MAKALAH
Oleh
Kelompok 8
Devi Indriana Dyah K. (1301470002)
Siti Arwani (1301470007)
Arif Budi Kurniawan (13014700 )
Ikrar Mahardika (1301470044)
Hijriatul Wahidah (1301470050)
BAB I
PENDAHULUAN
2.4 Komplikasi
Efek toksis terpenting dari minyak tanah adalah pneumonitis aspirasi.
Studi pada binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x dibanding pada
saluran pencernaan. Aspirasi umumnya terjadi akibat penderita batuk atau
muntah. Akibat viskositas yang rendah dan tekanan permukaan, aspirat dapat
segera menyebar secara luas pada paru. Penyebaran melalui penetrasi pada
membran mukosa, merusak epithel jalan napas, septa alveoli, dan menurunkan
jumlah surfactan sehingga memicu terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun
kolaps pada paru. Jumlah < 1 ml dari aspirasi pada paru dapat menyebabkan
kerusakan yang bermakna.
Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml pada paru (pada
lambung + 350 ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB minyak tanah dapat
menyebabkan depresi CNS ringan - sedang, karditis, kerusakan hepar, kelenjar
adrenal, ginjal, dan abnormalitas eritrosit. Namun efek sistemik tersebut jarang
karena tidak diabsorbsi dalam jumlah banyak pada saluran pencernaan. Minyak
tanah juga diekskresikan lewat urine.
2.5 Penatalaksanaan
1) Monitor sistem respirasi, Inhalasi oksigen
3) Nebulisasi dengan Salbutamol: bila mulai timbul gangguan napas
4) Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai profilaksis
5) Hidrokortison: dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
6) Kumbah lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur menolak
penatalaksanaan dengan kumbah lambung, dengan alasan dapat menyebabkan
aspirasi dan kerusakan paru. Sedangkan literatur lain memperbolehkannya,
utamanya bila jumlah yang ditelan cukup banyak, karena dikhawatirkan terjadi
penguapan dari lambung ke paru.
7) Antasida: untuk mencegah iritasi mukosa lambung
8) Pemberian susu atau bahan dilusi lain
9) Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive End
Expiratory Pressure / PEEP)
c. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada
dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan
propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl
(sevin), pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin,
miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang. Miosis, salvias, lakrimasi,
bronkospasme, keram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya
terlihat sejak awal. Kematian biasanya karena depresi pernafasan.
1) Efek muskarinik (parasimpatik) berupa: miosis (pinpoint), Hipersalivasi,
lakrimasi, Hipersekresi bronchial, Bronkospasme, Hiperperistaltik: mual, muntah,
diare, kram perut., Inkontinensia urin, Pandangan kabur, Bradikardi
2) Efek nikotinik berupa: fasikulasi otot, kejang, kelumahan otot, paralysis,
ataksia, takikardi (hipertensi).
3) Efek SSP berupa: sakit kepala, bicara ngawur, bingung, kejang, koma, dan
depresi pernafasan.
4) Efek pada kardiovaskular bergantung pada reseptor mana yang lebih
dominan.
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat kontak dengan insektisida,
pemeriksaan klinis dan menyeluruh dan terakhir pemeriksaan laboratorium.
2.7 Penatalaksanaan
1) General Management
a) Airways: jaga jalan nafas, bersihkan dari bronchial sekresi.
b) Breathing: beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi
c) Circulation: pasang IV line, pantau vital sign.
2) Spesifik terapi
a) Bilas lambung (100-200ml), diikuti pemberian karbon aktif. Direkomendasikan
pada kasus yang mengancam.
b) Karbon aktif. Dosis ≥ 12 tahun : 25 – 100 gr dalam 300-800 ml.
3) Pharmacologik terapi
Atropine: ≥ 12 tahun: 2-4 mg IV setiap 5-10 menit sampai atropinisasi.
Dosis pemeliharaan 0,5 mg/30 menit atau 1 jam atau 2 jam atau 4 jam sesuai
kebutuhan. Dosis maksimal 50 mg/24 jam. Pertahankan selama 24-48 jam.
Supportif : diazepam 5-10 mg IV bila kejang dan furosemide 40-160 mg bila ronki
basah basal muncul.
d. Bahan Kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa seperti
bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau produk
industri. Beberapa jenis bahan kimia yang harus diperhatikan karena berbahaya
adalah:
Bahan Penjelasan Potensi Bahaya
Kimia Kesehatan
AgNO3 Senyawa ini beracun dan korosif. Dapat menyebabkan
Simpanlah dalam botol berwarna dan luka bakar dan kulit
ruang yang gelap serta jauhkan dari melepuh.
bahan-bahan yang mudah terbakar. Gas/uapnya juga
menyebabkan hal
yang sama.
HCl Senyawa ini beracun dan bersifat korosif Dapat menyebabkan
terutama dengan kepekatan tinggi. luka bakar dan kulit
melepuh.
Gas/uapnya juga
menyebabkan hal
yang sama.
H2S Senyawa ini mudah terbakar dan beracun Menghirup bahan ini
dapat menyebabkan
pingsan, gangguan
pernafasan, bahkan
kematian.
H2SO4 Senyawa ini sangat korosif, higroskopis, Jangan menghirup
bersifat membakar bahan organik dan uap asam sulfat
dapat merusak jaringan tubuh pekat karena dapat
Gunakan ruang asam untuk proses menyebabkan
pengenceran dan hidupkan kipas kerusakan paru-
penghisapnya. paru, kontak dengan
kulit menyebabkan
dermatitis,
sedangkan kontak
dengan mata
menyebabkan
kebutaan.
NaOH Senyawa ini bersifat higroskopis dan Dapat merusak
menyerap gas CO2. jaringan tubuh.
NH3 Senyawa ini mempunyai bau yang khas. Menghirup senyawa
ini pada konsentrasi
tinggi dapat
menyebabkan
pembengkakan
saluran pernafasan
dan sesak nafas.
Terkena amonia
pada konsentrasi
0.5% (v/v) selama 30
menit dapat
menyebabkan
kebutaan.
HCN Senyawa ini sangat beracun. Hindarkan kontak
dengan kulit. Jangan
menghirup gas ini
karena dapat
menyebabkan
pingsan dan
kematian.
HF Gas/uap maupun larutannya sangat Dapat menyebabkan
beracun. iritasi kulit, mata, dan
saluran pernafasan.
HNO3 Senyawa ini bersifat korosif. Dapat menyebabkan
luka bakar,
menghirup uapnya
dapat menyebabkan
kematian.
Jenis Peracun Pertolongan Pertama
Berikut adalah beberapa alternatif obat yang dapat anda gunakan untuk
pertolongan pertama terhadap korban keracunan bahan kimia:
Asam-asam korosif seperti asam sulfat Bila tertelan berilah bubur
(H2SO4), fluoroboric acid, hydrobromic aluminium hidroksida atau milk of
acid 62%, hydrochloric acid 32%,hydrochloric magnesia diikuti dengan susu atau
acid fuming 37%, sulfur dioksida, dan lain- putih telur yang dikocok dengan
lain. Bila tertelan berilah bubur aluminium air. Jangan diberi dengan karbonat
hidroksida atau milk of magnesia diikuti atau soda kue.
dengan susu atau putih telur yang dikocok
dengan air.
Alkali (basa) seperti amonia (NH3), amonium Bila tertelan berilah asam asetat
hidroksida (NH4OH), Kalium hidroksida encer (1%), cuka (1:4), asam sitrat
(KOH), Kalsium oksida (CaO), soda abu, dan (1%), atau air jeruk. Lanjutkan
lain-lain. dengan memberi susu atau putih
telur.
Kation Logam seperti Pb, Hg, Cd, Bi, Sn, dan Berikan antidote umum, susu,
lain-lain minum air kelapa, norit, suntikan
BAL, atau putih telur.
Pestisida Minum air kelapa, susu, vegeta,
norit, suntikan PAM
Garam Arsen Bila tertelan usahakan
pemuntahan dan berikan milk of
magnesia.
< 1 jam Mual, muntah, rasa yang tak lazim di mulut, Garam logam
mulut terasa panas
1-2 jam Mual, muntah, sianosis, sakit kepala, Nitrit
pusing, sesak nafas, gemetar, lemah,
pingsan.
1-6 jam (rerata Mual, muntah, diare, nyeri perut. Staphylococcus
2-4) Aureus dan
enterotoksinnya
8-16 jam (2-4 Muntah, kram perut, diare, rasa mual. Bacillus Cereus
muntah)
6-24 jam Mual, muntah, diare, rasa haus, pelebaran Jamur
pupil, pingsan, koma. berjenis Amanita.
Radang Tengorokan dan Gejala Saluran Napas
3-6 bulan Sulit tidur, tak ada nafsu makan, berat Taenia sanginata
badan menurun, sakit perut, kadang dan taenia solium
gastroenteritis
Gejala Neurologis (Gangguan Visual, Vertigo, Gell, Paralisis)
0,5-2 jam Rasa seperti digaruk (geli), terbakar, baal, Saxitoxin (paralytic
mengantuk, bicara inkoheren, paralisis shelifish
pernafasan. poisoning: PSP)
30 menit sampai Rasa mual, muntah, diare, sakit perut, Dinophysis toxin,
2-3 jam mengigil, demam. okadaic acid,
pectenotoxin,
yessotoxin
(Diarrheic shelifish
poisoning:DSP)
7-28 hari (rerata Lemah yang hebat, sakit kepala, sakit Salmonella typhi
14 hari) kepala, demam, batuk, mual, muntah,
sembelit, sakit perut, mengigil, bintik merah
dikulit, tinja berdarah.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin
2) Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat
4) Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
5) Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
6) Rasa gatal, bengkak dan bintik–bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi.
c. Intervensi
1) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
reaksi endotoksin
Intervensi:
a) Auskultasi bunyi nafas
b) Pantau frekuensi pernapasan
c) Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
d) Motivasi/bantu klien latihan nafas dalam
e) Observasi warna kulit dan adanya sianosis
f) Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
g) Batasi pengunjung klien
h) Pantau seri GDA
i) Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
j) Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
2) Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
Intervensi:
a) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
b) Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
c) Beri kompres mandi hangat
d) Beri antipiretik
e) Berikan selimut pendingin
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat
Intervensi:
a) Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
c) Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
d) Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
e) Lakukan insfeksi terhadap luka alat invasif setiap hari
f) Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
g) Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
h) Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
i) Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
j) Berikan obat antiinfeksi (antibiotik)
4) Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Tujuan : Meredakan nyeri
Intervensi:
a) Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
R/ : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal.
b) Berikan kompres dingin
R/ : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
c) Lakukan tehnik distraksi relaksasi
R/ : mengurangi nyeri
d) Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
R/ : mengurangi gatal–gatal
5) Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
Tujuan: Menangani penyebab, memperbaiki suplai darah ke jaringan
Intervensi:
a) Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi (perdarahan
luar)
R/: Mengurangi keparahan
b) Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
R/: Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
c) Kaki di tinggikan dan di topang
R/: Meningkatkan suplai darah ke otak
d) Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
R/: Sirkulasi tidak terganggu
e) Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
R/: Mengetahui tingkat perkembangan pasien
6) Rasa gatal, bengkak dan bintik–bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi
Tujuan: Mencegah peradangan akut
Intervensi:
a) Pasang tourniquet pada daerah di atas gigitan
R/: Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
b) Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk
menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk)
R/: Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka
c) Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular (ABU)
polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain 900.000 IU.
R/: Mencegah terjadinya infeksi
d. Evaluasi
1) Analisa gas darah dan frekuensi pernapasan dalam batas normal dengan
bunyi nafas vesikuler.
2) Tidak mengalami dispnea atau sianosis
3) Suhu dalam batas normal
4) Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
5) Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel
pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui
inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan,
merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian. Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan
atau meng-inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan
pendukung, untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan antidotum
spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk mempercepat
eliminasi racun terabsorbsi.
Ada tiga famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hydrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap di
lokasi pada anggota badan yang tergigit. Balutan yang kuat dapat dilakukan
beberapa jam tanpa membahayakan peredaran darah keseluruhan anggota
tubuh. Balutan yang kuat membatasi perubahan lokal di daerah gigitan dan juga
untuk meningkatkan reaksi terhadap antibisa. Dalam mengatasi gigitan ular
berbisa, pemberian serum antibisa yang cukup dan pengaturan ventilasi yang
memadai merupakan tindakan yang utama. Sedangkan tindakan yang bersifat
supportif merupakan tindakan sekunder dan dilakukan sesuai dengan kondisi
penderita.
3.2 Saran
Seharusnya pasien bisa mengenali intoksikasi yang hampir mengenai
tubuh dan bisa mencegah dengan penanganan cepat maupun pertolongan
pertama terhadap intoksikasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya.
Dari:http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-
kimia-berbahaya/. Diakses tanggal 4 Mei 2012.
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.