban.
2. Sikap mengangkat.
Usahakan dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari cedera.
3. Posisi siap angkat dan jalan.
Biasanya posisi kaki korban berada di depan dan kepala lebih tingi dari kaki, kecuali
:
a. Menaik, bila tungkai tidak cedera.
b. Menurun, bila tungkai luka atau hipotermia.
c. Mengangkut ke samping.
d. Memasukan ke ambulan kecuali dalam keadaan tertentu.
e. Kaki lebih tinggi dalam keadaan shock.
G. Kesalahan Yang Sering Terjadi dalam Tindakan P3K

Kesalahan Yang Sering Terjadi dalam Tindakan P3K - Pengertian


P3K adalah bantuan yang dilakukan dengan cepat dan tepat sebelum korban
dibawa ke rujukan, sedangkan Pertolongan Pertama (PP) adalah pemberian
pertolongan segera kepada penderita sakit atau cedera/ kecelakaan yang
memerlukan penanganan medis dasar, yaitu suatu tindakan perawatan yang
didasarkan pada kaidah ilmu kedokteran yang dapat dimiliki oleh orang
awam khusus yang dilatih memberikan pertolongan pertama. Kesalahan
Yang Sering Terjadi dalam Tindakan P3K Menurut Christopher P.
Holstege, M.D. yang sering kita lakukan adalah :

1. Menoreh bekas luka gigitan hewan berbisa.


Menoreh luka bisa memutuskan tendon, urat syaraf dan
meningkatkan resiko terkena infeksi. Sebaiknya cukup buat ikatan
pada luka dengan disertai bidai atau ranting lalu segera bawa ke
rumah sakit.

2. Mengoles mentega pada luka bakar.


Tindakan tersebut dapat menyulitkan tindakan lebih lanjut
oleh dokter dan menngkatkan resiko terkena infeksi pada luka bakar.
Cukup dinginkan luka dengan air dingin, jaga kebersihan luka, dan
menutupnya dengan kain bersih. Jangan memecahkan atau
mengorek bagian luka yang melepuh. Luka bakar dengan kondisi
melepuh yang parah harus segera dibawa ke rumah sakit.

3. Menghentikan pendarahan dengan membuat ikatan yang bisa


dikencangkan dan dilonggarkan (torniquet) diatas luka yang
mengalami pendarahan.
Tindakan tersebut bisa menyebabkan rusaknya jaringan di
daerah luka dan sekitar luka. Tindakan yang benar untuk
mengentikan pendarahan adalah menutup luka langsung dengan kain
kasa atau kain yang bersih kemudian dibalut dengan rapi dan cukup
kencang. Bawa segera ke rumah sakit apabila pendarahan tidak
berhenti, luka tetap menganga, terinfeksi atau luka disebabkan oleh
gigitan hewan berbisa.

4. Memberikan terapi panas pada kondisi keseleo, otot tegang,


atau patah tulang.
Tindakan tersebut berpotensi menyebabkan kondisi bengkak
bahkan membuat proses penyembuhan menjadi makin lama.
Tindakan yang benar adalah dengan meletakan es pada bagian tubuh
yang keseleo, otot tegang, atau patah tulang selama 10 menit dan
biarkan tanpa es selama 10 menit dan seterusnya setiap 10 menit.
Lakukan hal tersebut selama 1-2 hari.

5. Memindahak korban tabrakan dari dalam mobil ke tempat lain.


Tindakan tersebut malah berpotensi menebabka luka lebih
arah. Pada kasus kecelakaan sepeda motor, membuka helm korban
malah berpotensi menyebabkan lumpuh atau bahan kematian.
Apabla kondisi mobil/ motor yang mengalami kecelakaan tersebut
tidak terbakar atau kondisi berbahaya lainnya, biarkan korban
hingga datangnya tim medis.

6. Mengucek mata ketika ada benda masuk ke mata.


Tindakan tersebut bisa menyebabkan luka pada mata.
Tindakan yang benar adalah dengan mencuci mata melalui air yang
mengalir.

7. Menggunakan air panas untuk menolong mereka yang sangat


kedinginan atau tubuhnya mulai membeku. Bahkan pada
kondisi dimana jari jari sudahmulai membeku, terkadang
langsung direndam pada air panas.
Tindakan tersebut bisa menyebabkan hal yang
membahayakan tubuh. Tidakan yang benar adalah cukup dengan
mengunakan air yang cukup hangat atau menggunakan uap yang
kering.

8. Mengosok tubuh dengan alkohol untuk mengurangi demam.


Alkohol bisa menyerap kedalam tubuh dan menyebabkan
keracunan terutama pada anak anak. Tindakan yang benar adalah
gunakan acetaminophen atau ibuprofen atau segera bawa ke dokter
atau rumah sakit untuk demam yang sangat tinggi .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
P3K adalah upaya pertolongan dan perawatan sementara terhadap
korban kecelakaan sebelum mendapat pertolongan yang lebih sempurna
dari dokter atau paramedik. Pertolongan pertama pada kecelakaan sifatnya
semantara. Artinya kita harus tetap membawa korban ke dokter atau rumah
sakit terdekat untuk pertolongan lebih lanjut dan memastikan korban
mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan.
Ada beberapa tahap dalam memberikan Pertolongan Pertama Pada
kecelakaan :
1. Penolong mengamankan diri sendiri ( memastikan penolong telah aman dari
bahaya).
2. Amankan Korban ( evakuasi atau pindahkan korban ketempat yang lebih
aman dan nyaman.
3. Tandai tempat Kejadian jika diperlukan untuk mencegah adanya korban
baru.
4. Usahakan Menghubungi Tim Medis.
5. Tindakan P3K

B. Saran
Agar tak melakukan kesalahan saat melakukan Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan ada beberapa kesalahan yang harus di hindari, yaitu:
1. Menoreh bekas luka gigitan hewan berbisa.
2. Mengoles mentega pada luka bakar.
3. Menghentikan pendarahan dengan membuat ikatan yang bisa dikencangkan
dan dilonggarkan (torniquet) diatas luka yang mengalami pendarahan.
4. Memberikan terapi panas pada kondisi keseleo, otot tegang, atau patah
tulang.
5. Memindahak korban tabrakan dari dalam mobil ke tempat lain.
6. Mengucek mata ketika ada benda masuk ke mata.
7. Menggunakan air panas untuk menolong mereka yang sangat kedinginan
atau tubuhnya mulai membeku. Bahkan pada kondisi dimana jari jari sudah
mulai membeku, terkadang langsung direndam pada air panas.
8. Mengosok tubuh dengan alkohol untuk mengurangi demam.
DAFTAR PUSTAKA

http://dictionary.reference.com/browse/trauma
https://ufhealth.org/acoustic-trauma
http://www.lbfdtraining.com/Pages/emt/sectionc/mechofinjury.html
http://catatandias.blogspot.co.id/2010/03/yang-dimaksud-dengan-korban-
trauma.html
http://unjakreatif.blogspot.co.id/2012/08/makalah-p3k.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Trauma
https://www.docdoc.com/id/info/condition/cedera
https://artikelbermutu.com/2014/04/trauma-pengertian-trauma-dan-jenis.html#
http://www.pengertianpakar.com/2014/11/apa-itu-penyakit-trauma.html
https://www.google.co.id/?gws_rd=cr&ei=s3Z_WKTCN4PxvgSwjrIw#q=trauma
+alat+selancar

Anda mungkin juga menyukai