Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari
tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai
faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang
menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi
lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.

Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang
memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar
paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut
membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK
perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel
yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru.

Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi
dan angka mortalitasnya yang terus meningkat.Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat
diatasinya penyakit degeneratif lainnya COPD sangat mengganggu kualitas hidup diusia
lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan
serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi PPOK ?
2. Bagaimana klasifikasi PPOK?
3. Bagaimana etiologi PPOK?
4. Bagaimana patofisiologi PPOK?
5. Apa saja manifestasi klinis dari PPOK?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari PPOK?
7. Bagaimana penatalaksanaan PPOK ?
8. Bagaimana komplikasi PPOK ?

1
9. Bagaimana pencegahan PPOK ?
10. Bagaimana pathway/woc PPOK ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan teori dan asuhan keperawatan kasus PPOK ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi PPOK
2. Untuk mengetahui klasifikasi PPOK
3. Untuk mengetahui etiologi PPOK
4. Untuk mengetahui patofisiologi PPOK
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis PPOK
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang PPOK
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan PPOK
8. Untuk mengetahui komplikasi PPOK
9. Untuk mengetahui pencegahan ppok
10. Untuk mengetahui WOC PPOK
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori dan asuhan keperawatan kasus pada
pasien PPOK

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena
bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa
disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis ditandai
dengan batuk-batuk hamper setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurangkurangnya 3
bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun.Emfisema adalah
suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara (Mansjoer, 2000).

2.2 Klasifikasi

a. Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam
bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama
3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut.

b.Emphysema

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar.

c. Asthma Bronkiale

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.

Asthma dibedakan menjadi 2 :

1. Asthma Bronkiale Alergenik


2. Asthma Bronkiale Non Alergenik
2.3 Etiologi

Menurut Arif Muttaqin, (2008: 156 ) penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi
Kronikadalah :

3
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis kronik dan
emfisema.
b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae stafilokokus, pneumokokus dan
streptococcus pneumonia.
c. Rangsangan : misalnya asap pabrik, mobil, rokok.
d. Faktor keturunan.
e. Faktor sosial- ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi menurut Brashers (2007), Mansjoer (2000) dan Reeves (2001) adalah :
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan mengiritasi
saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir
dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir
yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan
berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelokkelok dan
berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas
paru. Alveoli yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena
infeksi.
Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya
dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding
bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi
atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas
vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas total
paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi atau ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya
permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini
menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan
normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran

4
pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan
ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan perubahan
pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan
oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak
kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida.
Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat. Metabolisme
menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen kejaringan tubuh, tubuh
melakukan metabolisme anaerob yang mengakibatkan produksi ATP menurun dan
menyebabkan defisit energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan
anoreksia.
Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah permukaan yang
tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan patologis ini adalah hiperkapnia,
hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan
vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary
mengakibatkan hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular
ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
2.5 Manifestasi Klinis

Tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah sebagai
berikut:
 Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari
seiring waktu
 sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent sesak
sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk dan
ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari
 Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit
pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan
bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran
udara.
 Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan
penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada
perkusi
5
 Anoreksia
 Penurunan berat badan dan kelemahan
 Takikardia, berkeringat
 Hipoksia
 Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran
udara.
Penyebab utama obstruksi bermacam-macam, misalnya:
 Inflamasi jalan napas
 Pelengketan mukosa
 Penyempitan lumen jalan napas
 Kerusakan jalan napas
 Takipnea
 Ortopnea (Doenges, 1999:152)

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan rutin
a. Faal paru
1) Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
2) VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau
tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupunkurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih
dari 20%
b. Uji bronkodilator
1) Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
2) Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
3) Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
c. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
d. Radiologi
6
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

2. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru
1) Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
2) DLCO menurun pada emfisema
3) Raw meningkat pada bronkitis kronik
4) Sgaw meningkat
5) Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
6) Uji latih kardiopulmoner
7) Sepeda statis (ergocycle)
8) Jentera (treadmill)
9) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

b. Uji provokasi bronkus


Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
c. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
d. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
1) Gagal napas kronik stabil
2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik
e. Radiologi
1) CT - Scan resolusi tinggi
2) Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
3) Scan ventilasi perfusi
4) Mengetahui fungsi respirasi paru
f. Elektrokardiografi

7
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
g. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
h. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi
saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
i. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan
ataurawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat
darurat, atau ruang ICU (PDPI, 2009).

Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara


1. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi.
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin
(amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada
pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

8
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol
5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer
atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
2. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

2.8 Komplikasi

1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali

9
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit
ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon
terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan
distensi vena leher seringkali terlihat.

2.9 Pencegahan

1. Mencegah terjadinya PPOK


a. Hindari asap rokok
b. Hindari polusi udara
c. Hindari infeksi saluran napas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
a. Berhenti merokok
b. Gunakan obat-obatan adekuat
c. Mencegah eksaserbasi berulang

10
2.10 WOC
Pencetus
(Asthma, Bronkhitis kronis, Emfisema) Rokok dan
polusi

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomis parenkin paru Sputum meningkat

Pembesaran Alveoli Batuk

Hiperatropi kelenjar mukosa MK: Bersihan jalan nafas


tdk efektif
Penyempitan saluran udara secara periodik

Ekspansi paru menurun MK:Gangguan pertukaran


gas
Kompensasi tubuh untuk memenuhi
Suplay oksigen tidak Kebutuhan oksigen dengan meningkatkan Infeksi
Adekuat keseluruh tubuh Frekuensi pernapasan
Leukosit meningkat
Hipoksia Kontraksi otot perpasan
Penggunaan energi untuk Imun menurun
Sesak Pernapasan meningkat
Kuman patogen & endogen
MK: Pola nafas MK: Intoleransi aktivitas Difagosit makrofag
tidak efektif
Anoreksia

MK: Gangguan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 IDENTITAS KLIEN

Nama : untuk membedakan pasien satu dengan pasien yang lain karena
banyak orang yang namanya sama.

Umur : sering terjadi pada anak-anak


Jenis kelamin tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin

Alamat : untuk mengetahui lingkungan dan tempat tinggal pasien,

berhubungan dengan penyakitnya.


Pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan.
Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim memdapakan
pengetahuan tentang flu hongkong, maka akan menganggap remeh
penyakit ini, dan dapat sembuh dengan cara cukup beristirahat.
Suku/bangsa : untuk mengetahui darimana asal dan letak geografis tempat tinggal
pasien

3.2.RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)

3.2.1Keluhan utama

Singkat dan jelas, 2 atau 3 kata yang merupakan keluhan yang membuat pasien
meminta bantuan kesehatan.

Jika pengkajian dilakukan setelah beberapa hari pasien MRS maka keluhan utama
diisi dengan keluhan yang dirasakan saat pengkajian. Misalnya: keluhan utama
pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan: sesak nafas, batuk.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Provokatif Qualitas Regio Skala Time ( analisis gejala keluhan utama yang
meliputi awitan, waktu, durasi, karakteristik, tingkat keparahan, lokasi, faktor

12
pencetus, gejala yang berhubungan dengan keluhan utama, dan faktor yang
menurunkan keparahan).

Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai di bawa


ke pelayanan kesehatan.Jika pengkajian dilakukan beberapa hari setelah pasien
rawat inap, maka riwayat penyakit sekarang ditulis dari permulaan pasien
merasakan keluhan sampai kita melakukan pengkajian.

Upaya yang telah dilakukan :

Upaya pasien yang dilakukan untuk mengatasi masalah sebelum dilakukan


pengkajian.

Terapi/operasi yang pernah dilakukan :

Pengobatan/ operasi yang pernah di dapatkan berhubungan dengan kasus sekarang


sebelum Rawat inap di pelayanan kesehatan.

3.2.3 Riwayat Kesehatan Terdahulu

Penyakit berat yang pernah diderita : akut, kronis atau fraktur ( semua
riwayat penyakit yang pernah di derita, operasi ).

Obat-obat yang biasa dikonsumsi: obat dengan resep atau dengan bebas atau herbal
( sebutkan jenis dan kegunaannya)

Kebiasaan berobat: pelayanan kesehatan dan non tenaga kesehatan.

Alergi ( makanan, minuman, obat, udara, debu, hewan) sebutkan :

Kebiasaan merokok, minuman (penambah energy, suplemen


makanan/minuman,alkohol), makanan siap saji.

3.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit yang dialami satu anggota keluarga, bila merupakan penyakit keturunan,
mengkaji 3 generasi ke atas. Mencangkup setiap kelainan genetic keluarga ( HT,
DM )/ penyakit dengan kecenderungan keluarga ( cancer), penyakit menular (
TBC,Hepatitis, HIV/AIDS ), gangguan psikiatrik ( skizofrenia ) dan penyalah
gunaan obat.

13
Genogram :

Genogram dituliskan dalam 3 generasi keatas.

Ket : ………………………….

3.2.5 Riwayat Kesehatan Lingkungan

Khusus untuk penyakit infeksi/ penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan.
Identifikasi lingkungan rumah/ keluarga, pekerjaan atau hobi klien ( yang
berhubungan dengan penyakit klien ), fokuskan pada adanya paparan yang
menyebabkan penyakit tersebut (debu, asbestosis, silica atau zat racun lainnya)
tanyakan keadaan lingkungan klien, lingkungan yang penuh (crowded) resiko
peningkatan infeksi pada saluran pernafasan seperti TBC, Virus dll.

3.2 PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-tanda Vital, TB dan BB :


Suhu : axial, rectal, oral

Nadi : teratur, tidak teratur kuat, lemah

TD : mmHg (lengan kiri, lengan kanan, berbaring, duduk)

RR : x/menit (regular/ irregular)

TB : Kg ( cara menghitung berat badan ideal )

BB : TB -100 ( ± 10% dari hasil ).

3.3 PEMERIKSAAN PER SISTEM


A. Sistem Pernapasan
Anamnesa .

Karakteristik batuk (batuk produktif dan non produktif, serangan)

Hidung

Inspeksi : pernapasan cuping hidung, Secret / ingus

14
Palpasi : nyeri tekan ada fraktur tulang nasal

Mulut

Inspeksi : sianosis, Alat bantu nafas ETT, oro faringeal tube.

Sinus paranasalis

Inspeksi : pemeriksaan sinus paranasalis

Palpasi : nyeri tekan

Leher

Inspeksi : tidak terdapat trakheostomi.

Palpasi : tidak nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran kelenjar

limfe

Faring

Inspeksi : kemerahan, oedem / tanda-tanda infeksi, pseudomembran

Area dada

Inspeksi : pola nafas, penggunaan otot Bantu pernafasan, rytme dan kedalaman
inspirasi, pergerakan dada simetris/tidak, waktu inspirasi ekspirasi
(rasio inspirasi : ekspirasi/ normalnya 1:2), perbedaan kesimetrisan
intercosta kiri dan kanan, kesimetrisan supraklavikula, bentuk dada (
barrel chest, pigeon chest, funnelchest, normal, dada cembung atau
cekung), trauma dada, pembengkakan, penyebaran warna kulit,
cikatrik.

15
Palpasi : nyeri tekan, kelainan pada dinding thorax, bengkak (konsistensi,
suhu, denyutan, dapat di gerakkan / tidak), kulit terasa panas, krepitasi,
vocal fremitus melemah / mengeras kanan dan kiri sama atau tidak.

Perkusi : pada daerah anterior posterior ( resonansi diatas seluruh permukaan


paru, pekak di intercoste V kanan, intercoste II-V kiri, tympani di
intercoste VI kanan).

Auskultasi : : suara nafas trakeal, bronkial, bronkovesikuler, vesikuler (sesuai


dengan lokasi),ronkhi, wheezing,stridor, pleural friction rub, crakcles.

Cardiovaskuler Dan Limfe

Anamnesa:

Pasien mengatakan mengalami kelelahan dan keringat dingin.

Wajah

Inspeksi : pucat

Leher

Inspeksi : tidak terdapat adanya bendungan vena jugularis

Palpasi : arteri carotis communis normal


Dada
Inspeksi : normal
Palpasi : terdapat vokal premitus
Perkusi : redup
Auskultasi : ronkhii pada lapang paru

Ekstrimitas Atas

Inspeksi : menggigil

16
Palpasi : demam

Ekstrimitas Bawah

Inspeksi : menggigil

Palpasi : demam

B. Persyarafan
Anamnesis :

Pasien mengatakan tidak mengalami kelainan pada sistem persyarafan seperti nyeri
kepala berputar-putar dan hilang keseimbangan.

Tingkat kesadaran (kualitas)

Compos mentis

Tingkat kesadaran (kuantitas)

GCS (E4V5M6)

C. Perkemihan-Eliminasi Urin
Anamnesa

Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pada perkemihan-eliminasi urin


seperti nyeri saat BAK.

Genetalia eksterna

Perempuan

Genetalia eksterna

Inspeksi : normal

Palpasi : tidak nyeri tekan

Kandung kemih

Inspeksi : normal

Palpasi : tidak adanya nyeri tekan

17
Ginjal

Inspeksi : normal

Palpasi : normal

Perkusi : normal

D. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi


Anamnesa:
Pasien mengalami nyeri tenggorokan, telan, keluhan mual muntah melakukan diet,
disfagia, riwayat penggunaan pencahar.
Mulut

Inspeksi : mukosa bibir, labio/palatoschiziz, gigi (jumlah, karies, plak,


kebersihan, gingitivis), Gusi (berdarah, lesi/bengkak, edema), mukosa
mulut (stomatitis, nodul/benjolan, kebersihan). Produksi saliva,
pembesaran kelenjar parotis

Palpasi : tidak nyeri tekan pada rongga mulut

Lidah

Inspeksi : warna dan bentuk simetris,gerakan,lesi

Palpasi : nyeri tekan,odeme,Nodul

Faring - Esofagus

Inspeksi : hiperemi, warna dan bentuk palatum. Tonsil (bentuk, warna dan
ukuran)

Palpasi : pembesaran kelenjar

Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)

Inspeksi : pembesaran abnormal (asites, distensi abdomen), spider navy, tampak


vena porta hepatika, bekas luka, luka (colostomy, CAPD, hernia),
umbilikus (kebersihan, menonjol,)

Auskultasi : peristaltik usus

18
Perkusi : tymphani, hipertympani, batas – batas hepar, nyeri

Palpasi:

Kuadran I:

Hepar hepatomegali, nyeri tekan, shifting dullness

Kuadran II:

Gaster  nyeri tekan abdomen, distensi abdomen

Lien splenomegali

Kuadran III:

Massa (skibala, tumor), nyeri tekan

Kuadran IV:

Nyeri tekan pada titik Mc Burney

E. Sistem Muskuloskeletal & Integumen


Anamnesa:

Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan seperti gatal dan tidak adanya ruam
kulit.

Warna kulit

pucat

Kekuatan otot : 4 4

4 4

Fraktur

Look : pemendekan,Deformitas,Bengkak

Feel : nyeri, pulsasi (nadi bagian distal), Perfusi (normal : hangat, kering,
merah), krepitasi tulang.

19
Move : kekakuan dan kontraktur sendi.

Luka

Inspeksi : peradangan

Palpasi : hangat

Lesi kulit

Lesi kulit :

 Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata

 Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler
yang reversibel

 Urtika : edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan

 Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari ½ cm garis
tengah dan memp.dasar.

 Pustul : vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap dibagian bawah vesikel
disebut vesikel hipopion

 Bula : vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal istilah bula hemoragik, bula
purulen, dan bula hipopion

Kista : Ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun sisa sel. Isi kista terdiri atas
hasil dindingnya yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel lapisan
tanduk dan rambut

 Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit terdapat
di bagian kutis atau subkuti. Batas antara ruangan yang berisi nanah dan jaringan
sekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat radang.
 Papul : penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, diameter kurang dari ½
cm, berisikan zat padat
 Nodus :massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan dapat menonjol
jika ukurannya < 1 cm, disebut nodulus

20
F. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa :

Pasien mengatakan tidak mengalami kejang atau kram, pandangan tidak kabur, tidak
tremor dan tidak sulit menelan.

Kepala
Inspeksi : normal
Leher
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid
Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan
parathyroid
Payudara
Inspeksi : normal
Genetalia
Inspeksi : normal
Palpasi : normal
Ekstremitas bawah
Palpasi : normal

G. Sistem Reproduksi
Anamnesa :

Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan sistem reproduksi.

Payudara
Inspeksi : normal
Palpasi : normal
Axilla
Inspeksi : tidak adanya benjolan abnormal
Palpasi : tidak adanya benjolan abnormal
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran abdomen
Palpasi : normal
Genetalia
Inspeksi : normal

21
Palpasi : normal
H. Persepsi sensori :
Anamnesa :

Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan seperti pandangan kabur atau ganda.

Mata

Inspeksi : normal

Kornea : normal

Iris dan pupil : normal

Lensa : normal

Sclera : warna putih

Palpasi : normal

Penciuman (Hidung)

Palpasi : tidak mengalami nyeri tekan

Perkusi : normal

22
3.5 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
3.6 Intervensi Keperawatan operasi
Rencana mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, baik mandiri
maupun kolaboratif. Rencana yang dilakukan menyesuaikan pada diagnosa keperawatan
3.7 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil
yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi
mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari.
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari masalah yaitu:
a. Masalah teratasi
b. Masalah sebagaian teratasi
c. Masalah tidak teratasi
d. Muncul masalah baru.

23
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 KASUS
Tn.T berusia 45 tahun, agama islam, suku bangsa jawa, pekerjaan pegawai pabrik
Klien masuk rumah sakit pada tanggal 10 November 2017, dengan keluhan sesak napas,
batuk berdahak berwarna putih kental dan merupakan perokok aktif . Dari hasil observasi
didapatkan TD 120/70 mmHg,Nadi 115x/menit, RR 27/menit, suhu 36,80..tampilan fisiknya
pink puffer, Ny. B mengatakan punya penyakit asma dan pernah didiagnosa dokter menderita
bronkitis kronis lebih kurang dua tahun yang lalu.
A. Biodata Pasien

Nama : Tn T

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Status Perkawinan : sudah menikah

Pendidikan : SMA

Alamat : Jalan Kemuning 25 Jombang

Tanggal masuk RS : 10 November 2017

Diagnosa medis : Bersihan jalan napas tidak efektif


` berhubungan dengan bronkokontriksi

24
4.2 RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak napas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSU pada tanggal 10 November dengan keluhan sesak napas, dan
batuk berdahak berwarna putih kental , TD : 120/70 mmHg, S: 36,80 C, RR :
25x/menit.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengatakan punya penyakit asma dan pernah didiagnosa dokter menderita
bronkitis kronis lebih kurang dua tahun yang lalu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan jika dikeluarganya belum pernah ada yang menderita penyakit
PPOK
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Pasien tinggal bersamakeluarga. keluarga pasien mengatakan lingkungan
rumahnya bersih.
4.3 Pemeriksaan Fisik
TD : 120/70 mmHg
RR : 25x/menit
Suhu : 36,80C
Nadi : 115x/menit

4.4 Pemeriksaan Per Sistem


A. System pernapasan
Anamnesa :batuk produktif ,sesak nafas, nyeri dada
Hidung
Inspeksi : Ada napas cupping hidung + secret
Palpasi : nyeri tekan

25
Mulut
Inspeksi :mukosa bibir kering

Area dada
Inspeksi : dada simetris
Palpasi : nyeri tekan
Perkusi :batas – batasjantung
Auskultasi : suara nafas wheezing

B. Cardiovascular danLimfe
Anamnesa :Sesak nafas saat beraktivitas
Wajah
Inspeksi :sembab,pucat,konjungtiva pucat

Leher
Inspeksi : Ada bendungan vena jugularis

Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : letak ictus kordis
Perkusi :batasjantung bunyi redup
Auskultasi :bunyijantung (Bj1 dan Bj2 tunggal)

Ekstrimitas atas
Inspeksi : Tidak sianosis
Palpasi : tidak ada CRT, suhu akral panas

Ekstrimitas bawah
Inspeksi :Tidak sianosis
Palpasi :Tidak ada CRT, suhu akral panas, tidak adanya odem
C. Persyarafan
Anamnesa : tidak ada pusing
1. Ujinervus 1 olfaktorius (pembau) : Bisa membedakan bau
2. Ujinervus II opticus (penghilatan) : Tidak ada rabun
26
3. Ujinervus III oculomotorius : tidak ada odem pada kelopak mata
4. Ujinervus IV toklearis :ukuran pupil normal
5. Ujinervus V trigeminus : dapat menutup mulut secara tiba-tiba
6. Ujinervus VI abdusen : Gerakan bola mata simetris
7. Ujinervus VII facialis : Dapat menggembungkan pipi dan dapat menaik turunkan
alis mata
8. Ujinervus VIII additorious / akustikus : Dapat mendengar dengan normal
9. Ujinervus IX glosoparingeal :Tidak ada reflek muntah
10. Ujinervus X vagus : Dapat menelan, menggerakan lidah dengan benar
11. Ujinervus XI aksesorius : Dapat menggerakan bahu dan kepala
12. Ujinervus hypoglossal : Dapat menjulurkan lidah

D. Sistem pencernaan-EliminasiAlvi
Anamnesa : Nafsu makan baik

Mulut
Inspeksi : Tidak ada sianosis
Palpasi : tidak ada nyeritekan

Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran) :


Inspeksi :Tidak ada luka
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi :suara perut (tympani)
Kuadran I
Hepar : tidak ada nyeritekan
Kuadran II
Gaster : tidak ada distensi abdomen
Kuadran III
Ileum :tidak ada nyeritekan
Kuadran IV
Tidak ada Nyeri tekan pada titik Mc Burney

E. System muskuluskeletal dan integument


Anamnesa :tidak ada nyeri
27
Kekuatanotot : 5 5

5 5

Keterangan:

0: Tidak ada kontraksi

1: Kontaksi (gerakan minimal)

2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi

3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi

4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan


ringan

5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan


penuh

F. System endokrin dan eksokrin


Anamnesa : Tidak ada keluhan pada pola eliminasi
Kepala
Inspeksi :Tidak ada odem
Leher
Inspeksi :Tidak ada pembesarankelenjartyroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan nyeri tekan
Ekstrimitas bawah
:tidak ada edema

G. System reproduksi
Anamnesa : tidak ada keluhan

H. Persepsi sensori
Anamnesa :tidak ada nyeri pada mata, tidak ada masalah pada penglihatan

Mata

28
Inspeksi :simetris.

Kornea : Normal berkilau

Iris dan pupil :warna iris dan ukuran normal

Lensa : Normal jernih dan transparan

Sclera : warna ( putih)

29
ANALISA DATA
4.5 Diagnosa Keperawatan

NS. 00031 ketidakefektifan bersihan jalan nafas

DIAGNOSIS ____________________________________________

: Domain :11 keamanan / perlindungan

(NANDA-I) Kelas : 2 cedera fisik

DEFINITION Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran


: nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas

 Batuk tidak efektif


 Dipsnea
 Gelisah
 Kesulitan verbalisasi
DEFINING
 Ortopnea
CHARACTE
 Penurunan bunyi nafas
RISTICS
 Perubahn frekuensi nafas
 Perubahan pola nafas
 Sputum dalam jumlah yang berlebihan
 Suara nafas tambahan

Lingkungan

 Terpajan asap
Obstruksi jalan napas

 Adanya jalan napas buatan


RELATED  Benda asing dalam jalan napas
FACTORS:  Eksudat dalam alveoli
 Hiperplasia pada dinding bronkus
 Mukus berlebihan
 Penyakit paru obstrukti kronis
 Sekresi yang tertahan
 Spasme jalan napas

30
Fisiologis

 Asmaa
 Disfungsi neuromuskular
 Infeksi
 Jalan nafas alergi
Subjective data entry : Objective data entry :

Subjective data entry : TD: 120/70 mmhg

1. Klien mengatakan sesak N: 110x/mnt


nafas sudah 2 hari. Suhu : 36,5ᵒ C
 “Sesak nafas semakin
RR: 27x/mnt
memberat”
 “Tidak dapat tidur adanya bunyi ronki,pasien tampak
terlentang dan gelisah
terbangun malam hari
karena sesak”
AS

Ns. Diagnosis (Specify):


Client
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
DIAGNOSIS

Diagnostic Related to:

Statement: Jalan nafas alergi

31
4.6 Intervensi Keperawatan

NIC NOC

Intervensi Aktifitas Outcome Indikator

Definisi : Pengkajian : manajemen Status pernafasan 1. Frekuensi pernafasan


jalan nafas : kepatenan jalan (3)
Fasilitasi
napas
kepatenan Observasi : 2. Suara nafas
jalan Definisi : tambahan (3)
- Monitor status
napas
pernafasan dan Ketidakmampuan 3. Batuk berkurang(3)
oksigenasi untuk
4. tidak mengalami
Education : membersihkan
sesak saat bernafas(3)
sekresi atau
- Intruksikan pada
obstruksi dari 5.Produksi lendir
pasien dan keluarga
saluran nafas berkurang(3)
rencana keperawatan
untuk
di rumah
mempertahankan
- Instruksikan pada
bersihan jalan
pasien mengenai
napas
batuk efektif dan
teknik nafas dalam
- Ajarkan pada pasien
tentang pentingnya
perubahan pada
sputum
Action :

- Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernafasan dan
denyut nadi
- Perhatikan batuk yang
berlebihan,
meningkatnya

32
dispnea, adanya secret
dan adanya ronchi
Kolaborasi :

- Berikan oksigen
lembab sesuai
program
- Berikan terapi sesuai
program

4.7 IMPLEMENTASI
No. Tanggal/jam Tindakan Paraf
Diagnosa

1. 10 November - Mengukur pernafasan


2017 / 08.00 pasien
WIB Respon :
RR : 28x/mnt
- Monitor ttv secara teratur
Respon :
TD: 140/90
N: 90x/mnt
Suhu : 37,7ᵒ C
RR: 28x/mnt
TB: 168 cm, BB: 65kg
2. Pasien terlihat pucat
11 November Nafas cepat disertai batuk
2017 / 10.00 Sputum encer warna
WIB merah muda
Ronchi (+) pada ½ basal
paru
- Menginstruksikan pasien

33
terhadap pentingnya
melaporkan
ketidaknyamanan dada
secara langsung
Respon :
Pasien mau
melakukannya
 Melakukan kolaborasi
dengan dokter untuk terapi
oksigen
Hasil : Memberikan O2
tambahan 3 liter/menit

4.6 EVALUASI
Masalah TANGGAL/JA Catatan Perkembangan Paraf
keperawatan/kolabor M
atif
1. 10-11-2017/ S : Pasien mengatakan sesak
08.00 nafas san batuk berdahak

O : TTV
TD:130/80
mmHg,N:92x/mnt,RR:27x/mnt,S:
37o C,adanya bunyi ronki,pasien
tampak gelisah
A : Gangguan Pertukaran Gas
P : -Kolaborasi pemberian
oksigen
-terapi pengobatan nebulizer
-ajarkan teknik nafas dalam
-kolaborasi pemberian obat
I : melakukan kolaborasi

34
pemberian oksigen 2 ltr/mnt
E : Pasien mengatakan sesak
nafassudah berkurang tetapi
masih batuk
R : -Terapi pengobatan Nebulizer
-Mengajarkan Batuk efektif

35
BAB V
PENUTUP

5.1Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-
perubahan patologi pada paru. PPOK adalah penyakit yang diderita seumur hidup dan
disebabkan oleh infeksi virus dan rokok.

5.2 Saran
Sebaiknya untuk mencegah terjadinya PPOK harus terhindar dari merokok untuk
mencapai hidup yang sehat, dan paru-paru dapat bekerja dengan baik.

36
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer (2001), kapita Selekta kedokteran Jilid I: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta
Marilyn E dongoes (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta

Carpenito. Lynda juall (1999), Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan edisi 6: EGC,
Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai