Anda di halaman 1dari 4

Berbagai metode untuk produksi ternak transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh beberapa

peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada germinal vesikel,
injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator), dengan particke gun
(particle bombartmen) dan embryonic stem cells: Diantara metode yang telah dikemukakan diatas
ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa kelemahan yang dijumpai
pada masing-masing metode. Sebagai contoh produksi ternak transgenik dengan metode retroviral
sebagai mediator gen yang akan diintegrasikan mulai digantikan dengan metode lain yang tidak
mengandung resiko atau efek samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989; Bondioli, et. al.,
1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard, 1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al, 1996; Su, et. al., 1998).
Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi : panjangnya
interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen menjadi tidak efissien
bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi trangenik sangat
diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan
lebih terarah pada gen yang diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang
mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi
yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap penyakit. Permasalahan pada temak transgenik adalah
rendahnya keturunan (offspring) dari ternak trangenik yang dihasilkan baik pada hewan penelitian
maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%) yang nantinya, menjadi prioritas peningkatan produksi
ternak dibidang peternakan. Rendahnya keturunan pada produksi temak transgenik harus dilihat dari
berbagai fase produksi, mengingat panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena iru dalam
makalah ini akan dibahas mengenai metode dan pada makalah ini. Berbagai metode untuk produksi temak
transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan
mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui
sperma, melalui virus (sebagai mediator), dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic
stem cells: Diantara metode yang telah dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan
kemajuan hasil produksi dan beberapa kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai
contoh produksi ternak transgenik dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan
diintegrasikan mulai digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari
virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus
yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard,
1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al, 1996; Su, et. al., 1998). Produksi ternak transgenik diperlukan
dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang
dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional.
Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk
terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan.
Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi,
efisien dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten
terhadap penyakit. Permasalahan pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring) dari
ternak trangenik yang dihasilkan baik pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%)
yang nantinya, menjadi prioritas peningkatan produksi ternak dibidang peternakan. Rendahnya
keturunan pada produksi temak transgenik harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat
panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena iru dalam makalah ini akan dibahas mengenai
metode dan pada makalah ini. Berbagai metode untuk produksi temak transgenik telah ditemukan dan
dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi
pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator),
dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic stem cells: Diantara metode yang telah
dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa
kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai contoh produksi ternak transgenik
dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan diintegrasikan mulai digantikan dengan
metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart,
1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard, 1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al,
1996; Su, et. al., 1998). Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada
ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen
menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi
trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada
satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi
transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan ,
kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap penyakit. Permasalahan
pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring) dari ternak trangenik yang dihasilkan baik
pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%) yang nantinya, menjadi prioritas
peningkatan produksi ternak dibidang peternakan. Rendahnya keturunan pada produksi temak transgenik
harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena
iru dalam makalah ini akan dibahas mengenai metode dan pada makalah ini. Berbagai metode untuk
produksi temak transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer
gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama,
melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator), dengan particke gun (particle bombartmen) dan
embryonic stem cells: Diantara metode yang telah dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai
dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode.
Sebagai contoh produksi ternak transgenik dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan
diintegrasikan mulai digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari
virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus
yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard,
1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al, 1996; Su, et. al., 1998). Produksi ternak transgenik diperlukan
dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang
dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional.
Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk
terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan.
Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi,
efisien dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten
terhadap penyakit. Permasalahan pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring) dari
ternak trangenik yang dihasilkan baik pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%)
yang nantinya, menjadi prioritas peningkatan produksi ternak dibidang peternakan. Rendahnya
keturunan pada produksi temak transgenik harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat
panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena iru dalam makalah ini akan dibahas mengenai
metode dan pada makalah ini. Berbagai metode untuk produksi temak transgenik telah ditemukan dan
dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi
pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator),
dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic stem cells: Diantara metode yang telah
dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa
kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai contoh produksi ternak transgenik
dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan diintegrasikan mulai digantikan dengan
metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart,
1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard, 1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al,
1996; Su, et. al., 1998). Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada
ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen
menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi
trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada
satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi
transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan ,
kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap penyakit. Permasalahan
pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring) dari ternak trangenik yang dihasilkan baik
pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%) yang nantinya, menjadi prioritas
peningkatan produksi ternak dibidang peternakan. Rendahnya keturunan pada produksi temak transgenik
harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena
iru dalam makalah ini akan dibahas mengenai metode dan pada makalah ini. Berbagai metode untuk
produksi temak transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer
gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama,
melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator), dengan particke gun (particle bombartmen) dan
embryonic stem cells: Diantara metode yang telah dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai
dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode.
Sebagai contoh produksi ternak transgenik dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan
diintegrasikan mulai digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari
virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus
yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard,
1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al, 1996; Su, et. al., 1998). Produksi ternak transgenik diperlukan
dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang
dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional.
Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk
terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan.
Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi,
efisien dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten
terhadap penyakit. Permasalahan pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring) dari
ternak trangenik yang dihasilkan baik pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%)
yang nantinya, menjadi prioritas peningkatan produksi ternak dibidang peternakan. Rendahnya
keturunan pada produksi temak transgenik harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat
panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena iru dalam makalah ini akan dibahas mengenai
metode dan pada makalah ini. Berbagai metode untuk produksi temak transgenik telah ditemukan dan
dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi
pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator),
dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic stem cells: Diantara metode yang telah
dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa
kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai contoh produksi ternak transgenik
dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan diintegrasikan mulai digantikan dengan
metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart,
1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard, 1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al,
1996; Su, et. al., 1998). Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada
ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen
menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi
trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada
satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi
transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan ,
kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap penyakit. Permasalahan
pada temak transgenik adalah rendahnya keturunan (offspring) dari ternak trangenik yang dihasilkan baik
pada hewan penelitian maupun pada ternak mamalia (sekitar 1-4%) yang nantinya, menjadi prioritas
peningkatan produksi ternak dibidang peternakan. Rendahnya keturunan pada produksi temak transgenik
harus dilihat dari berbagai fase produksi, mengingat panjangnya prosedur yang harus dilalui. Oleh karena
iru dalam makalah ini akan dibahas mengenai metode dan pada makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai