Anda di halaman 1dari 5

Cerita Tentang Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam

Mari kita baca dan renungkan bersama, semoga banyak hikmah yang bisa kita petik, sehingga kita bisa
meneladani beliau.
Kalau pakaian beliau terkoyak atau robek, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menambal dan
menjahitnyanya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk
keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali beliau pulang ke rumah, bila dilihat tidak ada makanan yang sudah masak untuk dimakan,
sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu istrinya di dapur.
Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu
membantu urusan rumah tangga.
Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah
selesai sholat.
Pernah Rasulullah pulang pada waktu pagi. Tentulah beliau amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tidak
ada apa pun yang ada untuk di buat sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayyidatina ‘Aisyah
rodliyallahu 'anhaa belum ke pasar. Maka beliau shollallahu 'alaihi wasallam bertanya, “Belum ada
sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai
yang kemerah-merahan)
Aisyah rodliyallahu 'anhaa menjawab dengan merasa agak serba salah, “Belum ada apa-apa Yaa
Rasulallah.”
Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu saya puasa saja hari ini.” tanpa sedikitpun tergambar rasa kesal
di wajahnya.
Pernah Rasulullah bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap
isterinya.”
Subhaanallaah....Prihatin, sabar dan tawadhuknya Rasulullah sebagai kepala keluarga.
Pada suatu ketika Rasulullah menjadi imam sholat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan beliau antara
satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi kemerutuk seolah-
olah sendi-sendi pada tubuh beliau yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sahabat Umar yang
tidak tahan melihat keadaan beliau itu langsung bertanya setelah selesai sholat :
“Yaa Rasulallah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, apakah anda
sakit yaa Rasulallah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, saya sehat dan segar” jawab beliau.
“Yaa Rasulallah… mengapa setiap kali baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi
bergesekan di tubuh baginda?
Kami yakin anda sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis,
kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang
menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.
“Yaa Rasulallah! Adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan
mendapatkannya buat baginda?”
Lalu beliau menjawab dengan lembut dan senyum, ”Tidak para sahabatku. saya tahu, apa pun akan
kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah yang akan saya jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila
saya sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH
buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di
Akhirat kelak.”
Subhanallaah...betapa cintanya beliau kepada umatnya.....sedang cinta kita kepada beliau??? apakah
kita sering ingat pada beliau??? apakah kita sering membaca sholawat untuk beliau??? apakah akhlak
Rasulullah yang begitu lembut, santun, pemaaf, ikhlas dan tawadlu' serta selalu menyentuh hati telah
kita teladani???
Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin
dan kotor.
Hanya diam dan bersabar saat kain surbannya diambil dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga
berbekas merah di lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam
masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.
Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH TA'ALA dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam yang tinggi menjadikan beliau seorang yang tawadlu' yang tidak ingin dimuliakan.
Anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan
umum maupun dalam kesendirian.
Ketika pintu Surga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih berdiri di waktu-waktu
sepi malam hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah
bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi.
Bila ditanya oleh Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa, “Yaa Rasulallah, bukankah anda telah dijamin
Surga? Mengapa anda masih bersusah payah begini?”
Jawab baginda dengan lunak, “Yaa ‘Aisyah, bukankah saya ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya
saya ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.”
Rasulullah benar-benar sosok hamba yang sangat bersyukur kepada-Nya, beliau mensyukuri semua
anugerah yang beliau terima dengan ibadah yang sungguh-sungguh....Subhaanallaah.....

Renungan untuk kita, bagaimana ibadah kita, sudahkah sungguh-sungguh sebagaimana Rasulullah???
atau masih jauh dari rasa sungguh-sungguh??? ataukah masih merasa berat atau merasa terbebani
dengan ibadah-ibadah yang Allah wajibkan pada kita??? jawabannya ada di hati kita masing-
masing....bila kita mau berfikir memang nikmat Allah pada kita banyak sehingga tidak mungkin kita
menghitungnya, tapi sayang banyak manusia yang tidak mau memikirkan dan merenungkan nikmat-
nikmat Allah yang telah diberikan-Nya, terutama nikmat IMAN dan ISLAM.
Allah telah berfirman dalam QS. Al-Qolam ayat 4 yang terjemahnya "Dan sesungguhnya engkau
(Muhammad) benar-benar berakhlak (berbudi pekerti) yang agung"
Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi yang
kerap menebar ancaman pada kaum muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam
peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang
batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah
kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan
batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena
itulah tangan saya kasar."
Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si
tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu, dan
menciumnya seraya bersabda,
"Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada", 'inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api
neraka selama-lamanya'.
Rasulullahl tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja
atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah
dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah justru tangan yang
telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang
giat dan tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan
orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah baiknya.” Mendengar itu
Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi
sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi
sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi
sabilillah.” (HR Thabrani)
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah
kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur.
Rasulullah amat prihatin terhadap para pemalas.
”Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kam di muka bum; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)
”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas
di bumi ini”. (QS Nuh19-20)
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”.
(HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan
lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil
usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka
para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan
Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
PADA suatu masa, ketika Nabi Muhammad SAW sedang tawaf di Kaabah, baginda mendengar seseorang
di hadapannya bertawaf sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berhenti di satu sudut Kaabah dan menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah yang
berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang dan dilihatnya seorang lelaki yang
sangat tampan dan gagah yang belum pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejek-ngejekku, karena aku ini
orang badui? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku,
Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata: “Tidakkah engkau
mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan
membenarkan perutusannya walaupun saya belum pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab
badwi itu.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan
penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya lalu berkata, “Tuan ini
Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.
Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua-dua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badwi itu seraya berkata, “Wahai orang Arab,
janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya
kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang takabur, yang
minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman dan
membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit, dia berkata, “Ya Muhammad,
Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar
tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar
nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil mahupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata, “Demi keagungan
serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun
akan membuat perhitungan denganNya.”
Orang Arab badwi berkata lagi, “Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba
akan memperhitungkan betapa kebesaran magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba,
maka hamba akan memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan
kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa
benarnya kata-kata orang Arab badwi itu sehingga air mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan
salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah engkau daripada menangis, sesungguhnya karena
tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang
katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan menghitung
kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di
syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badwi itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya
menahan rasa terharu
Rasulullah SAW dan Pengemis Yahudi Buta
Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila
ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia
itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan
dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan
tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada
pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama
Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah
kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada
pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada
anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab
pertanyaan ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu
sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar
r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan
untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.

Ke esokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya
kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu
kepada nya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak,
"siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan
orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak
susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa
mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut
dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu
melanjutkan perkataannya.

Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis
itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari
sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah
pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah
demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku
sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis
Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.
Betapa mulia dan indahnya akhlak baginda Ya Rasulullah SAW Mengingatkan kita sewaktu
sakratul maut.
'Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan
bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang
siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku,
akan bersama-sama masuk surga bersama aku".
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya
satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan
tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat,
tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari
mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah
sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya.Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup
pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada
Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?".
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan
tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut
bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas
langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. " Jibril, jelaskan apa hakku
nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,"
kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan
muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada
umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah
orang-orang lemah di antaramu."
Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan
tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii!" -
"Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa'alaihi wasahbihi wasallim.
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia,
tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak

Anda mungkin juga menyukai