Anda di halaman 1dari 150

ISSN 1978-6506

Terakreditasi LIPI
No. 706/AU/P2MI-LIPI/10/2015

Vol. 9 No. 3 Desember 2016 Hal. 237 - 355

[DE] KONSTRUKSI
HUKUM

Jurnal isi.indd 1 1/6/2017 11:30:18 AM


Jurnal isi.indd 2 1/6/2017 11:30:18 AM
ISSN 1978-6506

Vol. 9 No. 3 Desember 2016 Hal. 237 - 355

J
urnal Yudisial merupakan majalah ilmiah yang memuat hasil kajian/riset atas putusan-putusan
pengadilan oleh jejaring peneliti dan pihak-pihak lain yang berkompeten. Jurnal Yudisial terbit
berkala empat bulanan di bulan April, Agustus, dan Desember.

Penanggung Jawab: Danang Wijayanto, Ak., M.Si.


Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial RI

Redaktur: 1. Roejito, S.Sos., M.Si. (Administrasi Negara dan Kebijakan Publik)


2. Dra. Titik A. Winahyu (Komunikasi)

Penyunting: 1. Imran, S.H., M.H. (Hukum Pidana)


2. Dinal Fedrian, S.IP. (Ilmu Pemerintahan)
3. Muhammad Ilham, S.H. (Hukum Administrasi Negara)
4. Ikhsan Azhar, S.H. (Hukum Tata Negara)

Mitra Bestari: 1. Dr. Shidarta, S.H., M.Hum. (Filsafat Hukum dan Penalaran Hukum)
2. Dr. Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum. (Metodologi Hukum dan Etika)
3. Dr. Yeni Widowaty, S.H., M.Hum. (Hukum Pidana dan Viktimologi)
4. Dr. Niken Savitri, S.H., M.CL. (Hukum Pidana, HAM dan Gender)
5. Hermansyah, S.H., M.Hum. (Hukum Ekonomi/Bisnis)
6. Mohamad Nasir, S.H., M.H. (Hukum Lingkungan dan Sumber Daya
Alam)
7. Dr. Widodo Dwi Putro, S.H., M.H. (Filsafat Hukum dan Sosiologi
Hukum)
8. Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. (Hukum Internasional)

III

Jurnal isi.indd 3 1/6/2017 11:30:18 AM


9. Prof. Dr. H. Yuliandri, S.H., M.H. (Ilmu Perundang-undangan)
10. Prof. Dr. Ronald Z. Titahelu, S.H., M.S. (Hukum Agraria dan Hukum
Adat)
11. Dr. H. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum. (Ilmu Hukum/Ilmu
Politik)
12. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. (Hukum Perdata/Hukum
Agraria)

Sekretariat: 1. Agus Susanto, S.Sos., M.Si.


2. Yuni Yulianita, S.S.
3. Noercholysh, S.H.
4. Wirawan Negoro, A.Md.
5. Didik Prayitno, A.Md.
6. Eka Desmi Hayati, A.Md.
7. Emy Nur’aini, S.H.

Desain Grafis
dan Fotografer: 1. Arnis Duwita Purnama, S.Kom.
2. Widya Eka Putra, A.Md.

Alamat:
Sekretariat Jurnal Yudisial
Komisi Yudisial Republik Indonesia
Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat,Telp. 021-3905876, Fax. 021-3906189
E-mail: jurnal@komisiyudisial.go.id
Website: www.komisiyudisial.go.id

IV

Jurnal isi.indd 4 1/6/2017 11:30:18 AM


[DE] KONSTRUKSI HUKUM

PENGANTAR
T
erkadang suatu putusan memunculkan riak luas di dalam masyarakat, termasuk
perdebatan mengenai substansi dan nilai-nilai sebuah putusan. Apa yang
menjadi menarik umumnya bukan apa yang menjadi keputusan akhir – atau
hasil akhir yang dihasilkan putusan, melainkan pertimbangan hakimnya (motivering),
yang terkadang merumuskan pertimbangannya tidak membatasi diri hanya pada
argumen yuridis belaka. Lebih dari itu, dirujuk pula prinsip-prinsip dasar seperti
martabat manusia, dan pertimbangan-pertimbangan pragmatis seperti dampak yang
dapat diharapkan dari putusan terhadap masyarakat. Sekalipun justru pertimbangan-
pertimbangan demikian memunculkan banyak kritik, juga dapat ditengarai adanya
penghargaan bagi kesediaan pengadilan atau hakim untuk bekerja di luar wacana yuridis
belaka, atau dengan kata lain, untuk menilai wacana yuridis lebih luas daripada yang
lazimnya dilakukan. Alhasil, hasilnya putusan itu dapat dianggap meyakinkan, terlepas
dari fakta benar atau tidaknya kasus tersebut, atau bahkan kontroversial.

Bagaimana menjelaskan hal di atas? Kondisi apa yang menyebabkan putusan tersebut
diterima luas dan dianggap berhasil dan juga direspons negatif oleh masyarakat? Apa
pula yang dapat kita pelajari darinya perihal rasionalitas pertimbangan hakim pada
umumnya? Jurnal Yudisial edisi kali ini mencoba melihat beragam problematik tentang
penafsiran dan pemaknaan dalam putusan. Hakim (hakikatnya) ketika memutus,
senantiasa berada dalam ketegangan yang dinamis, yaitu hakim mendekonstruksi
sekaligus melakukan konstruksi. Dinamika yang demikian itu, terlihat dalam tema-tema
yang ditampilkan penulis, dengan menampilkan putusan hakim yang berbeda-beda pula.
Meskipun demikian beberapa substansi artikel memiliki kesamaan satu dengan lainnya
yaitu berkisar di antara “pemaknaan dan penafsiran.”

Pada artikel pertama, makna hak prerogatif presiden kembali dipersoalkan, khususnya
dengan perkembangan dewasa ini yang berakhir pada kesimpulan adanya pergeseran
makna asal menuju makna yang lebih mengadaptasi kondisi kekinian. Artikel selanjutnya
mencoba membedah kinerja Mahkamah Konstitusi di dalam memaknai Undang-
Undang Migas, konteks utama masih berkisar di antara keadilan dan juga kemanfaatan
bagi masyarakat. Artikel berikutnya menyoroti isu yang umum, yaitu tentang poligami,
namun penulisnya mencoba melakukan dekonstruksi, khususnya mengenai pasal-pasal
di dalam KUHPidana yang terkait poligami. Problematik penerapan Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi, masih menjadi topik yang banyak diangkat, namun kali ini
penulisnya mencoba melihat substansi yang lebih menohok kepada perbedaan antara
judex factie dengan judex yuris. Artikel berikutnya mencoba melihat bagaimana hakim
menjatuhkan pidana bersyarat dalam tindak pidana perbankan, dan terakhir diulas
mengenai kekuatan hukum sertipikat hak milik dalam sengketa tanah.

Jurnal isi.indd 5 1/6/2017 11:30:18 AM


Hakikatnya rasionalitas pertimbangan dan kemudian penilaian dalam (putusan) hakim
(sebagaimana dijelaskan di atas) adalah hasil akhir dari proses bagaimana hakim menilai
pertentangan pendapat dan mempertimbangkan putusan akhirnya. Substansi di dalam
masing-masing judul beragam dan berbeda-beda yang substansinya dapat menimbulkan
perdebatan yang lebih luas dalam masyarakat tentang hal tertentu. Bagaimana putusan
hakim diberi pembenaran (justifikasi); faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
pembenaran demikian? Apakah ada temuan-temuan yang diperoleh dalam konteks
pemaknaan politis dari putusan hakim, di luar makna-makna mapan (yuridis)? Apa
makna putusan demikian dalam negara hukum demokratis? Apakah putusan hakim
dapat membahagiakan pencari keadilan atau membahagiakan masyarakatnya? Untuk
mengetahuinya kami persilahkan membacanya secara langsung.

Selamat membaca! Terima kasih.

Tertanda
Pemimpin Redaksi Jurnal Yudisial

Jurnal isi.indd 6 1/6/2017 11:30:19 AM


Vol. 9 No. 3 Desember 2016 ISSN 1978-6505

DAFTAR ISI PERKEMBANGAN PEMAKNAAN


HAK PREROGATIF PRESIDEN ............................................................. 237 - 258
Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XIII/2015
Mei Susanto
Departemen Hukum Tata Negara,
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung

PENAFSIRAN MAHKAMAH KONSTITUSI


TERHADAP UNDANG-UNDANG MIGAS ............................................ 259 - 279
Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012
Habib Shulton Asnawi
Institut Agama Islam Ma’arif NU (IAIM NU), Lampung

PENAFSIRAN HUKUM DEKONSTRUKSI


UNTUK PELANGGARAN POLIGAMI ................................................. 281 - 301
Kajian Putusan Nomor 937 K/Pid/2013
Faiq Tobroni
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

PROBLEMATIKA PENERAPAN PASAL 2 DAN 18


UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI ................................................................... 303 - 315
Kajian Putusan Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013
Maman Budiman
Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Bandung

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BERSYARAT


DALAM TINDAK PIDANA PERBANKAN ........................................... 317 - 338
Kajian Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014
Ramiyanto
Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti, Palembang

KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK


DALAM SENGKETA TANAH ................................................................. 339 - 355

VII

Jurnal isi.indd 7 1/6/2017 11:30:19 AM


Kajian Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps

DAFTAR ISI
Fahmi Yanuar Siregar
Universitas Dwijendra, Denpasar

VIII

Jurnal isi.indd 8 1/6/2017 11:30:19 AM


JURNAL YUDISIAL

ISSN 1978-6506.............................................................................. Vol. 9 No. 3 Desember 2016

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa izin dan biaya.

UDC 354: 347.993 dalam hukum tata negara, untuk kemudian dapat
direkonstruksi dan memberikan makna yang lebih
Susanto M (Departemen Hukum Tata Negara,
esensial dari hak prerogatif.
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung)
(Mei Susanto)
Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden
Kata kunci: hak prerogatif, kekuasaan presiden,
Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/
konstitusi.
PUU-XIII/2015
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 237 - 258
UDC 347.993 (094.5)
Dalam literatur hukum tata negara, persoalan
mengenai makna hak prerogatif sebagai salah Asnawi HS (Institut Agama Islam Ma’rif NU (IAIM
satu kekuasaan presiden, sering kali menimbulkan NU), Lampung)
perbedaan dan perdebatan. Hak prerogatif
Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-
merupakan kekuasaan istimewa yang dimiliki
Undang Migas
oleh seorang presiden tanpa dapat dicampuri oleh
lembaga lainnya. Pandangan tersebut seolah-olah Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/
menempatkan presiden memiliki kewenangan PUU-X/2012
yang sangat mutlak dan tidak dapat dibatasi Jurnal Yudisial 2016 9(3), 259 - 279
sesuai prinsip checks and balances dalam ajaran
Pembahasan dalam analisis putusan ini berangkat
konstitusi yang dianut Indonesia. Putusan Nomor
dari keprihatinan terhadap Undang-Undang Nomor
22/PUU/-XIII/2015 tentang pengujian Undang-
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Undang Kepolisian, Undang-Undang Pertahanan,
(Undang-Undang Migas) yang telah meruntuhkan
dan Undang-Undang TNI mengenai persoalan
kedaulatan negara dan kedaulatan ekonomi bangsa.
pengisian jabatan Kapolri dan Panglima TNI yang
Undang-Undang Migas tidak memungkinkan
mengharuskan adanya persetujuan DPR layak untuk
negara mengolah minyak mentahnya sendiri di
dijadikan bahasan ulasan. Karena persetujuan DPR
dalam negeri kemudian mengekspornya ke luar
tersebut dianggap “mengganggu” hak prerogatif
negeri. Kenyataan yang terjadi selama ini, Indonesia
presiden. Perkembangan pemikiran mengenai
hanya menjual minyak mentah kemudian diolah di
pemaknaan hak prerogatif presiden dalam Putusan
luar negeri. Selanjutnya Indonesia membeli minyak
Nomor 22/PUU-XIII/2015, dapat dilihat dalam tiga
tersebut yang sesungguhnya minyaknya sendiri
kelompok besar, yaitu: pandangan ahli, pandangan
dengan harga minyak dunia. Pun penjualan dan
mayoritas hakim, dan pandangan satu orang hakim
pembelian dilaksanakan melalui perantara. Sebagai
yang menyatakan concurring opinion (pendapat
upaya mengembalikan kedaulatan Indonesia di
berbeda). Tulisan ini hendak mengulas pendapat
bidang migas, para pemohon mengajukan judicial
para ahli tersebut, khususnya berkaitan dengan
review terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun
pemaknaan hak prerogatif sesuai dengan fokus
2001 tentang Migas. Mahkamah Konstitusi sebagai
tulisan. Beberapa pandangan berkaitan dengan
lembaga negara telah mengambil langkah dalam
pemaknaan hak prerogatif dalam Putusan Nomor 22/
memutuskan perkara tersebut dengan Putusan
PUU-XIII/2015 merupakan sumbangsih pemikiran

IX

Jurnal isi.indd 9 1/6/2017 11:30:19 AM


Nomor 36/PUU-X/2012 tentang pembubaran BP K/Pid/2013 menganggap sebaliknya. Metode
Migas. Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran penafsiran hukum dalam Putusan Nomor 341/
secara mendalam terhadap Undang-Undang Nomor Pid.B/2012/PN.BKN adalah subsumptif, sehingga
22 Tahun 2001 yang dikaitkan dengan UUD NRI menyimpulkan bahwa IR tidak dapat dipidana.
1945. Penelitian dalam analisis putusan ini dilakukan Sementara metode penafsiran hukum dalam Putusan
melalui studi kepustakaan menggunakan metode Nomor 937 K/Pid/2013 adalah metode dekonstruksi
penafsiran hukum, dengan pendekatan yuridis dalam pengertian melakukan intertekstualitas teks
(normatif) dan analisis kualitatif. Kesimpulannya, hukum (menemukan makna tidak terkatakan).
dalam beberapa pasal Undang-Undang Migas dinilai Putusan kasasi menunjukkan bahwa pidana oleh
bertentangan dengan konstitusi yaitu Pasal 33 UUD IR atas Pasal 279 ayat (1) KUHP (perkawinan yang
NRI 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut telah ada dapat menjadi penghalang perkawinan
dinilai sebagai sebuah pilihan bijaksana serta langkah setelahnya) justru mendapatkan justifikasi dari
progresif di bidang hukum khususnya perlindungan makna yang tidak terkatakan atau di luar KUHP
terhadap hak rakyat Indonesia. (suami tidak boleh menikah lagi tanpa adanya izin
dari istri yang ada; Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1
(Habib Shulton Asnawi)
Tahun 1974) yang dibuktikan dengan ketiadaan izin
Kata kunci: penafsiran hukum, undang-undang istri pertama (SM) bagi IR untuk menikah dengan H.
migas, kedaulatan negara.
(Faiq Tobroni)
Kata kunci: poligami, pernikahan terlarang, metode
UDC 392.54 penafsiran.
Tobroni F (Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta)
UDC 343.352 (094.5)
Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran
Budiman M (Fakultas Hukum, Universitas Pasundan,
Poligami
Bandung)
Kajian Putusan Nomor 937 K/Pid/2013
Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 281 - 301 Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Putusan Nomor 937 K/Pid/2013 menunjukkan bahwa Kajian Putusan Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013
pelanggaran poligami yang tidak sesuai dengan
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 303 - 315
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Problematika penerapan pasal dalam Putusan
Tahun 1991 tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Nomor 54/Pid.Sus/TPK/2012/PN.Bdg, jo. Nomor
Islam dapat dipidana dengan dihubungkan kepada 11/Tipikor/2013/PT.BDG, jo. Nomor 1283 K/Pid.
pemidanaan atas pernikahan terlarang. Analisis Sus/2013 menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan.
ini menitikberatkan pada dua hal yaitu: pertama, Dalam ketiga putusan tersebut terdapat persoalan
bagaimana perbedaan pertimbangan hukum antara yang menarik untuk dikaji, terutama majelis kasasi
dua putusan; kedua, perbedaan metode penafsiran yang mengubah pasal, dari Pasal 3 jo. Pasal 18
hukum dari setiap putusan dan implikasinya untuk menjadi Pasal 2 jo. Pasal 18 Undang-Undang
menghubungkan pemidanaan atas pernikahan Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
terlarang dengan pelanggaran poligami. Putusan Tindak Pidana Korupsi, yang berimplikasi terhadap
Nomor 341/Pid.B/2012/PN.BKN menganggap lamanya pemidanaan dan pengembalian kerugian
perkawinan IR dengan H (yang dianggap terlarang) negara. Analisis ini mengkaji tentang penerapan
adalah tidak sah, sementara Putusan Nomor 937 Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan

Jurnal isi.indd 10 1/6/2017 11:30:19 AM


Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah yaitu paling sedikit tiga tahun penjara dan denda
oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang paling sedikit Rp.5.000.000.000,- (lima miliar
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Analisis rupiah). Majelis hakim dalam Putusan Nomor
ini mengulas tentang mengapa hakim tingkat 1554 K/Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana penjara
kasasi menjatuhkan putusan menggunakan Pasal 2 bersyarat. Putusan tersebut membatalkan putusan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, dan apakah Pengadilan Negeri Tanjung Karang (judex facti)
penerapan Pasal 18 sudah tepat. Metode penelitian Nomor 437/Pid.Sus/2013 yang menjatuhkan putusan
yang digunakan adalah penelitian hukum normatif bebas (vrijspraak). Majelis hakim dalam Putusan
dengan mengkaji dan meneliti peraturan perundang- Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 telah menjatuhkan
undangan, putusan pengadilan tingkat pertama, pidana penjara di bawah ancaman minimum,
tingkat banding, dan tingkat kasasi. Hasil analisis yaitu selama enam bulan penjara dengan sistem
menyimpulkan bahwa dalam pertimbangannya, bersyarat. Menurut Pasal 14 ayat (1) KUHP, pidana
judex juris pada perkara tingkat kasasi telah bersyarat hanya dapat dilakukan apabila majelis
keliru dalam membuktikan unsur melawan hukum hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu
sebagaimana tertera pada Pasal 2 ayat (1), sebab tahun. Analisis putusan ini berfokus pada pokok
pencantuman unsur melawan hukum pada pasal pertimbangan majelis hakim dalam Putusan Nomor
tersebut mengharuskan pembuktian unsur melawan 1554 K/Pid.Sus/2014 terkait penjatuhan pidana
hukum formil dan melawan hukum materiil. Judex penjara bersyarat, dilihat dari ketentuan lamanya
juris dalam perkara tingkat kasasi juga telah keliru ancaman pidana. Penelitian ini menggunakan metode
dalam penerapan Pasal 18 terutama mengenai penelitian hukum normatif dan berkesimpulan
besaran uang pengganti dari kerugian negara. bahwa penjatuhan pidana penjara bersyarat dalam
kasus tersebut dapat dibenarkan dengan alasan demi
(Maman Budiman)
keadilan serta fakta keseimbangan antara tingkat
Kata kunci: judex juris, unsur melawan hukum, kesalahan pelaku dan keadaan yang melingkupinya.
korupsi.
(Ramiyanto)
Kata kunci: penjatuhan pidana, pidana penjara
UDC 343.53 bersyarat, tindak pidana perbankan.
Ramiyanto (Fakultas Hukum, Universitas
Sjakhyakirti, Palembang)
UDC 349.423
Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak
Siregar FY (Fakultas Hukum, Universitas
Pidana Perbankan
Dwijendra, Bali)
Kajian Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014
Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Malik dalam
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 317 - 338 Sengketa Tanah
Di Indonesia, tindak pidana perbankan diatur dalam Kajian Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 339 - 355
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Di dalam undang-undang Objek pembahasan dalam kajian putusan ini
tersebut diatur secara tegas mengenai ancaman adalah Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps
sanksi berupa pidana bagi pelanggarnya. Pasal 49 yang memutus perkara sengketa sertipikat ganda
ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun yang mengakibatkan tidak adanya kepastian atas
1998 telah mengatur ancaman pidana untuk tindak kepemilikan sebidang tanah. Penulisan kajian putusan
pidana perbankan dengan sistem minimum khusus, ini menggunakan metode penelitian eksplanatoris

XI

Jurnal isi.indd 11 1/6/2017 11:30:19 AM


dengan berdasar kepada penilaian atas objek yang
pantas untuk diteliti dan memilih kajian terhadap
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tertanggal 25
Agustus 2014 tersebut, setelah dilakukan observasi
secara berkala terhadap proses hukum sampai
dijatuhkan putusan. Kajian ini menggarisbawahi
bahwa salah satu tugas pokok pengadilan adalah
untuk menyelesaikan sengketa terhadap perkara
yang ditangani dan memberikan manfaat positif
terhadap para pihak. Dalam penyelesaian sengketa,
majelis hakim harus menjatuhkan putusan
yang mencerminkan rasa keadilan dan harus
mempertimbangkan sisi kemanfaatan. Putusan
yang dijatuhkan idealnya dapat memberikan
manfaat yang positif, bukan malah menimbulkan
dampak negatif kepada masyarakat supaya putusan
yang dibuat oleh majelis hakim yang terhormat
dapat berwibawa dan bijaksana. Namun Putusan
Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps telah berdampak
buruk terhadap para pihak. Dalam menyelesaikan
perkara yang diajukan oleh para pihak ternyata
Pengadilan Negeri Denpasar tidak memutus
pada pokok permasalahan, akan tetapi malah
mengesahkan alasan-alasan terjadinya perbuatan
hukum. Sehingga, putusan yang dikeluarkan tidak
menyelesaikan permasalahan antara para pihak,
akan tetapi mengembalikan perkara kepada keadaan
sebelum diajukan ke pengadilan.
(Fahmi Yanuar Siregar)
Kata kunci: sertipikat hak milik, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum.

XII

Jurnal isi.indd 12 1/6/2017 11:30:19 AM


JURNAL YUDISIAL

ISSN 1978-6506.............................................................................. Vol. 9 No. 3 Desember 2016

The Descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.

UDC 354: 347.993 those relating to the construal of the prerogative as


the focus of discussion. Several perspectives on the
Susanto M (Departemen Hukum Tata Negara,
construal of the prerogative in Constitutional Court
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran,
Decision Number 22/PUU-XIII/2015 are considered
Bandung)
as conceptual contributions to the Constitutional
The Construal Development of the Prerogative Law, which could then be reconstructed to provide
Right of the President more essential construal of the prerogative.
An Analysis of Constitutional Court’s Decisions (Mei Susanto) 
Number 22/PUU-XIII/2015 (Org. Ind)
Keywords: prerogative, powers of the president,
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 237 - 258 constitution.
In the sphere of constitutional law, the issue of
prerogative construal as one of the president’s
UDC 347.993 (094.5)
powers, often leads to different opinions and
arguments. Prerogative is a distinct power held by the Asnawi HS (Institut Agama Islam Ma’rif NU
president, which cannot be interfered with by other (IAIM NU), Lampung)
agencies. The perspective seems to indicate that the
Constitutional Court’s Interpretation Regarding
president has an absolute authority that cannot be
Law on Oil and Gas
limited by the checks and balances in the principles
of constitutional law employed in Indonesian law. An Analysis of Constitutional Court’s Decision
The Constitutional Court Decision Number 22/ Number 36/PUU-X/2012 (Org. Ind)
PUU/-XIII/2015 concerning judicial review of Jurnal Yudisial 2016 9(3), 259 - 279
the Law on Indonesian National Police, the Law
The focus discussion of this analysis arises from the
on Indonesian Defense, and Law on Indonesian
concern of Law Number 22 Year 2001 on Oil and
National Armed Forces on the issue of filling the
Gas (Oil and Gas Law) which has failed the state
positions of the Chief of Indonesian National Police
sovereignty and the national economy. Oil and Gas
and the Commander of the Indonesian National
Law does not permit the state to cultivate its own
Armed Forces requiring the approval of Parliament
crude oil domestically, then export it to overseas.
became the subject of discussion in this analysis,
The fact that happened so far is that Indonesia only
given the House of Representative’s approval is
sells crude oil to be taken up overseas. Furthermore,
measured an “intervention” to the prerogative of the
Indonesia buys the oil, which in fact is its own
president. The development of perspective on the
oil, with the world oil price. Even then, the sales
construal of the prerogative of the president in the
and purchases are effected by intermediaries. As
Constitutional Court Decision Number 22/PUU-
an effort to reduce the sovereignty of Indonesia
XIII/2015 is divided into three major groups, i.e.
in the field of oil and gas, the petitioners filed a
the perspective of the experts, the perspective of the
judicial review of Law Number 22 Year 2001 on
majority of judges, and the perspective of one judge
Oil and Gas. The Constitutional Court as a state
stating a concurring opinion. This analysis proposes
institution take in its stride is to decide the case
to review the opinion of the experts, especially
through the Constitutional Court Decision Number

XIII

Jurnal isi.indd 13 1/6/2017 11:30:19 AM


36/PUU-X/2012 on the Dissolution of Executing otherwise. The legal interpretation of Decision
Agency of Upstream Oil and Gas Industry. The Number 341/Pid.B/2012/PN.BKN is subsumption
Constitutional Court did an in-depth interpretation method, which concludes that IR is not subject to
of Law Number 22 Year 2001 which is attributed criminal. Whereas the rightful interpretation of
to the 1945 Constitution. The research of this Decision Number 937 K/Pid/2013 is the method
decision is done through library research using legal of deconstruction, conducting intertextuality on the
interpretation method for juridical (normative) and legal texts (finding “the unspeakable meaning”).
qualitative analysis. In conclusion, several articles Decision of cassation indicates that the criminal
of the Oil and Gas Law are considered contradictory sanction of IR on Article 279 paragraph (1) of the
to the Constitution, such as Article 33 the 1945 Criminal Code (previous marriage can be a barrier
Constitution. The Constitutional Court Decision are for subsequent marriages), even get justification
appraised as a wise choice as well as progressive of “the unspeakable meaning” or apart from the
measures in the legal field, notably for the protection Criminal Code (a husband should not marry again
of the rights of the people of Indonesia. without permission of his wife; Article 9 of Law
Number 1 of 1974 concerning Marriage). This is
(Habib Shulton Asnawi)
taken into account in the absence of the first wife’s
Keywords: legal interpretation, oil and gas law, permission (SM).
state sovereignty.
(Faiq Tobroni)
Keywords: polygamy, illicit marriage, legal
UDC 392.54 interpretation.
Tobroni F (Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta)
UDC 343.352 (094.5)
Legal Interpretation of Deconstruction in Criminal
Budiman M (Fakultas Hukum, Universitas
Offense of Polygamy
Pasundan, Bandung)
An Analysis of Court Decision Number 937 K/
Problematics in the Application of Article 2 and 18
Pid/2013 (Org. Ind)
of the Law on Corruption Eradication
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 281 - 301
An Analysis of Court Decison Number 1283 K/Pid.
Decision Number 937 K/Pid/2013 shows that the Sus/2013 (Org. Ind)
criminal offense of polygamy which are not in
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 303 - 315
accordance with Law Number 1 of 1974 on Marriage
and Presidential Instruction Number 1 of 1991 on The problematic in the application of articles in the
the Dissemination of Islamic Law Compilation may Decision Number 54/Pid.Sus/TPK/2012/PN.Bdg,
be subject to criminal with relation to the offense jo. Number 11/Tipikor/2013/PT.BDG, jo. Number
of illicit marriage. The focus of the discussion in 1283 K/Pid.Sus/2013 has made an opening sense
this analysis is tantamount to explaining how two of injustice. There are issues interesting to discuss
decisions have differences in the legal considerations the three decisions, especially those related to the
and different methods of legal interpretation, and its panel of judges in the Court of Final Appeal who
implications related to criminal prosecution for illicit made changes to the articles, ie, from Article 3 jo.
marriage with polygamy offense. Decision Number Article 18 to Article 2 jo. Article 18 of Law Number
341/Pid.B/2012/PN.BKN discusses the marriage 31 of 1999 on Corruption Eradication, which has
of IR to H (which is considered illicit) is unlawful, implication in the period of criminal prosecution
while Decision Number 937 K /Pid/2013 assumes and indemnification of state. This analysis considers

XIV

Jurnal isi.indd 14 1/6/2017 11:30:19 AM


the application of Article 2 and Article 18 of Law crime, the panel of judges imposes unconditional
Number 31 of 1999 on Corruption Eradication, as imprisonment. Judex facti of the District Court
amended by Law Number 20 of 2001 on Corruption of Tanjung Karang in the decision has overturned
Eradication. The problems are why the judge of the Decision Number 437/Pid.Sus/2013 which is
final appeal court in making a decision to apply a judgment of acquittal (vrijspraak). The panel of
Article 2 of Law Number 31 of 1999, and whether judges in Decision Number 1554 K/Pid.Sus/2014
the application of Article 18 is appropriate. The has dropped the sentence to six-month in prison
method used is normative legal research to review term, which is placed under the minimum penalty
and examine the legislation, the decision of courts of a criminal sentence. According to Article 14
of first instance, the appellate and cassation. The paragraph (1) of the Criminal Code, conditional
analysis finds that at the level of cassation, judex sentencing can only be compelling if a panel of
juris in its consideration had erred in proving the judges dropped a maximum imprisonment of one
elements of tort as indicated on Article 2 Paragraph year. The analysis focuses on the consideration of
(1). This is due to the inclusion of elements of torts the panel of judges in making the Decision Number
on the aforementioned article requires proof of 1554 K/Pid.Sus/2014 and sentencing conditional
elements of torts in procedural and substantive law. imprisonment in accordance to the criminal sanction
Judex juris in the case of cassation also had erred in and sentencing provisions. This analysis employs
the application of Article 18 of primarily regarding normative legal research methods and resolves that
the amount of indemnities of state losses. sentencing conditional imprisonment in this case is
allowed for the sake of justice, as well as the facts,
(Maman Budiman)
the balance between error level of the accused and
Keywords: judex juris, elements of tort, corruption. the circumstances surrounding.
(Ramiyanto)
UDC 343.53 Keywords: sentencing, conditional imprisonment
Ramiyanto (Fakultas Hukum, Universitas sentence, banking crime.
Sjakhyakirti, Palembang)
Conditional Imprisonment Sentencing in Banking UDC 349.423
Criminal Case
Siregar FY (Fakultas Hukum, Universitas
An Analysis of Court Decision Number 1554 K/ Dwijendra, Bali)
Pid.Sus/2014 (Org. Ind)
The Legitimation of Freehold Title in Agrarian
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 317 - 338 Dispute
Banking Crime in Indonesia is regulated in Law An Analysis of Court Decision Number 25/
Number 10 of 1998 on the amendment to Law Pdt.G/2014/PN.Dps (Org. Ind)
Number 7 of 1992 on Banking. The law expressly
Jurnal Yudisial 2016 9(3), 339 - 355
set the criminal sanctions for any violation. Article
49 paragraph (2) point b of Law Number 10 of The object of the discussion in this analysis is Court
1998, has been stipulated criminal sanctions for Decision Number 25/Pdt.G/2014/PN.Dps ruling
banking crime at a special minimum system, which a dispute of double certificates of freehold titles
is imprisonment a minimum for three years and resulting in lack of certainty over the ownership of a
fine for at least five billion rupiahs. In Decision plot of land. This analysis uses explanatory research
Number 1554 K/Pid.Sus/2014 concerning banking method, which is based on the assessment of the

XV

Jurnal isi.indd 15 1/6/2017 11:30:19 AM


appropriateness of objects to discuss, then defines
the object of study for analysis, that is the Denpasar
District Court’s Decision issued on 25 August 2014,
after regular observation of the proceedings until
the judge pass the decision. This analysis underlines
that one of the main tasks of the courts is to resolve
disputes in the case and put forward positive benefits
to the parties. In the resolution of the dispute, the
judge should reflect and regard a sense of justice
and expediency in the decision. The decision
imposed should ideally provide definite benefits
rather than a negative impact on the society, in order
that the decision made by the panel of honorable
judges would be dignified and expedient. However,
the Decision Number 25/Pdt.G/2014/PN.Dps has
adversely affected the parties. In resolving case filed
by the parties, Denpasar District Court in fact did
not make up mind the issue, but only validates the
reasons for legal actions. Thus, the decision issued
does not solve the problem between the parties,
but in fact restore the case to the condition prior to
submission to the court.
(Fahmi Yanuar Siregar)
Keywords: freehold title, expediency, justice, legal
certainty.

XVI

Jurnal isi.indd 16 1/6/2017 11:30:19 AM


PERKEMBANGAN PEMAKNAAN HAK PREROGATIF PRESIDEN
Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XIII/2015

THE CONSTRUAL DEVELOPMENT


OF THE PREROGATIVE RIGHT OF THE PRESIDENT
An Analysis of Constitutional Court’s Decision Number 22/PUU-XIII/2015

Mei Susanto
Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Jl. Imam Bonjol No. 21, Bandung 40132
E-mail: m.susanto@unpad.ac.id

Naskah diterima: 20 Oktober 2016; revisi: 23 November 2016; disetujui: 24 November 2016

ABSTRAK sumbangsih pemikiran dalam hukum tata negara, untuk


kemudian dapat direkonstruksi dan memberikan makna
Dalam literatur hukum tata negara, persoalan mengenai
yang lebih esensial dari hak prerogatif.
makna hak prerogatif sebagai salah satu kekuasaan
presiden, sering kali menimbulkan perbedaan dan Kata kunci: hak prerogatif, kekuasaan presiden,
perdebatan. Hak prerogatif merupakan kekuasaan konstitusi.
istimewa yang dimiliki oleh seorang presiden tanpa
dapat dicampuri oleh lembaga lainnya. Pandangan ABSTRACT
tersebut seolah-olah menempatkan presiden memiliki
In the sphere of constitutional law, the issue of
kewenangan yang sangat mutlak dan tidak dapat
prerogative construal as one of the president’s powers,
dibatasi sesuai prinsip checks and balances dalam
often leads to different opinions and arguments.
ajaran konstitusi yang dianut Indonesia. Putusan
Prerogative is a distinct power held by the president,
Nomor 22/PUU/-XIII/2015 tentang pengujian Undang-
which cannot be interfered with by other agencies.
Undang Kepolisian, Undang-Undang Pertahanan, dan
The perspective seems to indicate that the president
Undang-Undang TNI mengenai persoalan pengisian
has an absolute authority that cannot be limited by the
jabatan Kapolri dan Panglima TNI yang mengharuskan
checks and balances in the principles of constitutional
adanya persetujuan DPR layak untuk dijadikan bahasan
law employed in Indonesian law. The Constitutional
ulasan. Karena persetujuan DPR tersebut dianggap
Court Decision Number 22/PUU/-XIII/2015 concerning
“mengganggu” hak prerogatif presiden. Perkembangan
judicial review of the Law on Indonesian National
pemikiran mengenai pemaknaan hak prerogatif presiden
Police, the Law on Indonesian Defense, and Law on
dalam Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015, dapat dilihat
Indonesian National Armed Forces on the issue of filling
dalam tiga kelompok besar, yaitu: pandangan ahli,
the positions of the Chief of Indonesian National Police
pandangan mayoritas hakim, dan pandangan satu orang
and the Commander of the Indonesian National Armed
hakim yang menyatakan concurring opinion (pendapat
Forces requiring the approval of Parliament became the
berbeda). Tulisan ini hendak mengulas pendapat para
subject of discussion in this analysis, given the House of
ahli tersebut, khususnya berkaitan dengan pemaknaan
Representative’s approval is measured an “intervention”
hak prerogatif sesuai dengan fokus tulisan. Beberapa
to the prerogative of the president. The development of
pandangan berkaitan dengan pemaknaan hak prerogatif
perspective on the construal of the prerogative of the
dalam Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015 merupakan
president in the Constitutional Court Decision Number

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 237

Jurnal isi.indd 237 1/6/2017 11:30:19 AM


22/PUU-XIII/2015 is divided into three major groups, prerogative in Constitutional Court Decision Number
i.e. the perspective of the experts, the perspective of the 22/PUU-XIII/2015 are considered as conceptual
majority of judges, and the perspective of one judge contributions to the Constitutional Law, which could
stating a concurring opinion. This analysis proposes then be reconstructed to provide more essential construal
to review the opinion of the experts, especially those of the prerogative.
relating to the construal of the prerogative as the focus of
Keywords: prerogative, powers of the president,
discussion. Several perspectives on the construal of the
constitution.

I. PENDAHULUAN 67). Salah satu contoh hak prerogatif yang selalu


dikemukakan adalah mengenai pengangkatan
A. Latar Belakang
menteri yang dianggap sebagai hak eksklusif
Dalam literatur hukum tata negara, persoalan presiden, tanpa dapat dicampuri lembaga lainnya,
mengenai makna hak prerogatif sebagai salah satu apalagi dikontrol. Padahal hak tersebut telah
kekuasaan presiden, sering kali menimbulkan diatur dalam UUD NRI 1945 dan Undang-Undang
perbedaan dan perdebatan (Huda, 2001: 9-10). Kementerian Negara, sehingga apabila presiden
Bahkan Fatovic mengatakan: “scholars, the melanggar ketentuan dalam proses pengangkatan
courts, and the public have been ambivalent about menteri bukankah harus tetap dikontrol? Di
prerogative.” Ambivalensi tersebut menurut sinilah ruang perdebatan mengenai hak prerogatif
Fatovic terletak pada makna hak prerogatif selalu menarik untuk diulas.
sebagai kekuasaan presiden untuk mengambil
Putusan Nomor 22/PUU/-XIII/2015 tentang
tindakan luar biasa (extraordinary) tanpa ada
pengujian Undang-Undang Kepolisian, Undang-
hukum yang secara eksplisit mengaturnya, dan hal
Undang Pertahanan, dan Undang-Undang TNI
tersebut terkadang bertentangan dengan prinsip
mengenai persoalan pengisian jabatan Kapolri
konstitusionalisme (Fatovic, 2004: 429).
dan Panglima TNI yang mengharuskan adanya
Hal tidak jauh berbeda dengan sikap publik persetujuan DPR layak untuk dijadikan salah satu
di Indonesia yang menganggap hak prerogatif bahasan ulasan tersebut, karena persetujuan DPR
sebagai kekuasaan istimewa yang dimiliki oleh tersebut dianggap “mengganggu” hak prerogatif
seorang presiden tanpa dapat dicampuri oleh presiden. Bahkan pemohon I, II, dan III (pemohon
lembaga lainnya. Pandangan tersebut seolah- I DI, pemohon II FA, dan pemohon III HA)
olah menempatkan Presiden Indonesia memiliki yang berlatar belakang dosen hukum tata negara
kewenangan yang sangat mutlak dan tidak menganggap dirugikan secara konstitusional,
dapat diimbangi dan dibatasi sesuai prinsip karena kesulitan menjelaskan sistem presidensial
checks and balances dan ajaran konstitusi yang dalam ketatanegaraan Republik Indonesia.
dianut Indonesia. Hal tersebutlah yang membuat Mereka mengatakan:
ambigu, karena seharusnya dalam negara hukum “.... mengapa untuk mengangkat Kapolri
yang demokratis berdasarkan konstitusionalisme dan Panglima TNI, presiden diharuskan
mendapat persetujuan DPR? Lalu, di mana
tidak boleh ada jabatan atau pemangku jabatan
letak hak prerogatif presiden?”
yang tidak bertanggung jawab (Manan, 2003:

238 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 238 1/6/2017 11:30:19 AM


Di sinilah menariknya Putusan Nomor Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan
22/PUU-XIII/2015. Selain adanya argumentasi memiliki kegunaan, yaitu: (i) memberikan
para pemohon tersebut, beberapa ahli juga perkembangan pemikiran mengenai pemaknaan
mengemukakan berbagai pendapatnya mengenai hak prerogatif presiden; (ii) menemukan
makna hak prerogatif. Juga pendapat mayoritas perkembangan makna yang lebih esensial dari
hakim dan pendapat satu orang hakim yang hak prerogatif presiden; dan (iii) secara praktis
mengajukan concurring opinion (pendapat berbeda) diharapkan dapat memberikan perspektif baru
telah memperkaya pemikiran mengenai pemaknaan dalam pemaknaan hak prerogatif presiden
hak prerogatif. Tulisan ini hendak mengulas khususnya bagi penyelenggara negara.
beberapa pandangan berkaitan dengan pemaknaan
hak prerogatif dalam Putusan Nomor 22/PUU- D. Studi Pustaka
XIII/2015 tersebut sebagai salah satu sumbangsih
pemikiran dalam hukum tata negara untuk kemudian Studi pustaka yang akan dipergunakan
dapat direkonstruksi dan memberikan makna yangdalam tulisan ini adalah mengenai paham
lebih esensial dari hak prerogatif. konstitusionalisme, dan bukan mengenai hak
prerogatif. Mengapa demikian? Karena teori
maupun pemikiran mengenai hak prerogatif
B. Rumusan Masalah
justru muncul dalam putusan Mahkamah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan Konstitusi tersebut yang diungkapkan para
masalah dalam tulisan ini adalah: ahli maupun hakim konstitusi. Sementara
teori konstitusionalisme dipergunakan untuk
1. Bagaimana perkembangan pemikiran
melihat apakah hak prerogatif ini masih relevan
mengenai pemaknaan hak prerogatif
dipertahankan di tengah-tengah semangat
presiden dalam Putusan Nomor 22/PUU-
membatasi kekuasaan.
XIII/2015?
Perlu dicatat dari sejarah constitutionalism,
2. Bagaimana perkembangan makna esensial
telah hadir semenjak tumbuhnya demokrasi
mengenai hak prerogatif presiden dalam
klasik Athena. Politeia yang menjadi bagian dari
hukum ketatanegaraan Indonesia?
kebudayaan Yunani, merupakan embrio awal
lahirnya gagasan konstitusionalisme. Ahli-ahli
C. Tujuan dan Kegunaan hukum pada periode Yunani Kuno, seperti Plato,
Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri Socrates, dan Aristoteles pun mengakui telah
perkembangan pemikiran mengenai pemaknaan hadirnya semangat konstitusionalisme dalam
hak prerogatif presiden yang selama ini dianggap praktik ketatanegaraan polis Athena. Aristoteles,
tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga negara dalam bukunya Politics, menyatakan: “A
lainnya, di mana pendapat-pendapat ahli maupun constitution (or polity) may be defined as the
hakim dalam Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015 organization of a polis, in respect of its offices
telah memberikan lebih banyak sudut pandang generally, but especially in respect of that
sehingga mampu menempatkan hak prerogatif particular office which is souverign in all issues”
presiden secara lebih tepat. (Asshiddiqie, 2005: 7). Walau demikian, karena

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 239

Jurnal isi.indd 239 1/6/2017 11:30:19 AM


menjalankan demokrasi secara langsung, terjadi Lahirnya pembatasan kekuasaan di Inggris
pencampuradukan antara negara dan masyarakat, pada abad ke-18 tersebut, di mana kekuasaan
antara persoalan publik dan privat, yang berartiraja sebagian dialihkan kepada parlemen
warga negara sekaligus pula menjadi pelaku- menjadi simbol mulai diadopsinya paham
pelaku kekuasaan politik yang memegang konstitusionalisme. Hal sama terjadi dalam
peran dalam fungsi legislatif dan pengadilan, revolusi di Amerika (1776) saat memproklamirkan
telah mengakibatkan abu-abunya paham diri sebagai negara merdeka, maupun revolusi di
konstitusionalisme Yunani Kuno. Perancis 1789 saat mengakhiri kekuasaan monarki
absolut Raja Louis XVI, yang kesemuanya
Kekaburan antara negara dan masyarakat
berbicara mengenai pengakhiran rezim otoriter
dalam demokrasi murni, yang menghendaki
menuju rezim pembatasan kekuasaan yang lebih
partisipasi secara langsung inilah, yang memicu
demokratis.
tidak simpatinya Plato dan Aristoteles terhadap
demokrasi. Menurut Aristoteles, suatu negara Atas dasar hal tersebut, paham
yang menerapkan demokrasi murni, dengan konstitusionalisme lahir secara alamiah dalam
kekuasaan tertinggi berada di tangan suara kehidupan manusia. Ia mengajarkan mengenai
terbanyak, dan kekuasaan menggantikan hukum, pentingnya pembatasan kekuasaan yang
telah berpotensi melahirkan para pemimpin mengarahkan negara tetap berada pada aturan
penghasut rakyat, yang menyebabkan demokrasi main yang disepakati sebagaimana disebutkan
tergelincir menjadi despotisme (Diamond, 1999: Hamilton: “constitutionalism is the name given
2). to the trust which men repose in the power
engrossed on parchment to keep a government
Paham konstitusionalisme selanjutnya
order” (Kay dalam Alexander, 1998: 16).
berkembang pada abad ke-18 sebagai bentuk
perlawanan terhadap kondisi negara-negara Paham konstitusionalisme itu sendiri
bangsa (nation state) yang mendapatkan sampai saat ini dianggap masih menjadi satu
bentuknya yang sangat kuat, sentralistis, dan paham yang paling efektif dalam mengelola
sangat berkuasa selama abad ke-16 dan ke- kekuasaan negara. Seperti dikatakan pemikir
17. Di Inggris pada abad ke-18, perkembangan politik kontemporer Almond, yang menyatakan
sentralisme ini mengambil bentuknya dalam bentuk pemerintahan terbaik yang dapat
doktrin ‘king­-in—parliament,’ yang pada diwujudkan adalah pemerintahan campuran atau
pokoknya mencerminkan kekuasaan raja yang pemerintahan konstitusional, yang membatasi
tidak terbatas. Karena itu Kay mengatakan: kebebasan dengan aturan hukum dan juga
“By 1776 Blackstone was able to write that membatasi kedaulatan rakyat dengan institusi-
what Parliament does ‘no authority upon institusi negara yang menghasilkan ketertiban
earth can undo.’ It was partly in response dan stabilitas (Almond, 1996: 53-61).
to the positing of a leviathan-state that the
idea of a government of limited purpose,
Dua pilar utama yang menegakkan fondasi
and therefore of limited power, was
reformulated and explicated” (Kay dalam konstitusionalisme adalah the rule of law dan
Alexander, 1998: 18). pemisahan kekuasaan, seperti diungkapkan oleh
Alder, bahwa hukum harus membatasi kekuasaan

240 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 240 1/6/2017 11:30:19 AM


pemerintahan. Alder mengatakan: “the concepts menggunakan dokumen tertulis sebagai data, dan
of the rule of law and the separation of powers are sumber data yang digunakan dalam penelitian
aspects of the wider notion of ‘constitutionalism,’ ini mencakup bahan hukum primer dan bahan
that is, the idea that governmental power hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah
should be limited by law” (Alder, 1989: 39). bahan hukum yang mengikat atau yang membuat
Pendapat senada juga diutarakan oleh Kay, yang orang taat hukum, meliputi produk hukum yang
mengatakan: “constitusionalism implements the menjadi bahan kajian dan produk hukum sebagai
rule of law; It brings about predictability and alat kritiknya. Bahan hukum sekunder meliputi
security in the relations of individuals and the penjelasan bahan hukum primer berupa doktrin
government by defining in advance the powers para ahli yang ditemukan dalam buku, jurnal, dan
and limits of that government” (Kay dalam dalam website.
Alexander, 1998: 4).
Sementara itu, Cohen mengatakan dalam
penelitian hukum (legal research) terdapat
II. METODE
beberapa pendekatan yang digunakan, yaitu:
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, statute approach, conceptual approach,
penelitian ini merupakan penelitian hukum analitycal approach, comparative approach,
(legal research). Istanto, mengatakan penelitian hystorical approach, philosophical approach,
hukum adalah penelitian yang diterapkan atau dan case approach (dalam Marzuki, 2005: 93).
diberlakukan khusus pada ilmu hukum (Istanto, Merujuk pada pendekatan-pendekatan tersebut,
2007: 29). Sejalan dengan Istanto, Marzuki penulis menggunakan pendekatan perundang-
mengatakan penelitian hukum adalah suatu undangan (statute approach), pendekatan
proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip- konseptual (conceptual approach), pendekatan
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum perbandingan (comparative approach), dan
guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi pendekatan filosofis (philosophical approach).
(Marzuki, 2005: 35). Berangkat dari pemahaman
Pendekatan perundang-undangan
tersebut, maka penelitian ini termasuk ke
digunakan untuk melihat permasalahan hak
dalam penelitian hukum guna mencari jawaban
prerogatif presiden dalam pengangkatan Kapolri
persoalan pemaknaan hak prerogatif presiden,
maupun Panglima TNI yang ada dalam Undang-
melalui aturan hukum, prinsip hukum maupun
Undang Kepolisian, Undang-Undang Pertahanan,
doktrin hukum terutama yang mencuat dalam
dan Undang-Undang TNI serta pengaturan
Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015. Oleh karena
dalam UUD NRI 1945. Pendekatan konseptual
itu, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian
digunakan untuk melihat konsepsi hak prerogatif
hukum dengan pendekatan doktrinal yang
presiden sejalan dengan dianutnya paham
condong bersifat kualitatif berdasarkan data
konstitusionalisme dan negara hukum. Sementara
sekunder (Supranto, 2003: 2).
pendekatan perbandingan dipergunakan
Jenis penelitian yang digunakan dalam dengan melihat sejarah serta penerapan hak
penulisan ini adalah penelitian pustaka (library prerogatif baik di Inggris maupun di Amerika
research). Library research berarti penelitian yang Serikat. Pendekatan filosofis digunakan untuk
melihat makna esensial hak prerogatif agar

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 241

Jurnal isi.indd 241 1/6/2017 11:30:19 AM


sejalan dengan filosofi kepemimpinan negara. diberikan kepada presiden secara langsung oleh
Melalui pendekatan-pendekatan tersebut, maka konstitusi. Saldi sepakat terhadap pandangan
perkembangan pemaknaan hak prerogatif tersebut. Saldi mencontohkan Pasal 17 UUD
presiden dianalisis secara deskriptif kualitatif NRI 1945 mengenai ihwal pengangkatan atau
agar dapat sampai pada kesimpulan akhir yang pengisian menteri-menteri sebagai pembantu
akan menjawab semua pokok permasalahan presiden sebagai hak prerogatif, bukan pada
dalam penelitian. proses perubahan atau pembentukan kementerian.

Poin menarik Saldi mengambil praktik di


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
negara yang menganut sistem presidensial yaitu
A. Perkembangan Pemikiran Mengenai Amerika Serikat yang ternyata pengangkatan
Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden menteri tidak sepenuhnya menjadi prerogatif
dalam Putusan Nomor 22/PUU- presiden, karena beberapa menteri yang berada
XIII/2015 dalam posisi strategis, selalu menunggu konfirmasi
dari Senat Amerika Serikat. Saldi mencontohkan
Perkembangan pemikiran mengenai pengalaman di periode pertama pemerintahan
pemaknaan hak prerogatif presiden dalam Bush Junior yang mengajukan seorang calon
Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015, dapat dilihat menteri keturunan latin perempuan untuk menjadi
dalam tiga kelompok besar, yaitu: pandangan Menteri Tenaga Kerja, tetapi karena ada catatan
ahli, pandangan mayoritas hakim, dan pandangan keberatan dari senat, Bush memilih mengganti
satu orang hakim yang menyatakan concurring nama yang diajukannya dengan nama lain yang
opinion (pendapat berbeda). dinilainya tidak menimbulkan keberatan dari
Pertama yang dibahas adalah perkembangan senat. Jadi, apa yang bisa dijelaskan bahwa soal
pemikiran yang diutarakan oleh para ahli yang prerogatif itu memang ada pergeseran dari waktu
didengarkan dalam persidangan. Dalam putusan ke waktu dan terjadi perbedaan diterapkan di
tersebut, ada empat orang ahli yang memberikan dalam beberapa negara, terutama yang menganut
keterangannya dalam persidangan. Tulisan ini sistem presidensial.
hendak mengulas pendapat para ahli tersebut Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia,
khususnya berkaitan dengan pemaknaan hak menurut Saldi keterlibatan DPR dalam proses
prerogatif sesuai dengan fokus tulisan. Walau rekrutmen pejabat publik juga muncul dalam
tidak sampai menimbulkan perdebatan yang Perubahan UUD NRI 1945 juga ada dengan
sengit, namun pandangan beberapa ahli layak level keterlibatan yang berbeda-beda. Saldi
untuk disimak yang memperkaya pemaknaan hak merekomendasikan untuk jabatan Kapolri dan
prerogatif. Panglima TNI seharusnya pelibatan DPR dalam
Ahli pertama yang didengarkan adalah bentuk pertimbangan bukan persetujuan, karena
Saldi Isra. Dalam keterangannya, Saldi Polri dan TNI adalah institusi yang langsung di
mempergunakan tulisan Bagir Manan pada bawah presiden.
Harian Republika tahun 2001 yang mengatakan Melihat penjelasan Saldi tersebut, maka
bahwa hak prerogatif presiden adalah hak yang Saldi beranggapan bahwa hak prerogatif itu hak

242 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 242 1/6/2017 11:30:19 AM


yang secara konstitusional diberikan kepada undang-undang mana pun, termasuk tidak diatur
presiden. Dalam konteks pengisian jabatan dalam Undang-Undang Kepolisian.
yang termasuk dalam ranah hak prerogatif
Selanjutnya Zainal mengemukakan teori
presiden, Saldi membolehkan campur tangan
yang dibangun oleh Pious, yang menuliskan:
DPR yang merupakan perwujudan checks and
“What does it mean by prerogative power?”
balances. Hanya saja Saldi menekankan pada
Prerogative power sebenarnya itu (constitutional
perbedaan model pengisian jabatan berdasarkan
power). Sejarahnya lahir dari kewenangan raja
jenis kelembagaan. Apabila di ranah eksekutif
sebagaimana disebutkan Dicey yang mengatakan:
seharusnya hanya pertimbangan saja.
“Agak sulit dibedakan dengan yang namanya
Ahli kedua yang didengarkan adalah diskresi raja dengan yang namanya prerogatif
Harjono. Dalam keterangannya, Harjono tidak raja.” Tetapi, walaupun berbeda bisa dikatakan
menggunakan hak prerogatif dalam analisisnya. bahwa itulah kewenangan raja yang kemudian
Bahkan Harjono mengatakan: di dalam sistem parlementer diserahkan kepada
“Ahli berpendapat bahwa menurut Undang- kepala negara, sedang dalam sistem presidensial
Undang Dasar, penunjukan Kapolri diserahkan kepada prerogatif presiden.
adalah kewenangan tunggal presiden.
Ahli tidak menggunakan hak prerogatif Lebih lanjut Zainal mengungkap sekurang-
karena itu adalah hak dari presiden secara
kurangnya tiga pemaknaan prerogatif. Pertama,
konstitusional. Belum ada penjelasan
ini prerogatif, haknya presiden, haknya sebenarnya dia punya peluang untuk menafsirkan
presiden yang bukan prerogatif apa? konstitusi, bahkan mengatur sesuatu yang di luar
Sementara ini tidak ada satu penjelasan
tentang itu. Apabila ketentuan undang- konstitusi, yang tidak diatur di konstitusi. Zainal
undang akan mengatur keterlibatan DPR memberikan contoh di Amerika ketika Presiden
dalam pemilihan Kapolri, hak yang Nixon dalam kasus Watergate mengeluarkan
dapat diberikan oleh undang-undang
maksimal adalah hak untuk memberikan tindakan yang melarang namanya diperdengarkan
pertimbangan saja dan bukan persetujuan.” ke publik dalam rekaman yang beredar luas. Hal
yang kemudian ditolak ramai-ramai. Kedua,
Ahli ketiga yang didengarkan adalah
menerjemahkan prerogative power itu dalam
Zainal Arifin Mochtar. Zainal menyatakan tidak
kaitan sesuatu power yang embedded. Jadi, yang
sepenuhnya setuju dengan apa yang dikatakan
melekat atau biasa disebut sebagai atributif.
Saldi Isra yang mengutip Bagir Manan soal apa
Apa yang ada di konstitusi, itulah kewenangan
yang dimaksud prerogative power. Menurut
prerogatif. Ketiga, biasanya dikaitkan dengan
Zainal, prerogatif dalam makna sejarah konstitusi
discretionary power. Walaupun banyak
itu berarti dia memiliki kewenangan untuk beyond
yang merumuskan ini dalam kaitan dengan
costitution. Itu yang disebut sebagai constitutional
kewenangan sebagai kepala pemerintahan, tetapi
power. Dia mengisi sesuatu yang tidak diatur
ketiga-tiganya adalah prerogatif.
secara detail di dalam konstitusi. Karena itu,
Zainal mengatakan termasuk yang membenarkan Walaupun menganggap bahwa
ketika presiden menarik calon Kapolri. pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI
Menurutnya tidak ada masalah, itu adalah bagian merupakan prerogatif presiden, Zainal juga
dari constitutional power karena tidak diatur di mengajukan argumentasi bahwa executive

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 243

Jurnal isi.indd 243 1/6/2017 11:30:19 AM


heavy haruslah dicegah, sehingga Zainal pada prerogatif sebagai residu dari kekuasaan diskresi
kesimpulannya mengusulkan agar keterlibatan raja atau ratu yang secara hukum tetap dibiarkan
DPR dalam pengisian jabatan Kapolri dan dan dijalankan sendiri oleh raja atau ratu dan para
Panglima TNI semestinya menggunakan model menteri. Yang disebut kekuasaan diskresi atau
pertimbangan bukan persetujuan. discretionary power adalah segala tindakan raja
atau ratu atau pejabat negara lainnya yang secara
Dari pendapat Zainal ini dapat diperoleh
hukum dibenarkan walaupun tidak ditentukan
pemaknaan hak prerogatif sebagai kekuasaan
atau didasarkan pada suatu ketentuan undang-
yang tidak secara tegas dituliskan dalam konstitusi
undang.
maupun peraturan perundang-undangan, namun
keberadaannya tetap diakui khususnya dalam Astawa menjelaskan, disebut sebagai residu
rangka mengisi kekosongan hukum atas perkara karena kekuasaan ini tidak lain dari sisa seluruh
atau kejadian ketatanegaraan yang ada di depan kekuasaan mutlak yang semula ada pada raja
mata. Karena itu, hak prerogatif ini bersifat atau ratu yang kemudian makin berkurang karena
melekat dan memiliki karakteristik diskresi yang beralih ke tangan rakyat atau parlemen ataupun
akan sangat bergantung pada presiden dalam unsur-unsur pemerintahan lainnya, seperti
mempergunakannya. menteri. Dahulu kala memang Raja-Raja Inggris
terkenal dengan kekuasaannya yang demikian
Ahli keempat adalah I Gede Pantja Astawa
absolut. Demikian absolutnya kekuasaan raja itu
yang merupakan ahli dari pemerintah. Dalam
menimbulkan reaksi, terutama dari rakyat yang
pemaparannya Astawa lebih fokus menyampaikan
lama kelamaan reaksi rakyat ini diwakili oleh
pendapat tentang hak prerogatif presiden, baik
parlemen itu berhasil mengurangi absolutisme
yang berkenaan dengan makna sejarah dan
kekuasaan Raja Inggris dan sampai kemudian
karakter prerogatif, maupun kekuasaan presiden
berhasil dan sengaja menyisakan sedikit
dalam UUD NRI 1945. Uraian Astawa dimulai
kekuasaan yang absolut ini dibiarkan berada di
dari istilah hak atau kekuasaan prerogatif secara
tangan raja. Inilah sebetulnya asal mula dari apa
etimologis, berasal dari bahasa Latin, praerogativa,
yang kita kenali dengan residu yang kemudian
maknanya adalah dipilih sebagai yang paling
dikenal dengan nama prerogatif. Jadi dengan
dahulu memberikan suara. Praerogativus, diminta
kata lain, prerogatif sebetulnya kekuasaan sisa.
sebagai yang pertama memberi suara. Praerogare,
Ini yang kemudian diadopsi di berbagai negara-
diminta sebelum meminta yang lain.
negara dalam sistem ketatanegaraan di berbagai
Menurut Astawa, sebagai pranata negara-negara modern.
tata negara, prerogatif berasal dari sistem
Astawa juga mengatakan bahwa kekuasaan
ketatanegaraan Inggris. Hingga saat ini pranata
prerogatif bersumber pada common law (hukum
prerogatif tetap merupakan salah satu sumber
tidak tertulis) yang berasal dari putusan hakim
hukum, khususnya sumber hukum tata negara
karena tidak memerlukan suatu undang-undang.
di Kerajaan Inggris. Dalam konteks pemaknaan
Oleh sebagian pakar memandang kekuasaan
atau pengertian prerogatif, Astawa mengutip
prerogatif sebagai undemocratic and potentially
pendapat dari Dicey, seorang pakar hukum tata
dangerous, jadi sangat berbahaya sekali. Untuk
negara kenamaan Inggris yang merumuskan
mengurangi sifat tidak demokratik dan potensi

244 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 244 1/6/2017 11:30:19 AM


bahaya tersebut, maka penggunaan kekuasaan pertanyaan tersebut, Astawa mengatakan
prerogatif dibatasi dengan cara, pertama, sekurang-kurangnya perbedaaan mencakup hal
dialihkan ke dalam undang-undang. Kedua, sebagai berikut: Pertama, ruang lingkup, sebagai
kemungkinan diuji melalui peradilan, yang kita kekuasaan residu yang bersumber pada diskresi,
kenali dengan judicial review. Atau ketiga, kalau jenis, dan batas kekuasaan prerogatif tidak dapat
akan dilaksanakan oleh raja atau ratu harus terlebih diketahui secara pasti. Dengan pengaturannya
dahulu mendengar pendapat atau pertimbangan dalam undang-undang atau UUD NRI 1945,
menteri. Suatu kekuasaan prerogatif yang sudah jenis dan batas kekuasaan yang semula berupa
diatur dalam undang-undang tidak lagi disebut kekuasaan prerogatif dapat ditentukan secara
sebagai hak prerogatif melainkan sebagai hak pasti. Kedua, setelah menjadi kekuasaan menurut
yang berdasarkan undang-undang. atau berdasarkan undang-undang atau UUD NRI
1945, karakter diskresi makin dibatasi dan lebih
Atas dasar argumentasi yang dibangunnya,
mudah menilai penggunaannya secara hukum,
Astawa menyimpulkan bahwa kekuasaan
misalnya judicial review. Kecuali, badan peradilan
prerogatif mengandung beberapa karakter, yaitu:
enggan atau memandang kekuasaan tersebut
(1) sebagai residual power; (2) merupakan
sebagai nonjusticiable. Atas dasar kekuasaan
kekuasaan diskresi atau freies ermessen dalam
semacam ini, lebih menampakkan diri sebagai
bahasa Jerman, dan beleid dalam bahasa
masalah politik (political question) daripada
Belanda; (3) tidak ada dalam hukum tertulis;
sebagai masalah hukum (legal question). Ketiga,
(4) penggunaannya dibatasi; dan (5) akan hilang
tidak ada lagi pengertian sebagai suatu kekuasaan
apabila telah diatur dalam undang-undang atau
yang bersifat residu karena menjadi kekuasaan
UUD NRI 1945.
yang dilahirkan secara hukum. Ini yang disebut
Astawa menambahkan bahwa kekuasaan dengan created by law. Keempat, menjadi bagian
prerogatif akan hilang apabila diatur dalam hukum tertulis (written law). Dengan demikian,
undang-undang atau UUD NRI 1945. Pengertian cara-cara penciptaan, penghapusan, dan cara
hilang di sini bukan selalu berarti materi menjalankannya akan ditentukan menurut
kekuasaan prerogatif akan sirna. Berbagai aturan dan tata cara yang diatur atau yang lazim
kekuasaan prerogatif tersebut dapat diatur dalam berlaku bagi hukum tertulis. Kelima, setelah
undang-undang atau UUD NRI 1945. Apabila diatur menurut atau berdasarkan undang-undang
telah diatur dalam undang-undang atau UUD atau UUD NRI 1945, tidak ada lagi kekuasaan
NRI 1945, maka tidak lagi disebut kekuasaan prerogatif. Yang ada adalah kekuasaan hukum
prerogatif, melainkan sebagai kekuasaan menurut atau kekuasaan berdasarkan undang-undang
atau berdasarkan undang-undang (statutory (statutory power) atau menurut berdasarkan
power) atau kekuasaan menurut atau berdasarkan UUD NRI 1945 (constitutional power).
UUD NRI 1945 (constitutional power).
Astawa mengatakan bahwa sebagai hukum
Lebih lanjut Astawa mengatakan, kalau positif, UUD NRI 1945 merupakan sumber
isinya sama atau serupa, apakah ada perbedaan pertama dan utama sistem hukum, serta segala
antara kekuasaan berdasarkan undang-undang sistem kemasyarakatan berbangsa dan bernegara.
atau berdasarkan UUD NRI 1945? Menjawab UUD NRI 1945 merupakan sumber pencipta

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 245

Jurnal isi.indd 245 1/6/2017 11:30:19 AM


kaidah-kaidah hukum tata negara. Seperti Setelah menguraikan pendapat beberapa ahli
keberadaan badan atau lembaga negara atau sebagai kelompok besar pertama, perkembangan
jabatan-jabatan yang ada dalam negara. Demikian pemikiran mengenai pemaknaan hak prerogatif
pula halnya dengan kekuasaan presiden yang selanjutnya akan diuraikan kelompok besar kedua
lazim disebut dengan hak prerogatif bersumber yaitu pandangan mayoritas hakim konstitusi
dan diciptakan secara hukum oleh dan di dalam berkaitan dengan pemaknaan hak prerogatif.
UUD NRI 1945. Kekuasaan presiden tersebut
Penulis menyebut mayoritas hakim, karena
bukan sekedar terdapat, tetapi sebagai sesuatu
ada satu orang hakim yang mengajukan pendapat
yang diciptakan oleh UUD NRI 1945.
berbeda (concurring opinion) yang akan dibahas
Kekuasaan ini ditinjau dari pengertian berikutnya. Dalam pertimbangannya berkaitan
hukum tidak mengandung karakter residu, dengan hak prerogatif, mayoritas hakim konstitusi
tidak mengandung karakter diskresi, melainkan mengamini pendapat bahwa secara teoritis, hak
kekuasaan yang lingkup dan jenisnya lahir dan prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa
ditentukan oleh hukum karena diatur dalam yang dimiliki oleh lembaga tertentu yang bersifat
UUD NRI 1945, maka bersifat dan merupakan mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat
kekuasaan konstitusional (constitutional power). diganggu gugat oleh lembaga negara yang lain.
Jadi, sistem ketatanegaraan Indonesia menurut Dalam sistem pemerintahan negara-negara pada
UUD NRI 1945 sesungguhnya tidak mengenal saat ini, hak tersebut dimiliki oleh kepala negara
hak atau kekuasaan prerogatif, yang ada adalah baik raja, presiden, atau kepala pemerintahan
kekuasaan konstitusional yang harus tunduk dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan
pada pengertian dan paham negara berkonstitusi dalam konstitusi sehingga menjadi kewenangan
(constitutional state), antara lain pembatasan konstitusional. Hak ini juga dipadankan
kekuasaan (limited government). Selain itu, dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh
terhadap kekuasaan konstitusional presiden konstitusi kepada lembaga eksekutif dalam ruang
tersebut perlu ada instrumen pengendali agar lingkup kekuasaan pemerintahannya terutama
kekuasaan tersebut tetap benar secara hukum bagi sistem yang menganut pembagian atau
(on the track), wajar, dan pantas. Salah satu cara pemisahan kekuasaan negara.
pengendaliannya adalah melalui pranata yang
Selanjutnya mayoritas hakim konstitusi
kita kenali dengan checks and balances.
berpendirian bahwa pada saat Perubahan UUD
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan NRI 1945 telah terjadi penegasan dan penguatan
pendapat Astawa berkaitan dengan hak prerogatif sistem pemerintahan presidensial sebagaimana
cukup komprehensif karena mengulas dari termaksud dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD
sisi istilah, sejarah, karakter sampai dengan NRI 1945 yang menyatakan: “Presiden Republik
kontekstualnya dengan sistem ketatanegaraan Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
Indonesia. Walau demikian, pendapat Astawa menurut Undang-Undang Dasar.” Selain itu,
lebih banyak mengulas prerogatif dari sisi disepakati juga tentang pembagian kekuasaan
ketatanegaraan Inggris yang menerapkan sistem yang dirumuskan dengan prinsip checks and
pemerintahan parlementer, dan tidak membahas balances sebagai respon atas praktik executive
prerogatif dari aspek sistem presidensil. heavy sebelum terjadi perubahan UUD NRI 1945.

246 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 246 1/6/2017 11:30:19 AM


Berkaitan hak prerogatif presiden meskipun Pendapat mayoritas hakim tersebut
secara eksplisit tidak disebutkan dalam UUD NRI sebenarnya tidak terlalu banyak mengulas
1945, namun dalam pembahasan perubahan UUD pemaknaan hak prerogatif. Namun ada satu pesan
NRI 1945 isu tentang hak prerogatif presiden yang diperoleh dari mayoritas hakim tersebut
menjadi perdebatan semua fraksi dan secara garis adalah bahwa penyelenggaraan ketatanegaraan
besar hampir semua fraksi setuju adanya hak Indonesia didasarkan pada prinsip checks and
prerogatif presiden dengan tetap dibatasi oleh balances sehingga sangat memungkinkan
mekanisme checks and balances dalam rangka keterlibatan lembaga negara lain dalam kerangka
untuk membatasi besarnya dominasi dan peran mengawasi dan mengimbangi kewenangan
seorang presiden. Kontrol terhadap presiden lembaga negara lainnya. Pendapat mayoritas
secara kelembagaan dapat dilakukan oleh DPR. hakim ini kemudian dikritik oleh Saldi dalam
Kata Pengantar buku Pengisian Jabatan Publik
Mayoritas hakim selanjutnya berpendapat
dalam Ranah Kekuasaan Eksekutif, dengan
bahwa adanya permintaan persetujuan oleh
menyebut:
presiden kepada DPR dalam hal pengangkatan
Kapolri dan Panglima TNI bukanlah suatu “Mahkamah Konstitusi justru mengukuhkan
mekanisme pemberian persetujuan oleh
penyimpangan dari sistem pemerintahan DPR dalam pengangkatan Kapolri dan
presidensial, hal tersebut justru menggambarkan Panglima TNI. Walaupun demikian, ada
telah berjalannya mekanisme checks and hal yang patut disayangkan dari putusan
tersebut, Mahkamah Konstitusi tidak
balances sebagaimana tersirat dalam UUD NRI memberikan pertimbangan lebih jauh ihwal
1945. Selain itu, menurut mayoritas hakim, pilihan memberikan “persetujuan” atau
“memberikan pertimbangan.” Seharusnya
proses pemilihan pejabat publik bertujuan untuk
Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan
melindungi hak dan kepentingan publik yang dua pilihan tersebut dalam kaitannya
dapat dicapai melalui suatu prosedur pemilihan dengan upaya menjamin hadirnya suatu
prosedur pemilihan yang transparan,
yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. akuntabel, dan partisipatif” (Fahmi (Ed),
Adanya permintaan persetujuan tersebut adalah 2016: vi).
dalam rangka menciptakan dan menghasilkan
Pendapat Saldi tersebut di satu sisi
tata kelola pemerintahan yang baik (good
dapat dibenarkan karena pendapat mayoritas
governance), sehingga dapat terpilih sosok
hakim memang kurang mendalam dan kurang
pejabat yang betul-betul memiliki integritas,
melakukan elaborasi sebagai jalan memberikan
kapabilitas, dan leadership, serta akseptabilitas
terobosan dalam soal pengisian pejabat negara
dalam rangka membantu presiden untuk
yang melibatkan DPR, namun di sisi lain pendapat
menjalankan pemerintahan.
Saldi tersebut dirasa kurang objektif karena yang
Atas dasar pertimbangan tersebut, bersangkutan memberikan keterangan ahli dalam
mayoritas hakim berkesimpulan adanya persidangan Mahkamah Konstitusi.
persetujuan DPR dalam hal pengangkatan
Setelah posisi mayoritas hakim, selanjutnya
Kapolri dan Panglima TNI oleh presiden tidak
akan memasuki kelompok besar ketiga yaitu
bertentangan dengan UUD NRI 1945, sehingga
adanya hakim konstitusi yang mengajukan
permohonan pembatalan dinyatakan tidak
concurring opinion berkaitan dengan pemaknaan
beralasan menurut hukum atau ditolak.

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 247

Jurnal isi.indd 247 1/6/2017 11:30:19 AM


hak prerogatif. Adalah Hakim Konstitusi I pemerintahan parlementer). Palguna dengan
Dewa Gede Palguna yang mengajukan pendapat menyitir pendapat Lijphart, mengemukakan
berbeda (concurring opinion) dalam menanggapi sejumlah ciri umum yang dapat ditemukan dalam
persoalan hak prerogatif. Pendapat Palguna sistem presidensial, antara lain:
ini cukup menarik dikupas karena mengaitkan “Pertama, lembaga perwakilan (assembly)
hak prerogatif dengan sistem pemerintahan adalah lembaga yang terpisah dari
presidensial dengan mengambil contoh lembaga kepresidenan. Kedua, presiden
dipilih oleh rakyat untuk suatu masa
penyelenggaraannya di Amerika Serikat. Di awal jabatan tertentu. Jadi, baik presiden
pendapatnya Palguna mengatakan: maupun lembaga perwakilan sama-sama
memperoleh legitimasinya langsung dari
“Terlepas dari persoalan kedudukan rakyat pemilih. Karena itu, presiden tidak
hukum (legal standing) para pemohon, dapat diberhentikan atau dipaksa berhenti
substansi permohonan a quo adalah perihal dalam masa jabatannya oleh lembaga
hak prerogatif presiden dalam sistem perwakilan (kecuali melalui impeachment
pemerintahan presidensial. Konkretnya, karena adanya pelanggaran yang telah
dalam konteks permohonan a quo, apakah ditentukan). Ketiga, presiden adalah
adanya campur tangan DPR dalam kepala pemerintahan sekaligus kepala
rupa pemberian persetujuan terhadap negara. Keempat, presiden memilih sendiri
pengangkatan (dan pemberhentian) calon menteri-menteri atau anggota kabinetnya
Panglima Tentara Nasional Indonesia (di Amerika disebut secretaries). Kelima,
(Panglima TNI) dan calon Kepala Kepolisian presiden adalah satu-satunya pemegang
Republik Indonesia (Kapolri) bertentangan kekuasaan eksekutif (berbeda dari sistem
hakikat hak prerogatif presiden dalam parlementer di mana perdana menteri adalah
sistem pemerintahan presidensial menurut primus interpares, yang pertama di antara
UUD NRI 1945, sebagaimana didalilkan yang sederajat). Keenam, anggota lembaga
oleh para pemohon?” perwakilan tidak boleh menjadi bagian dari
pemerintahan atau sebaliknya. Ketujuh,
Melalui dalil-dalilnya, para pemohon presiden tidak bertanggung jawab kepada
beranggapan bahwa hak prerogatif lembaga perwakilan melainkan kepada
merupakan syarat yang tak dapat konstitusi. Kedelapan, presiden tidak
ditiadakan, bahkan tak dapat dikurangi, dapat membubarkan lembaga perwakilan.
dalam sistem presidensial. Oleh karena itu, Kesembilan, kendatipun pada dasarnya
pertanyaan pertama yang harus dijawab berlaku prinsip supremasi konstitusi,
adalah apa dan bagaimana ciri sistem dalam hal-hal tertentu, lembaga perwakilan
(pemerintahan) presidensial itu? Jawaban memiliki kekuasaan lebih dibandingkan
atas pertanyaan ini sekaligus menjadi dengan dua cabang kekuasaan lainnya.
landasan untuk menjawab pertanyaan Hal ini mengacu pada praktik (di Amerika
tentang maksud pernyataan “memperkuat Serikat) di mana presiden yang diberi
sistem pemerintahan presidensial” yang kekuasaan begitu besar oleh konstitusi
merupakan salah satu kesepakatan politik namun dalam hal-hal tertentu ia hanya
fraksi-fraksi di MPR tatkala hendak dapat melaksanakan kekuasaan itu setelah
melakukan perubahan terhadap UUD NRI mendapatkan persetujuan kongres.
1945 (1999).” Kesepuluh, presiden sebagai pemegang
pucuk pimpinan kekuasaan eksekutif
Untuk menganalisis persoalan yang diajukan bertanggung jawab langsung kepada
pemohon tersebut, Palguna menggunakan pemilihnya. Oleh karena itu, seorang
Konstitusi Amerika Serikat sebagai konstitusi presiden di Amerika Serikat dengan mudah
mengatakan kepada anggota anggota
(tertulis) pertama yang memperkenalkan sistem kongres, “You represent your constituency,
presidensial sebagai alternatif terhadap sistem I represent the whole people” dan tak
seorangpun membantahnya. Kesebelas,
monarki (yang kemudian mengembangkan sistem

248 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 248 1/6/2017 11:30:19 AM


berbeda dari sistem parlementer di mana not being able to foresee and provide
parlemen merupakan titik pusat dari segala by laws for all that may be usefull to the
aktivitas politik, dalam sistem presidensial community, the executor of the laws,
hal semacam itu tidak dikenal” (Lijphart, having the power in his hands, has by the
1992: 40-47). common law of nature a right to make use
of it for the good of the society ..... till the
Selanjutnya Palguna mengatakan: legislative can conveniently be assembled
to provide for it.” Dengan demikian, secara
“Setelah mengidentifikasi ciri-ciri umum doktrinal, kekuasaan prerogatif adalah
sistem presidensial di atas, pertanyaannya kekuasaan yang diberikan kepada eksekutif
kemudian adalah di mana “tempat” hak sebagai bagian dari diskresi yang lahir dari
prerogatif presiden, sebab tidak secara tuntutan masyarakat dan demi kebaikan
eksplisit teridentifikasi dalam ciri-ciri masyarakat sampai legislatif dapat berapat
dimaksud? Apakah dengan demikian berarti dan mengaturnya (membuat hukumnya).
hak yang dinamakan hak prerogatif presiden
itu sesungguhnya bukan merupakan unsur Palguna juga mengutip pendapat Bracton
melekat dari sistem presidensial?”
dan Fortescue berkaitan dengan sisi historis the
Atas persoalan tersebut, menurut Palguna, royal prerogative yang merujuk pada dua saluran
secara tekstual, dalam UUD NRI 1945 maupun yang digunakan untuk melaksanakan kekuasaan
dalam Konstitusi Amerika Serikat, yang dirujuk kerajaan. Bracton menyebut dua saluran yaitu:
sebagai perbandingan, istilah “hak prerogatif” jurisdictio (yurisdiksi) dan gubernaculum (cara
itu tidak dikenal, dalam arti tidak disebut secara memerintah). Sementara Fortescue menyebutnya
eksplisit. Hak tersebut hanya dikenal dalam dengan istilah dominium politicum et regale
doktrin dan praktik sebagai bagian dari kekuasaan (wewenang politis dan agung). Maksud mereka
eksekutif yang mula-mula berkembang dalam adalah bahwa dalam bidang-bidang pelaksanaan
bentuk pemerintahan monarki, khususnya di pemerintahan yang menyangkut perlindungan
Inggris. ketertiban dalam negeri dan pertahanan kerajaan
dari musuh-musuh asing, kekuasaan mahkota
Selanjutnya Palguna menguraikan doktrin
(raja/ratu) bersifat absolut dan tak terbatas;
prerogatif yang ada di Inggris dengan mengutip
sementara dalam bidang-bidang yang berkenaan
pendapat Locke dalam Two Treatises of Civil
dengan hidup, kebebasan, dan hak milik dari
Government:
warga negara yang merdeka, kekuasaan mahkota
Locke menyebut kekuasaan prerogatif (raja/ratu) terikat pada hukum nasional.
(yang berada di tangan eksekutif) sebagai
“kekuasaan untuk bertindak berdasarkan Abad ke-16, yang dinamakan royal
diskresi demi kebaikan umum, tanpa ada
perumusannya dalam hukum, bahkan ada prerogative ini bahkan meluas yang sebagian
kalanya bertentangan dengan hukum” besar di antaranya melanggar hukum
(“power to act according to discretion for namun dibenarkan berdasarkan kekuasaan
the public good, without the prescription of
the law and sometimes even against it”). atau kewenangan dispensasi, misalnya
Kekuasaan demikian diberikan kepada mengesampingkan pelaksanaan undang-undang
eksekutif, menurut Locke, karena “Where tertentu terhadap kasus-kasus tertentu. Perluasan
the legislative and executive power are
in distinct hands .... there the good of the secara besar-besaran hak prerogratif ini kemudian
society requires that several things should menimbulkan perlawanan dari dua kelompok,
be left to the discretion of him that has
yaitu: anggota parlemen (parliamentarians) dan
the executive power. For the legislators

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 249

Jurnal isi.indd 249 1/6/2017 11:30:20 AM


ahli hukum common law (common-law lawyers) yang kelompok ketiga adalah approve legislation
pada abad ke-17 dan akhirnya, sejak abad ke- (Ibid, Wilson, 1983: 302).
18, ketika Inggris mulai mengadopsi sistem
Selanjutnya Palguna mengatakan:
pemerintahan kabinet menteri-menteri yang
sekaligus merupakan anggota parlemen (yang “Walaupun hak prerogatif presiden di
Amerika Serikat dapat dalam tiga bentuk
kemudian dikenal dengan sistem parlementer). tersebut, namun dalam praktik, apa
Parlemen dan para menteri merebut hak-hak itu yang dinamakan kewenangan prerogatif
dari tangan raja (dalam Levy & Fisher, 1994: (prerogative power) presiden di Amerika
Serikat adalah tindakan sepihak presiden
593-594). yang dilakukan semata-mata atas dasar
diskresi demi kepentingan publik yang
Palguna mengkontekskan hal tersebut tidak ditemukan dasarnya dalam hukum
dengan sejarah Amerika Serikat, yang merupakan maupun konstitusi namun hal itu dipandang
perlu. Misalnya tatkala Presiden George
bekas jajahan Inggris, tatkala memperkenalkan
Washington mengeluarkan “proklamasi
sistem pemerintahan baru (kemudian dikenal netralitas” (neutrality proclamation);
dengan sistem presidensial), pasca Proklamasi atau tatkala Presiden Abraham Lincoln
melakukan tindakan-tindakan yang
Kemerdekaan 1776 dan setelah pemberlakuan disebutnya sebagai “higher obligation”
Konstitusi Amerika Serikat hasil Constitutional demi menjaga persatuan (union); atau
Convention 1787. Ternyata mengadopsi konsepsi tatkala Presiden Theodore Roosevelt
membuat perjanjian-perjanjian yang
hak prerogatif itu, namun dengan memberikan dinamakan executive agreements terhadap
pengertian yang berbeda, bukan lagi sebagai hak hal-hal yang tidak tercakup dalam materi
eksklusif eksekutif (c.q. presiden). Di Amerika perjanjian yang memerlukan pengesahan
senat; atau tatkala Presiden Jimmy Carter
Serikat, secara doktrinal, apa yang dinamakan memberikan amnesti umum (blanket
hak atau kewenangan prerogratif itu dibagi amnesty) bagi mereka yang menolak wajib
militer selama berlangsungnya Perang
menjadi tiga kelompok, yaitu: (i) kewenangan
Vietnam. Oleh karena itulah apa yang kini
prerogatif yang berada di tangan presiden sendiri; dipahami sebagai kewenangan prerogatif
(ii) kewenangan prerogatif yang berada di presiden di Amerika Serikat digambarkan
sebagai “a situation that is dangerous
tangan presiden dan senat; dan (iii) kewenangan but necessary” sebab pembatasan atau
prerogatif yang berada di tangan presiden dan pengendalian terhadap tindakan itu tidak
kongres. ditentukan oleh dan dalam konstitusi
melainkan oleh hal-hal yang bersifat politis,
Kelompok pertama adalah commander-in- yaitu kongres, birokrasi, media massa, dan
pendapat publik.”
chief of the armed forces, commission officer of
the armed forces, grand reprieves and pardons Atas dasar pertimbangan-pertimbangan
for federal offences (except impeachment), teoritis yang telah diuraikan, Palguna
convene congress in special sessions, receive menyimpulkan bahwa dalam praktik di Amerika
ambassadors, take care that the laws be faithfully Serikat, apa yang dinamakan hak atau kewenangan
executed, wield the executive power, appoint prerogatif, dalam arti yang benar-benar secara
officials to lesser offices. Sedangkan yang eksklusif berada di tangan presiden, adalah hak
termasuk ke dalam kelompok yang kedua adalah atau kewenangan presiden untuk melakukan
make treaties, appoint ambassadors, judges, and tindakan diskresi yang didasari oleh pertimbangan
high officials. Adapun yang termasuk ke dalam kepentingan dan kemanfaatan publik yang tidak

250 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 250 1/6/2017 11:30:20 AM


ditemukan dasarnya dalam Konstitusi Amerika terhadap UUD NRI 1945, haruslah
Serikat. Sementara apa yang secara doktrinal juga diartikan sebagai maksud memperjelas
sistem pemerintahan presidensial yang
dinamakan hak atau kewenangan prerogatif dan dianut di Indonesia sehingga memenuhi
ditemukan pengaturannya dalam konstitusi tidak ciri-ciri umum yang ada dalam sistem
hanya mencakup hak atau kewenangan eksklusif pemerintahan presidensial, bukan
menekankan pada gagasan memperkuat
presiden melainkan juga dilaksanakan bersama- hak prerogatif presiden dalam pengertian
sama dengan lembaga atau organ negara lainnya, sebagai hak absolut presiden yang tak dapat
dikurangi.
entah itu dengan senat maupun dengan kongres,
sehingga sesungguhnya lebih tepat jika disebut Pada bagian akhir setelah menguraikan
sebagai kewenangan konstitusional presiden. pendapatnya, Palguna menyatakan permohonan
para pemohon yang mendalilkan campur tangan
Secara lebih rinci Palguna menyimpulkan
DPR dalam pengangkatan dan pemberhentian
kewenangan prerogatif presiden dalam sistem
Panglima TNI dan Kapolri bertentangan dengan
presidensial dari aspek doktrin, sejarah
UUD NRI 1945, dengan argumentasi bahwa hal
perkembangan, dan praktik pelaksanaan, yaitu:
itu tidak sesuai dengan hakikat hak prerogatif
- pertama, secara doktrinal, hak atau presiden dalam sistem presidensial, harus
kewenangan prerogatif adalah hak atau dinyatakan ditolak. Kemudian apabila dicermati,
kewenangan diskresi yang lahir dari
tuntutan kepentingan dan kebaikan beberapa karakter hak prerogatif yang diuraikan
publik sehingga legitimasinya pun dinilai Palguna hampir sama dengan yang diutarakan
berdasarkan kepentingan dan kebaikan
Astawa. Perbedaannya adalah Palguna tidak
publik;
mengatakan hak prerogatif sebagai kekuasaan
- kedua, secara historis, hak atau
yang bersifat residual sebagaimana disebutkan
kewenangan prerogatif berasal dari
kewenangan atau kekuasaan absolut yang Astawa.
dimiliki oleh mahkota (raja/ratu) dalam
bentuk pemerintahan monarki, khususnya Pandangan-pandangan berkaitan dengan
di Inggris, namun seiring berjalannya pemaknaan hak prerogatif yang telah diuraikan
waktu makin lama makin berkurang isi
maupun ruang lingkupnya ketika Inggris baik yang disodorkan ahli maupun satu orang
berubah menjadi monarki dengan sistem hakim konstitusi yang mengajukan concurring
pemerintahan parlementer; opinion menjadi bukti mengenai perkembangan
- ketiga, hak atau kewenangan prerogatif pemikiran mengenai pemaknaan hak prerogatif.
tersebut tidak pernah disebutkan secara Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa
eksplisit dalam konstitusi sebagai ciri
yang melekat dalam sistem pemerintahan Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015 ini dapat
presidensial meskipun dalam praktik dikatakan sebagai putusan yang mencerahkan
hal itu diakui dan diterima namun dasar
(enlightenment decision) dalam rangka
penerimaannya adalah semata-mata
kepentingan dan kemanfaatan publik dan merekonstruksi makna hak prerogatif yang tidak
legitimasinya diperoleh secara politis; hanya terbatas pada makna hak yang dimiliki
- keempat, bahwa oleh karena itu seorang presiden yang tidak dapat diganggu
“memperkuat sistem pemerintahan gugat oleh lembaga lainnya walaupun sebenarnya
presidensial,” yang merupakan salah satu
kesepakatan penting fraksi-fraksi di MPR sudah diatur dalam konstitusi maupun peraturan
tatkala hendak melakukan perubahan perundang-undangan.

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 251

Jurnal isi.indd 251 1/6/2017 11:30:20 AM


B. Perkembangan Makna Esensial permasalahan yang ada. Bahkan mustahil
Mengenai Hak Prerogatif Presiden dalam pula meramalkan undang-undang yang dapat
Hukum Ketatanegaraan Indonesia menyediakan solusi terhadap kepentingan publik.
Untuk itulah keberadaan kekuasaan istimewa yang
Pendapat yang menyebut hak prerogatif tidak
disebut dengan prerogatif ini diperlukan. Lebih
dapat diganggu gugat merupakan pendapat yang
lanjut Locke mengatakan prerogatif tidak lain
bertentangan dengan ajaran konstitusionalisme
adalah kekuasaan berbuat baik bagi publik tanpa
yang telah dianut banyak negara modern termasuk
adanya hukum/aturan (prerogative is nothing but
Indonesia. Konstitusionalisme mengajarkan
the power of doing public good without a rule).
pembatasan kekuasaan sebagaimana ditulis oleh
Dalam konteks ini, Locke menganggap prerogatif
Friedrich “constitutionalism is an institutionalized
sebagai kekuasaan yang positif untuk kebaikan
system of effective, regularized restraints upon
publik. Oleh karenanya, prerogatif sangat
governmental action” (dalam Asshiddiqie,
bergantung kepada kebijaksanaan raja/pangeran
2005: 24). Sebagaimana telah disinggung, ide
(wisdom and goodness, and wise of princes)
mengenai pembatasan kekuasaan tersebut lahir
(Locke, 1823: 178-179).
secara alamiah dalam kehidupan manusia sebagai
perlawanan terhadap kekuasaan yang sentralistis Tentunya, menyerahkan prerogatif kepada
dan sewenang-wenang. kebijaksanaan pemegang kekuasaan tidaklah
cukup. Sesuai tabiat kekuasaan yang diungkapkan
Atas dasar perkembangan ajaran
Acton (1987), “power tends to corrupt, but
konstitusionalisme tersebut, maka menjadi wajar
absolute power corrupt absolutely.” Hal tersebut
jika kekuasaan Raja Inggris yang sebelumnya
sesuai dengan kondisi negara-negara ketika
tidak terbatas mulai dikurangi dan beralih kepada
itu (abad ke-16 dan 17), yang sentralistis dan
Parlemen Inggris. Hal yang kemudian membuat
terlalu berkuasa sehingga kekuasaan cenderung
hak prerogatif yang dimiliki Raja Inggis
disalahgunakan. Sejalan dengan pendapat
tidak lain adalah kekuasaan sisa karena telah
Acton tersebut, sebagaimana telah disebut pula
dialihkan kepada Parlemen Inggris, sebagaimana
oleh Astawa, hak prerogatif memiliki karakter
disebutkan Dicey, “The “prerogative” appears
undemocratic and potentially dangerous karena
to be both historically and as a matter of actual
merupakan kekuasaan diskresi yang tidak diatur
fact nothing else than the residue of discretionary
dalam hukum (juga Manan, 1998: 5). Karena
or arbitrary authority, which at any given time
itu, kekuasaan prerogatif ini harus dibatasi
is legally left in the hands of the Crown” (Dicey,
dengan dialihkan ke dalam undang-undang,
1915: 282).
kemungkinan diuji melalui peradilan (judicial
Sebelum Dicey, Locke sebagaimana telah review), atau terlebih dahulu mendengar pendapat
disebutkan oleh Palguna menyebut prerogatif atau pertimbangan menteri. Pembatasan hak
dengan “This power to act according to discretion prerogatif inipun semakin sejalan dengan ajaran
for the public good, without the prescription of konstitusionalisme yang dianut negara-negara
the law and sometimes even against it” (Locke, modern.
1823: 176). Locke beralasan undang-undang yang
Menurut Manan, meskipun tidak
ada tidaklah mampu menampung banyaknya
dapat dikenali secara enumeratif, kekuasaan

252 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 252 1/6/2017 11:30:20 AM


prerogatif di Inggris meliputi: (1) kekuasaan Rakyat.” Kekuasaan ini sama dengan
mengerahkan tentara untuk suatu peperangan; kekuasaan prerogatif model Amerika
Serikat yang kedua (karena membutuhkan
(2) kekuasaan membuat perjanjian internasional persetujuan DPR sebagai salah satu kamar
dan mengadakan hubungan internasional; (3) parlemen).
kekuasaan memberi pengampunan (Manan, 1998: - Pasal 12: “Presiden menyatakan keadaan
7). Sementara itu di Amerika Serikat sebagaimana bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya
telah disebutkan oleh Palguna, secara doktrin keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-
undang.” Kekuasaan ini sama dengan
kewenangan prerogatif tidak lagi menjadi kekuasaan prerogatif model Amerika
kewenangan eksklusif Presiden Amerika Serikat, Serikat kelompok pertama yaitu kekuasaan
prerogatif yang ada di tangan presiden
yang terdiri dari: (i) kewenangan prerogatif yang
sendiri walaupun dengan tetap mengacu
berada di tangan presiden sendiri; (ii) kewenangan pada persyaratan yang diatur undang-
prerogatif yang berada di tangan presiden dan undang.
senat; dan (iii) kewenangan prerogatif yang - Pasal 13 ayat (1): “Presiden mengangkat
berada di tangan presiden dan kongres. duta dan konsul”; ayat (2): “Dalam hal
mengangkat duta, presiden memperhatikan
Kekuasaan-kekuasaan prerogatif yang ada pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”;
dan ayat (3): “Presiden menerima
di Inggris dan Amerika Serikat tersebut juga penempatan duta negara lain dengan
terdapat dalam ketatanegaraan Indonesia yang memperhatikan pertimbangan Dewan
terdapat dalam UUD NRI 1945 Pasal 10 sampai Perwakilan Rakyat.” Kekuasaan ini sama
dengan kekuasaan prerogatif model
dengan Pasal 15. Misalnya: Amerika Serikat yang kedua (karena
membutuhkan persetujuan DPR sebagai
- Pasal 10: “Presiden memegang kekuasaan
salah satu kamar parlemen).
tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara.” Kekuasaan - Pasal 14 ayat (1): “Presiden memberi grasi
ini sama dengan kekuasaan prerogatif dan rehabilitasi dengan memperhatikan
model Amerika Serikat kelompok pertama pertimbangan Mahkamah Agung,” dan
yaitu kekuasaan prerogatif yang ada di ayat (2): “Presiden memberi amnesti dan
tangan presiden sendiri. Walaupun dalam abolisi dengan memperhatikan Dewan
UUD NRI 1945 tidak disebutkan adanya Perwakilan Rakyat.” Kekuasaan ini
campur tangan lembaga lainnya, namun mirip dengan model Amerika Serikat
dalam Undang-Undang Pertahanan dan yang kedua, namun Indonesia memiliki
Undang-Undang TNI sebagaimana diulas variasi pertimbangan yang berbeda karena
dalam Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015, melibatkan juga Mahkamah Agung selain
presiden dalam menentukan Panglima TNI Dewan Perwakilan Rakyat.
tidak dapat sendirian, namun harus ada
persetujuan DPR. - Pasal 15: “Presiden memberi gelar, tanda
jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
- Pasal 11 ayat (1): “Presiden dengan diatur dengan undang-undang.” Kekuasaan
persetujuan DPR menyatakan perang, ini mirip dengan model Amerika Serikat
membuat perdamaian dan perjanjian yang pertama yaitu kekuasaan prerogatif
dengan negara lain,” dan ayat (2): “Presiden yang ada di tangan presiden sendiri.
dalam membuat perjanjian internasional
lainnya yang menimbulkan akibat yang Selain Pasal 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 dalam
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat
yang terkait dengan beban keuangan UUD NRI 1945 juga ada pasal-pasal lain yang
negara, dan/atau mengharuskan perubahan masih dapat dikategorikan sebagai kekuasaan
atau pembentukan undang-undang, harus prerogatif dengan menggunakan pendekatan
dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 253

Jurnal isi.indd 253 1/6/2017 11:30:20 AM


pengelompokan model Amerika Serikat. Pious menggambarkan prerogatives power
Misalnya Pasal 17 ayat (2) berkaitan dengan dengan perkataan “involves a decision taken
presiden mengangkat dan memberhentikan by the president, based on his interpretation of
menteri-menteri; Pasal 20 ayat (2) berkaitan his constitutional powers, by his own initiative
dengan persetujuan bersama DPR dalam and subject to constraints by other branches
pembahasan undang-undang; termasuk juga of government,” keputusan yang diambil oleh
tidak mengesahkan undang-undang yang telah presiden berdasarkan penafsiran terhadap
disetujui bersama (Pasal 20 ayat (5)); Pasal 22 kekuasaan konstitusional yang dimilikinya,
ayat (1) dan (2) mengenai kewenangan presiden dengan insiatif sendiri dan subjeknya dibatasi
mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti oleh cabang kekuasaan lainnya. Pious menyebut
undang-undang (Perppu) dengan persetujuan kekuasaan prerogatif ini sebagai quasi legislatif
DPR; Pasal 24B ayat (3) mengenai pengangkatan (contohnya veto dalam pengesahan undang-
dan pemberhentian Anggota Komisi Yudisial undang) dan quasi yudisial (pengampunan,
dengan persetujuan DPR; dan Pasal 24C ayat penggantian ataupun penangguhan hukuman)
(3) mengenai pengusulan tiga orang hakim (Pious, 2009: 456).
konstitusi.
Dengan melihat contoh yang telah
Hak atau kewenangan prerogatif presiden disebutkan sebelumnya yaitu “proklamasi
menurut UUD NRI 1945 tersebut selanjutnya lebih netralitas” (neutrality proclamation), “higher
tepat disebut sebagai kewenangan konstitusional obligation” demi menjaga persatuan (union),
(constitutional power) sebagaimana disebut executive agreements, amnesti umum (blanket
Astawa dan Manan. Bahkan lebih jauh kedua ahli amnesty), menggambarkan kewenangan
ini menyebut sistem ketatanegaraan Indonesia prerogatif presiden di Amerika Serikat sebagai
tidak mengenal kekuasaan prerogatif, yang ada “a situation that is dangerous but necessary”
adalah kekuasaan konstitusional yang dalam sebab pembatasan atau pengendalian terhadap
berbagai hal serupa dengan kekuasaan prerogatif. tindakan itu tidak ditentukan oleh dan dalam
Namun demikian, apakah pendapat ini masih konstitusi melainkan oleh hal-hal yang bersifat
dapat dipertahankan khususnya jika dikaitkan politis, yaitu: kongres, birokrasi, media massa,
dengan praktik hak prerogatif di Amerika Serikat? dan pendapat publik.

Sebagaimana disebutkan Palguna, sistem Dalam konteks keindonesiaan, hal tersebut


Amerika Serikat dalam praktiknya juga mengenal apakah juga mungkin terjadi? Zainal sendiri
hak atau kewenangan prerogatif, dalam arti yang telah menyinggung hal tersebut terutama ketika
benar-benar secara eksklusif berada di tangan berbicara saat presiden menarik calon Kapolri
presiden atas dasar pertimbangan kepentingan sebagai constitutional power. Yang dimaksud di
dan kemanfaatan publik yang tidak ditemukan sini adalah ketika Presiden Joko Widodo pada
dasarnya dalam Konstitusi Amerika Serikat. Hal tahun 2015 tidak melantik calon Kapolri Komjen
tersebut sejalan dengan pendapat Zainal yang Budi Gunawan yang diajukannya menjadi
menyebut hak prerogatif sebagai beyond the calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal
constitution. Sutarman, padahal telah memperoleh persetujuan
DPR, namun dijadikan tersangka oleh KPK.

254 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 254 1/6/2017 11:30:20 AM


Akibatnya publik mempertanyakan komitmen apakah ini juga dapat dikatakan sebagai hak
pemberantasan korupsi Presiden Joko Widodo. prerogatif juga? Mengingat status Archandra
Presiden Joko Widodo kemudian mengambil yang nyata-nyata pernah menjadi warga negara
jalan tengah dengan mengajukan Wakapolri asing.
Komjen Badrodin Haiti menjadi calon Kapolri
Menurut Harijanti, jabatan politis yang
yang kemudian disetujui DPR sementara Komjen
strategis seperti menteri maupun wakil menteri
Budi Gunawan kemudian menjadi Wakapolri.
seharusnya mengikuti syarat calon Presiden dan
Tindakan Presiden Joko Widodo tidak Wakil Presiden yang diatur dalam Pasal 6 ayat
melantik Komjen Budi Gunawan menjadi (1) UUD NRI 1945, yaitu: “Calon Presiden
Kapolri dan justru mengajukan Komjen Badrodin dan calon Wakil Presiden harus seorang warga
Haiti dapat disebut sebagai hak prerogatif dengan negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak
ukuran kepentingan dan kemanfaatan publik pernah menerima kewarganegaraan lain karena
atas dasar pertimbangan politis yaitu pendapat kehendaknya sendiri,...” (Harijanti, 2016).
publik yang tidak menginginkan seorang Sejalan dengan pendapat Harijanti, Indra Perwira
Kapolri yang punya masalah hukum. Walaupun pun mengatakan “Presiden itu jabatan politis, jika
kemudian Komjen Budi Gunawan memenangkan ada jabatan politis lain, maka mutatis mutandis
praperadilan sehingga status tersangkanya berlaku syarat presiden.”
dibatalkan, namun tetap tidak dijadikan sebagai
Penggunaan ukuran “kepentingan
Kapolri merupakan pilihan bijak yang juga dapat
dan kemanfaatan publik,” pengangkatan
disebut sebagai hak prerogatif.
Archandra sebagai Wakil Menteri ESDM masih
Contoh lain yang masih dapat diperdebatkan menimbulkan pro kontra yang dapat memenuhi
ketika Presiden Joko Widodo membatalkan ukuran tersebut, karena justru menunjukkan
pengangkatan Archandra Tahar sebagai Menteri adanya upaya memaksakan proses perolehan
ESDM dikarenakan yang bersangkutan memiliki kewarganegaraan Indonesia kembali kepada
paspor Amerika Serikat pada Agustus 2016. Archandra. Bahkan dapat dikatakan kejadian
Apakah dapat disebut sebagai hak prerogatif? tersebut menunjukkan hak prerogatif cenderung
Mengingat justru Presiden Joko Widodo hanya dipakai untuk alat legitimasi kekuasaan
sebenarnya melakukan pelanggaran terhadap semata.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Jauh sebelum itu, Presiden Soekarno atas
Kementerian Negara, yang mengharuskan
dasar pertimbangan Dewan Konstituante yang
seorang menteri adalah warga negara Indonesia.
dianggap tidak juga berhasil menyelesaikan
Pembatalan tersebut menunjukkan Presiden konstitusi baru untuk Indonesia, kemudian
Joko Widodo mengakui kekhilafannya mengenai mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 dan
status kewarganegaraan Archandra. Namun mengembalikan UUD NRI 1945 sebagai
pada Oktober 2016, Presiden Joko Widodo konstitusi yang dianut Indonesia. Dekrit Presiden
kembali mengangkat Archandra Tahar sebagai Soekarno tersebut apabila dicermati juga dapat
pembantunya, tetapi bukan sebagai Menteri menjadi contoh dipergunakannya kekuasaan
ESDM melainkan sebagai Wakil Menteri ESDM, prerogatif presiden dengan mendasarkannya

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 255

Jurnal isi.indd 255 1/6/2017 11:30:20 AM


pada kepentingan negara akibat sidang Dewan Walau bagaimanapun perkataan Locke yang
Konstituante yang berlarut-larut. menyebut “peraturan perundang-undangan tidak
mungkin menampung segala permasalahan yang
Namun, apabila kembali melihat contoh di
ada dan dapat secara langsung menyediakan
Amerika Serikat banyak di antaranya berbicara
solusi terhadap kepentingan publik” patut menjadi
mengenai kondisi ketika perang, sehingga
acuan, sehingga Presiden Indonesia selayaknya
Presiden Amerika dengan dasar “a situation that
Presiden Amerika Serikat, atas dasar kekuasaan
is dangerous but necessary” mengeluarkan hak
yang diberikan kepadanya berhak melakukan
prerogatif dapat disamakan dengan Indonesia?
tindakan terhadap kondisi ketatanegaraan yang
Mengingat dalam konteks Indonesia, situasi
terjadi atas dasar penafsiran terhadap kekuasaan
bahaya telah diatur dalam Pasal 12 ataupun
konstitusional yang diberikan UUD NRI 1945
kegentingan yang memaksa dalam Pasal 22 UUD
kepadanya, untuk kemudian ia klaim menjadi
NRI 1945 di mana Presiden dapat mengeluarkan
kewenangan yang harus ia ambil dengan
Perppu. Hal berbeda di Amerika Serikat yang
pertimbangan kemanfaatan dan kepentingan
memiliki emergency act maupun martial law
publik.
namun tidak memiliki pranata Perppu sebagai
jalan keluar apabila menghadapi situasi yang Ukuran kemanfaatan dan kepentingan
genting. Hal ini salah satu yang membedakan publik sendiri harus dapat dinilai sehingga tidak
sistem presidensial Amerika Serikat dan membiarkan hak prerogatif menjadi sekedar
Indonesia. alat legitimasi kekuasaan semata yang dapat
mengembalikan kekuasaan yang sewenang-
Hak prerogatif ini merupakan tindakan
wenang. Dengan demikian, hak prerogatif ini
nyata dalam kehidupan bernegara, yang harus
dapat saja sukses bahkan juga gagal (Pious, 2007:
diambil oleh presiden atas dasar kemanfaatan dan
66, Pious, 2002: 724). Sukses dan gagalnya hak
kepentingan publik yang lebih luas karena tidak
prerogatif presiden tersebut, kemudian layak
adanya hukum baik dalam kontitusi maupun
untuk dijadikan penelitian hukum tata negara
undang-undang yang secara tegas mengaturnya.
Indonesia.
Dengan demikian hak prerogatif mengandung
sifat diskresi dalam bidang ketatanegaraan
yang tentunya harus memperhatikan persoalan IV. KESIMPULAN
doelmategheid selain rechtmatigheid. Putusan Nomor 22/PUU-XIII/2015
Makna hak prerogatif terakhir inilah dapat menunjukkan adanya perkembangan pemikiran
dikatakan sebagai pemaknaan hak prerogatif mengenai pemaknaan hak prerogatif Presiden
yang paling esensial dan perlu dikembangkan Indonesia yang tidak hanya terbatas pada hak
dalam konteks ketatanegaraan Indonesia terutama eksklusif yang dimiliki presiden tanpa dapat
apabila ada kejadian konkret yang harus segera diganggu gugat oleh lembaga negara lainnya.
direspon oleh seorang presiden, dengan tetap Pemaknaan hak prerogatif dalam ketatanegaraan
membedakannya dengan prinsip negara dalam Indonesia dapat berupa: (1) hak prerogatif yang
keadaan bahaya maupun kegentingan memaksa berada di tangan presiden sendiri, misalnya
di mana presiden dapat mengeluarkan Perppu. mengangkat menteri; (2) hak prerogatif yang

256 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 256 1/6/2017 11:30:20 AM


berada di tangan presiden dengan persetujuan DAFTAR ACUAN
DPR, misalnya pengangkatan Kapolri dan
Acton, L. (1887). Letter to archbishop mandell
Panglima TNI; (3) hak prerogatif dengan
creighton. Diakses dari http://history.hanover.
pertimbangan DPR maupun lembaga lainnya
edu/courses/excerpts/165acton.html.
(MA), misal dalam pengangkatan duta besar,
pemberian amnesti, abolisi, grasi, dan rehabilitasi. Alder, J. (1989). Constitutional and administrative
law. London: Macmillan Education LTD.
Hak prerogatif presiden tersebut pada
intinya tidak lagi menjadi kewenangan eksklusif Almond, G.A. (1996). Political science: The history
of the discipline. Oxford: Oxford University
presiden karena dibagi dengan lembaga lainnya,
Press.
serta telah diatur dalam UUD NRI 1945 maupun
peraturan perundang-undangan sehingga lebih Asshiddiqie, J. (2005). Konstitusi dan
tepat disebut constitutional power ataupun konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:
statutory power bukan lagi sebagai hak prerogatif. Konstitusi Pers.
Karena itu pula, keterlibatan DPR berupa
Diamond, L. (1999). Developing democracy toward
pemberian persetujuan dalam pengangkatan
consolidation. Maryland: The Johns Hopkins
Panglima TNI dan Kapolri tidaklah melanggar
University Press.
prinsip hak prerogatif itu sendiri.
Dicey, A.V. (1915). Introduction to the study of the
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut law of the constitution. Reprint. Originally
juga mengenalkan perkembangan pemaknaan published: 8th ed. London: Macmillan.
hak prerogatif presiden yang lebih esensial, yaitu
kewenangan presiden untuk mengambil tindakan Fahmi, K. (Ed). (2016). Pengisian jabatan publik
dalam ranah kekuasaan eksekutif. Jakarta:
(diskresi) atas dasar konstitusi maupun peraturan
RajaGrafindo Persada.
perundang-undangan tidak mengaturnya secara
jelas, sementara diharuskan segera diambilnya Fatovic, C. (2004). Constitutionalism and presidential
tindakan demi kepentingan dan kemanfaatan prerogative: Jeffersonian and Hamiltonian
publik. Hak prerogatif presiden dalam makna perspective. American Journal of Political
ini juga harus dibedakan dengan kekuasaan Science, 48(3).
presiden dalam keadaan bahaya maupun dalam
Harijanti, S.D. (2016). Tak punya itikad baik,
mengeluarkan Perppu.
Archandra dinilai tak pantas jadi pejabat
Pemaknaan ini membuka jalan ruang kajian negara lagi. Diakses dari http://nasional.

baru dan lebih mendalam dengan tetap berpegang kompas.com/read/2016/10/15/17525181/.tak.


punya.itikad.baik.arcandra.dinilai.tak.pantas.
pada prinsip konstitusionalisme (pembatasan
jadi.pejabat.negara.lagi
kekuasaan) agar hak prerogatif presiden tidak
jadikan alat legitimasi kekuasaan semata. Huda, N. (2001). Hak prerogatif presiden dalam
perspektif tata negara Indonesia. Jurnal
Hukum,8(18), 1-18.

Istanto, F.S. (2007). Penelitian hukum. Yogyakarta:


CV. Ganda.

Perkembangan Pemaknaan Hak Prerogatif Presiden (Mei Susanto) | 257

Jurnal isi.indd 257 1/6/2017 11:30:20 AM


Kay, R.S. American constitutionalism. Alexander, L. Supranto, J. (2003). Metode penelitian hukum dan
(Ed). (1998). Constitutionalism: Philosophical statistik. Cet. I. Jakarta: Penerbit Rinek Cipta.
foundations. United Kingdom: Cambridge
Wilson, J.Q. (1983). American government institutions
University Press.
and politics. Second Edition. MA: D.C. Heath.
Levy, L., & Fisher, L. (1994). Encyclopedia of the
American Presidency (1). New York: Macmillan
Reference-Simon & Schuster Macmillan.

Lijphart, A. (1992). Parliamentary versus presidential


government. New York: Oxford University
Press.

Locke, J. (1823). Two treatises of government, from


The Works of John Locke. A New Edition,
Corrected. In Ten Volumes. Vol. V. London:
Printed for Thomas Tegg; W. Sharpe and Son;
G. Offor; G. and J. Robinson; J. Evans and
Co.: Also R. Griffin and Co. Glasgow; and J.
Gumming, Dublin. Prepared by Rod Hay for the
McMaster University Archive of the History of
Economic Thought. Diakses dari http://www.
efm.bris.ac.uk/het/locke/government.pdf.

Manan, B. (1998). Kekuasaan prerogatif. Makalah


tidak diterbitkan.

________. (2003). Teori dan politik konstitusi.


Yogyakarta: FH UII Press.

Marzuki, P.M. (2005). Penelitian hukum. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Pious, R.M. (2002). Why do president fails?


Presidential Studies Quarterly, 32(4), 724-742.

_________. (2007). Inherent war and executive


powers and prerogative politics. Presidential
Studies Quarterly, 37(1), 66-87.

_________. (2009). Prerogative power and


presidential politics. Edwards, George C., &
William G. Howel (Ed). The Oxford handbook
of the American presidency. New York: Oxford
University Press.

258 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 237 - 258

Jurnal isi.indd 258 1/6/2017 11:30:20 AM


PENAFSIRAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP
UNDANG-UNDANG MIGAS
Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012

CONSTITUTIONAL COURT’S INTERPRETATION


REGARDING LAW ON OIL AND GAS
An Analysis of Constitutional Court’s Decision Number 36/PUU-X/2012

Habib Shulton Asnawi


Institut Agama Islam Ma’arif NU (IAIM NU)
Jl. R.A. Kartini 28 Purwosari Kota Metro, Lampung 34118
E-mail: habibshulton.doktor@yahoo.co.id

Naskah diterima: 13 Mei 2016; revisi: 23 November 2016; disetujui: 24 November 2016

ABSTRAK kualitatif. Kesimpulannya, dalam beberapa pasal


Undang-Undang Migas dinilai bertentangan dengan
Pembahasan dalam analisis putusan ini berangkat dari
konstitusi yaitu Pasal 33 UUD NRI 1945. Putusan
keprihatinan terhadap Undang-Undang Nomor 22
Mahkamah Konstitusi tersebut dinilai sebagai sebuah
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Undang-
pilihan bijaksana serta langkah progresif di bidang
Undang Migas) yang telah meruntuhkan kedaulatan
hukum khususnya perlindungan terhadap hak rakyat
negara dan kedaulatan ekonomi bangsa. Undang-
Indonesia.
Undang Migas tidak memungkinkan negara mengolah
minyak mentahnya sendiri di dalam negeri kemudian Kata kunci: penafsiran hukum, undang-undang migas,
mengekspornya ke luar negeri. Kenyataan yang kedaulatan negara.
terjadi selama ini, Indonesia hanya menjual minyak
mentah kemudian diolah di luar negeri. Selanjutnya ABSTRACT
Indonesia membeli minyak tersebut yang sesungguhnya
The focus discussion of this analysis arises from the
minyaknya sendiri dengan harga minyak dunia.
concern of Law Number 22 Year 2001 on Oil and Gas (Oil
Pun penjualan dan pembelian dilaksanakan melalui
and Gas Law) which has failed the state sovereignty and
perantara. Sebagai upaya mengembalikan kedaulatan
the national economy. Oil and Gas Law does not permit
Indonesia di bidang migas, para pemohon mengajukan
the state to cultivate its own crude oil domestically, then
judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 22
export it to overseas. The fact that happened so far is that
Tahun 2001 tentang Migas. Mahkamah Konstitusi
Indonesia only sells crude oil to be taken up overseas.
sebagai lembaga negara telah mengambil langkah
Furthermore, Indonesia buys the oil, which in fact is its
dalam memutuskan perkara tersebut dengan Putusan
own oil, with the world oil price. Even then, the sales and
Nomor 36/PUU-X/2012 tentang pembubaran BP Migas.
purchases are effected by intermediaries. As an effort to
Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran secara
reduce the sovereignty of Indonesia in the field of oil and
mendalam terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun
gas, the petitioners filed a judicial review of Law Number
2001 yang dikaitkan dengan UUD NRI 1945. Penelitian
22 Year 2001 on Oil and Gas. The Constitutional Court
dalam analisis putusan ini dilakukan melalui studi
as a state institution take in its stride is to decide the
kepustakaan menggunakan metode penafsiran hukum,
case through the Constitutional Court Decision Number
dengan pendekatan yuridis (normatif) dan analisis
36/PUU-X/2012 on the Dissolution of Executing Agency

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 259

Jurnal isi.indd 259 1/6/2017 11:30:20 AM


of Upstream Oil and Gas Industry. The Constitutional contradictory to the Constitution, such as Article 33 the
Court did an in-depth interpretation of Law Number 22 1945 Constitution. The Constitutional Court Decision
Year 2001 which is attributed to the 1945 Constitution. are appraised as a wise choice as well as progressive
The research of this decision is done through library measures in the legal field, notably for the protection of
research using legal interpretation method for juridical the rights of the people of Indonesia.
(normative) and qualitative analysis. In conclusion,
Keywords: legal interpretation, oil and gas law, state
several articles of the Oil and Gas Law are considered
sovereignty.

I. PENDAHULUAN ekonomis memerlukan pengusahaan, sehingga


kekayaan alam tersebut berubah menjadi sumber
A. Latar Belakang
daya alam, dan selanjutnya dari sumber daya
Minyak dan gas bumi (migas) sebagai alam yang diusahakan menjadi salah satu modal
energi fosil adalah sumber daya alam nasional kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta
suatu bangsa. Hal ini disebutkan dalam Resolusi sebagai pembangunan bangsa untuk mewujudkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1803 Tahun cita-cita nasional.
1962 tentang Permanent Sovereignity Over
Hal ini dikuatkan dalam Pasal 33 ayat (3)
Natural Resources, bahwa penduduk dan bangsa
UUD NRI 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air
memiliki kedaulatan permanen atas kekayaan
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dan sumber daya alamnya. Selain itu, dalam
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
konsideran Undang-Undang Nomor 22 Tahun
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Prinsip
2001 tentang Minyak dan Gas (Undang-Undang
dikuasai negara atau kedaulatan negara atas
Migas) menyebutkan bahwa migas merupakan
migas sebagaimana ditetapkan dalam UUD NRI
sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang
1945 kemudian dijabarkan dalam peraturan
dikuasai negara serta merupakan komoditas vital
perundang-undangan di bidang migas. Namun
yang menguasai hajat hidup orang banyak yang
dalam kenyataannya, pengelolaan migas di
dipergunakan untuk memberikan kemakmuran
Indonesia, masih belum mampu memberikan
bagi rakyat. Oleh karena itu, pengelolaannya
dampak positif bagi rakyat Indonesia. Padahal
harus sesuai dengan kepentingan pembangunan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
nasional penduduk dari negara yang bersangkutan.
mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi oleh
Pengelolaan migas harus merupakan refleksi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak
dari deklarasi kedaulatan bangsa yang harus dan Gas Bumi (BP Migas), dengan harapan
dijaga keberlangsungan dan keberlanjutannya, mengembalikan kedaulatan negara dalam
serta tidak boleh dieksploitasi sekedar untuk mengelola minyak dan gas buminya sendiri.
pemenuhan kebutuhan ekonomi yang dikuasai Namun, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
oleh pihak-pihak tertentu. Selain itu, migas tidak memungkinkan negara mengolah minyak
termasuk dalam sumber kekayaan alam yang mentahnya sendiri di dalam negeri, kemudian
merupakan gatra statis (natural endowment), mengekspornya ke luar negeri. Kenyataan yang
yang untuk menjadikannya menjadi gatra dinamis terjadi selama ini, Indonesia hanya menjual

260 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 260 1/6/2017 11:30:20 AM


minyak mentah kemudian diolah di luar (UUD NRI 1945). Khususnya dalam tulisan
negeri. Selanjutnya Indonesia membeli minyak ini adalah Mahkamah Konstitusi melakukan
tersebut yang sesungguhnya minyaknya sendiri penafsiran terhadap Undang-Undang Nomor 22
dengan harga minyak dunia. Itu pun penjualan Tahun 2001 tentang Migas, Pengkajian secara
dan pembelian melalui perantara. Akibatnya, mendalam melalui penafsiran Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 telah Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas sangat
meruntuhkan kedaulatan negara dan kedaulatan penting untuk dilakukan, melihat latar belakang
ekonomi bangsa. sebagaimana di atas, bahwa Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas belum
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001,
sepenuhnya memberikan dampak positif bagi
berdampak sistemik terhadap kehidupan rakyat
rakyat Indonesia. Sehingga Mahkamah Konstitusi
dan dapat merugikan keuangan negara. Sebab,
perlu memandang penting untuk menafsirkan
Undang-Undang Migas membuka liberalisasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
pengelolaan migas yang sangat didominasi
Migas ini (khususnya dalam pengelolaannya),
pihak asing karena dunia permigasan Indonesia
yang dikaitkan dengan pemaknaan terhadap Pasal
dikuasai oleh perusahaan asing sampai 89%.
33 UUD NRI 1945. Dikarenakan banyak para
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 sebagai
pihak yang salah arti dalam memaknai konsepsi
implementasi UUD NRI 1945 membuka peluang
“Dikuasai oleh Negara” dan “untuk sebesar-
liberalisasi dan penguasaan asing atas ladang
besarnya kemakmuran rakyat” yang terdapat
minyak Indonesia. Migas yang semestinya
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945.
dijadikan komoditi strategis, dalam undang-
undang ini disebut sebagai komoditas pasar (Radhi, Keberadaan BP Migas sangat berpotensi
2012: 23). Sebagaimana dinyatakan juga oleh Dr. untuk terjadinya inefisiensi dan diduga, dalam
Syaiful Bakhri bahwa, pembentukan Undang- praktiknya, telah membuka peluang bagi
Undang Migas terdapat desakan internasional terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, maka
untuk melakukan reformasi dalam sektor energi, menurut Mahkamah Konstitusi keberadaan BP
khususnya migas. “Reformasi energi bukan hanya Migas tersebut tidak konstitusional, bertentangan
berfokus pada upaya pencabutan subsidi Bahan dengan tujuan negara tentang pengelolaan sumber
Bakar Minyak (BBM), tetapi dimaksudkan untuk daya alam dalam pengorganisasian pemerintahan.
memberikan peluang besar kepada korporasi Dengan pertimbangan tersebut, maka BP Migas
internasional untuk merambah bisnis migas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
di Indonesia.” Sebagai upaya mengembalikan Tahun 2001, inkonstitusional sehingga harus
kedaulatan Negara Indonesia di bidang migas, dibubarkan. Pengujian Undang-Undang Migas
para pemohon mengajukan judicial review ini diajukan oleh 32 tokoh dan 12 organisasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang kemasyarakatan (ormas), di antaranya Ketua
Migas ke Mahkamah Konstitusi. Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin,
Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia,
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga
PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam
negara memiliki kewenangan di antaranya adalah
Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam,
menafsirkan berbagai undang-undang di Indonesia
PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan
yang dianggap bertentangan dengan konstitusi

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 261

Jurnal isi.indd 261 1/6/2017 11:30:20 AM


Muslim Indonesia, Pimpinan Besar Pemuda Mahkamah Konstitusi telah mengambil
Muslimin Indonesia, Al Jami`yatul Washliyah, langkah dalam memutuskan perkara tersebut
Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, dengan Putusan Nomor 36/PUU-X/2012. Namun
Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), Kesatuan di sisi lain putusan tersebut juga akan menyisakan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, dan IKADI. sedikit masalah jika negara secara khusus tidak
segera membentuk lembaga yang secara mandiri
Para pemohon menyatakan bahwa Undang-
mengelola migas yang diperuntukkan sebesar-
Undang Migas sejak pembahasan di DPR menuai
besarnya untuk kemakmuran rakyat tanpa ada
permasalahan. Terutama cara pengambilan
intervensi dari perusahaan asing atau penguasaan
keputusan, dan beberapa anggota DPR, ketika itu
pihak asing. Akan berdampak tidak baik jika
memberikan respon yang negatif atau menolak
tetap tidak mengembalikan penguasaan negara
dalam setiap pembahasan. Disertai pula analisis
dengan menyerahkan pengelolaan migas dari
dan pendapat beberapa pakar yang semuanya
hulu sampai hilir kepada BUMN. Sehingga
khawatir terhadap perubahan yang menyeluruh
perlu diupayakan deliberalisasi tata kelola migas
terhadap perusahaan negara Pertamina, yang
melalui revisi terhadap Undang-Undang Nomor
cenderung belum mampu bersesuaian dengan
22 Tahun 2001 dan semua peraturan di bawahnya
globalisasi dan perdagangan dunia, terutama
yang berpotensi melanggar Pasal 33 UUD NRI
pengaruh dari liberalisme. Karenanya alasan
1945.
materiil dan formil, menjadi alasan yang utama
dari permohonan tersebut. Menjadi perhatian dan
kajian, setelah permohonan pengujian itu ditolak. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
Apakah kenyataan kekhawatiran para
permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan
pemohon memang menjadi kenyataan, terutama
ini adalah apa metode penafsiran yang digunakan
dampak dari kemungkinan bisnis minyak
Mahkamah Konstitusi dalam memaknai Undang-
dan gas bumi telah membuka kesempatan
Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas?
terjadinya privatisasi. Karena pembentukannya
dilatarbelakangi oleh industrialisasi, globalisasi,
krisis ekonomi serta privatisasi badan usaha C. Tujuan dan Kegunaan
milik negara, serta reformasi hukum yang
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
didorong oleh politik hukum nasional (Halwani,
penafsiran hakim Mahkamah Konstitusi terhadap
2000: 103-104). Sebanyak 32 tokoh dan 12
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
ormas keagamaan menyatakan Undang-Undang
Migas. Kegunaan tulisan ini adalah untuk
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
memberikan sumbangsih pemikiran keilmuan
Bumi telah meruntuhkan kedaulatan negara
yang progresif, khususnya di bidang hukum
dan kedaulatan ekonomi bangsa. Para pemohon
migas, kedaulatan negara, dan tentang hak asasi
menguji Pasal 1 angka 19 dan 23, Pasal 3 huruf
manusia khususnya adalah hak Ekonomi, Sosial,
b, Pasal 4 ayat (3), Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10,
dan Budaya (EKOSOB). Secara praktis manfaat
Pasal 11 ayat (2), Pasal 13, dan Pasal 44 Undang-
penulisan ini untuk mensosialisasikan tentang
Undang Nomor 22 Tahun 2001.
makna pentingnya pembelaan terhadap hak asasi

262 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 262 1/6/2017 11:30:20 AM


manusia serta kedaulatan negara di bidang migas, wajib menggali nilai-nilai yang hidup di dalam
khususnya di bidang hak EKOSOB. masyarakat.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah


D. Studi Putaka
Konstitusi merupakan salah satu pelaku
1. Konsepsi Penafsiran Hukum kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
Menurut Mertokusumo, penafsiran penafsiran hukum/penafsiran perundang-
merupakan salah satu metode penemuan hukum undangan. Asshiddiqie beranggapan Mahkamah
yang memberi penjelasan yang gamblang Konstitusi merupakan pengawal konstitusi
mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup (the guardian of the constitution). Hal itu juga
kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan membawa konsekuensi Mahkamah Konstitusi
peristiwa tertentu (Mertokusumo, 1995: 154). berfungsi sebagai penafsir konstitusi (the sole
Sedangkan menurut Asshiddiqie, penafsiran interpreter of the constitution) (Asshiddiqie,
merupakan kegiatan penting dalam hukum dan 2008: 39).
ilmu hukum. Penafsiran merupakan metode untuk
memahami makna yang terkandung di dalam Mengenai penafsiran dalam hukum
teks-teks hukum untuk dipakai menyelesaikan yang terjadi di negara Indonesia, sering sekali
kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal- digunakan khususnya oleh para hakim-hakim
hal yang dihadapi secara konkret (Asshiddiqie, yang berada di Mahkamah Konstitusi. Hal
2005: 273). yang sangat menarik memang membicarakan
mengenai penafsiran dalam dunia hukum dapat
Tugas dari hakim adalah menyesuaikan dilihat dalam praktik, yang harus diakui seringkali
peraturan perundang-undangan dengan dijumpai suatu permasalahan yang belum diatur
hal-hal nyata di masyarakat. Apabila dalam perundang-undangan, ataupun kalau sudah
peraturan perundang-undangan tidak dapat diatur tetapi ketentuan perundang-undangan
dijalankan menurut arti katanya, hakim harus tersebut tidak mengatur secara jelas dan lengkap.
menafsirkannya. Dengan kata lain apabila
peraturan perundang-undangannya tidak jelas, Mertokusumo mengemukakan: bahwa
hakim wajib menafsirkannya sehingga ia dapat tidak ada hukum atau undang-undang yang
membuat keputusan yang adil dan sesuai dengan lengkap selengkap-lengkapnya atau jelas dengan
maksud hukum yaitu mencapai kepastian sejelas-jelasnya. Karena fungsi hukum adalah
hukum. Atas dasar itulah, menafsirkan peraturan untuk melindungi kepentingan manusia dengan
perundang-undangan adalah kewajiban hukum mengatur seluruh kegiatan manusia. Sedangkan
dari hakim (Utrecht, 1959: 250). kepentingan manusia itu tidak terhitung jumlah
dan jenisnya, dan terus menerus berkembang
Landasan yuridis yang memberikan sepanjang masa. Oleh karena itu kalau undang-
kewenangan kepada hakim untuk melakukan undangnya tidak jelas atau tidak lengkap harus
penafsiran hukum adalah ketentuan yang dijelaskan atau dilengkapi dengan menemukan
menyatakan bahwa hakim tidak boleh menolak hukumnya melalui penafsiran hukum (interpretasi
perkara yang dihadapkan kepadanya dan hakim hukum).

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 263

Jurnal isi.indd 263 1/6/2017 11:30:20 AM


Interpretasi atau penafsiran hukum ini tertinggi. Para pemikir negara dan hukum
hanyalah merupakan salah satu metode dalam pada abad pertengahan, menggunakan makna
penemuan hukum (rechtsvinding). Selain itu “superanus” dengan istilah “summa potestas” atau
masih ada beberapa metode penemuan hukum “plenitudo potestatis” yang artinya “kedaulatan
yang dapat digunakan oleh hakim. Manakala tertinggi dari suatu kesatuan politik.”
hukumnya tidak jelas, maka digunakan metode
Istilah kedaulatan pertama kali
interpretasi (penafsiran), sedangkan apabila
diperkenalkan oleh seorang ahli kenegaraan
aturan hukumnya tidak lengkap atau tidak ada
berkebangsaan Perancis yang bernama Jeans
digunakan metode argumentasi (argumentum
Bodin (1539-1596) (Budiardjo, 1980: 3-4).
per analogian, argumentum a contrario,
Menurut Bodin: “Kedaulatan adalah kekuasaan
rechtvervijning, fiksi hukum) dan metode
tertinggi dalam suatu negara yang sifatnya
eksposisi (konstruksi hukum) untuk membentuk
tunggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi”
pengertian-pengertian hukum baru.
(Astawa & Na’a, 2012: 10). Indonesia adalah
Adapun dalam konteks tulisan ini, suatu negara yang berdaulat, terkandung di
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu dalam makna kedaulatan itu ialah bahwa negara
lembaga negara dalam kewenangannya berupaya Indonesia memiliki pemerintahan yang berdaulat
menafsirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun dan memiliki kekuasaan wilayah kedaulatan yang
2001 tentang Migas yaitu: Pasal 1 angka 19 dan dipertahankan dengan suatu sistem pertahanan
23, Pasal 3 huruf b, Pasal 4 ayat (3), Pasal 6, Pasal dan keamanan negara (Santoso, 2002: 34).
9, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), Pasal 13, dan Pasal
Dalam sistem kedaulatan negara Indonesia,
44. Menurut Mahkamah Konstitusi, keberadaan
kekuasaan tertinggi ada pada negara. Kedaulatan
BP Migas sangat berpotensi untuk terjadinya
negara ini diperoleh dari kedaulatan rakyat,
inefisiensi. Dalam praktiknya, telah membuka
sebagaimana yang termaktub di dalam UUD NRI
peluang bagi terjadinya penyalahgunaan
1945 Pasal 1 ayat (2) bahwa kedaulatan berada di
kekuasaan, maka menurut Mahkamah Konstitusi
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
keberadaan BP Migas tersebut tidak konstitusional
Undang Dasar. Perubahan UUD NRI 1945 ketiga
dan bertentangan dengan tujuan negara.
tahun 2001 yang di antaranya mengubah rumusan
Pasal 2 ayat (2) UUD NRI 1945 yang bunyinya
2. Kedaulatan Negara Indonesia dalam
menjadi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
Konteks BP Migas
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Salah satu unsur atau syarat yang harus Jika berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2)
dipenuhi untuk terbentuknya suatu negara adalah UUD NRI 1945 sebelum perubahan kedaulatan
pemerintahan yang berdaulat atau kedaulatan dilakukan sepenuhnya oleh MPR dan kemudian
(Asshiddiqie, 1994: 19). Kedaulatan merupakan didistribusikan kepada lembaga-lembaga tinggi
hasil terjemahan dari kata “sovereignty” (bahasa negara, maka berdasarkan hasil perubahan Pasal
Inggris), “souverainete” (bahasa Perancis), dan 1 ayat (2) UUD NRI 1945 kedaulatan tetap berada
“sovranus” (bahasa Italia). Istilah ini diturunkan di tangan rakyat dan pelaksanaannya langsung
dari kata latin “superanus” yang berarti yang didistribusikan secara fungsional (distributed
functionally) kepada organ-organ konstitusional.

264 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 264 1/6/2017 11:30:20 AM


Perubahan ketentuan ini mengalihkan negara migas, yaitu Undang-Undang Nomor 44 Prp.
Indonesia dari sistem MPR kepada sistem Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak
kedaulatan rakyat yang diatur melalui UUD NRI dan Gas Bumi (Undang-Undang Migas 1960)
1945. UUD NRI 1945 yang menjadi dasar dan sebagaimana telah diganti dengan Undang-
rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
rakyat. dan Gas Bumi (Undang-Undang Migas 2001).
Setidaknya prinsip dikuasai oleh negara terlihat
Kedaulatan rakyat yang terkandung dalam
pada ketentuan-ketentuan berikut ini:
Pasal 1 ayat (2) setelah perubahan keempat UUD
NRI 1945 mengandung makna bahwa rakyatlah 1. Migas sebagai sumber daya alam strategis
yang mempunyai kedaulatan dan kedaulatan merupakan kekayaan nasional dan dikuasai
rakyat tersebut diwakilkan kepada badan-badan/ oleh negara (Pasal 4 ayat (1) Undang-
lembaga-lembaga perwakilan rakyat. MPR Undang Migas).
bukan lagi sebagai pelaksana penuh kedaulatan
2. Penguasaan oleh negara dimaksud
rakyat, sebagian wewenang MPR telah dialihkan
diselenggarakan oleh pemerintah sebagai
kepada lembaga negara lain seperti dalam hal
pemegang kuasa pertambangan (Pasal 4
pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan
ayat (2) Undang-Undang Migas).
langsung oleh rakyat dalam pemilu, begitu juga
dalam hal pemberhentian presiden harus melalui 3. Sebagai pemegang kuasa pertambangan,
Mahkamah Konstitusi. pemerintah membentuk Badan Pelaksana
(Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Migas)
Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945
untuk melakukan pengendalian dan
setelah perubahan keempat menyatakan adanya
pengawasan kegiatan usaha hulu di bidang
lembaga-lembaga negara lain sebagai pelaksana
migas (Pasal 1 angka 23 jo. Pasal 44 ayat
kedaulatan menurut tugas dan fungsinya masing-
(2) Undang-Undang Migas), dan Badan
masing (Huda, 2009: 23 dan (Mahfud MD,
Pengatur untuk melakukan pengaturan
2001: 12). Sebagai wujud negara Indonesia
dan pengawasan terhadap penyediaan dan
yang berdaulat, maka kedaulatan dan kekuasaan
pendistribusian BBM dan gas bumi, dan
negara Indonesia diperlukan untuk menjalankan
pengangkutan gas bumi melalui pipa di
pemerintahan, dengan kedaulatan itu pemerintah
bidang hilir (Pasal 1 angka 24 jo. Pasal 8
memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur
ayat (4), Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-
rakyat tanpa dicampuri atau dipengaruhi dari
Undang Migas).
bangsa asing atau pemerintah negara lain.
Pemerintah Indonesia dapat dikatakan telah 4. Kepemilikan sumber daya alam tetap
sukses membangun kedaulatan pemerintahan di tangan pemerintah sampai pada titik
melalui pemilu-pemilu yang demokratis. penyerahan (Pasal 6 ayat (2)).

Prinsip dikuasai negara atau kedaulatan Kedaulatan di bidang migas dan makna
negara dalam konteks sumber daya alam kedaulatan yang sangat subtansial tampaknya
ditetapkan dalam UUD NRI 1945 dijabarkan masih menjadi persoalan di Indonesia. Pasalnya,
dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan dan pengaturan migas berdampak

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 265

Jurnal isi.indd 265 1/6/2017 11:30:20 AM


sistemik terhadap kehidupan rakyat dan menguasainya guna dipergunakan bagi
merugikan keuangan negara. Sebab, Undang- sebesar-besarnya kemakmuran bersama.
Karena itu, Pasal 33 ayat (3) menentukan
Undang Migas membuka liberalisasi pengelolaan “bumi dan air, dan kekayaan alam yang
migas yang sangat didominasi pihak asing terkandung di dalamnya dikuasai oleh
karena dunia permigasan Indonesia dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.”
perusahaan asing sampai 89%.
Hasyim Muzadi menyatakan pembubaran
Minyak dan gas bumi merupakan cabang
BP Migas itu demi mengembalikan kedaulatan
produksi yang penting bagi negara dan menguasai
negara atas sumber daya alamnya, termasuk
hajat hidup orang banyak, dan merupakan
minyak dan gas bumi. Karena itu, mantan
kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan
Ketua Umum PB NU ini mengapresiasi putusan
air Indonesia yang harus dikuasai oleh negara dan
Mahkamah Konstitusi mencabut landasan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
keberadaan dan kewenangan BP Migas.
rakyat sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (2)
dan (3) UUD NRI 1945.
3. Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam
Mahkamah Konstitusi telah memberi Konteks Pembubaran BP Migas
makna mengenai penguasaan negara dalam
Hak asasi manusia secara terminologis
Pasal 33 UUD NRI 1945, sebagaimana telah
diartikan sebagai hak-hak dasar atau hak-
dipertimbangkan dalam Putusan Nomor 002/
hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir,
PUU-I/2003, tanggal 21 Desember 2004
sebagai anugerah atau karunia dari Allah Yang
mengenai pengujian Undang-Undang Migas,
Maha Kuasa (Hadjon, 1987: 39). Hak asasi
yang menyatakan bahwa:
manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia
“...penguasaan oleh negara dalam Pasal
semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
33 UUD NRI 1945 memiliki pengertian
yang lebih tinggi atau lebih luas daripada memilikinya bukan karena diberikan kepadanya
pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif,
Konsepsi penguasaan oleh negara
merupakan konsepsi hukum publik yang melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagai manusia (Donnely, 2003: 21, dan
yang dianut dalam UUD NRI 1945, baik di Cranston, 1973: 70).
bidang politik (demokrasi politik) maupun
ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam Membicarakan tentang hak asasi manusia
paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah
yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan berarti membicarakan dimensi kehidupan
sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi manusia. Hak asasi manusia ada bukan karena
dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan
diberikan oleh masyarakat atau kebaikan dari
doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.” Dalam pengertian kekuasaan negara, melainkan berdasarkan martabatnya
tertinggi tersebut tercakup pula pengertian sebagai manusia (Suseno, 2001: 121). Hak asasi
pemilikan publik oleh rakyat secara
kolektif. bahwa bumi dan air, dan kekayaan manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia
alam yang terkandung di dalam wilayah semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
hukum negara pada hakikatnya adalah memilikinya bukan karena diberikan kepadanya
milik publik seluruh rakyat secara kolektif
yang dimandatkan kepada negara untuk oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif,

266 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 266 1/6/2017 11:30:20 AM


melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya dalamnya terdapat sepuluh pasal tentang hak asasi
sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun manusia ditambah satu pasal (Pasal 28) dari bab
setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis sebelumnya (Bab X) tentang “Warga Negara dan
kelamin, bahasa, budaya, dan kewarganegaraan Penduduk,” sehingga ada sebelas pasal tentang
yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak- hak asasi manusia, mulai dari Pasal 28, 28A
hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak sampai dengan Pasal 28J. Namun dari penjelasan
tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu ini dapat dikatakan bahwa seluruh konstitusi
juga tidak dapat dicabut (inalienable) (Asplund, yang pernah berlaku di Indonesia mengakui
Marzuki, & Riyadi, 2008: 11). kedudukan hak asasi manusia itu sangat penting
(El-Muhtaj, 2007: 281).
Hak asasi manusia dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Dalam konteks nasional, persoalan
Asasi Manusia, diartikan sebagai seperangkat perlindungan hak asasi manusia amat penting
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan dalam hukum, terutama erat kaitannya dengan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha peran pemerintah sebagai penyelenggara negara
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dalam melindungi hak-hak rakyat. Masalah hak
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi olehasasi manusia harus menjadi salah satu materi yang
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang dimuat di dalam konstitusi atau UUD NRI 1945,
demi kehormatan dan perlindungan harkat dan hal ini dikarenakan negara sebagai organisasi
martabat manusia (Arianto, 2003: 53). kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan
kekuasaan tersebut. Khususnya dalam penelitian
Perlindungan hak asasi manusia telah
ini adalah penyalahgunaan wewenang atau
menjadi salah satu program pemerintah sejalan
kekuasaan di bidang BP Migas nasional.
dengan proses reformasi dan pemantapan
kehidupan berdemokrasi yang sedang Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
berlangsung. Dalam konteks undang-undang di bidang migas yang berdalih atas Undang-
dasar yang pernah berlaku di Indonesia, Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
pencantuman secara eksplisit seputar hak asasi dan Gas Bumi telah berdampak terhadap kerugian
manusia muncul atas kesadaran dan keragaman negara, khususnya penderitaan rakyat Indonesia.
konsensus. Dalam kurun berlakunya undang- Kekayaan melimpah hasil minyak dan gas
undang dasar di Indonesia, yakni UUD NRI bumi Indonesia yang seharusnya dikelola oleh
1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, dan pemerintah dengan baik kemudian dikembalikan
Amandemen Keempat UUD NRI 1945 tahun untuk kesejahteraan rakyat Indonesia tidak
2002, pencantuman hak asasi manusia mengalami dapat terwujud dengan baik. Akibatnya rakyat
pasang surut. Indonesia mengalami penderitaan, kemiskinan,
dan kebodohan. Hal ini jelas bertentangan dengan
Dalam Amandemen Keempat UUD NRI
hak asasi manusia rakyat Indonesia.
1945, penuangan pasal-pasal hak asasi manusia
sebagai wujud jaminan atas perlindungannya Meskipun tidak secara langsung melanggar
dituangkan dalan bab tersendiri, yaitu pada Bab hak asasi manusia rakyat Indonesia, namun
XA dengan judul “Hak Asasi Manusia,” yang di ketidakberdayaan pemerintah dalam pengelolaan

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 267

Jurnal isi.indd 267 1/6/2017 11:30:20 AM


migas nasional jelas mengakibatkan pelanggaran Diratifikasinya hak EKOSOB, tentu
terhadap hak asasi manusia masyarakat Indonesia melahirkan sejumlah tantangan-tantangan
jangka panjang. Banyak bentuk ketidakberdayaan dan konsekuensi tersendiri dalam upaya
atau tidak mampu berdaulat yang secara langsung menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-
bukan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, hak rakyat tersebut. Peran serta tanggung jawab
namun bisa mempengaruhi kebijakan publik yang negara adalah melindungi dan menegakkan hak
akhirnya mengakibatkan pelanggaran hak asasi asasi manusia, termasuk hak-hak EKOSOB.
manusia. Misalnya pejabat yang menerima suap Penyelenggara negara, baik eksekutif maupun
dari pengusaha demi kelancaran izin usaha sebuah legislatif, dituntut berperan aktif dalam
industri yang merusak lingkungan, termasuk melindungi dan memenuhi hak-hak EKOSOB
kesalahan dalam pengelolaan migas nasional karena mereka yang secara efektif memiliki
sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup kewenangan menentukan alokasi sumber daya
masyarakat. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ketika nasional.
kedaulatan negara Indonesia di bidang BP Migas
Dalam konteks permasalahan BP Migas,
digerogoti oleh negara lain, ini telah melanggar
maka kepedulian negara dalam perlindungan
hak asasi manusia yang seharusnya merupakan
hak asasi manusia warga negaranya dapat
kewajiban negara bagi pemenuhannya.
dilihat dari besar tidaknya negara menyediakan
Pembiaran terhadap pemenuhan hak asasi instrumen hukum terhadap persoalan hak asasi
manusia rakyat Indonesia, khusus kaitannya manusia, minimal diukur dengan banyaknya
dengan BP Migas adalah sebuah bentuk regulasi tentang hak asasi manusia, baik berupa
pengingkaran terhadap konvensi internasional di undang-undang maupun dalam bentuk putusan-
bidang ekonomi, sosial, dan budaya, atau disebut putusan pengadilan. Oleh karena itu, upaya
dengan hak EKOSOB. Migas di Indonesia Mahkamah Konstitusi dalam politik hukumnya
merupakan kategori sumber daya alam, yang sebagaimana Putusan Nomor 36/PUU-X/2012
mana sumber daya alam masuk dalam konvensi tentang Pembubaran BP Migas tersebut adalah
internasional di bidang EKOSOB tersebut. upaya perlindungan terhadap hak asasi manusia,
khususnya hak asasi manusia rakyat Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi
Oleh karenanya, politik hukum yang benar-benar
Perjanjian Internasioanal tentang Hak-hak
dalam upaya perlindungan hak asasi manusia
EKOSOB (International Covenant on Economic,
merupakan sebuah keniscayaan.
Social, and Cultural Right) pada Oktober
2005. Ratifikasi ini ditandai dengan terbitnya Sejalan dengan konsep negara hukum,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Indonesia merupakan negara hukum. Negara
Pengesahan International Convenant on hukum ialah negara yang berdiri di atas hukum
Economic, Social, and Cultural Right (Perjanjian yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, Pengertian negara hukum merupakan terjemahan
dan Budaya). Dengan demikian, negara wajib dari rechtsstaat dan the rule of law. Pada paham
menghormati, melindungi, dan memenuhi hak- rechtsstaat dan the rule of law, terdapat sedikit
hak tersebut kepada warganya. Ada 143 negara perbedaan, meskipun dalam perkembangannya
yang meratifikasi perjanjian tersebut. dewasa ini tidak dipermasalahkan lagi perbedaan

268 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 268 1/6/2017 11:30:20 AM


antara keduanya, karena pada dasarnya kedua Pasal 1 angka 19 dan 23, Pasal 3 huruf b, Pasal 4
konsep itu mengarahkan dirinya pada suatu ayat (3), Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat
sasaran yang utama, yaitu pengakuan terhadap (2), Pasal 13, dan Pasal 44.
hak asasi manusia (Wahjono, 1977: 30).
Jenis penelitian ini merupakan penelitian
Perlindungan hak asasi manusia oleh negara pustaka (library research). Sifat penelitian ini
membuktikan bahwa salah satu syarat bagi suatu bersifat deskriptif analitik, yaitu penelitian
negara hukum adalah adanya jaminan atas hak- untuk menyelesaikan masalah dengan cara
hak asasi manusia. Penegasan Indonesia adalah mendeskripsikan masalah kemudian dilakukan
negara hukum yang selama ini diatur dalam analisa secara mendalam (Adi, 2004: 128). Data
Penjelasan UUD NRI 1945, dalam Amandemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
UUD NRI 1945 telah diangkat ke dalam UUD sekunder dengan bahan hukum primer atau data
NRI 1945 Pasal 1 ayat (3), “Negara Indonesia kepustakaan yang meliputi UUD NRI 1945,
adalah Negara Hukum.” Kalimat tersebut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
menunjukkan bahwa negara Indonesia merdeka Migas, peraturan perundang-undangan dan
akan dijalankan berdasarkan hukum, dalam hal berbagai dokumen-dokumen hukum yang sesuai
ini adalah undang-undang dasar sebagai aturan dengan kasus dalam tulisan ini.
hukum tertinggi.
Data tersier, yaitu meliputi buku-buku
Konsep negara hukum tersebut untuk hukum, buku-buku tentang migas, hasil
membentuk pemerintahan negara yang bertujuan, penelitian, jurnal, makalah, dan literatur lain
baik untuk melindungi hak asasi manusia yang berkaitan dengan fokus penelitian, baik
secara individual dan kolektif yang tercermin tentang hukum secara umum, hak asasi manusia
dalam kalimat: “…melindungi segenap bangsa dan konstitusi. Metode analisis data dalam
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia menganalisa menggunakan metode analisis
dan untuk memajukan kesejateraan umum, kualitatif. Dengan menggunakan pola pikir
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut deduktif, yaitu menjelaskan Undang-Undang
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Migas dikaitkan dengan konstitusi dan hukum
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan hak asasi manusia.
sosial…” (Mahfud MD, 2012: 5).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
II. METODE
A. Penafsiran Mahkamah Konstitusi
Metode pendekatan yang digunakan terhadap Undang-Undang Nomor 22
dalam penelitian ini adalah statute approach Tahun 2001 tentang Migas
(pendekatan undang-undang) atau biasa disebut
Penafsiran hukum merupakan sebuah
dengan pendekatan yuridis normatif. Dengan
proses yang ditempuh oleh pengadilan dalam
menelaah Putusan Nomor 36/PUU-X/2012
rangka memperoleh kepastian mengenai arti dari
terkait dengan pengujian Undang-Undang
suatu hukum yang dibuat dalam bentuk peraturan
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
perundang-undangan. Penafsiran hukum
Bumi dengan dasar permohonan yaitu pengujian

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 269

Jurnal isi.indd 269 1/6/2017 11:30:20 AM


merupakan metode penemuan hukum, dalam peraturan-peraturan lainnya. Penafsiran yang
hal peraturan yang sudah ada, akan tetapi tidak demikian ini sama dengan penafsiran gramatikal
jelas bagaimana penerapannya dalam suatu kasus yang melakukan penafsiran berdasarkan bahasa.
konkret (Rahardjo, 1991: 93-94).
Dalam menafsirkan beberapa pasal
Tulisan ini membahas bahwa Undang- Undang-Undang Migas sebagaimana di atas,
Undang Nomor 22 Tahun 2001 sebagai hukum Mahkamah Konstitusi menyesuaikan atau
yang mengatur tentang migas di Indonesia, merujuk kepada UUD NRI 1945 sebagai
dianggap telah membuka liberalisasi pengelolaan konstitusi Indonesia. Hasilnya Mahkamah
migas yang sangat didominasi pihak asing. Konstitusi menyatakan bahwa Badan Pelaksana
Sehingga Undang-Undang Migas oleh para Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau
pemohon dilakukan judicial review ke Mahkamah BP Migas bertentangan dengan UUD NRI 1945,
Konstitusi. Mahkamah Konstitusi berdasarkan alias inkonstitusional. Pasal 33 UUD NRI 1945
kewenangannya telah melakukan penafsiran/ sudah jelas mengatakan bahwa: “bumi, air, dan
interpretasi dan melakukan penelaahan secara kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
mendalam terhadap Undang-Undang Migas dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
tersebut, di mana Mahkamah Konstitusi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
menilai bahwa beberapa pasal yang terdapat Sehingga jika menggunakan pendekatan
dalam Undang-Undang Migas bertentangan penafsiran “taalkundige interpretatie” maka
dengan konstitusi (UUD NRI 1945). Pasal yang akan ditemukan maksud yang sebenarnya dalam
bertentangan dengan konstitusi tersebut adalah sebuah kalimat atau pernyataan dalam pasal
Pasal 1 angka 19 dan 23, Pasal 3 huruf b, Pasal 4 atau hukum di mana kalimat pertama tidak bisa
ayat (3), Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat dipisahkan dengan kalimat sesudahnya (sehingga
(2), Pasal 13, dan Pasal 44. membaca kalimat hukum dilarang sepenggal-
sepenggal/sepotong-sepotong).
Dalam upaya penafsiran/interpretasi
terhadap Undang-Undang Migas, Mahkamah Analogi berpikirnya adalah bahwa tujuan
Konstitusi menggunakan metode pendekatan utama dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI
penafsiran “taalkundige interpretatie” atau 1945 adalah pengelolaan sumber daya alam “untuk
biasa disebut dengan pendekatan “arti kata atau sebesar-besar kemakmuran rakyat,” sehingga
istilah.” Penafsiran yang menekankan kepada implementasinya ke dalam pengorganisasian
arti atau makna kata-kata yang tertulis (word). negara dan pemerintahan pun harus menuju ke
Penafsiran menurut kata atau istilah taalkundige arah tercapainya tujuan tersebut. Pertimbangan
interpretatie ini, yaitu kewajiban dari hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor
untuk mencari arti kata atau maksud kata yang 36/PUU-X/2012 tersebut mendasarkan bahwa
sebenarnya, dan hakim berusaha memadukan Pasal 33 UUD NRI 1945 menghendaki bahwa
kata atau kalimat dengan kalimat kata yang penguasaan negara itu harus berdampak pada
lain, sehingga ditemukan sebuah substansi sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Dalam
yang objektif. Kalaupun belum cukup, hakim hal ini, “pengertian dikuasai oleh negara” tidak
harus mempelajari kata tersebut dalam susunan dapat dipisahkan dengan makna untuk “sebesar-
kata-kata kalimat atau hubungannya dengan besar kemakmuran rakyat” yang menjadi tujuan

270 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 270 1/6/2017 11:30:20 AM


Pasal 33 UUD NRI 1945. “...dengan adanya tidak menimbulkan peluang inefisiensi dan
anak kalimat “dipergunakan untuk sebesar- penyalahgunaan kekuasaan.
besar kemakmuran rakyat,” maka sebesar-
Selain mendasarkan terhadap UUD NRI
besar kemakmuran rakyat itulah yang menjadi
1945 tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi
ukuran bagi negara dalam menentukan tindakan
juga menilai bahwa Undang-Undang Migas
pengurusan, pengaturan, atau pengelolaan atas
tersebut membuka liberalisasi pengelolaan migas
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
karena sangat dipengaruhi pihak asing. Pola
dalamnya...”
unbundling yang memisahkan kegiatan hulu
Apabila penguasaan negara tidak dikaitkan dan hilir ditengarai sebagai upaya pihak asing
secara langsung dan satu kesatuan dengan untuk memecah belah industri migas nasional
sebesar-besar kemakmuran rakyat maka dapat sehingga mempermudah penguasaan. Dampak
memberikan makna konstitusional yang tidak liberalisasi tata kelola migas adalah terbukanya
tepat. Artinya, negara sangat mungkin melakukan persaingan bebas yang memberikan kesempatan
penguasaan terhadap sumber daya alam secara seluas-luasnya untuk pemain migas, baik
penuh tetapi tidak memberikan manfaat sebesar- perusahaan nasional maupun perusahaan asing,
besar kemakmuran rakyat. Di satu sisi negara dalam pengelolaan migas di Indonesia. Dalam
dapat menunjukkan kedaulatan pada sumber persaingan tersebut, BUMN migas diperlakukan
daya alam, namun di sisi lain rakyat tidak serta sama dengan pelaku usaha migas swasta sehingga
merta mendapatkan sebesar-besar kemakmuran BUMN harus bersaing dalam setiap mengikuti
atas sumber daya alam. tender untuk mendapatkan izin pengelolaan
migas, baik di sektor hulu maupun di sektor hilir.
Menurut Mahkamah Konstitusi, kriteria
konstitusional untuk mengukur makna Ironisnya, pemerintah cenderung lebih
konstitusional dari penguasaan negara justru berpihak kepada perusahaan asing ketimbang
terdapat pada frasa “untuk sebesar-besar BUMN dalam persaingan tersebut. Keberpihakan
kemakmuran rakyat.” Namun dalam kenyataan, pemerintah terhadap perusahaan asing selalu
pengelolaan BP Migas justru menimbulkan mengemuka di setiap perebutan ladang migas
banyak kerugian bagi keuangan negara maupun antara Pertamina dan perusahaan asing seperti
terabaikannya kesejahteraan dan hak-hak pada Blok Cepu, Blok Madura, Blok Siak, dan
rakyat. Keberadaan BP Migas sangat berpotensi Blok Mahakam. Keberpihakan pemerintah
untuk terjadinya inefisiensi dan diduga dalam terhadap perusahaan asing telah melemahkan
praktiknya, telah membuka peluang bagi peran BUMN dalam pengelolaan ladang migas
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Maka di negeri sendiri.
menurut Mahkamah Konstitusi keberadaan BP
Hasil dari upaya Mahkamah Konstitusi
Migas tersebut tidak konstitusional, bertentangan
dalam menafsirkan Undang-Undang Nomor
dengan tujuan negara tentang pengelolaan sumber
22 Tahun 2001 menghasilkan sebuah putusan.
daya alam dalam pengorganisasian pemerintahan.
Putusan tersebut yakni Putusan Nomor 36/
Oleh sebab itu setiap pembentukan organisasi
PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa BP Migas
negara dan semua unitnya harus disusun
harus dibubarkan dikarenakan Undang-Undang
berdasar rasionalitas birokrasi yang efisien dan

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 271

Jurnal isi.indd 271 1/6/2017 11:30:20 AM


Nomor 22 Tahun 2001 inkonstitusional. BP Migas liberalisasi pengelolaan migas yang sangat
telah merugikan keuangan negara, dikarenakan BP didominasi pihak asing karena dunia permigasan
Migas bukan operator (badan usaha) namun hanya Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing sampai
berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN), 88%. Data SKK Migas tahun 2012 menunjukkan
sehingga kedudukannya tidak dapat melibatkan bahwa 88% ladang migas dikuasai perusahaan
secara langsung dalam kegiatan eksplorasi dan asing, 8% BUMS nasional, dan BUMN, serta 4%
produksi migas. BP Migas tak punya sumur, konsorsium yang melibatkan perusahaan asing.
kilang, tanker, truk pengangkut, dan SPBU, serta
Dominasi perusahaan asing atas ladang
tidak bisa menjual minyak bagian negara sehingga
migas menyebabkan negara kehilangan kontrol
tak bisa menjamin keamanan pasokan BBM/BBG
dalam pengelolaan migas. Pemerintah tidak
dalam negeri. Ini membuktikan bahwa kehadiran
mampu lagi melakukan kontrol terhadap volume
BP Migas membonsai Pasal 33 ayat (2) dan (3)
produksi minyak yang dihasilkan, harga pokok
UUD NRI 1945 dan menjadikan makna ”dikuasai
produksi yang ditetapkan, dan cost of recovery
negara” yang telah ditafsirkan dan diputuskan oleh
yang diajukan. Tidak mengherankan kalau
Mahkamah Konstitusi menjadi kabur dikarenakan
muncul anomali yang berkaitan dengan besaran
tidak dipenuhinya unsur penguasaan negara
cost of recovery dan lifting. Data menunjukkan
yakni mencakup fungsi mengatur, mengurus,
bahwa besaran cost of recovery yang dianggarkan
mengelola, dan mengawasi secara keseluruhan,
di APBN cenderung meningkat setiap tahun,
hanya menjadi sebuah ilusi konstitusional.
tetapi lifting justru semakin menurun.
Kedudukan BP Migas yang mewakili
Menurut Mahkamah Konstitusi, Pasal 1
pemerintah dalam kuasa pertambangan tidak
angka 19 Undang-Undang Migas yang menyatakan
memiliki komisaris/pengawas. Padahal BP Migas
bahwa frasa ”atau bentuk kontrak kerja sama
adalah Badan Hukum Milik Negara (BHMN),
lain” telah menimbulkan ketidakpastian hukum
jelas ini berdampak kepada jalannya kekuasaan
dalam pemaknaan kontrak lainnya tersebut.
yang tidak terbatas dikarenakan secara struktur
Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28D
kelembagaan ini menjadi cacat. Hal ini berdampak
ayat (1) UUD NRI 1945. Dengan frasa yang
kepada ”cost recovery” tidak memiliki ambang
multi tafsir tersebut, maka kontrak kerja sama
batas yang jelas. Kekuasaan yang sangat besar
akan dapat berisikan klausul-klausul yang tidak
tersebut akan cenderung korup terbukti ketika
mencerminkan sebesar-besarnya kemakmuran
data dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan
rakyat sebagaimana diamanahkan dalam Pasal
menunjukkan bahwa selama tahun 2000-
33 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945. Selain itu
2008 potensi kerugian keuangan negara akibat
frasa “atau dikendalikan melalui kontrak kerja
pembebanan ”cost recovery” sektor migas yang
sama” menunjukkan adanya penggunaan sistem
tidak tepat mencapai Rp.345,996 triliun pertahun
kontrak yang multi tafsir dalam pengendalian
atau Rp.1,7 miliar tiap hari.
pengelolaan migas nasional. Keadaan yang
Hal ini jelas bahwa pengelolaan dan demikian ini maka akan melekat asas-asas hukum
pengaturan migas berdampak sistemik terhadap kontrak yang bersifat umum yang berlaku dalam
kehidupan rakyat dan merugikan keuangan hukum kontrak yakni asas keseimbangan dan
negara. Sebab, Undang-Undang Migas membuka asas proporsionalitas kepada negara.

272 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 272 1/6/2017 11:30:20 AM


Menurut Ketua PP Muhammadiyah Din 9 ini tetap ada, maka liberalisasi migas masih
Syamsudin, keputusan Mahkamah Konstitusi tetap eksis. Percuma BP Migas dibubarkan tapi
yang membatalkan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 semangat liberalisasi masih ada.
ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45,
Menurut Bakhri, pembubaran terhadap BP
Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61,
Migas yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi
dan Pasal 63 yang berimplikasi pembubaran BP
merupakan sebuah langkah yang tepat untuk
Migas merupakan langkah untuk mengembalikan
mengembalikan kedaulatan negara di bidang
kedaulatan negara atas migas. Beliau mengatakan:
migas nasional serta sebagai upaya perlindungan
“Perlu kami tegaskan bahwa permohonan ini
hak-hak rakyat Indonesia. Bakhri mengatakan
tidak terkait dengan kepentingan ada atau
bahwa, permasalahan dalam pengelolaan BP
tidak lembaga atau badan tertentu, tetapi lebih
Migas dilatarbelakangi oleh Undang-Undang
berhubungan dengan sebuah kenyataan bahwa
Nomor 22 Tahun 2001 yang membuka peluang
Undang-Undang Migas ini kami rasakan
liberalisasi dan penguasaan asing atas ladang
merugikan rakyat, yang seharusnya Indonesia
minyak Indonesia. Karena pembentukannya
lebih sejahtera dari sekarang.”
dilatarbelakangi oleh industrialisasi, globalisasi,
Esensi keberadaan Undang-Undang Migas krisis ekonomi serta privatisasi badan usaha milik
adalah untuk mengokohkan liberalisasi sektor negara, serta reformasi hukum yang didorong
migas dengan melepaskan monopoli negara kepada oleh politik hukum nasional (Bakhri, 2012: 12).
swasta dan ini adanya pada Pasal 9 ayat (1) yang
Undang-Undang Migas sejak awal
berbunyi: “Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan
pembentukannya menuai kontroversi,
Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dikarenakan tidak menjiwai Pancasila. Ketika
5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:
reformasi bergulir, salah satu agenda reformasi
Badan Usaha Milik Negara; Badan Usaha Milik
yang dibangun juga mempengaruhi konfigurasi
Daerah; Koperasi; Usaha Kecil; Badan Usaha
politik ketika pembentukan Undang-Undang
Swasta.” Kata “dapat” pada Pasal 9 ayat (1) inilah
Migas adalah desakan internasional untuk
yang menyebabkan adanya liberalisasi migas
mereformasi sektor energi khususnya migas.
karena ekplorasi migas itu boleh dilakukan oleh
Reformasi sektor energi antara lain menyangkut
BUMN dan swasta yang selama ini dikuasai oleh
reformasi harga energi dan reformasi kelembagaan
pemerintah melalui Pertamina. Begitu juga Pasal
pengelola energi.
10 yang berbunyi: “(1) Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Reformasi energi bukan hanya berfokus
Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir; pada upaya pencabutan subsidi Bahan Bakar
2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Minyak (BBM), tetapi dimaksudkan untuk
Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha memberikan peluang besar kepada korporasi
Hulu.” internasional untuk merambah bisnis migas di
Indonesia. Salah satu upaya desakan internasional
Esensi liberalisasi migas sebenarnya ada
melalui Memorandum of Economic and Finance
di Pasal 9 ini, keberadaan BP Migas sebenarnya
Policies (letter of Intent IMF) tertanggal 20
sebagai konsekuensi dari adanya Pasal 9 ini,
Januari 2000 adalah mengenai monopoli
maka walaupun BP Migas bubar tapi kalau Pasal

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 273

Jurnal isi.indd 273 1/6/2017 11:30:21 AM


penyelenggaraan industri migas yang pada saat nasional yang terintegrasi dipecah atas
itu dituding sebagai penyebab inefesiensi dan kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha
korupsi yang pada saat itu merajalela. hilir atau unbundling.

Oleh karena itu, salah satu faktor pendorong d. Dengan Undang-Undang Migas ini sistem
pembentukan Undang-Undang Migas di tahun pengelolaan cost recovery yang diserahkan
2001 adalah untuk mengakomodir tekanan BP Migas merugikan negara.
asing dan bahkan kepentingan asing. Sehingga
Berdasarkan empat alasan tersebut, dapat
monopoli pengelolaan migas melalui Badan
dikatakan bahwa Undang-Undang Migas ini
Usaha Milik Negara (Pertamina) yang pada saat
menganut pola hubungan business to government
berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971
(B to G) dengan pihak investor atau perusahaan
menjadi simbol badan negara dalam pengelolaan
minyak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1 angka
migas menjadi berpindah ke konsep oligopoli
23 tentang definisi BP Migas yang dibentuk
korporasi dikarenakan terbentuknya Undang-
untuk mengendalikan kegiatan usaha hulu. Pasal
Undang Migas. Kepentingan internasional yang
4 ayat (3) tentang pemerintah sebagai pemegang
menyusup dalam setiap pertimbangan politik
kuasa pertambangan lalu membentuk BP Migas.
yang diambil dalam Undang-Undang Migas
Pasal 11 ayat (1) tentang kegiatan usaha hulu
menjadikan pembentukan Undang-Undang
yang dilaksanakan oleh investor berdasarkan
Migas meskipun dianggap melalui prosedur
kontrak dengan BP Migas. Pasal 44 ayat (3)
formal yang telah ditentukan, tetapi bisa menjadi
huruf b menugaskan kepada BP Migas untuk
cacat ketika niat pembentukan Undang-Undang
melaksanakan penandatanganan kontrak dengan
Migas adalah untuk mencederai amanat Pasal
pihak investor atau perusahaan minyak.
33 UUD NRI 1945. Sehingga penguasaan
negara terhadap cabang-cabang produksi yang Ketentuan dalam Undang-Undang Migas
menguasai hajat hidup orang banyak hanyalah tersebut di atas menentukan yang menandatangani
menjadi sebuah ilusi konstitusional semata. kontrak kerja sama dengan kontraktor atau
perusahaan minyak adalah pemerintah yang
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
diwakili oleh BP Migas, oleh karena pemerintah
terdapat empat alasan utama mengapa Undang-
yang berkontrak maka kedaulatan negara menjadi
Undang Migas ini merugikan negara dan
hilang sebab posisi pemerintah menjadi sejajar
melanggar konstitusi yaitu:
dengan kontraktor. Pemerintah menjadi bagian
a. Undang-Undang Migas ini telah dari para pihak yang berkontrak. Pemerintah
menghilangkan kedaulatan negara atas men-downgrade dirinya sendiri untuk sejajar
sumber daya migas yang ada di perut bumi dengan perusahaan minyak atau investor.
negara Indonesia.
Oleh karena itu, sebaiknya pihak yang
b. Undang-Undang Migas ini telah merugikan mewakili Indonesia adalah BUMN semacam
negara secara finansial. Pertamina tetapi tidak tunggal. Konsepsi yang
demikian ini cukup mencerminkan penguasaan
c. Undang-Undang Migas ini memecah
negara atas cabang-cabang produksi yang
struktur perusahaan dan industri minyak
menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana

274 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 274 1/6/2017 11:30:21 AM


termaktub di dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan
UUD NRI 1945. Secara garis besar Mahkamah (toezichthoudensdaad) (Bakhri, 2012: 14).
Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 33 ayat (2)
dan (3) tentang pengertian ”dikuasai oleh negara” B. Langkah Progresif Negara dalam
haruslah diartikan mencakup makna penguasaan Mengembalikan Kedaulatan Migas dan
oleh negara dalam arti luas yang bersumber Hak Asasi Manusia
dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat
Indonesia atas segala sumber kekayaan ”bumi, Putusan Nomor 36/PUU/2012 terkait
air dan kekayaan alam yang terkandung dengan pengujian Undang-Undang Migas
di dalamnya” termasuk pula di dalamnya merupakan sebuah kemenangan konstitusional
pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas penting bagi penguasaan negara atas sumber daya
rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. alam. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi
Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh tersebut yang membatalkan Pasal 1 angka 23,
UUD NRI 1945 memberikan mandat kepada Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal
negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal
tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan 61, dan Pasal 63 yang berimplikasi pembubaran
(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan BP Migas merupakan langkah negara dalam
pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan mengembalikan kedaulatan negara atas migas.
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Upaya negara dalam mengembalikan
Selanjunya menurut Mahkamah Konstitusi, kedaulatan negara di bidang migas, pemerintah
cabang-cabang produksi yang harus dikuasai oleh membentuk Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun
negara adalah jika: “(i) cabang-cabang produksi 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan
itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
orang banyak; atau (ii) penting bagi negara tetapi Bumi yang pada pokoknya menentukan, Pasal 1,
tidak menguasai hajat hidup orang banyak; atau pelaksanaan tugas, fungsi, dan organisasi Badan
(iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
hajat hidup orang banyak.” Hingga saat ini Bumi, sampai dengan diterbitkannya peraturan
pengelolaan migas berdasarkan undang-undang yang baru. Pasal 2, segala kontrak kerja sama
a quo tidak memenuhi unsur kebijakan (beleid), yang ditandatangani antara Badan Pelaksana
tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap,
pengawasan (toezichthoudensdaad). tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir.
Pasal 3, seluruh proses pengelolaan kegiatan
Lima ketentuan tersebut merupakan satu usaha hulu minyak dan gas bumi, dilanjutkan
kesatuan, sehingga hak untuk terpenuhi hajat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
hidup para pemohon yang juga merupakan hajat pemerintahan di bidang minyak dan gas bumi.
hidup bangsa Indonesia menjadi terhambat
dikarenakan sistem kontrak tidak memenuhi unsur- Selain Peraturan Presiden tersebut
unsur kebijakan (beleid), tindakan pengurusan diterbitkan pula Keputusan Menteri ESDM
(bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), Nomor 3135K/08/MEM/2012 yang pada

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 275

Jurnal isi.indd 275 1/6/2017 11:30:21 AM


pokoknya mengatur mengenai pengalihan hukum terhadap persoalan hak asasi manusia,
tugas, fungsi, dan organisasi dalam pelaksanaan minimal diukur dengan banyaknya regulasi
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dan tentang hak asasi manusia, baik berupa undang-
membentuk Satuan Kerja Sementara kegiatan undang, peraturan pemerintah maupun dalam
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Fungsi dan bentuk putusan-putusan pengadilan.
tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi
dilaksanakan oleh pemerintah c.q. Kementerian IV. KESIMPULAN
ESDM, sampai diundangkannya undang-undang
baru yang mengatur tentang hal tersebut. Mahkamah Konstitusi menafsirkan/
interpretasi Undang-Undang Nomor 22
Penyalahgunaan wewenang kekuasaan di Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
bidang migas telah berdampak terhadap kerugian menggunakan metode pendekatan penafsiran
negara, khususnya penderitaan rakyat Indonesia. “taalkundige interpretatie” atau biasa disebut
Kekayaan melimpah hasil minyak dan gas dengan pendekatan “arti kata atau istilah.”
bumi Indonesia yang seharusnya dikelola oleh Kalimat atau kata “pengertian dikuasai oleh
pemerintah dengan baik kemudian dikembalikan negara” tidak dapat dipisahkan dengan makna
untuk kesejahteraan rakyat Indonesia tidak untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat” yang
dapat terwujud dengan baik. Akibatnya rakyat menjadi tujuan Pasal 33 UUD NRI 1945. “…
Indonesia mengalami penderitaan, kemiskinan, dengan adanya anak kalimat “dipergunakan
dan kebodohan. Hal ini jelas bertentangan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” maka
dengan hak-hak rakyat Indonesia. Oleh karena sebesar-besar kemakmuran rakyat itulah yang
itu, jelaslah bahwa ketika kedaulatan negara menjadi ukuran bagi negara dalam menentukan
Indonesia di bidang BP Migas digerogoti oleh tindakan pengurusan, pengaturan, atau
negara lain, ini telah melanggar hak asasi manusia pengelolaan atas bumi, air dan kekayaan alam
yang seharusnya merupakan kewajiban negara yang terkandung di dalamnya...”
bagi pemenuhannya.
Hasil analisis hukum Undang-Undang
Pembiaran terhadap pemenuhan hak asasi Nomor 22 Tahun 2001 tertuang dalam Putusan
manusia rakyat Indonesia khususnya kaitannya Nomor 36/PUU/2012. Mahkamah Konstitusi
dengan BP Migas adalah sebuah bentuk menyatakan bahwa Badan Pelaksana Kegiatan
pengingkaran terhadap konvensi internasional di Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau BP
bidang ekonomi, social, dan budaya, atau disebut Migas yang diatur dalam Undang-Undang
dengan hak EKOSOB. Migas di Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 bertentangan dengan
merupakan kategori sumber daya alam, yang UUD NRI 1945 (inskonstitusional) dan tidak
mana sumber daya alam masuk dalam konvensi mempunyai kekuatan hukum sehingga harus
internasional di bidang EKOSOB tersebut. dibubarkan. Mahkamah Konstitusi menilai
Kepedulian negara dalam perlindungan keberadaan BP Migas sangat berpotensi untuk
hak asasi manusia warga negaranya khususnya terjadinya inefisiensi dan membuka peluang
dalam konteks migas, maka dapat dilihat dari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Selain
besar tidaknya negara menyediakan instrumen itu, Mahkamah Konstitusi juga menilai Undang-

276 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 276 1/6/2017 11:30:21 AM


Undang Migas tersebut membuka liberalisasi deliberalisasi tata kelola migas melalui revisi
pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun
pihak asing. 2001 dan semua peraturan di bawahnya yang
berpotensi melanggar Pasal 33 UUD NRI 1945.
Peran negara dalam mengembalikan
Ada beberapa substansi yang harus direvisi pada
kedaulatan migas di Indonesia adalah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 agar
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara
selaras dengan Pasal 33 UUD NRI 1945, yaitu:
membatalkan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3),
Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 1. Mengembalikan komoditas migas dari
ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 komoditas pasar menjadi komoditas
yang berimplikasi pembubaran BP Migas. Selain strategis sehingga memungkinkan bagi
itu, pemerintah membentuk Peraturan Presiden pemerintah untuk melakukan intervensi
Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan dalam penetapan harga dan pemanfaatan
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha komoditas strategis untuk sebesar-besarnya
Hulu Minyak dan Gas Bumi. bagi kemakmuran rakyat.

Selain itu diterbitkan pula Keputusan 2. Mengembalikan penguasaan negara


Menteri ESDM Nomor 3135K/08/MEM/2012 dengan menyerahkan pengelolaan migas
yang pada pokoknya mengatur mengenai dari hulu sampai hilir kepada BUMN.
pengalihan tugas, fungsi, dan organisasi dalam Untuk itu, perlu memberikan prioritas
pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas dalam setiap penawaran pengelolaan
bumi dan membentuk Satuan Kerja Sementara blok migas yang baru kepada Pertamina.
kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan blok migas lama yang sudah
Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan habis masa kontraknya harus diberikan
Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah c.q. pengelolaannya kepada Pertamina sebagai
Kementerian ESDM, sampai diundangkannya operator tunggal. Dengan pengelolaan
undang-undang baru yang mengatur tentang hal secara langsung, dipastikan seluruh hasil
tersebut. dan keuntungan yang diperoleh akan
masuk menjadi keuntungan negara. Hal
Langkah-langkah pemerintah tersebut
ini akan membawa manfaat lebih besar
merupakan upaya untuk melindungi hak-hak
bagi rakyat. Pengelolaan langsung yang
rakyat. Pembiaran terhadap pemenuhan hak asasi
dimaksud di sini, baik dalam bentuk
manusia rakyat Indonesia khususnya kaitannya
pengelolaan langsung oleh negara (organ
dengan BP Migas adalah sebuah bentuk
negara) melalui Badan Usaha Milik Negara.
pengingkaran terhadap konvensi internasional di
Pada sisi lain, jika negara menyerahkan
bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
pengelolaan sumber daya alam untuk
dikelola oleh perusahaan swasta atau badan
V. SARAN hukum lain di luar negara, keuntungan bagi
Dari kesimpulan tersebut di atas menurut negara akan terbagi sehingga manfaat bagi
asumsi penulis maka perlu diupayakan rakyat juga akan berkurang.

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 277

Jurnal isi.indd 277 1/6/2017 11:30:21 AM


BP Migas diharapkan dapat fokus Asshiddiqie, J. (1994). Gagasan kedaulatan rakyat
melaksanakan tujuan pengendalian kegiatan dalam Konstitusi dan pelaksanaannya di
usaha hulu minyak dan gas bumi tanpa dibebani Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Ictiar
kewajiban untuk mencari keuntungan untuk diri Baru Van Hoeve.
sendiri, tetapi lebih fokus untuk kepentingan ____________. (2005). Model-model pengujian
negara serta menghindari terjadinya pembebanan Konstitusional di berbagai Negara. Jakarta:
terhadap keuangan negara melalui APBN. Oleh Konstitusi Press.
karena itu, fungsi pengendalian dan pengawasan
____________. (2008). Menuju negara hukum yang
dalam kegiatan hulu migas yang sebelumnya
demokratis. Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan
dilakukan oleh Pertamina dialihkan menjadi
Mahkamah Konstitusi RI.
fungsi BP Migas selaku representasi pemerintah
sebagai pemegang kuasa pertambangan yang Astawa, I.G.P., & Na’a, S. (2012). Memahami ilmu
menyelenggarakan penguasaan negara atas negara dan teori Negara. Bandung: Refika
sumber daya alam migas. BP Migas adalah badan Aditama.
hukum milik negara yang tidak merupakan institusi
Bakhri, S. (2012). Pembubaran BP Migas. Makalah
bisnis, melainkan institusi yang mengendalikan
yang disampaikan dalam seminar Nasional di
dan mengawasi bisnis migas di sektor hulu. BP Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45
Migas oleh pemerintah dimaksudkan sebagai Yogyakarta pada Tanggal 28 November.
ujung tombak bagi pemerintah agar secara
langsung tidak terlibat bisnis migas, sehingga Budiardjo, M. (1980). Dasar-dasar ilmu politik.

pemerintah tidak dihadapkan secara langsung Jakarta: Gramedia.

dengan pelaku usaha. Cranston, M. (1973). What are human rights? New
York: Taplinger.

Donnely, J. (2003). Universal human rights in theory


and practice. Cornell University Press, Ithaca
and London.

DAFTAR ACUAN El-Muhtaj, M. (2007). “HAM, DUHAM, RANHAM,


Indonesia” dalam Riyadi, E., & Supriyanto
Adi, R. (2004). Metodologi penelitian sosial dan (Ed.) Mengurai kompleksitas hak asasi
hukum. Jakarta: Granit Press. manusia: Kajian multi perspektif. Yogyakarta:

Arianto, S. (2003). Hak asasi manusia dalam PUSHAM UII.

transisi politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Hadjon, P.M. (1987). Perlindungan hukum bagi
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum masyarakat Indonesia. Surabaya: PT Bina
Universitas Indonesia. Ilmu.

Asplund, K.D., Marzuki, S., & Riyadi, E. (Ed.). Halwani, H. (2000). Globalisasi ekonomi. Jakarta:
(2008). Hukum hak asasi manusia. Yogyakarta: Center for Global Studies.
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas
Islam Indonesia, PUSHAM UII. Huda, N. (2009). Hukum tata negara Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers.

278 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 259 - 279

Jurnal isi.indd 278 1/6/2017 11:30:21 AM


Mahfud MD, Moh. (2001). Dasar dan struktur
ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.

_____________. (2012). Negara hukum Indonesia:


Gagasan dan realita di era reformasi.
Makalah disampaikan dalam Seminar
Nasional “Dinamika Implementasi Negara
Hukum Indonesia dan Tantangannya di Era
Reformasi,” yang diselenggarakan Fakultas
Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Mertokusumo, S. (1995). Mengenal hukum: Suatu


pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Radhi, F. (2012). “Merebut kembali kedaulatan


MIGAS: Mencapai kedaulatan energi dengan
mewujudkan tata kelola minyak dan gas bumi
yang berlandaskan Konstitusi.” Makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional yang
diselenggarakan Pusat Studi Energi UGM.

Rahardjo, S. (1991). Ilmu hokum. Bandung: Citra


Aditiya Bakti.

Santoso, H.B. (2002). Kedaulatan negara: Tinjauan,


kajian hukum internasional. Jakarta: Mitra
Penna.

Suseno, F.M. (2001). Etika politik: Prinsip-prinsip


moral dasar kenegaraan modern. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Utrecht, (1959). Pengantar dalam hukum Indonesia.


Jakarta: PT. Ichtiar Baru.

Wahjono, P. (1977). Ilmu negara suatu sistematika


dan penjelasan 14 teori ilmu Negara. Jakarta:
Melati Studi Grup.

Penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Migas (Habib Shulton Asnawi) | 279

Jurnal isi.indd 279 1/6/2017 11:30:21 AM


Jurnal isi.indd 280 1/6/2017 11:30:21 AM
PENAFSIRAN HUKUM DEKONSTRUKSI
UNTUK PELANGGARAN POLIGAMI
Kajian Putusan Nomor 937 K/Pid/2013

LEGAL INTERPRETATION OF DECONSTRUCTION


IN CRIMINAL OFFENSE OF POLYGAMY
An Analysis of Court Decision Number 937 K/Pid/2013

Faiq Tobroni
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Jl. Marsda Adisucipto, Yogyakarta 55281
E-mail: faiqttobroni@gmail.com

Naskah diterima: 6 Juni 2016; revisi: 23 November 2016; disetujui: 24 November 2016

ABSTRAK setelahnya) justru mendapatkan justifikasi dari makna


yang tidak terkatakan atau di luar KUHP (suami tidak
Putusan Nomor 937 K/Pid/2013 menunjukkan bahwa
boleh menikah lagi tanpa adanya izin dari istri yang ada;
pelanggaran poligami yang tidak sesuai dengan
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974) yang
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
dibuktikan dengan ketiadaan izin istri pertama (SM)
Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
bagi IR untuk menikah dengan H.
tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam dapat
dipidana dengan dihubungkan kepada pemidanaan Kata kunci: poligami, pernikahan terlarang, metode
atas pernikahan terlarang. Analisis ini menitikberatkan penafsiran.
pada dua hal yaitu: pertama, bagaimana perbedaan
pertimbangan hukum antara dua putusan; kedua, ABSTRACT
perbedaan metode penafsiran hukum dari setiap putusan
Decision Number 937 K/Pid/2013 shows that the criminal
dan implikasinya untuk menghubungkan pemidanaan
offense of polygamy which are not in accordance with
atas pernikahan terlarang dengan pelanggaran poligami.
Law Number 1 of 1974 on Marriage and Presidential
Putusan Nomor 341/Pid.B/2012/PN.BKN menganggap
Instruction Number 1 of 1991 on the Dissemination of
perkawinan IR dengan H (yang dianggap terlarang)
Islamic Law Compilation may be subject to criminal with
adalah tidak sah, sementara Putusan Nomor 937 K/
relation to the offense of illicit marriage. The focus of the
Pid/2013 menganggap sebaliknya. Metode penafsiran
discussion in this analysis is tantamount to explaining how
hukum dalam Putusan Nomor 341/Pid.B/2012/PN.BKN
two decisions have differences in the legal considerations
adalah subsumptif, sehingga menyimpulkan bahwa IR
and different methods of legal interpretation, and its
tidak dapat dipidana. Sementara metode penafsiran
implications related to criminal prosecution for illicit
hukum dalam Putusan Nomor 937 K/Pid/2013 adalah
marriage with polygamy offense. Decision Number 341/
metode dekonstruksi dalam pengertian melakukan
Pid.B/2012/PN.BKN discusses the marriage of IR to H
intertekstualitas teks hukum (menemukan makna tidak
(which is considered illicit) is unlawful, while Decision
terkatakan). Putusan kasasi menunjukkan bahwa pidana
Number 937 K /Pid/2013 assumes otherwise. The legal
oleh IR atas Pasal 279 ayat (1) KUHP (perkawinan
interpretation of Decision Number 341/Pid.B/2012/
yang telah ada dapat menjadi penghalang perkawinan

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 281

Jurnal isi.indd 281 1/6/2017 11:30:21 AM


PN.BKN is subsumption method, which concludes marriages), even get justification of “the unspeakable
that IR is not subject to criminal. Whereas the rightful meaning” or apart from the Criminal Code (a husband
interpretation of Decision Number 937 K/Pid/2013 is should not marry again without permission of his wife;
the method of deconstruction, conducting intertextuality Article 9 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage).
on the legal texts (finding “the unspeakable meaning”). This is taken into account in the absence of the first wife’s
Decision of cassation indicates that the criminal sanction permission (SM).
of IR on Article 279 paragraph (1) of the Criminal Code
Keywords: polygamy, illicit marriage, legal
(previous marriage can be a barrier for subsequent
interpretation.

I. PENDAHULUAN sampai ke pengadilan agama. Secara hukum,


IR masih berstatus sebagai suami yang sah
A. Latar Belakang
dari SM. Larangan menikah bagi IR tersebut
Pelanggaran poligami sebenarnya bisa ditemukan dalam petikan Pasal 9 Undang-
bisa dipidana dengan dihubungkan kepada Undang Perkawinan yang berbunyi: “seorang
perkawinan terlarang. Hukum mengatur yang terikat tali perkawinan dengan orang lain
pemidanaan bagi perkawinan terlarang melalui tidak dapat kawin lagi.” Dengan demikian,
Pasal 279 ayat (1) KUHP. Pelanggaran poligami pernikahan IR dengan H didakwa sebagai
yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan perkawinan terlarang yang melanggar Pasal 279
poligami yang tidak sesuai dengan ketentuan KUHP karena terhalang dengan perkawinan yang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang telah ada (perkawinan IR dan SM tahun 1992).
Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) dan
Sebenarnya, IR bisa saja lepas dari dakwaan
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang
di atas dengan menggunakan dalih melaksanakan
Penyebaran Kompilasi Hukum Islam (KHI). Di
poligami. Masih dari Pasal 9 Undang-Undang
antara ketentuan hukum yang biasanya tidak
Perkawinan, redaksi lengkap menyatakan bahwa
dilaksanakan oleh pelaku pelanggaran poligami
“seorang yang terikat tali perkawinan dengan
adalah mengabaikan pemenuhan atas persyaratan
orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali dalam
kumulatif-alternatif dari izin poligami.
hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal
Pemidanaan atas perkawinan terlarang yang
4 Undang-Undang Perkawinan.” Pengecualian
sebenarnya sekaligus bisa dikatakan sebagai
tersebut bermakna bahwa seorang laki-laki boleh
pelanggaran poligami dapat dilihat dalam kasus
menikahi lebih dari satu perempuan dengan
Putusan Nomor 937 K/Pid/2013.
batasan sampai empat perempuan pada waktu
Kasus ini dialami oleh IR. Tahun 2011, yang sama melalui mekanisme poligami. Akan
IR telah melangsungkan pernikahan dengan tetapi, dengan keberadaannya yang sudah tidak
seorang perempuan berinisial H. Namun, saat bisa berkomunikasi dengan istri pertamanya,
pernikahan tersebut, IR masih mempunyai ikatan IR tidak memenuhi persyaratan apapun yang
perkawinan yang sah dengan SM (menikah ditetapkan Undang-Undang Perkawinan dalam
tahun 1992). Memang IR menalak SM secara melaksanakan poligami; minimal meminta
agama tahun 2010, namun belum pernah dibawa izin SM. Akibatnya, IR mengambil jalan pintas

282 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 282 1/6/2017 11:30:21 AM


melalui pernikahan lagi tanpa izin istri pertama hubungan penggunaan metode penafsiran
(SM). Posisi yang demikian sama artinya IR hukum terhadap pertimbangan hukum, sehingga
melangsungkan pelanggaran poligami. Dengan pada akhirnya memengaruhi perbedaan
demikian, sebenarnya dakwaan kepada IR putusan. Perbedaan pertimbangan hukum telah
tidak hanya bisa dinamakan sebagai pernikahan memengaruhi perbedaan amar antara Putusan PN
terlarang (Pasal 279 ayat (1) KUHP) tetapi juga Bangkinang dan Putusan Kasasi MA. Perbedaan
sebagai pelanggaran poligami (Pasal 9 Undang- pertimbangan hukum tersebut tentunya tidak bisa
Undang Perkawinan). dilepaskan dari perbedaan metode penafsiran
hukum yang dipakai oleh majelis hakim. Pilihan
Dalam kasus ini, hakim hanya menamakan
atas metode penafsiran hukum merupakan
dakwaan kepada IR sebagai tindakan pernikahan
elemen yang sangat penting dalam konteks
terlarang (Pasal 279 ayat (1) KUHP). Dilihat
membicarakan hubungan pemidanaan atas
dari perjalanan kasusnya, pemidanaan terhadap
pelanggaran poligami dengan pemidanaan atas
perkawinan terlarang dalam kasus IR sebenarnya
nikah terlarang. Sebenarnya tanpa dihubungkan
tidak mudah. Sebelum masuk ke tingkat kasasi,
dengan pemidanaan atas pelanggaran poligami,
kasus ini telah ditangani Pengadilan Negeri
pemidanaan kepada IR karena melakukan
Bangkinang (PN Bangkinang) melalui Putusan
pernikahan terlarang masih bisa berjalan. Tetapi,
Nomor 341/Pid.B/2012/PN.Bkn tanggal 27
akan semakin menarik jika hakim mempertegas
Maret 2013 (Putusan PN Bangkinang). Pada
bahwa pernikahan terlarang (Pasal 279 ayat (1)
tingkat pertama ini, PN Bangkinang tidak
KUHP) yang dilakukan IR adalah pelanggaran
memberikan sanksi pidana bagi IR. Majelis hakim
poligami (Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan).
memutuskan bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa IR memang telah terbukti tetapi Penegasan hubungan pernikahan terlarang
bukan merupakan tindak pidana. dan pelanggaran poligami dalam kasus ini
bisa bermanfaat untuk mempertegas dan
Pernikahan antara IR dengan H tidak bisa
mensosialisasikan kepada masyarakat umum
dianggap sebagai pernikahan terlarang yang
bahwa pelanggaran poligami bisa berujung
hukuman pidananya sebagaimana diatur dalam
pada pidana. Hal ini disebabkan karena hukum
Pasal 279 ayat (1) KUHP. Akibatnya, jaksa
perkawinan nasional (baik yang setingkat
melakukan kasasi atas putusan PN Bangkinang
undang-undang maupun kompilasi) belum
tersebut. Melalui Putusan Nomor 937 K/
mengatur sanksi pidana bagi pelaku pelanggaran
Pid/2013 (Putusan Kasasi), Mahkamah Agung
poligami. Baik Undang-Undang Perkawinan
mengadili bahwa IR telah terbukti bersalah
maupun KHI belum menyediakan pasal yang
melakukan perkawinan terlarang dan perbuatan
tegas untuk menyeret pelaku poligami yang tidak
yang dimaksud merupakan tindakan pidana
sesuai dengan hukum perkawinan (pelanggaran
sebagaimana diatur dalam Pasal 279 ayat (1)
poligami) ke ranah pengadilan pidana. Pada
bagian ke-1 KUHP. Sebagai hukumannya, IR
masa sekarang ini, praktik pelanggaran poligami
harus menjalani sepuluh bulan penjara.
semakin menjadi rentan dialami kaum perempuan
Semua putusan dalam kasus ini sangat lebih-lebih apabila mereka hidup dalam
menarik, terutama kaitannya dalam melihat lingkungan keluarga yang menerapkan relasi

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 283

Jurnal isi.indd 283 1/6/2017 11:30:21 AM


patrilineal. Kedudukan suami yang lebih superior untuk menghubungkan pemidanaan atas
di atas istri akan menimbulkan kesewenang- pernikahan terlarang dengan pemidanaan
wenangan praktik pelanggaran poligami. Istri atas pelanggaran poligami?
yang tidak mengetahui seluk beluk mekanisme
prosedur poligami bisa saja bersikap pasrah C. Tujuan dan Kegunaan
begitu saja jika suaminya melakukan pelanggaran
poligami. Bahkan, bisa saja istri pertama tidak Tujuan penelitian ini adalah pertama,
merasa ada yang salah ketika sekalipun suaminya menganalisis perbedaan pertimbangan hukum
melangsungkan poligami dengan tanpa izin dari antara Putusan Nomor 341/Pid.B/2012/PN.Bkn
dirinya. dan Putusan Nomor 937 K/Pid/2013 serta
implikasinya terhadap perbedaan amar putusan.
Upaya pemberian sanksi bagi pelanggaran Kedua, membandingkan hubungan perbedaan
poligami yang masih tidak bisa ditemukan dalam pertimbangan hukum dengan perbedaan
Undang-Undang Perkawinan justru mendapatkan metode penafsiran hukum dalam dua putusan
solusi dari KUHP. Pelajaran ini bisa diambil tersebut. Kecenderungan penafsiran hukum
dari Putusan Nomor 937 K/Pid/2013. Putusan akan berimplikasi kepada pilihan hakim untuk
tersebut bisa dijadikan pelajaran bagaimana memidanakan atau tidak memidanakan pelaku
sebenarnya pria pelaku pelanggaran poligami pernikahan terlarang yang pelaksanaannya
bisa dipidanakan. Secara eksplisit, kasus ini beririsan dengan pelanggaran terhadap
memang bukan sebuah tuntutan pidana bagi pelanggaran poligami.
seorang terdakwa karena melakukan pelanggaran
poligami, tetapi karena melakukan pernikahan Penelitian ini sangat berguna sebagai
terlarang sebagaimana diancam dalam Pasal sebuah tawaran akademis untuk mengembangkan
279 ayat (1) KUHP. Pertimbangan hukum yang penafsiran hukum yang bermanfaat untuk
dibangun majelis hakim kasasi bisa dijadikan memfasilitasi pemberian sanksi atas peristiwa-
pelajaran kelanjutan untuk membangun model peristiwa hukum yang sanksinya belum diatur
penafsiran hukum yang bisa digunakan untuk secara tegas, semacam pelanggaran poligami.
memidana pelanggaran poligami. Keberadaan pelanggaran poligami tentu sangat
meresahkan dan berpotensi merugikan pihak
perempuan. Sementara, di tengah kehidupan
B. Rumusan Masalah
sosial yang masih cenderung mengarah kepada
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan relasi patrilineal, hegemoni kaum pria akan
masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: semakin rentan melakukan poligami tanpa
mengindahkan pemenuhan atas persyaratan
1. Bagaimana perbedaan pertimbangan
kumulatif dan alternatif bagi izin poligami.
hukum Putusan Nomor 341/Pid.B/2012/
PN.Bkn dan Putusan Nomor 937 K/ Penelitian ini tidak dalam posisi
Pid/2013? melarang keberadaan poligami secara mutlak.
Bagaimanapun juga, poligami sebagai sistem
2. Bagaimana perbedaan metode penafsiran
hukum perkawinan masih dibutuhkan terutama
hukum dari setiap putusan dan implikasinya
untuk melindungi janda dan anak yatim

284 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 284 1/6/2017 11:30:21 AM


sebagaimana amanat utama turunnya ayat Al adalah pelaku harus mendapatkan izin dari istri
Quran mengenai kebolehan poligami. Karena yang dimadu.
sasarannya yang khusus, pelaksanaan poligami
Berdasarkan ketentuan tersebut, meskipun
harus dilaksanakan pula dengan persyaratan yang
hukum perkawinan membuka peluang bagi
khusus dan ketat. Untuk menjaga keserasian
laki-laki untuk melangsungkan poligami, tetapi
antara amanat Tuhan dengan kepentingan
pemenuhannya bukanlah suatu yang mudah
hak kemanusiaan, maka perlu dirumuskan
dilaksanakan walaupun suami mempunyai
mekanisme hukuman yang tegas bagi pelaku
kekayaan melimpah yang mampu mencukupi
poligami yang justru merugikan pihak istri yang
empat istri sekaligus. Hal ini disebabkan karena
lama. Mekanisme itu bisa diperoleh melalui
izin atau kerelaan istri merupakan persyaratan
bentuk pelaksanaan norma pemidanaan atas
mutlak yang harus dipenuhi laki-laki sebelum
nama pelaksanaan nikah terlarang sebagaimana
melakukan poligami. Inilah yang membedakan
dicontohkan dalam kasus Putusan Nomor 937
persyaratan poligami antara hukum perkawinan
K/Pid/2013. Dengan demikian, tulisan ini juga
(Undang-Undang Perkawinan dan KHI) terhadap
sebagai kontribusi tawaran bagi para stakeholders
fikih munakahat Islam. Fikih Islam tradisional
yang akhir-akhir ini tengah kencang menyerukan
tidak mempersyaratkan izin dari istri karena
revisi Undang-Undang Perkawinan, terutama
hak sepihak yang dimiliki suami (Lukito, 2013:
revisi mengenai pengaturan poligami.
82). Persyaratan administrasi pelaksanaan
poligami yang dibawa undang-undang mencakup
D. Studi Pustaka
pemenuhan, meminjam istilahnya Afrianty
Hukum agama, seperti fikih Islam, (2015: 37-38), “syarat finansial dan emosional.”
memperbolehkan poligami antara seorang laki- Persyaratan finansial yang harus dipenuhi adalah
laki dengan lebih dari satu perempuan dengan seorang pelaku poligami akan mampu berbuat adil
jumlah maksimal empat perempuan pada waktu terhadap semua istri dan anaknya. Persyaratan
yang sama. Perempuan yang dipoligami haruslah emosional yang harus dipenuhi adalah pelaku
mereka yang bukan masuk kategori perempuan poligami harus mampu mendapatkan kerelaan
yang haram dinikahi bagi pelaku poligami. atau izin istri yang ada. Pemenuhan persyaratan
Dalam praktik hukum perkawinan di Indonesia, kedua inilah yang mahal karena kerelaan istri
pembolehan poligami dilegalisasi melalui pertama tidak bisa dibeli dengan harta benda.
Undang-Undang Perkawinan dan KHI. Undang-
Adapun yang dimaksud dengan
Undang Perkawinan mengatur mekanisme
pelanggaran poligami dalam tulisan ini adalah
poligami dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 dan Pasal
pelaksanaan poligami yang tidak memenuhi
5. KHI juga memperbolehkan praktik poligami
persyaratan hukum, sebagaimana diatur dalam
dengan berbagai persyaratan dalam Pasal 55,
Undang-Undang Perkawinan dan KHI. Secara
56, 57, 58, dan 59. Beberapa persyaratan dalam
sederhana, ketentuan yang masuk kategori
pasal-pasal tersebut disederhanakan menjadi
alternatif mencakup persyaratan yang bersifat
dua kategori persyaratan, yakni kumulatif dan
objektif pada diri istri (seperti kondisi cacat
alternatif. Dari kedua kategori persyaratan
dan ketidakmampuan melahirkan keturunan)
tersebut, salah satu persyaratan mutlak poligami
sebagaimana diatur Pasal 4 Undang-Undang

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 285

Jurnal isi.indd 285 1/6/2017 11:30:21 AM


Perkawinan. Sementara itu, sebagian ketentuan dua wanita “muhrim” sebagai istri (Mughniyah,
yang masuk kategori kumulatif mencakup 2015: 354-358).
persyaratan yang bersifat subjektif pada diri istri
KHI sebagai representasi kompilasi produk
(yakni izin atau kerelaan istri) sebagaimana diatur
ijtihad dari berbagai mazhab dalam hukum Islam
Pasal 5 Undang-Undang Perkawinan. Dalam
Indonesia memperjelas kelompok perempuan
konteks pembicaraan kasus putusan kasasi ini,
yang haram dinikahi. Pasal 39 KHI menyatakan
salah satu ketentuan yang sangat kelihatan tidak
bahwa seorang laki-laki dilarang melangsungkan
bisa dipenuhi IR adalah tidak mendapatkan izin
perkawinan dengan wanita disebabkan tiga hal
dari istri pertama (SM). Tidak terpenuhinya
yaitu: pertalian nasab, kerabat semenda (ikatan
persyaratan yang diamanatkan hukum, secara
perkawinan), dan pertalian sesusuan. Pasal 40
otomatis pasti IR harus melangsungkan
KHI juga melarang pria melakukan perkawinan
pernikahan yang kedua tanpa melibatkan aparatur
dengan perempuan yang masih terikat perkawinan
negara (tidak dicatat) sehingga IR melangsungkan
dengan pria lain, dalam masa idah dengan pria
pernikahannya yang kedua dengan menabrak
lain, dan tidak beragama Islam. Pasal 41 KHI
ketentuan Undang-Undang Perkawinan.
juga melarang pria memadu/mempoligami istri
Sebelum menghubungkan pelanggaran dengan perempuan yang masih mempunyai
poligami dengan perkawinan terlarang yang hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan
bisa dipidana, terlebih dahulu penulis akan istrinya. Pasal 42 KHI melarang pria melakukan
menjelaskan pengertian pernikahan terlarang. poligami di atas empat. Pasal 43 KHI mengatur
Buku berjudul Fikih Lima Mazhab, sebagai larangan perkawinan antara pria dengan wanita
representasi hukum Islam membagi penyebab sebagai bekas istrinya yang ditalak tiga kali
pernikahan terlarang hanya menjadi dua atau bekas istrinya yang dili’an. Pada akhirnya,
golongan yaitu karena hubungan nasab (larangan ketentuan fikih Islam dan KHI tentang pernikahan
selamanya) dan karena sebab yang lain (larangan terlarang telah dirangkum dalam Pasal 8 Undang-
sementara). Undang Perkawinan.

Hubungan nasab tersebut berlaku bagi Berdasarkan kategori pernikahan terlarang


nasab biologis maupun nasab karena sesusuan. dalam fikih Islam dan KHI, tampak sebenarnya
Kelompok pertama adalah seperti ibu termasuk bahwa tidak ada dasar untuk memasukkan
nenek, anak-anak perempuan termasuk cucu pelanggaran poligami ke dalam kategori
perempuan, saudara-saudara perempuan, saudara pernikahan terlarang. Peluang pemidanaannya
perempuan ayah, saudara perempuan ibu, anak- justru mendapatkan sandarannya melalui
anak perempuan saudara laki-laki, dan anak-anak Undang-Undang Perkawinan. Pasal 9 Undang-
perempuan saudara perempuan hingga keturunan Undang Perkawinan bisa digunakan untuk
di bawahnya. Kelompok kedua adalah seperti mengategorikan pelanggaran poligami sebagai
istri ayah yang haram dinikahi oleh anak ke pernikahan terlarang. Pasal tersebut menyatakan
bawah, istri anak laki-laki haram dinikahi oleh bahwa seorang yang masih terikat tali perkawinan
ayah ke atas, mertua wanita, anak perempuan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali
istri yang sebagai anak tiri asalkan ibunya telah dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 dan 4
dicampuri (karena ikatan perkawinan); penyatuan Undang-Undang Perkawinan. Dalam kasus

286 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 286 1/6/2017 11:30:21 AM


putusan kasasi, IR sebenarnya bisa melepaskan memengaruhi hasil sebuah putusan bisa atau
diri dari dakwaan melaksanakan pernikahan tidaknya pelanggaran poligami disamakan
terlarang dengan dalih melaksanakan poligami. dengan pelaksanaan pernikahan terlarang. Dalam
Akan tetapi, apa yang dilakukan IR dengan kajian ilmu hukum, penafsiran hukum bisa
menikahi H tidak memenuhi ketentuan Undang- dimaknai sebagai kegiatan untuk menentukan
Undang Perkawinan dan KHI sehingga bisa arti atau makna suatu teks atau bunyi suatu pasal
dikatakan sebagai poligami tidak sesuai peraturan berdasar pada kaitannya (Dirdjosisworo, 2008:
(pelanggaran poligami). 157). Ada beberapa metode penafsiran hukum.
Keberadaan variasi metode tersebut berhubungan
Sampai pembahasan di sini, walaupun
dengan kecenderungan yang dipilih dalam
terdapat pasal dalam Undang-Undang
mendekati kajian ilmu hukum. Perkembangan
Perkawinan (Pasal 9) yang bisa digunakan untuk
kajian ilmu hukum telah menghasilkan bervariasi
memasukkan pelanggaran poligami sebagai
aliran dalam ilmu hukum, begitu pula bervariasi
pernikahan terlarang, tetapi tidak ada satu pasal
pendekatan ilmu hukum, yang sebagai akibatnya
pun dalam Undang-Undang Perkawinan yang
menghasilkan variasi metode penafsiran hukum.
mengatur jalan pemidanaan atas pelanggaran
poligami. Penulis kemudian menemukan Untuk memudahkan analisis dalam
adanya titik temu yuridis antara pemidanaan kasus putusan kasasi ini, penulis hendak
bagi pernikahan terlarang dan pemidanaan bagi menggunakan hanya dua model pendekatan
pelanggaran poligami. Pasal 279 ayat (1) KUHP hukum. Pengklasifikasian ini meminjam hasil
hanya menyatakan bahwa hukum mengancam penelitian Susanto (2010: 238) dalam upayanya
pidana penjara paling lama lima tahun mengembangkan kajian ilmu hukum. Susanto
kepada orang yang mengadakan perkawinan membagi model pendekatan hukum menjadi
padahal mengetahui bahwa perkawinan atau dua, yakni: aliran positivisme hukum dan ilmu
perkawinan-perkawinannya yang telah ada hukum non-sistematik. Positivisme hukum
menjadi penghalang yang sah untuk itu. Pasal- yang dimaksud di sini adalah aliran hukum
pasal selanjutnya dalam KUHP tidak merinci yang membahas konsep hukum secara eksklusif
perkawinan yang bagaimanakah yang bisa (Susanto, 2010: xiii). Salah satu tokoh positivisme
menjadi penghalang atas perkawinan tersebut. hukum, Austin, menyatakan bahwa ilmu hukum
Untuk melaksanakan amanat KUHP tersebut, hanya membahas hukum positif saja. Gagasan
maka hakim harus melakukan penafsiran hukum ini sangat dualistis dengan memisahkan antara
dengan bantuan Undang-Undang Perkawinan, realitas ideal (idealisme metafisis: moral-agama)
salah satunya adalah Pasal 9. dan realitas material (hukum positif-command of
sovereign atau command of law-giver). Austin
Dalam menghubungkan pidana bagi
secara tegas membedakan antara hukum dengan
pernikahan terlarang dengan pidana bagi
moral agama, membedakan antara hukum postif
pelanggaran poligami, pilihan hakim sangat
dengan hukum yang dicita-citakan (Susanto,
ditentukan dalam menggunakan metode
2010: 150).
penafsiran hukum. Pilihan yang digunakan
akan sangat mempengaruhi pertimbangan Positivisme hukum menghasilkan
hukum yang dibangun, serta pada akhirnya metode subsumptif sebagai metode penafsiran

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 287

Jurnal isi.indd 287 1/6/2017 11:30:21 AM


hukum. Dalam membangun penafsiran teori chaos dari Sampford dan dekonstruksi
hukum, positivisme hukum sangat tegas dari Derrida (Susanto, 2010: 90-143). Sampford
untuk menghilangkan hubungan antara teks mengemukakan chaos theory of law sekaligus
normatif dengan unsur yuridis semisal agama. sebagai kritik terhadap teori-teori hukum yang
Kekakuan tersebut justru mengakibatkan teks dibangun berdasarkan konsep sistem (sistemik)
normatif menjadi teralienasi dan tertutup. atau keteraturan. Teori ini menolak ide keteraturan
Penilaian demikian disebabkan karena teks dan kepastian pada hukum positif yang hanya
harus dibersihkan dari unsur-unsur meta-yuridis bisa dicapai dengan keteraturan sebagaimana
semacam unsur agama, ekonomi, politik, sosial, dipegang teguh kaum positivistik. Apa yang
dan unsur lainnya. Dalam pemikiran positivisme dipermukaan tampak sebagai tertib, teratur, jelas,
hukum, setiap teks yang terdapat dalam pasal pasti, sebenarnya penuh dengan ketidakpastian.
demi pasal dari suatu perundangan dianggap telah
Teori hukum tidak selalu bisa didasarkan
memiliki makna asal yang sudah jelas, sehingga
kepada keteraturan hukum, karena pada
tugas hakim hanya melakukan apa yang dikenal
dasarnya hubungan-hubungan yang terjadi dalam
dengan teknik subsumptif.
masyarakat menunjukkan adanya hubungan
Subsumptif adalah semacam metode yang yang tidak simetris (asymmetries). Sampford
bertujuan untuk mencocokkan unsur-unsur yang menyatakan bahwa karena masyarakat berada
ada dalam pasal tertentu dengan kasus konkret pada kondisi yang asimetris dan tidak teratur, maka
(Susanto, 2010: 178). Dalam pelaksanaan hukum sebagai bagian integral dari masyarakat
metode ini, hakim harus menerapkan suatu teks tersebut tidak bisa lepas dari kondisi yang
undang-undang terhadap kasus in-konkreto. Cara asimetris dan tidak teratur pula (because societies
berpikir yang digunakan hakim adalah deduktif; are unsystematic and disordered, law, as and
hakim harus mengabstrakkan peristiwanya integral part of that society, cannotescape being
bersamaan dengan itu sekaligus hakim juga unsystematic and disorderedtoo) (Sampford,
harus menkonkretisir peraturannya. Penerapan 1989: 103). Masyarakat pada dasarnya tanpa
subsumptif tidak sampai memaksa hakim untuk sistem atau dalam kondisi asimetris, dan hukum
memasuki taraf penggunaan penalaran yang lebih adalah bagian dari kondisi masyarakat tersebut
rumit, tetapi sekedar menerapkan silogisme. Bisa sehingga hukum berada dalam kondisi sesuai
dikatakan bahwa metode ini merupakan metode kondisinya masyarakat.
interpretasi yang paling sederhana, karena
Dilihat dari perspektif penganut
metode subsumptif ini hanya menghasilkan
positivisme hukum, hingga saat ini chaos theory
penafsiran hukum berdasarkan bunyi pasal dalam
of law sering dipandang dengan pandangan
suatu peraturan (Witgens, 2012: 195).
yang keliru. Kecurigaan yang sering terjadi
Sementara, ilmu hukum non-sistematik adalah bahwa chaos theory of law berkenaan
merupakan pendekatan atas kajian ilmu hukum dengan ketidakteraturan hukum belaka; sesuatu
yang sengaja ditawarkan untuk menutupi yang chaos (kacau) dipandang tidak mungkin
kekurangan positivisme hukum. Di antara menghasilkan yang teratur. Menanggapi
dua teori yang digunakan untuk membangun kesalahpahaman ini, Sudjito mempunyai
pendekatan ilmu hukum non-sistematik adalah pendapatnya sendiri. Menurutnya, chaos theory

288 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 288 1/6/2017 11:30:21 AM


of law tidak hanya menggunakan ketidakteraturan terjadinya sebuah teks diumpamakan dengan
hanya untuk tujuan ketidakteraturan saja. Istilah proses tenunan. Setiap arti ditenunkan ke dalam
chaos dalam chaos theory of law justru merupakan suatu pola arti lain (Hartoko & Rahmanto, 1986:
“keteraturan,” bahkan esensi keteraturan. 67).

Ketidakteraturan memang hadir ketika Dalam kajian semiotik, istilah


seseorang (ilmuwan, yuris) mengambil intertekstualitas digunakan arti yang lebih
pandangan reduksionistik dan memusatkan luas. Segala sesuatu yang melingkungi kita
perhatian pada perilaku yang menyimpang saja. (kebudayaan, politik, hukum, ekonomi, sejarah,
Akan tetapi kalau sikap holistik yang digunakan dan sebagainya) dapat dianggap sebagai sebuah
dan memandang pada perilaku keseluruhan sistem ‘teks.’ Dengan demikian, dalam konteks kajian
secara terpadu, justru ilmuwan atau yuris tersebut atas tulisan ini, yang membahas mengenai
akan menemukan keteraturan (Sudjito, 2006: penghubungan pemidanaan pernikahan terlarang
165). Dengan demikian, menyitir pandangan terhadap pemidanaan atas pelanggaran poligami,
Sudjito, chaos theory of law sebenarnya juga ‘teks’ di sini tidak hanya sekedar dipahami sebagai
mempunyai tujuan untuk menciptakan keteraturan peraturan tertulis dalam perundang-undangan
ketika berbicara mengenai ketidakteraturan. tetapi juga hasil ijtihad hukum dalam peraturan
Pandangan reduksionistik (positivisme hukum) agama. Intertekstualitas dalam teks hukum
menilai ketidakteraturan hanya menghasilkan menjelaskan saling ketergantungan satu produk
ketidakteraturan pula. Sebaliknya apabila hukum positif dengan produk hukum positif lain
dilihat dari pandangan holistik, ketidakteraturan dan bahkan dengan produk hukum di luar hukum
itu hanyalah cara lain untuk menghasilkan positif. Sebagai contoh yang akan dibahas nanti,
keteraturan ketika tidak bisa menggunakan cara saling ketergantungan operasionalisasi Pasal 279
keteraturan. ayat (1) KUHP dengan bantuan Pasal 9 Undang-
Undang Perkawinan.
Dekonstruksi sebagai metode penafsiran
hukum menawarkan strategi pembacaan Penulis akan melihat posisi pertimbangan
intertekstualitas dalam teks hukum. Secara hukum yang dibangun masing-masing majelis
sederhana, intertekstualitas dimaknai sebagai hakim dari PN Bangkinang dan majelis kasasi
kegiatan menempatkan satu teks di tengah-tengah dengan dua metode penafsiran di atas. Penulis
teks-teks lain. Pembauran satu teks dengan melihat analisis untuk menjelaskan bagaimana
teks lainnya dilakukan dengan pertimbangan ketidakmauan majelis hakim PN Bangkinang
bahwa teks lain sering mendasari teks yang untuk memidana IR mempunyai relevansi dengan
bersangkutan. Alam pikiran intertekstualitas hasil analisis mengenai kelemahan yang dimiliki
memandang bahwa sebuah teks sebagai tulisan metode subsumptif dan positivisme hukum.
sisipan atau cangkokan pada kerangka teks-teks Kemudian, adanya justifikasi untuk menegaskan
lain. Dalam kerangka keseluruhan itu, teks yang hubungan titik temu yuridis antara pemidanaan
bersangkutan merupakan jawaban, peninjauan bagi pernikahan terlarang dengan pemidanaan
kembali, penggeseran, idealisasi, pemecahan, dan bagi pelanggaran poligami adalah mempunyai
sebagainya. Teks yang berbahasa ditempatkan relevansi dengan penggunaan dekonstruksi
di tengah-tengah teks-teks lain tersebut. Proses sebagai metode penafsiran hukum.

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 289

Jurnal isi.indd 289 1/6/2017 11:30:21 AM


II. METODE III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tulisan ini menggunakan metode penelitian A. Pertimbangan Hukum Putusan


hukum normatif, yang memfokuskan kajian
IR menikah dengan H pada Senin tanggal
pada norma hukum (Soekanto & Mamudji,
18 April 2011. Pernikahan mereka tidak
2011: 13). Sifat penelitian ini adalah preskriptif,
dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
memberikan penilaian mengenai sesuatu yang
Kantor Urusan Agama. Pernikahan tersebut
seharusnya dilakukan (Marzuki, 2014: 69-70).
hanyalah berlangsung di depan tokoh masyarakat
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
setempat yang bernama TR. Terhadap pernikahan
adalah pendekatan kasus (case apporach), yaitu
tersebut, TR sebagai pemuka masyarakat
dengan mengkaji alasan-alasan hukum yang
setempat mengeluarkan Surat Keterangan Nikah
meliputi pertimbangan hukum dan kemampuan
Nomor KK.04.11/PW.01/04/2011, tertanggal
membangun penafsiran hukum oleh hakim
18 April 2011. Surat keterangan ini bukanlah
dalam membuat suatu putusan atau penetapan
buku nikah sebagaimana diatur dalam Undang-
(Marzuki, 2014: 158-166). Bahan hukum primer
Undang Perkawinan, tetapi hanyalah keterangan
dalam penelitian ini merupakan Putusan Nomor
biasa yang dikeluarkan institusi lokal setempat
341/Pid.B/2012/PN.Bkn, Putusan Nomor 937 K/
sebagai pertanda bahwa IR dan H telah menikah
Pid/2013, dan beberapa peraturan perundangan
sesuai syariat agamanya masing-masing. Saat
terkait.
meminta dinikahkan oleh TR, salinan putusan
Bahan hukum sekunder dalam penelitian kasasi tersebut menginformasikan bahwa IR juga
ini berupa buku dan jurnal hukum yang relevan mengaku telah berpisah dengan istri pertamanya
dengan tema penelitian. Beberapa bahan yang bernama SM (Putusan Nomor 937 K/
hukum tersebut akan dijadikan sebagai bahan Pid/2013: 8).
yang berguna menjawab pokok masalah dalam
Ternyata secara hukum, IR dan SM masih
penelitian ini. Dalam kegiatan analisis, penulis
berstatus sebagai suami istri. IR telah menikah
akan menganalisis pertimbangan hukum dari
dengan SM pada tanggal 12 Juli 1992 dengan Akta
masing-masing majelis hakim dalam Putusan
Nikah Nomor 275/75/VIII/1992 tertanggal 18 Juli
Nomor 341/Pid.B/2012/PN.Bkn dan Putusan
1992. Dari hasil perkawinan tersebut, IR telah
Nomor 937 K/Pid/2013.
mempunyai tiga orang anak. Memang mendekati
Pisau analisis yang digunakan adalah tahun 2010, IR seringkali ribut dengan SM bahkan
menggunakan bahan hukum sekunder seperti IR pernah melakukan pemukulan terhadap SM.
penggunaan buku dan jurnal tentang chaos theory Puncak pertikaian rumah tangga mereka adalah
of law, positivisme hukum, metode penafsiran ketika akhirnya sekitar bulan Februari 2010, IR
hukum dekonstruksi. Hasil analisis akan dijadikan menjatuhkan talak kepada SM. Setelah peristiwa
dasar untuk membangun argumentasi yang itu, IR meninggalkan SM beserta anak-anaknya.
menjawab pokok masalah dalam penelitian, yang Sesuai salinan putusan kasasi, selepas peristiwa
bersamaan dengan itu, penulis juga sekaligus ucapan talak itu, IR tidak pernah mengajukan
memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi gugatan cerai atas istrinya yang bernama SM ke
yang terbangun. pengadilan agama kabupaten setempat. Praktis,

290 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 290 1/6/2017 11:30:21 AM


sampai dengan pernikahannya dengan H, IR Atas putusan PN Bangkinang tersebut,
tidak pernah mendapatkan surat cerai yang sah jaksa langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah
dari pengadilan agama (Putusan Nomor 937 K/ Agung. Tanggal 9 April 2013, melalui Akta
Pid/2013: 2). Kasasi Nomor 07/Akta.Pid/2013/PN.Bkn yang
dibuat oleh panitera pada PN Bangkinang, jaksa
Dengan demikian, secara hukum, status
mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan
IR dengan SM hingga saat pernikahan antara IR
pengadilan negeri tersebut. Hasilnya adalah
dengan H bahkan sampai dengan proses peradilan
majelis kasasi mengadili untuk mengabulkan
pidana, masihlah sebagai suami istri yang sah.
permohonan kasasi dari jaksa. Majelis kasasi
Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan dan Pasal
membatalkan putusan PN Bangkinang. Secara
113 KHI menyatakan bahwa perkawinan dapat
lengkap, amar putusannya adalah majelis kasasi
putus karena kematian, perceraian atau keputusan
mengadili sendiri bahwa: pertama, menyatakan
pengadilan. Selanjutnya Pasal 39 Undang-Undang
terdakwa IR telah terbukti secara sah dan
Perkawinan dan Pasal 115 KHI menyatakan bahwa
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
“Melakukan perkawinan sedang diketahuinya
pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan
bahwa perkawinannya yang sudah ada menjadi
berusaha dan tidak berhenti mendamaikan kedua
halangan yang sah baginya untuk melakukan
belah pihak. Oleh sebab itu, majelis kasasi
perkawinan kembali”; kedua, menjatuhkan
memaknai bahwa hubungan antara IR dan SM
pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan
masih memiliki ikatan perkawinan yang sah.
pidana penjara selama sepuluh bulan (Putusan
Atas dasar pernikahannya dengan H, Nomor 937 K/Pid/2013: 15).
IR didakwa oleh Kejaksaan Bangkinang telah
Deskripsi kronologis kasus di atas
melakukan perkawinan, sedang diketahuinya
menunjukkan ada hal yang menarik dalam kasus ini.
bahwa perkawinannya yang sudah ada menjadi
Sisi menarik yang perlu dibahas lebih dalam adalah
halangan yang sah baginya untuk melakukan
latar belakang mengapa terjadi perbedaan putusan.
perkawinan kembali sebagaimana diatur dalam
Penulis melihat bahwa perbedaan putusan tersebut
Pasal 279 ayat (1) KUHP. Sebelum masuk ke
disebabkan karena perbedaan pertimbangan hukum
tingkat kasasi, kasus ini ditangani oleh PN
yang dibangun oleh majelis hakim. Kemudian
Bangkinang. Tanggal 27 Maret 2013, melalui
perbedaan pertimbangan hukum disebabkan
Putusan Nomor 341/Pid.B/2012/PN.Bkn, PN
karena adanya perbedaan metode penafsiran yang
Bangkinang membebaskan IR dari dakwaan jaksa
digunakan oleh majelis hakim.
tersebut. Lebih lengkapnya, amar putusan PN
Bangkinang menyatakan: pertama, perbuatan yang Perbedaan amar antara putusan PN
didakwakan kepada terdakwa IR (menikah lagi Bangkinang dan putusan kasasi disebabkan
dengan H) telah terbukti tetapi bukan merupakan karena perbedaan pertimbangan hukum.
tindak pidana; kedua, melepaskan IR dari segala Perbedaan pertimbangan tersebut dilatarbelakangi
tuntutan hukum; dan ketiga, memulihkan hak perbedaan hakim dalam menganalisis keberadaan
dan nama baik terdakwa dalam kedudukan, perkawinan antara IR dengan H. Perbedaan
kemampuan serta martabatnya (Putusan Nomor pertimbangan hukum yang dibangun oleh
937 K/Pid/2013: 3). masing-masing majelis hakim terkonsentrasi

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 291

Jurnal isi.indd 291 1/6/2017 11:30:21 AM


pada penilaian akan keabsahan dan legalitas Rukun nikah yang terdapat dalam Pasal
perkawinan antara IR dengan H. Selanjutnya, 14 KHI juga tidak berbeda dengan ketentuan
masing-masing majelis hakim mengalami yang digariskan ulama di atas, yakni: adanya
perbedaan keyakinan untuk menilai apakah calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang
perkawinan tersebut bisa dikategorikan sebagai saksi, dan ijab kabul. Tanpa adanya catatan resmi
perbuatan tindak pidana. dari negara, perkawinan tersebut telah memiliki
keabsahan secara agama namun hanya tidak
Keberadaan pernikahan antara IR dengan H
memenuhi kewajiban tertib administrasi (Rofiq,
yang menjadi sumber utama permasalahan dalam
2013: 93). Pencatatan tersebut dilaksanakan
tulisan ini membutuhkan analisis berdasarkan
dalam rangka membangun langkah pemenuhan
konsep perkawinan siri. Perkawinan IR dan H
tertib hukum sebagaimana dijelaskan Pasal 5 KHI.
dilangsungkan tanpa melibatkan pencatatan
Pihak berwenang untuk mencatat perkawinan
dari KUA. Istilah perkawinan siri dimaknai
hanyalah Pegawai Pencatat Nikah (Pasal 5 KHI).
sebagai pernikahan yang pelaksanaannya sudah
Para pelaku pernikahan siri telah mendapatkan
memenuhi rukun nikah menurut ketentuan agama
kehalalan untuk berhubungan biologis dengan
sehingga telah memiliki kekuatan absah, tetapi
istrinya (sudah absah secara agama), tetapi
tidak/belum dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah
mereka tidak mendapatkan jaminan kepastian
(Anshori, 2011: 210).
hukum dari negara atas keberadaannya sebagai
Siri secara bahasa berarti sembunyi- suami istri serta peristiwa yang lahir sebagai
sembunyi. Makna kata ‘siri’ ketika disandingkan akibat hubungan tersebut.
dengan kata ‘pernikahan’ berarti perkawinan
Sementara itu, pertimbangan hukum yang
yang dilangsungkan dua pasangan di luar
dibangun oleh majelis hakim PN Bangkinang
ketentuan undang-undang dan bukan di hadapan
adalah menjadikan pelaksanaan perkawinan yang
petugas resmi. Sebagai akibatnya, perkawinan
secara siri (tidak tercatat) sebagai faktor untuk
ini tidak mempunyai surat nikah dari negara.
membebaskan IR. Majelis hakim menyatakan
Perkawinan siri sudah dianggap sah sesuai agama
bahwa memang IR sebagai terdakwa pelaku
dalam konteks Indonesia. Hal ini disebabkan
pernikahan terlarang telah melakukan perbuatan
karena beberapa ulama dalam kitab fikih tidak
yang didakwakan. Namun, perbuatan itu
menyertakan pencatatan sebagai rukun sahnya
bukanlah merupakan suatu tindak pidana (onslag
nikah. Ulama Syafi’iyyah (sebagai mazhab yang
van recht vervolging), sehingga perbuatannya
banyak dianut di Indonesia) mengategorikan
tidak bisa dikategorikan sebagaimana dalam
rukun nikah terdiri dari:
dakwaan melanggar Pasal 279 KUHP (Putusan
1. Calon pengantin laki-laki; Nomor 937 K/Pid/2013: 4).

2. Calon pengantin perempuan; Penilaian hakim bukan sebagai tindak


pidana disebabkan perbuatan IR melakukan
3. Wali;
perkawinan kembali tersebut tidaklah sah karena
4. Dua orang saksi; dan tidak dicatat berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-
Undang Perkawinan. Oleh sebab itu, dengan
5. Sighot akad nikah (Al-Jaziri, 2003: 16). menyitir pendapat hakim di atas, kalau terdapat

292 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 292 1/6/2017 11:30:21 AM


permasalahan yang timbul akibat perkawinan sehingga telah memenuhi ketentuan prosedur
antara IR dan H, permasalahan tersebut tidak perkawinan sesuai dengan hukum Islam serta
bisa diperkarakan melalui peraturan perundang- memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-
undangan karena perkawinannya tidak sesuai Undang Perkawinan. Kesesuaian dengan Pasal
dengan undang-undang. Dengan demikian, 2 ayat (1) membuktikan bahwa sangatlah
meskipun terpenuhinya semua unsur dalam tidak benar apabila hakim mengatakan bahwa
dakwaan tersebut, hal itu tidak menyebabkan perkawinan tersebut dilaksanakan tidak sesuai
majelis hakim PN Bangkinang untuk mendapatkan dengan Undang-Undang Perkawinan. Dasar
keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan keabsahan perkawinan adalah Pasal 2 ayat (1)
tindak pidana tersebut. Perkawinan kedua IR yang menyatakan bahwa perkawinan adalah
dengan H bukanlah dilaksanakan sesuai dengan sah apabila dilaksanakan menurut agama dan
Undang-Undang Perkawinan, sebagaimana kepercayaannya masing-masing.
perkawinannya IR dengan SM (sebagai istri
Persyaratan yang tidak dipenuhi dalam
sebelumnya). Dengan demikian, ketentuan Pasal
perkawinan antara IR dengan H hanyalah
279 KUHP tidak bisa diterapkan kepada IR.
menyangkut pencatatan. Dalam hal ini, memang
Sebaliknya, majelis hakim kasasi benar pendapat majelis hakim PN Bangkinang
mengkritisi pertimbangan hukum majelis hakim yang menyatakan bahwa perkawinan antara
PN Bangkinang. Majelis hakim menilai judex H dengan IR tidak dicatat, sehingga tidak
facti telah salah menerapkan hukum, karena sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang
tidak mempertimbangkan dengan benar hal-hal Perkawinan. Permasalahan yang timbul di sini
yang relevan secara yuridis, yaitu terdakwa IR hanyalah perkawinan tersebut tidak memenuhi
melakukan perkawinan dengan H tanggal 8 April kewajiban tertib administrasi. Kondisi demikian
2011 padahal secara hukum IR masih terikat bukan berarti perkawinan tersebut tidak sah.
perkawinan yang sah dengan SM. Perkawinan Pencatatan perkawinan hanya sebagai kewajiban
antara IR dan H, meskipun tidak dicatat, juga administrasi, yang tidak bisa membatalkan atau
telah sah secara agama karena telah memenuhi tidak mengesahkan perkawinan (Zuhri, 2013:
rukun perkawinan dalam hukum agama Islam 16).
(Putusan Nomor 937 K/Pid/2013: 10).
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Menyitir pertimbangan majelis kasasi, Perkawinan menunjukkan hukum negara justru
pertimbangan hukum dari majelis hakim PN menggunakan prosedur dari hukum agama untuk
Bangkinang mengandung adanya kekaburan menetapkan keabsahan perkawinan. Tidak ada
dalam memosisikan keabsahan perkawinan dan ceritanya mempelai yang telah menikah secara
legalitas perkawinan. Perkawinan antara IR agama tetapi belum dicatatkan, pasangan tersebut
dengan H memang tidak dicatat. Perkawinan bisa dituduh melakukan perzinaan. Sama seperti
tersebut tetaplah sebuah perkawinan yang sah pasangan yang pernikahannya telah dicatat,
secara agama dan hukum negara. Sesuai fakta persetubuhan antara pasangan tersebut juga telah
yang terbuka selama persidangan, perkawinan halal secara agama dan tidak bisa dikenakan delik
yang dilakukan IR dengan H telah melibatkan perzinaan baginya. Pernikahan antara IR dengan
adanya wali nikah dan dua orang saksi, H sebenarnya sudahlah merupakan perkawinan

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 293

Jurnal isi.indd 293 1/6/2017 11:30:21 AM


yang sah secara agama maupun negara. Hanya positivisasi sebagai lege atau lex, guna menjamin
saja pernikahan tersebut tidak dicatat dan tidak kepastian mengenai apa yang terbilang hukum,
mengikuti kewajiban tertib hukum. Di sinilah dan apa pula yang sekalipun normative harus
titik simpul terjadinya perbedaan amar dalam dinyatakan sebagai hal-hal yang bukan terbilang
putusan PN Bangkinang dan putusan kasasi. hukum (Wignjosoebroto, 2002: 96). Dalam
Karena mengatakan perkawinan antara IR dengan perspektif positivisme hukum, ilmu hukum
H hanya sah secara agama dan tidak sah secara hanya membahas hukum positif saja. Gagasan
hukum, maka majelis hakim PN Bangkinang ini sangat dualistis dengan memisahkan antara
menilai pernikahan itu tidak termasuk kepada realitas ideal (idealisme metafisis: moral-agama)
perkawinan terlarang sebagaimana dimaksud dan realitas material (hukum positif-command of
dalam undang-undang. sovereign atau command of law-giver).

Menurut majelis hakim PN Bangkinang, Dengan kecenderungan positivisme hukum,


perbuatan terdakwa IR bukan merupakan tindak majelis hakim PN Bangkinang melakukan
pidana melanggar Pasal 279 ayat (1) KUHP. pembedaan antara keabsahan perkawinan dalam
Sebaliknya, karena mengatakan perkawinan perspektif hukum agama dan keabsahan dalam
antara IR dengan H telah sah secara agama dan perspektif hukum negara. Perkawinan antara IR
hukum negara, maka majelis kasasi menilai dan H meskipun telah memiliki keabsahan secara
bahwa IR melakukan perkawinan terlarang; agama, tetapi perkawinan tersebut belum dianggap
sebuah perkawinan yang pelaksanaannya atas memiliki keabsahan secara hukum negara.
dasar kesadaran bahwa perkawinannya yang Oleh sebab itu, perkawinan tersebut dianggap
sudah ada menjadi halangan yang sah baginya tidak bisa dipidana dengan KUHP. Penggunaan
untuk melakukan perkawinan kembali tersebut dualisme atau pemisahan antara unsur hukum
(Pasal 279 ayat (1) KUHP). Ketentuan tersebut negara dengan unsur normatif non-hukum negara
mengatur bahwa faktor yang menjadi penghalang (seperti aspek agama) sangat kental dan memang
adalah keadaan perkawinan sebelumnya yang selalu dilakukan oleh aliran positivisme. Hakim
masih absah. menganggap bahwa keabsahan agama tidak bisa
menjadi keabsahan hukum negara karena agama,
B. Metode Penafsiran Hukum meminjam istilahnya Wignjosoebroto (2002: 96),
“bukan terbilang hukum.”
Pertimbangan hukum majelis hakim PN
Bangkinang seperti di atas tidak lepas dari Kecenderungan positivisme hukum
kecenderungan pendekatan terhadap hukum tersebut selanjutnya mempengaruhi model
yang dipilih, yakni memilih positivisme penafsiran hukum yang dipilih, yakni model
hukum. Pandangan ini mengarahkan bahwa subsumptif. Dalam hal ini, majelis hakim PN
hukum (dalam pengertian hukum negara) harus Bangkinang hanya sekedar mencocokkan apa
dibersihkan dari unsur non-hukum. Di sini hukum bunyinya undang-undang dengan realitas yang
bukan lagi dikonsepsikan sebagai asas-asas terjadi. Di sini, bunyi Pasal 2 ayat (2) Undang-
moral metayuridis yang abstrak tentang hakikat Undang Perkawinan adalah bahwa perkawinan
keadilan, melainkan ius yang telah mengalami harus tercatat. Ditinjau dari metode penafsiran
subsumptif, majelis hakim PN Bangkinang

294 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 294 1/6/2017 11:30:21 AM


membangun penafsiran bahwa perkawinan antara ada kesengajaan mereduksi keutuhan realitas
IR dengan H –yang walaupun memenuhi unsur hukum, baik yang terkait dengan pendekatannya
“halangan yang sah untuk melakukan perkawinan (keutuhan akal-kalbu), ruang lingkupnya
kembali”– tidak dianggap sah karena perkawinan (keutuhan jasmani-rohani), objek kajiannya
tersebut tidak dicatat berdasarkan Undang- (keutuhan manusia-alam maupun keutuhan
Undang Perkawinan terutama Pasal 2 ayat (2) manusia-Tuhan). Dalam penjelasannya lebih
(Putusan Nomor 341/Pid.B/2012/PN.Bkn: 14 lanjut, Sudjito menilai bahwa chaos model ini
alinea ke-2). Oleh sebab itu, majelis hakim PN menjadikan hukum dalam keutuhannya sebagai
Bangkinang menyimpulkan bahwa meskipun tatanan kehidupan (order) direduksi menjadi
terdakwa IR telah terbukti melakukan perbuatan konsep hukum yang sempit dan berkiblat untuk
yang didakwakan kepadanya sebagaimana dalam kepentingan yang sempit pula.
dakwa melanggar Pasal 279 KUHP, akan tetapi
Sudjito mencontohkan ketika hukum
perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak
diidentikkan sebagai hukum positif saja, ataupun
pidana (onslag van recht vervolging) (Putusan
ketika hukum dikonsepkan sebagai aparat penegak
Nomor 341/Pid.B/2012/PN.Bkn: 15 alinea ke-
hukum saja, dan sebagainya. Kemungkinan
4). IR terbebas dari hukuman karena pelanggaran
pereduksian hukum seperti itu hanya bisa
poligami yang dilakukannya (IR) dengan H
diselesaikan manakala hukum harus diimbangi
tersebut tidak melalui proses perkawinan yang
dengan kalbu dan kecerdasan emosional
memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-
(Emotional Quotient - EQ), serta kecerdasan
Undang Perkawinan (dicatatkan di KUA).
spiritual (Spiritual Quotient - SQ) (Sudjito, 2006:
Sebaliknya, putusan kasasi menunjukkan 165-166). Penjelasan Sudjito mengenai chaos
majelis kasasi mempunyai pendekatan dan kategori pertama ini sangat menarik. Chaos
metode penafsiran yang berbeda. Menurut yang seperti ini justru menunjukkan bahwa
penulis, pendekatan hukum yang dipakai majelis Sudjito mengkritik keberadaan positivisme
kasasi mempunyai relevansi hubungan dengan hukum itu sendiri sebagai chaos yang negatif.
keberadaan chaos theory of law. Sebelum Kecenderungan positivisme hukum yang
menganalisis relevansi hubungan tersebut, menolak entitas moral dan agama sebagai bagian
terlebih dahulu penulis perlu memperjelas dari hukum menunjukkan pandangan yang justru
lebih lanjut mengenai keberadaan chaos theory menciptakan chaos kekacauan dalam pengertian
of law. Seperti pembahasan di atas, bahwa negatif. Pandangan Sudjito ini menawarkan
teori tersebut dikembangkan oleh Sampford. keutuhan realitas hukum, yakni hukum positif
Untuk penjelasannya lebih lanjut, Sudjito harus bersama moral dan agama.
mengembangkannya menjadi dua kategori, yakni
Kategori kedua adalah chaos konstruktif
destruktif dan konstruktif (Sudjito, 2006: 165-
(the positive chaos), yaitu chaos yang berada
166).
pada track (jalur) menuju ke arah keutuhan sistem
Kategori pertama adalah chaos destruktif hukum yang religius transendental, yaitu sistem
(the negative chaos), yaitu chaos yang menjurus hukum yang menempatkan keutuhan antara akal-
kepada kesesatan, kehancuran, dan kesengsaraan. kalbu, jasmani-rohani, manusia-alam, manusia-
Kemunculan chaos model ini dikarenakan Tuhan (Sudjito, 2006: 166). Penggunaan chaos

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 295

Jurnal isi.indd 295 1/6/2017 11:30:21 AM


theory of law dimaksudkan dalam konteks yang berdiri sendiri dan bersifat otonom, dalam
kategori chaos kedua ini. Dalam hal ini, majelis pengertian teks tersebut eksis berdasarkan relasi-
kasasi tidak membedakan keabsahan perkawinan relasi atau kriteria-kriteria yang internal pada
antara hukum agama dan hukum negara. dirinya sendiri maupun kriteria eksternal. Tentang
Majelis kasasi tidak mempermasalahkan tidak hal ini Susanto menjelaskan bahwa di dalam
terpenuhinya Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang ruang teks tersebut, terdapat beraneka ragam
Perkawinan dalam perkawinan terdakwa IR ungkapan-ungkapan yang diambil dari teks-teks
dengan H. Sebaliknya, majelis kasasi sudah lain, silang menyilang dan saling menetralisir
cukup mengapresiasi kepada sudah terpenuhinya satu sama lain (Susanto, 2010: 202).
Pasal 2 ayat (1) dalam perkawinan IR dengan H.
Interelasi teks pada dasarnya merupakan
Majelis kasasi menyatakan bahwa konsep dari bagaimana teks dapat memamah-biak.
perkawinan IR kepada H telah dilaksanakan Namun interelasi ini tidak pernah mengurangi
dengan adanya wali nikah bersama dua orang keorisinilan, tetapi sebaliknya memacu kreativitas
saksi nikah dan telah memenuhi ketentuan untuk melahirkan keorisinilan. Artinya, interelasi
prosedur perkawinan sesuai dengan hukum dalam teks hukum pada dasarnya tidak berusaha
agama Islam serta memenuhi ketentuan Undang- untuk melemahkan hukum itu sendiri, tetapi
Undang Perkawinan. Oleh sebab itu, perkawinan sebaliknya memacu agar penerapan hukum
kembali yang dilakukan terdakwa IR adalah sah melahirkan keadaan yang bermanfaat bagi
secara agama. Kesimpulan tentang keabsahan masyarakat.
yang dibangun hakim tersebut menunjukkan
Dalam kasus ini, strategi intertekstualitas
sekaligus hakim tidak mempermasalahkan
dalam teks hukum yang sangat jelas dibutuhkan
mengenai keabsahan secara hukum negara.
oleh majelis kasasi adalah ketika butuh untuk
Selanjutnya, metode penafsiran yang digunakan
mengoperasionalkan Pasal 279 ayat (1) KUHP.
majelis kasasi mempunyai relevansi dengan
Ternyata faktor utama yang dipergunakan hakim
metode dekonstruksi. Menurut Susanto,
untuk mengkriminalisasi IR, selain karena
dekonstruksi sebagai metode penafsiran hukum
masih adanya perkawinan sebelumnya (antara
adalah strategi untuk membantu melihat makna
IR dengan SM) sebagai penghalang perkawinan
yang tersembunyi. Salah satu tahapan yang
selanjutnya (antara IR dengan H), adalah tidak
ditempuh adalah melakukan intertekstualitas
adanya izin dari SM (istri pertama IR) kepada IR
makna (menemukan makna tidak terkatakan)
untuk menikah kembali (Putusan Nomor 937 K/
(Susanto, 2010: 273).
Pid/2013: 11-12).
Salah satu strategi penemuan makna
Pada posisi ini, hakim tidak hanya
tidak terkatakan ini adalah melakukan
mengambil kandungan pelanggaran dalam
interpretasi suatu teks dengan bantuan teks lain.
Pasal 279 ayat (1) KUHP (perkawinan yang
Intertekstualitas dalam teks hukum menjelaskan
telah ada bisa menjadi penghalang perkawinan
saling ketergantungan satu produk hukum positif
setelahnya), tetapi juga terinspirasi makna yang
dengan produk hukum positif lain maupun di luar
tidak terkatakan atau di luar KUHP (suami tidak
hukum positif. Peraturan hukum positif sebagai
boleh menikah lagi tanpa adanya izin dari istri
salah satu entitas teks bukanlah sebuah fenomena

296 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 296 1/6/2017 11:30:21 AM


yang ada). Dengan demikian, sebenarnya hakim yang diterapkan oleh pengadilan agama adalah
bisa saja menegaskan bahwa pernikahan terlarang adanya izin tertulis dari istri lama. Jadi sama saja,
(Pasal 279 ayat (1) KUHP) yang dilakukan IR melanggar Pasal 3 ayat (2) berarti sama dengan
sebenarnya adalah bentuk pelanggaran poligami melanggar Pasal 5.
(Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan) yang
Berdasarkan fakta hukum tersebut di atas,
dibuktikan dengan ketiadaan izin dari istri pertama
telah dengan jelas terbukti bahwa perkawinan
(SM) bagi IR untuk menikah lagi dengan H. Pasal
terlarang antara IR dan H bisa dikatakan sebagai
9 Undang-Undang Perkawinan menyatakan:
perkawinan poligami yang tidak memenuhi
“seorang yang terikat tali perkawinan dengan
syarat (pelanggaran poligami). Perkawinan
orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali dalam
tersebut tidak memenuhi ketentuan persyararan
hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dan
poligami sebagaimana diatur dalam Undang-
dalam Pasal 4 Undang-Undang Perkawinan.”
Undang Perkawinan sehingga masuk perkawinan
Perkawinan IR dengan H masuk kategori terlarang dalam Pasal 9. Perkawinan terlarang
perkawinan terlarang sebagaimana diatur dalam model seperti ini juga bisa dikategorikan sebagai
Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan tersebut perkawinan terlarang sebagaimana diancam
karena IR tidak bisa memenuhi Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 279 KUHP.
Pasal 4. Hal ini dibuktikan dengan pengungkapan
Perbuatan terdakwa tersebut telah
oleh jaksa di muka persidangan yang sekaligus
dilakukan dengan sengaja, yaitu terdakwa
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
memang menghendaki untuk melakukan
memidana IR, bahwa tidak ada izin dari SM
perkawinan kembali, walaupun terdakwa secara
sebagai istri pertama kepada IR untuk menikah
pasti mengetahui perkawinannya yang ada
dengan H dan sekaligus begitu juga IR tidak
dengan SM dan masih berstatus absah menjadi
meminta izin kepada SM untuk menikah dengan
halangan baginya untuk melakukan perkawinan
H. Walaupun keharusan suami mendapat izin dari
tersebut. Perkawinan kembali seharusnya atas
istri pertama untuk melakukan poligami diatur
sepengetahuan dan seizin SM. Dengan demikian,
dalam Pasal 5 Undang-Undang Perkawinan,
perbuatan IR melakukan perkawinan kembali
yang sementara Pasal 5 tidak terkatakan dalam
tersebut telah memenuhi pengertian dari sifat
Pasal 9, pelanggaran yang dilakukan H tetap
melawan hukum formil perbuatan tersebut,
bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap
serta perbuatan terdakwa bertentangan dengan
Pasal 9.
kepatutan dalam pergaulan masyarakat.
Sebenarnya ketentuan persyaratan
Metode penafsiran dekonstruksi bisa
poligami Pasal 5 telah secara otomatis diwakili
digunakan untuk menjustifikasi hubungan
ketentuan Pasal 3 ayat (2) (sebagai ketentuan
antara pemidanaan atas pelanggaran poligami
yang terkatakan atau tercatat dalam Pasal 9).
(Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan) dengan
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan
pemidanaan pernikahan terlarang (Pasal 279 ayat
mengatur tentang keharusan pelaku poligami
(1) KUHP). Dengan langkah intertertekstualitas
untuk mendapatkan keputusan izin berpoligami
dalam hukum sebagai pelaksanaan metode
dari pengadilan agama. Sementara, salah satu
penafsiran dekonstruksi, operasionalisasi Pasal
persyaratan untuk mendapatkan izin poligami

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 297

Jurnal isi.indd 297 1/6/2017 11:30:22 AM


279 ayat (1) KUHP mendapati konkretisasi atau ketika pelaku tidak bisa membuktikan
salah satu bentuk pernikahan terlarang yang kemampuan berlaku adil bagi semua istrinya.
bisa dipidana berupa pelanggaran poligami Pengenaan dakwaan juga sudah sepantasnya
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang- dilakukan meskipun terhadap orang yang telah
Undang Perkawinan (yang tidak terkatakan atau menalak istrinya secara agama, tetapi belum
belum diatur KUHP). Begitu juga, langkah membawa talak tersebut ke pengadilan agama.
intertekstualitas dalam hukum berguna untuk Mereka yang hanya menalak secara agama, tetapi
membantu penegasan adanya sarana kriminalisasi belum membawa talak tersebut ke pengadilan,
yang legal (yang tidak terkatakan atau belum hubungan mereka dengan istrinya masihlah bisa
diatur Undang-Undang Perkawinan) untuk dikatakan sebagai suami istri yang sah sesuai
memidana pelaku pelanggaran poligami yang Pasal 38-39 Undang-Undang Perkawinan dan
tidak mengikuti ketentuan Pasal 9 dengan atas Pasal 113-115 KHI.
nama delik perkawinan terlarang (yang sudah
Khusus kepada pertimbangan hukum dalam
terkatakan atau diatur Pasal 279 ayat (1) KUHP).
putusan kasasi tersebut, dakwaan melakukan
Pilihan atas metode penafsiran hukum pernikahan terlarang tidak saja patut dialamatkan
merupakan elemen yang sangat penting dalam kepada IR karena tidak memenuhi persyaratan
konteks membicarakan hubungan pemidanaan poligami dalam Undang-Undang Perkawinan
atas pelanggaran poligami dengan pidana nikah pada Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, dan Pasal 5; serta
terlarang. Kebijakan izin poligami harus benar- Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 55, 56, 57,
benar ditaati para pelaku poligami. Pelaksanaan 58, dan 59; tetapi juga karena tidak memenuhi
poligami tanpa mengupayakan perolehan izin dari persyaratan poligami sebagaimana diatur dalam
istri dan penetapan izin dari pengadilan agama peraturan pemerintah yang berlaku bagi diri
sudah selayaknya dianggap sebagai poligami yang pelaku sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
tidak memenuhi syarat. Konsekuensinya, praktik Sebagai abdi negara yang berprofesi PNS, IR
poligami seperti itu tidak hanya mendapatkan memiliki tanggung jawab memenuhi persyaratan
pembatalan tetapi juga sudah seharusnya poligami lebih berat dibandingkan dengan warga
mendapatkan sanksi hukuman yang tegas. Karena negara pada umumnya. Hal itu diatur dalam
Undang-Undang Perkawinan belum menyediakan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990
secara tegas hukuman atas pelaku pelanggaran tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
poligami, sudah sepatutnya pelakunya dijerat Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan
dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
berupa pernikahan terlarang.
Pertimbangan hukum yang dipakai oleh
Pengenaan dakwaan demikian sudah tepat majelis kasasi dalam memidanakan IR sebenarnya
diterapkan kepada pelaku yang berniat melakukan hanyalah pertimbangan pelanggaran hukum
pelanggaran poligami. Berdasarkan penelitian dalam kacamata IR sebagai warga negara biasa.
Nurmila & Bennet (2014: 71), praktik poligami Majelis kasasi belum menggunakan kacamata
yang sesungguhnya ilegal tersebut ditempuh persyaratan poligami bagi PNS, karena memang
karena sebenarnya pelaku tidak bisa memenuhi majelis kasasi memfokuskan dakwaan kepada IR
persyaratan mendapatkan izin dari istri pertama dalam konteks praktik pernikahan yang terlarang.

298 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 298 1/6/2017 11:30:22 AM


IV. KESIMPULAN sesuai dengan hukum Islam serta memenuhi
ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
1. Pertimbangan hukum majelis hakim
Perkawinan.
PN Bangkinang dalam Putusan Nomor
341/Pid.B/2012/PN.Bkn menjadikan Kesesuaian dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-
pelaksanaan perkawinan yang secara Undang Perkawinan membuktikan bahwa
siri (tidak tercatat) antara IR dengan H sangatlah tidak benar bahwa perkawinan
sebagai faktor untuk membebaskan IR dari tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan
dakwaan Pasal 279 ayat (1) KUHP. Majelis Undang-Undang Perkawinan. Perkawinan
hakim menganggap perkawinan tersebut tersebut telah dilaksanakan dengan sesuai
tidak sah karena perkawinan tersebut Pasal 2 ayat (1), yang menyatakan bahwa
tidak dicatat berdasarkan Undang-Undang perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan
Perkawinan terutama Pasal 2 ayat (2). Oleh menurut agama dan kepercayaannya
sebab itu, majelis hakim menyimpulkan masing-masing. Dengan begitu, IR pantas
bahwa meskipun terdakwa IR telah terbukti dijerat dengan Pasal 279 ayat (1) KUHP.
melakukan perbuatan yang didakwakan
2. Metode penafsiran hukum majelis hakim
kepadanya sebagaimana dalam dakwaan
PN Bangkinang berakar pada positivisme
melanggar Pasal 279 KUHP (menikah lagi
hukum, sehingga hakim memisahkan
sedang pada saat bersamaan pernikahan
hukum negara dari unsur non-hukum
yang ada menjadi penghalang), akan tetapi
seperti agama. Kecenderungan tersebut
perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak
memengaruhi pilihan metode penafsiran,
pidana (onslag van recht vervolging) karena
yakni subsumptif. Dalam hal ini, majelis
perkawinan kembali terdakwa IR dengan H
hakim PN Bangkinang hanya sekedar
tersebut bukanlah sesuai dengan Undang-
mencocokkan apa bunyinya undang-undang
Undang Perkawinan.
dengan realitas yang terjadi. Sementara,
Sebaliknya, pertimbangan hukum majelis bunyi undang-undang yang dipilih
kasasi dalam Putusan Nomor 937 K/ adalah Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang
Pid/2013 menyatakan bahwa perkawinan Perkawinan. Dengan metode subsumptif,
tersebut tetap sah meskipun tidak dicatat. ketika perkawinan antara IR dan H tidak
Perkawinan tersebut telah sah secara agama tercatat dan walaupun telah dilaksanakan
karena telah memenuhi rukun perkawinan sesuai ajaran agama, maka hakim menilai
dalam hukum agama Islam. Majelis kasasi perkawinan tersebut adalah tidak sah karena
menilai judex facti telah salah menerapkan tidak memenuhi Pasal 2 ayat (2).
hukum, karena tidak mempertimbangkan
Dengan demikian, IR juga tidak bisa
dengan benar hal-hal yang relevan secara
dipidana atas nama tindak pidana pernikahan
yuridis. Sesuai fakta yang terbuka selama
terlarang (Pasal 279 ayat (1) KUHP), lebih-lebih
persidangan, perkawinan yang dilakukan
atas nama pelanggaran poligami (Pasal 9 Undang-
IR dengan H telah melibatkan adanya wali
Undang Perkawinan). Sebaliknya, metode
nikah dan dua orang saksi, sehingga telah
penafsiran hukum pada Putusan Nomor 937 K/
memenuhi ketentuan prosedur perkawinan

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 299

Jurnal isi.indd 299 1/6/2017 11:30:22 AM


Pid/2013 bisa dikatakan berangkat dari chaos DAFTAR ACUAN
theory of law dalam pengertian konstruktif, yakni
Afrianty, D. (2015). Women and sharia law in
menggabungkan hukum dengan entitas agama.
northern Indonesia: Local women’s NGOs and
Walaupun tidak tercatat atau tidak memenuhi
the reform of Islamic Law in Aceh. New York:
Pasal 2 ayat (2), majelis kasasi tetap menilai Routledge.
perkawinan antara IR dan H adalah sah karena
telah dilaksanakan sesuai hukum agama sehingga Al-Jaziri, A. (2003). Al-fiqhu ‘ala mazhahib al-
memenuhi Pasal 2 ayat (1). arba’ah. Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyyah.
Metode penafsiran hukum sebagai pelajaran dari
Anshori, A.G. (2011). Hukum perkawinan Islam
Putusan Nomor 937 K/Pid/2013 adalah metode
perspektif fikih dan hukum positif. Yogyakarta:
dekonstruksi dalam pengertian melakukan
UII Press.
intertekstualitas dalam teks hukum (mencari
dan menemukan makna tidak terkatakan). Dirdjosisworo, S. (2008). Pengantar ilmu hukum.
Kegunaan intertekstualitas terlihat ketika hakim Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
membangun argumentasi dakwaan kepada IR.
Hartoko, D., & Rahmanto, B. (1986). Pemandu di
Hakim tidak hanya mengambil kandungan
dunia sastra. Yogyakarta: Kanisius.
pelanggaran dalam Pasal 279 ayat (1) KUHP
(perkawinan yang telah ada bisa menjadi Lukito, R. (2013). Legal pluralism in Indonesia:
penghalang perkawinan setelahnya), tetapi juga Bridging the unbridgable. New York:
terinspirasi makna yang tidak terkatakan atau Routledge.

dari luar KUHP (suami tidak boleh menikah Marzuki, P.M. (2014). Penelitian hukum. Jakarta:
lagi tanpa adanya izin dari istri yang ada). Di Prenadamedia Group.
sinilah, sudah sepantasnya hakim menegaskan
bahwa pernikahan terlarang (Pasal 279 ayat (1) Mughniyah, M.J. (2015). Fiqih lima mazhab: Ja‘fari,
Hanafi, Maliki, Syafi‘i, Hambali (Gold Edition).
KUHP) yang dilakukan IR sebenarnya adalah
Jakarta: Penerbit Lentera.
bentuk pelanggaran poligami (Pasal 9 Undang-
Undang Perkawinan) yang dibuktikan dengan Nurmila, N., & Bennet, L.R. (2014). ‘The sexual
ketiadaan izin dari istri pertama (SM) bagi IR politics of poligamy in Indonesian marriages’
untuk menikah lagi dengan H. dalam Bennet, L.R., & Davies, S.G. (Ed). Sex
and sexualitues in contemporary Indonesia:
Langkah intertekstualitas tersebut juga Sexual politics, health. New York: Routledge.
sebenarnya diperlukan untuk mempertegas posisi
pelanggaran poligami bisa dijadikan sebagai Rofiq, A. (2013). Hukum perdata Islam di Indonesia.
salah satu contoh dalam konkretisasi delik Jakarta: RajaGrafindo Persada.

pernikahan terlarang (tidak terkatakan dalam Sampford, C. (1989). The disorder of law, a critique
KUHP), sekaligus mengkampanyekan sarana of legal theory. UK: Blackwell.
yang legal untuk mengkriminalisasi pelanggaran
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian hukum
poligami (tidak terkatakan dalam Undang-
normatif: Suatu tinjauan singkat. Jakarta: Raja
Undang Perkawinan) atas nama delik pernikahan
Grafindo Perkasa.
terlarang.

300 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 281 - 301

Jurnal isi.indd 300 1/6/2017 11:30:22 AM


Sudjito. (2006, Juni). Chaos theory of law: Penjelasan
atas keteraturan dan ketidakteraturan dalam
hukum. Mimbar Hukum.18(2), 159-292.

Susanto, A.F. (2010). Ilmu hukum non sistematik;


Fondasi filsafat pengembangan ilmu hukum
Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing.

Wignjosoebroto, S. (2002). Hukum, paradigma,


metode, dan dinamika masalahnya. Jakarta:
Elsam & Huma.

Witgens, L.J. (2012). Legisprudence; Practical reason


in legislation. England: Ashgate Publishing
Limited.

Zuhri, S. (2013). Sanksi pidana bagi pelaku nikah siri


dan kumpul kebo. Semarang: Bima Sejati.

Penafsiran Hukum Dekonstruksi untuk Pelanggaran Poligami (Faiq Tobroni) | 301

Jurnal isi.indd 301 1/6/2017 11:30:22 AM


Jurnal isi.indd 302 1/6/2017 11:30:22 AM
PROBLEMATIKA PENERAPAN PASAL 2 DAN 18
UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
Kajian Putusan Nomor 1283 K/PID.SUS/2013

PROBLEMATICS IN THE APPLICATION OF ARTICLE 2 AND 18


OF THE LAW ON CORRUPTION ERADICATION
An Analysis of Court Decision Number 1283 K/Pid.Sus/2013

Maman Budiman
Fakultas Hukum Universitas Pasundan
Jl. Lengkong Besar Nomor 68, Bandung 40261
E-mail: budi_yasir@yahoo.com / maman.budiman@unpas.ac.id

Naskah diterima: 7 Agustus 2015; revisi: 23 November 2016; disetujui: 24 November 2016

ABSTRAK pencantuman unsur melawan hukum pada pasal tersebut


mengharuskan pembuktian unsur melawan hukum
Problematika penerapan pasal dalam Putusan Nomor 54/
formil dan melawan hukum materiil. Judex juris dalam
Pid.Sus/TPK/2012/PN.Bdg, jo. Nomor 11/Tipikor/2013/
perkara tingkat kasasi juga telah keliru dalam penerapan
PT.BDG, jo. Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013 menyebabkan
Pasal 18 terutama mengenai besaran uang pengganti
timbulnya rasa ketidakadilan. Dalam ketiga putusan
dari kerugian negara.
tersebut terdapat persoalan yang menarik untuk dikaji,
terutama majelis kasasi yang mengubah pasal, dari Pasal Kata kunci: judex juris, unsur melawan hukum, korupsi.
3 jo. Pasal 18 menjadi Pasal 2 jo. Pasal 18 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
ABSTRACT
Tindak Pidana Korupsi, yang berimplikasi terhadap
lamanya pemidanaan dan pengembalian kerugian negara. The problematic in the application of articles in the
Analisis ini mengkaji tentang penerapan Pasal 2 dan 18 Decision Number 54/Pid.Sus/TPK/2012/PN.Bdg, jo.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Number 11/Tipikor/2013/PT.BDG, jo. Number 1283 K/
sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor Pid.Sus/2013 has made an opening sense of injustice.
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana There are issues interesting to discuss the three
Korupsi. Analisis ini mengulas tentang mengapa hakim decisions, especially those related to the panel of judges
tingkat kasasi menjatuhkan putusan menggunakan Pasal in the Court of Final Appeal who made changes to the
2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, dan apakah articles, ie, from Article 3 jo. Article 18 to Article 2 jo.
penerapan Pasal 18 sudah tepat. Metode penelitian yang Article 18 of Law Number 31 of 1999 on Corruption
digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan Eradication, which has implication in the period of
mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan, criminal prosecution and indemnification of state. This
putusan pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, analysis considers the application of Article 2 and
dan tingkat kasasi. Hasil analisis menyimpulkan bahwa Article 18 of Law Number 31 of 1999 on Corruption
dalam pertimbangannya, judex juris pada perkara tingkat Eradication, as amended by Law Number 20 of 2001
kasasi telah keliru dalam membuktikan unsur melawan on Corruption Eradication. The problems are why the
hukum sebagaimana tertera pada Pasal 2 ayat (1), sebab judge of final appeal court in making a decision to apply

Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan (Maman Budiman) | 303

Jurnal isi.indd 303 1/6/2017 11:30:22 AM


Article 2 of Law Number 31 of 1999, and whether the Article 2 Paragraph (1). This is due to the inclusion of
application of Article 18 is appropriate. The method elements of torts on the aforementioned article requires
used is normative legal research to review and examine proof of elements of torts in procedural and substantive
the legislation, the decision of courts of first instance, law. Judex juris in the case of cassation also had erred
the appellate and cassation. The analysis finds that at in the application of Article 18 of primarily regarding
the level of cassation, judex juris in its consideration the amount of indemnities of state losses.
had erred in proving the elements of tort as indicated on
Keywords: judex juris, elements of tort, corruption.

I. PENDAHULUAN masyarakat menaruh kepercayaan tinggi terhadap


peradilan di Indonesia, termasuk hakim yang
A. Latar Belakang
mengadili perkara tindak pidana korupsi di
Kekuasaan kehakiman di Indonesia pengadilan tindak pidana korupsi. Hakim yang
diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945, mengadili perkara tindak pidana korupsi harus
mengatur mengenai kekuasaan kehakiman yang profesional, bersih, jujur, dan berani ketika
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan mengadili perkara tindak pidana korupsi. Hal
guna menegakkan hukum dan keadilan. tersebut dibutuhkan karena terdakwa tindak pidana
Kemandirian peradilan adalah bebas dari korupsi tidak jarang orang yang berpengaruh,
segala bentuk intervensi. Hal tersebut agar baik itu pejabat birokrat, pejabat partai politik,
kekuasaan kehakiman dapat menyelenggarakan pengusaha ataupun pejabat penegak hukum.
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
Hakim yang memutus perkara tindak pidana
berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945
korupsi baik itu tingkat pertama, banding maupun
(Sutatiek, 2013: 1).
tingkat kasasi harus mencerminkan keadilan yang
Kekuasaan kehakiman yang di dalamnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, agar
ada keputusan pengadilan mengandung norma tercipta keadilan, baik bagi negara yang diwakili
individual yang dibuat berdasarkan undang- oleh jaksa penuntut umum maupun bagi terdakwa
undang atau kebiasaan. Cara yang sama halnya dan keluarganya. Sebagai contoh ada putusan
dengan norma umum tersebut dibuat berdasarkan yang dibuat oleh hakim, yang menerapkan pasal
konstitusi. Pembuatan norma hukum individual yang berbeda terhadap terdakwa tipikor sehingga
oleh organ pelaksana hukum, khususnya menimbulkan ketidakadilan khususnya bagi
pengadilan, harus selalu ditentukan oleh satu terdakwa dan keluarganya. Meskipun hakim
atau lebih norma umum yang ada terlebih dahulu, boleh berbeda pandangan dalam memutus suatu
normalnya pengadilan terkait oleh norma umum perkara, akan tetapi tetap harus berlandaskan
yang menentukan prosedur sebagaimana pula isi kepada pertimbangan-pertimbangan hukum yang
dari keputusannya (Asshiddiqie & Safa’at, 2012: rasional dengan melihat fakta-fakta yang telah
116.) terungkap dalam proses persidangan terutama
persidangan tingkat pertama.
Dalam lingkungan kekuasaan kehakiman,
pengadilan sebagai benteng terakhir pencari Putusan yang menimpa terpidana HS telah
keadilan harus dijaga independensinya, agar disidangkan dan diputus bersalah oleh hakim

304 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 303 - 315

Jurnal isi.indd 304 1/6/2017 11:30:22 AM


tingkat pertama, tingkat banding maupun tingkat 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
kasasi. Adapun gambaran duduk perkaranya tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
adalah bahwa terdakwa HS dituduh telah sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan
melakukan tindak pidana korupsi dengan cara tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri
telah meminjamkan bendera perusahaan PT Bandung, Nomor 54/Pid.Sus/TPK/2012/PN.Bdg
HD kepada saudara AR. AR menandatangani dengan penjatuhan putusan selama satu tahun
dokumen seakan-akan dokumen tersebut dan denda sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh
ditandatangani oleh HS selaku direktur PT HD. juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak
Dokumen-dokumen yang dibuat sedemikian dibayar diganti dengan pidana penjara selama
rupa oleh AR di antaranya surat penawaran dari dua bulan.
PT HD Nomor 012/HD/IX/2010 tertanggal 23
Pada tingkat banding dijatuhi putusan
September 2010 senilai Rp.1.347.500.000,- (satu
selama dua tahun dan denda sebesar
milyar tiga ratus empat puluh tujuh juta lima
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan
ratus ribu rupiah).
ketentuan jika denda tidak dibayar diganti
Bahwa atas dasar usulan penetapan dengan pidana kurungan selama dua bulan,
pemenang penyedia barang dan jasa dari panitia sebagaimana tercantum dalam Putusan Nomor
pengadaan, kemudian AS selaku pejabat pembuat 11/TIPIKOR/2013/PT.BDG, sedangkan di
komitmen menetapkan penyedia barang/jasa tingkat kasasi dijatuhi putusan selama lima tahun
yaitu PT HD sebagai pemenang dan PT CMI dan denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus
sebagai pemenang cadangan. Selanjutnya saudara juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda
AR menandatangani sendiri surat perjanjian tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan
pengadaan barang (kontrak) dengan Nomor pidana kurungan selama enam bulan serta
in.14/sppb-Emis/21/2010 tanggal 18 Oktober diharuskan membayar uang pengganti sebesar
2010 tentang pekerjaan pengadaan alat-alat Rp.196.950.000,- (seratus sembilan puluh enam
komunikasi dan teknologi informasi, pengadaan juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah)
software aplikasi EMIS, dan sarana pendukung sebagaimana tercantum dalam Putusan Nomor
lainnya, seakan-akan ditandatangani oleh HS 1283 K/Pid.Sus/2013.
selaku direktur PT HD dengan nilai kontrak
Ketiga putusan itu terdapat perbedaan
Rp.1.347.500.000,- (satu milyar tiga ratus empat
yang menarik untuk dikaji terutama majelis
puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) yang
kasasi yang merubah pasal, dari Pasal 3 jo. Pasal
mana pekerjaannya selama 60 (enam puluh) hari
18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
kalender terhitung sejak tanggal 18 Oktober 2010
Pidana Korupsi menjadi Pasal 2 jo. Pasal 18
sampai dengan 18 Desember 2010.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Berdasarkan proses persidangan di Korupsi, hal ini tentunya berimplikasi terhadap
pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan lamanya pemidanaan. Karena kalau dalam
Negeri Bandung, HS dinyatakan bersalah oleh Pasal 3 menyebutkan adanya ancaman orang
majelis hakim yang memeriksa dan mengadili yang melakukan perbuatan korupsi dihukum
perkara a quo karena telah melanggar Pasal 3 minimal satu tahun, sedangkan dalam Pasal 2
jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun menyebutkan adanya ancaman yang melakukan

Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan (Maman Budiman) | 305

Jurnal isi.indd 305 1/6/2017 11:30:22 AM


perbuatan korupsi dihukum minimal empat tahun. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam
Selain lamanya pemindanaan yang menarik lagi Putusan Nomor 54/Pid.Sus/TPK/2012/PN.Bdg,
dalam ketiga putusan tersebut adalah mengenai Putusan Nomor 11/Tipikor/2013/PT.Bdg, dan
pengembalian kerugian negara yang harus Putusan Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013.
dilakukan oleh terdakwa HS, di mana jumlah
Penulisan ini berguna untuk pengembangan
kerugiaannya tidak sama antara putusan tingkat
ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum,
pertama, tingkat banding maupun tingkat kasasi.
terutama hukum acara pidana serta filsafat
Dengan melihat latar belakang dan duduk hukum, memberikan masukan bagi para
perkara tersebut di atas, tulisan ini akan mengkaji praktisi, akademisi, para penegak hukum dalam
mengenai penerapan Pasal 2 dan Pasal 18 Undang- memahami disparitas penerapan Pasal 2 dan
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
dirubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun sebagaimana telah dirubah dan ditambah oleh
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Korupsi, kajian terhadap Putusan Nomor 1283 K/ Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pid.Sus/2013 tertanggal 30 Juli 2013.
D. Studi Pustaka
B. Rumusan Masalah
Ciri-ciri negara hukum adalah: (a)
Dari uraian tersebut di atas, tulisan ini akan hukum dijadikan dasar bagi pemerintah dalam
melakukan kajian analitis atas Putusan Nomor melaksanakan tugas dan kewajiban; (b) hak-
1283 K/Pid.Sus/2013, dengan rumusan masalah hak asasi manusia (warganya) dijamin oleh
sebagai berikut: hukum; (c) ada pembagian kekuasaan dalam
penyelenggaraan negara; (d) peradilan yang
1. Mengapa hakim tingkat kasasi dalam
merdeka dan pengawasan badan-badan peradilan
Perkara Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013
(rechterlijke controle) oleh pihak yang berwenang
menjatuhkan putusan menggunakan Pasal
(Soemantri, 1984: 24.)
2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Peradilan yang merdeka harus dilakukan
tentang Pemberantasan Tindak Pidana oleh hakim ketika menjatuhkan putusan
Korupsi? perkara pidana. Putusan yang baik yaitu adanya
pertimbangan hukum yang mempertimbangkan
2. Apakah penerapan Pasal 18 Undang-
fakta-fakta di persidangan. Pada dasarnya kamus
Undang Tipikor dalam Putusan Nomor
bahasa Indonesia dan kamus hukum memberikan
1283 K/Pid.Sus/2013 sudah tepat?
batasan pengertian tentang putusan adalah hal
yang didasarkan pada pengadilan. Atau dengan
C. Tujuan dan Kegunaan kata lain putusan dapat berarti pernyataan hakim
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji di sidang pengadilan yang bersifat pertimbangan
disparitas atau perbedaan hakim ketika memutus menurut kenyataan. Pendapat berikutnya dari
perkara tindak pidana korupsi yang menggunakan Rubini dan Chaidir Ali yang menyatakan putusan
Pasal 2 dan Pasal 18 Undang-Undang hakim merupakan suatu akta penutup dari suatu

306 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 303 - 315

Jurnal isi.indd 306 1/6/2017 11:30:22 AM


perkara. Putusan hakim ini biasa disebut vonis Hakim dalam melaksanakan tugasnya
yakni kesimpulan-kesimpuan terakhir mengenai harus bebas dan tidak boleh terpengaruh atau
hukum dan akibat-akibatnya (Wantu, 2011: 108). berpihak kepada siapapun. Jaminan kebebasan
ini juga diatur dalam berbagai peraturan, yaitu
Putusan hakim harus didasarkan pada
dalam Pasal 24 UUD NRI 1945, yang berbunyi:
kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan,
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
agar dapat dirasakan oleh semua yang terlibat
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
dalam suatu proses persidangan. Menurut
guna menegakkan hukum dan keadilan.”
Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu
Hal itu ditegaskan kembali dalam pengertian
keputusan yang oleh hakim sebagai pejabat negara
kekuasaan kehakiman yang disebutkan dalam
yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang
meyelesaikan suatu perkara antara para pihak.
bunyinya: “Kekuasaan negara yang merdeka
Dalam perkara pidana putusan hakim harus untuk menyelenggarakan peradilan guna
benar-benar berkeadilan yang dapat dirasakan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
oleh terdakwa dan keluarganya maupun bagi Pancasila, demi terselenggaranya Negara
penuntut umum yang mewakili korban. Putusan Hukum Republik Indonesia.” Berdasarkan hal
pemidanaan merupakan salah satu bentuk tersebut hakim dalam memeriksa seseorang yang
putusan pengadilan negeri. Bentuk putusan lain diduga melanggar peraturan hukum pada proses
misalnya putusan bebas (Pasal 191 ayat (1) persidangan mempunyai kebebasan terutama
KUHAP) dan putusan lepas dari segala tuntutan dalam menjatuhkan putusan.
hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Putusan
Undang-undang memberikan syarat-syarat
pemidanaan terjadi jika pengadilan berpendapat
yang berat untuk dapatnya hakim menjatuhkan
bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak
pidana bagi seseorang. Syarat-syarat tersebut
pidana yang didakwakan kepadanya (Pasal 193
yaitu:
ayat (1) KUHAP).
a. Karena pembuktian yang sah menurut
Hukum pidana memberikan sanksi
undang-undang.
atau pidana dengan tujuan untuk melindungi
masyarakat dari kejahatan. Ada tiga teori dan b. Untuk dikatakan terbukti dengan sah
tujuan pemidanaan, yaitu: (1) Tujuan pembalasan sekurang-kurangnya harus ada dua alat
(teori absolut), tujuan pemidanaan yaitu untuk bukti yang sah menurut Pasal 183 KUHAP.
membalas perbuatan pidana yang dilakukan oleh
c. Adanya keyakinan hakim.
pelaku kejahatan; (2) Teori tujuan (teori relatif):
a) untuk mencegah terjadinya kejahatan; b) untuk d. Orang yang melakukan tindak pidana dapat
memberikan rasa takut, sehingga orang tidak dianggap bertanggung jawab.
melakukan kejahatan; c) memperbaiki orang
e. Adanya kesalahan melakukan tindak
yang melakukan kejahatan; d) memberikan
pidana yang didakwakan atas diri pelaku
perlindungan kepada masyarakat terhadap
tindak pidana tersebut.
kejahatan (Muljatno, 2000: 56).

Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan (Maman Budiman) | 307

Jurnal isi.indd 307 1/6/2017 11:30:22 AM


Hakim menjatuhkan pidana harus dalam tersebut seperti: “Kurang mencerminkan rasa
rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, keadilan masyarakat, terlalu legalistik formal
dan kepastian hukum bagi seseorang. Jadi bukan ataupun tidak menunjang program pemerintah.”
hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun
Dalam hukum pidana ada dua jenis putusan
bersifat formalitas. Apabila kita kembali pada
hakim yang dikenal selama ini, yaitu pertama
tujuan hukum acara pidana, secara sederhana
putusan sela, dan yang kedua, putusan akhir
adalah untuk menemukan kebenaran materiil.
(Rifai, 2010: 121.). Putusan sela adalah putusan
Bahkan sebenarnya tujuannya lebih luas, yaitu
yang dikeluarkan oleh hakim terhadap keberatan
tujuan hukum acara pidana adalah mencari
(eksepsi) atas surat dakwaan dari jaksa penuntut
dan menemukan kebenaran materiil itu hanya
umum yang diajukan oleh terdakwa melalui
merupakan tujuan antara, sebab ada tujuan
penasihat hukumnya. Sedangkan putusan akhir
akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib
adalah putusan yang dikeluarkan oleh hakim
hukum Indonesia, dalam hal itu mencapai suatu
setelah memeriksa pokok perkara, yaitu berupa
masyarakat yang tertib, tenteram, damai, adil,
alat-alat bukti yang diajukan kedua belah pihak,
dan sejahtera (Rifai, 2010: 102).
dari pihak jaksa penuntut umum maupun pihak
Fungsi utama dari seorang hakim adalah terdakwa.
memberikan putusan terhadap perkara yang
Ada beberapa putusan akhir di antaranya
diajukan kepadanya, di mana dalam perkara
adalah: putusan bebas (vrijspraak), putusan
pidana, hal itu tidak lepas dari sistem pembuktian
pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslaag
negatif (negative wetterlijke), yang pada
van alle recht vervolging), dan putusan
prinsipnya menentukan bahwa suatu hak atau
pemidanaan. Putusan bebas (vrijspraak) adalah
peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti,
putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang berupa
di samping adanya alat-alat bukti menurut
pembebasan terdakwa dari suatu tindak pidana
undang-undang juga ditentukan keyakinan
yang dituduhkan terhadapnya, apabila dalam
hakim yang dilandasi dengan integritas moral
dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum
yang baik. Jadi, putusan hakim bukanlah semata-
terhadap terdakwa di persidangan, ternyata
mata didasarkan pada ketentuan yuridis saja,
setelah melalui proses pemeriksaan dalam
melainkan juga didasarkan pada hati nurani.
persidangan tidak ditemukannya adanya bukti-
Memeriksa dan memutus suatu perkara bukti cukup yang menyatakan bahwa terdakwalah
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, lembaga yang melakukan tindak pidana dimaksud, maka
peradilan mulai dipersoalkan oleh masyarakat, kepada terdakwa diputus bebas (Pasal 191 ayat
oleh karena itu putusan hakim tidak lagi semata- (1) KUHAP).
mata hanya menjadi bahan perbincangan secara
Putusan pelepasan terdakwa dari segala
hukum dan ilmu hukum atau menjadi bahan
tuntutan hukum dijatuhkan oleh hakim apabila
kajian ilmu hukum saja, tetapi akan lebih jauh
dalam persidangan ternyata terdakwa terbukti
menjadi konsumsi publik untuk dibicarakan dan
secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana
diperdebatkan, terlebih jika ada putusan hakim
dalam dakwaan penuntut umum, tetapi diketahui
yang dirasakan kurang memuaskan masyarakat.
bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan
Ungkapan yang sering didengar atas putusan

308 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 303 - 315

Jurnal isi.indd 308 1/6/2017 11:30:22 AM


perbuatan pidana, dan oleh karena itu terhadap korupsi. Pengayaan data yang dilakukan dengan
terdakwa akan dinyatakan lepas dari segala menggunakan pendekatan yuridis-dogmatis
tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). yaitu dengan pendekatan konseptual, pendekatan
peraturan perundang-undangan, pendekatan
Putusan pemidanaan adalah putusan yang
perbandingan, dan pendekatan filosofis serta
dibuat oleh hakim dalam hal terdakwa telah
mengkaji pertimbangan hukum dalam ketiga
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
putusan. Beberapa pendekatan ini digunakan
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
secara bersama-sama dalam rangka membahas
dalam dakwaan penuntut umum, maka terhadap
setiap permasalahan.
terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal
dengan tindak pidana yang dilakukannya (Pasal
193 ayat (1) KUHAP). Tulisan ini akan mengkaji III. HASIL DAN PEMBAHASAN
putusan yang telah dibuat oleh hakim agung A. Kajian Putusan Kasasi Nomor 1283 K/
pada tingkat kasasi yang menjatuhkan putusan Pid.Sus/2013 mengenai penerapan Pasal
pemidanaan kepada terdakwa HS sebagaimana 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
dalam Perkara Nomor 1283 K/Pid. Sus/2013. jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001
II. METODE
Hakim agung dalam perkara tingkat
Metode penelitian yang digunakan dalam kasasi telah menjatuhkan putusan pemidanaan
tulisan ini adalah penelitian hukum normatif kepada terdakwa HS dengan menerapkan Pasal
yaitu penelitian atas putusan hakim yang dipilih 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
secara purposif. Dengan menginventarisasi, jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
mengkaji, dan meneliti data sekunder berupa Menurut penulis, majelis hakim agung tingkat
peraturan perundang-undangan, asas-asas kasasi tersebut telah keliru dalam membuktikan
hukum, pengertian-pengertian hokum. Metode unsur “melawan hukum” sebagaimana yang
penelitian ini digunakan dikarenakan adanya tertera dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
disparitas putusan pemidanaan yang dilihat dari Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Putusan Nomor 54/Pid.Sus/TPK/2012/PN.Bdg, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Putusan Nomor 11/Tipikor/2013/PT.Bdg, dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Putusan
Putusan Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013. Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013: 66-68).

Penelitian ini mengkaji bahan-bahan hukum Judex juris pada intinya telah
secara sistematis untuk membahas permasalahan mempertimbangkan unsur “secara melawan
yang diperoleh dari studi kepustakaan, dengan hukum” sebagaimana yang tertera dalam Pasal 2
menganalisis suatu permasalahan hukum ayat (1). Pertimbangan tersebut menurut penulis
dalam putusan pengadilan tingkat pertama, mengandung kekhilafan atau suatu kekeliruan
tingkat banding, dan tingkat kasasi. Alasan yang nyata, karena ketentuan Pasal 2 ayat (1)
yang dipilih dikarenakan adanya disparitas jo. Pasal 18 a quo yang merumuskan: “setiap
atau perbedaan penerapan hukum dalam suatu orang yang secara melawan hukum melakukan
perkara khususnya perkara tindak pidana perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang

Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan (Maman Budiman) | 309

Jurnal isi.indd 309 1/6/2017 11:30:22 AM


lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai
keuangan negara atau perekonomian negara kekuatan hukum mengikat.”
dipidana dengan penjara seumur hidup atau
Fakta hukum yang telah terbukti mengenai
pidana penjara paling singkat empat tahun dan
unsur “perbuatan melawan hokum,” menurut
paling lama dua puluh tahun dan denda paling
penulis, judex facti telah mempertimbangkan
sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)
fakta-fakta hukum yang benar karena mengambil
dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu
dari keterangan saksi-saksi, ahli, bukti surat
milyar rupiah).”
maupun keterangan terdakwa yang terungkap di
Perbuatan melawan hukum dalam tindak persidangan, bahwa perbuatan materiil terpidana
pidana korupsi juga mencakup perbuatan yang teridentifikasi adalah telah meminjamkan
melawan hukum dalam arti formil maupun bendera perusahaan PT HD kepada saksi
dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan AR. Berdasarkan pertimbangan tersebut di
tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang- atas, sekalipun apa yang dilakukan terpidana
undangan, namun apabila perbuatan tersebut merupakan yang tidak bisa dibenarkan dan
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa merupakan perbuatan yang tidak semestinya
keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dilakukan oleh terpidana dalam kapasitasnya
dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat sebagai direktur PT HD, akan tetapi penulis tidak
dipidana (Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang- melihat dalam perbuatan terpidana ini adanya
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai cara-
cara perbuatan melawan hukum sebagaimana
Pencantuman unsur melawan hukum pada
dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Tipikor.
pasal tersebut mengharuskan pembuktian unsur
melawan hukum formil dan melawan hukum Dalam hal ini tidak ada undang-undang
materiil sebagaimana dalam penjelasannya. atau peraturan hukum formal (mengandung
Namun, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan sanksi pidana) yang dilanggar oleh terpidana, dan
Nomor 003/PUU-IV/2006, tanggal 24 Juli 2006 sekalipun perbuatan terpidana telah melanggar
mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor Kepres Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak telah dirubah oleh Perpres Nomor 4 Tahun 2015
Pidana Korupsi terhadap UUD NRI 1945, telah tentang Pengadaan Barang dan Jasa, menurut
menyatakan pada pokoknya bahwa: “Penjelasan penulis tidak dapat dikategorikan telah melawan
Pasal 2 ayat (1) frasa yang berbunyi ‘yang hukum karena melanggar Kepres bukan berarti
dimaksud dengan secara melawan hukum dalam melawan hukum seperti yang dimaksud oleh
pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/
dalam arti formil maupun dalam arti materiil, PUU-IV/2006, apalagi dalam Kepres tidak ada
yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur muatan ketentuan pidana sebagaimana produk
dalam peraturan perundang-undangan, namun legislasi. Kalau dicermati dengan cermat atas
apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena amar putusan judex juris tersebut, telah nampak
tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma- bahwa judex juris tidak menerapkan dan/atau
norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka lalai tidak mencantumkan syarat yang disebutkan
perbuatan tersebut dapat dipidana’ bertentangan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf h.

310 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 303 - 315

Jurnal isi.indd 310 1/6/2017 11:30:22 AM


Isi dari Pasal 197 ayat (1) dan (2) KUHAP dalam kesalahannya tersebut. Mengingat
adalah surat putusan pemidanaan memuat dalam perkara a quo, terpidana dihadapkan di
pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan persidangan Pengadilan Negeri Tindak Pidana
telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan Korupsi Bandung, dengan dakwaan subsider oleh
tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan jaksa penuntut pmum sebagai berikut:
pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan tidak
1. Primer: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undnag-
dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b,
Undnag Nomor 31 Tahun 1999 tentang
c, d, e, f, h, j, k, dan l pasal ini, mengakibatkan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
putusan batal demi hukum (Waluyo, 2004:
jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
20). Juga menyatakan bahwa, apabila terjadi
2001 tentang Perubahan Atas Undang-
kekhilafan dan atau kekeliruan dalam penulisan
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
maka kekhilafan dan atau kekeliruan penulisan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
atau pengetikan tidak menyebabkan batalnya
Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo. Pasal 65
putusan demi hukum kecuali huruf a, e, f, dan
ayat (1) KUHP.
h Pasal 197 ayat (2) KUHAP, ini harus/wajib
ada dalam suatu putusan. Tidak dimuatnya amar 2. Subsider: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-
putusan yang menyatakan pernyataan kesalahan Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dalam rumusan tindak pidana disertai dengan jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
yang dijatuhkan, maka mengakibatkan putusan Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
batal demi hukum (Pasal 197 ayat (2) KUHAP). Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo. Pasal 65
Pertimbangannya judex juris telah
ayat (1) KUHP.
mempertimbangkan dan membuktikan kesalahan
terpidana dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18, 3. Lebih Subsider: Pasal 9 Undang-
tetapi dalam amar putusannya judex juris yaitu: Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Menyatakan terdakwa HS terbukti secara sah Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
pidana “BEBERAPA PERBUATAN KORUPSI 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
YANG DILAKUKAN BERSAMA-SAMA.” Dalam Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
artian judex juris dalam amar putusannya tidak Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
mencantumkan dan/atau menyatakan kesalahan Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo. Pasal 65
diri terdakwa sebagaimana kualifikasi pasal ayat (1) KUHP.
yang telah dilanggar terpidana. Dengan tidak
Putusan judex facti (Pengadilan Tindak
dicantumnya pasal yang telah dilanggar dan telah
Pidana Korupsi Bandung Nomor 54/Pid.Sus/
terbukti dilakukan oleh terpidana dalam suatu
TPK/2012/PN.Bdg dan Pengadilan Tinggi
amar putusan, menyebabkan kegamangan bagi
Bandung Nomor 12/TIPIKOR/2013/PT.Bdg),
diri terpidana tentang kesalahan yang mana yang
di mana masing-masing pengadilan tersebut
telah terbukti, serta pasal berapa yang diterapkan
telah dengan rinci dan jelas memuat persyaratan

Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan (Maman Budiman) | 311

Jurnal isi.indd 311 1/6/2017 11:30:22 AM


pemidanaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana poin 3
197 ayat (1), khususnya Pasal 197 huruf h, yaitu: amar Putusan Nomor 1283 K/Pid.Sus/2013, yang
menyatakan: “Menghukum terdakwa membayar
1. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
uang pengganti sebesar Rp.196.950.000,-
Bandung Nomor 54/Pid.Sus/TPK/2012/
(seratus sembilan puluh enam juta sembilan
PN.Bdg, memuat putusan: Menyatakan
ratus lima puluh ribu rupiah), dengan ketentuan
terdakwa HS tersebut di atas telah terbukti
jika terdakwa tidak membayar uang pengganti
secara sah dan meyakinkan bersalah
paling lama dalam waktu satu bulan sesudah
melakukan tindak pidana “KORUPSI
keputusan pengadilan memperoleh kekuatan
SECARA BERSAMA” sebagaimana
hukum yang tetap, maka harta bendanya dapat
dakwaan subsidair.
disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi
2. Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 12/ uang pengganti tersebut, dan dalam hal terpidana
TIPIKOR/2013/PT.Bdg, (vide: halaman tidak mempunyai harta benda yang mencukupi
54), memuat putusan: Menyatakan untuk membayar uang pengganti maka diganti
terdakwa HS tersebut di atas telah terbukti dengan pidana penjara selama dua tahun.”
secara sah dan meyakinkan bersalah
Penghukuman uang pengganti sebesar
melakukan tindak pidana “KORUPSI
Rp.196.950.000,- (seratus sembilan puluh enam
SECARA BERSAMA” sebagaimana
juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah)
dakwaan subsidair.
kepada terdakwa adalah suatu kekeliruan judex
Dengan melihat alasan-alasan sebagaimana juris, karena dalam perkara in casu, kerugian
di atas, menurut penulis Putusan Nomor 1283 K/ negara yang dipertimbangkan oleh judex juris
Pid.Sus/2013, yang diputus pada tanggal 30 Juli adalah sebesar Rp.815.850.000,- (delapan
2013 telah melanggar persyaratan/ketentuan ratus lima belas juta delapan ratus lima puluh
dalam memuat persyaratan pemidanaan ribu rupiah) sesuai dengan laporan hasil audit
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 197 huruf investigasi BPKP Perwakilan Provinsi Jawa
h, sehingga putusan tersebut batal demi hukum Barat Nomor LHAI-I0889/PW10/05/2011
(vide Pasal 197 ayat (2) KUHAP). tanggal 31 Desember 2011 (Putusan Nomor
1287 K/Pid.Sus/2013: 64). Adapun di lain
B. Kajian atas Putusan Kasasi Nomor 1283 pihak majelis kasasi/judex juris dalam Putusan
K/Pid.Sus/2013 Mengenai Penerapan Nomor 1287 K/Pid.Sus/2013 telah menjatuhkan
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 pidana tambahan kepada AS (terpidana dalam
Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor berkas perkara terpisah) untuk membayar uang
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan pengganti sebesar Rp.132.700.000,- (seratus
Tindak Pidana Korupsi tiga puluh dua juta tujuh ratus ribu rupiah), dan
kepada AR (terpidana dalam berkas perkara
Hakim tingkat kasasi telah keliru pula terpisah) untuk membayar uang pengganti
dalam penerapan Pasal 18 Undang-Undang sebesar Rp.448.475.000,- (empat ratus empat
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang puluh delapan juta empat ratus tujuh puluh lima
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan ribu rupiah).

312 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 303 - 315

Jurnal isi.indd 312 1/6/2017 11:30:22 AM


Selain penghukuman uang pengganti yang Dari perhitungan tersebut di atas maka
telah dijatuhkan kepada para terpidana (HS, AS, total uang yang akan diterima oleh negara adalah
dan AR), judex juris dalam pertimbangannya, Rp.992.375.000,- yaitu dari rincian sebagai
sebagaimana Putusan Nomor 1283 K/Pid. berikut:
Sus/2013, telah mengakui adanya uang maupun
a. Uang Pengganti dari AS sebesar
barang yang telah dititipkan terpidana HS dan
Rp.132.700.000,-
AS kepada jaksa penuntut umum, dengan rincian
sebagai berikut: b. Uang Pengganti dari HS sebesar
Rp.196.950.000,-
a. Titipan uang untuk pengembalian kerugian
negara sebesar Rp.25.000.000,- dari c. Uang Pengganti dari AR sebesar
terdakwa AS kepada penuntut umum; Rp.448.475.000,-

b. Setoran uang sebesar Rp.17.500.000,- dari d. Jumlah penitipan uang dan barang sebesar
saudara N ke rekening atas nama Kejaksaan Rp.214.250.000,-
Tinggi Jawa Barat - Asisten Tindak Pidana
e. Jumlah keseluruhan (a+b+c+d) adalah
Khusus Nomor Rekening 00000754-01-
Rp.992.375.000,-
00002-30-6 di BRI Unit Cihapit Bandung
sebagaimana slip penyetoran tanggal Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang
27 Desember 2012 dengan keterangan Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
titipan pengembalian kerugian negara a.n. Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang
terdakwa AS; Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
c. Ada pengembalian kerugian negara berupa
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
barang dari terdakwa AS dengan nilai total
menyatakan:
Rp.96.750.000,-
a. Selain pidana tambahan sebagaimana
d. Titipan uang untuk pengembalian kerugian
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
negara sebesar Rp.75.000.000,- dari
Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan.
terdakwa HS kepada penuntut umum
sebagaimana berita acara penitipan barang b. Pembayaran uang pengganti yang
bukti tanggal 29 Juni 2012. jumlahnya sebanyak-banyaknya sama
dengan harta benda yang diperoleh dari
Jumlah penitipan uang dari HS ke penuntut
tindak pidana korupsi.
umum adalah sebesar Rp.75.000.000,- sedangkan
penitipan uang dari terpidana AS kepada Berdasarkan pengertian kerugian negara
penuntut umum dan penyerahan barang lAIN yang didefinisikan dalam Undang-Undang
Syekh Nurjati Cirebon adalah Rp.139.250.000,- Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
(Rp.25.000.000,- ditambah Rp.17.500.000,- Negara, Pasal 1 ayat (22) dapat dikemukakan
ditambah Rp.96.750.000,- ) sehingga jumlah unsur-unsur dari kerugian negara yaitu bahwa
penitipan uang dan barang tersebut adalah kerugian negara merupakan berkurangnya
Rp.214.250.000,- keuangan negara berupa uang berharga, barang

Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan (Maman Budiman) | 313

Jurnal isi.indd 313 1/6/2017 11:30:22 AM


milik negara dari jumlahnya dan/atau nilai ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
yang seharusnya (Yuntho et.al, 2014: 24-25). 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Kekurangan dalam keuangan negara tersebut Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
harus nyata dan pasti jumlahnya atau dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
perkataan lain kerugian tersebut benar-benar telah sehingga pertimbangan judex juris tersebut
terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti menurut penulis mengandung kekhilafan
dapat ditentukan besarnya. Kerugian tersebut atau suatu kekeliruan yang nyata.
akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja Dikarenakan pencantuman unsur melawan
maupun lalai, unsur melawan hukum harus dapat hukum pada pasal tersebut mengharuskan
dibuktikan secara cermat dan tepat. pembuktian unsur melawan hukum formil
dan melawan hukum materiil sebagaimana
Putusan judex juris dalam perkara ini
dalam Putusan Nomor 003/PUU-IV/2006,
sama sekali tidak memperhatikan unsur jumlah
tanggal 24 Juli 2006. Perbuatan terpidana
kerugian negara yang pasti karena menyiratkan
tidak dapat dikategorikan sebagai cara-cara
total jumlah kerugian negara yang berbeda yaitu
perbuatan melawan hukum sebagaimana
sebesar Rp.992.375.000,- Maka apabila melihat
dimaksud dalam Pasal 2 karena dalam hal
unsur kerugian yang pasti, dihubungkan dengan
ini tidak ada undang-undang atau peraturan
Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang
hukum formal (mengandung sanksi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan
pidana) yang dilanggar oleh terpidana,
kata lain alih-alih kerugian negara, putusan
dan sekalipun perbuatan terpidana telah
judex juris in casu justru akan menghasilkan
melanggar Kepres Nomor 80 Tahun 2003
pendapatan negara senilai Rp.177.375.000,-
sebagaimana telah dirubah oleh Perpres 4
Dengan memperhatikan pertimbangan di Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan
atas, maka apabila negara diuntungkan dengan Jasa.
adanya kelebihan pembayaran uang pengganti
2. Judex juris dalam perkara tingkat kasasi
tersebut sehingga menurut penulis unsur dapat
telah keliru dalam penerapan Pasal 18
merugikan keuangan dan perekonomian negara
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana yang telah dibuktikan dalam Pasal
jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
2 undang-undang a quo menjadi hilang dan tidak
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
terpenuhi.
Korupsi terutama mengenai besaran uang
pengganti dari kerugian negara dikarenakan
IV. KESIMPULAN judex juris tidak cermat menghitung besaran
Dari uraian dalam pembahasan maka dapat kerugian negara sebesar Rp.196.950.000,-
ditarik kesimpulan sebagai berikut: (seratus sembilan puluh enam juta sembilan
ratus lima puluh ribu rupiah) yang sama
1. Judex juris dalam Putusan Nomor 1283 sekali tidak memperhatikan unsur jumlah
K/Pid.Sus/2013 telah keliru dalam kerugian negara yang pasti.
membuktikan unsur “melawan hukum”
sebagaimana yang tertera dalam Pasal 2

314 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 303 - 315

Jurnal isi.indd 314 1/6/2017 11:30:22 AM


DAFTAR ACUAN

Asshiddiqie, J., & Safa’at, A. (2012). Teori Hans


Kelsen tentang hukum. Jakarta: Konpres.

Muljatno. (2000). Asas-asas hukum pidana. Cet.


Ketujuh. Jakarta: Rineka Cipta.

Rifai, A. (2010). Penemuan hukum oleh hakim


“Dalam perspektif hukum progresif.” Jakarta:
Sinar Grafika.

Soemantri, S. (1984). Perbandingan hukum tata


negara. Bandung: Alumni.

Sutatiek, S. (2013). Menyoal akuntabilitas moral


hakim pidana dalam memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.

Waluyo, B. (2004). Pidana dan pemidanaan. Jakarta:


Sinar Grafika.

Wantu, F. (2011). Idée des recht kepastian hukum,


keadilan, dan kemanfaatan (Implementasi
dalam proses peradilan perdata). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Yuntho, E. et.al. (2014). Penerapan unsur merugikan


keuangan negara dalam delik tindak pidana
korupsi. Semarang: ICW-YLBHI Press.

Problematika Penerapan Pasal 2 dan 18 Undang-Undang Pemberantasan (Maman Budiman) | 315

Jurnal isi.indd 315 1/6/2017 11:30:22 AM


Jurnal isi.indd 316 1/6/2017 11:30:22 AM
PENJATUHAN PIDANA PENJARA BERSYARAT
DALAM TINDAK PIDANA PERBANKAN
Kajian Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014

CONDITIONAL IMPRISONMENT SENTENCING


IN BANKING CRIMINAL CASE
An Analysis of Court Decision Number 1554 K/Pid.Sus/2014

Ramiyanto
Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti
Jl. Sultan Muh. Mansyur Kb. Gede 32 Ilir, Palembang 30145
E-mail: ramiyanto90@gmail.com

Naskah diterima: 14 Mei 2016; revisi: 23 November 2016; disetujui: 24 November 2016

ABSTRAK penelitian hukum normatif dan berkesimpulan bahwa


penjatuhan pidana penjara bersyarat dalam kasus
Di Indonesia, tindak pidana perbankan diatur dalam
tersebut dapat dibenarkan dengan alasan demi keadilan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
serta fakta keseimbangan antara tingkat kesalahan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
pelaku dan keadaan yang melingkupinya.
tentang Perbankan. Di dalam undang-undang tersebut
diatur secara tegas mengenai ancaman sanksi berupa Kata kunci: penjatuhan pidana, pidana penjara bersyarat,
pidana bagi pelanggarnya. Pasal 49 ayat (2) huruf b tindak pidana perbankan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah mengatur
ancaman pidana untuk tindak pidana perbankan dengan ABSTRACT
sistem minimum khusus, yaitu paling singkat tiga tahun
Banking Crime in Indonesia is regulated in Law Number
penjara dan denda paling sedikit Rp.5.000.000.000,-
10 of 1998 on the amendment to Law Number 7 of 1992
(lima miliar rupiah). Majelis hakim dalam Putusan
on Banking. The law expressly set the criminal sanctions
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana
for any violation. Article 49 paragraph (2) point b of
penjara bersyarat. Putusan tersebut membatalkan
Law Number 10 of 1998, has been stipulated criminal
putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang (judex facti)
sanctions for banking crime at a special minimum system,
Nomor 437/Pid.Sus/2013 yang menjatuhkan putusan
which is imprisonment a minimum for three years and
bebas (vrijspraak). Majelis hakim dalam Putusan
fine for at least five billion rupiahs. In Decision Number
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 telah menjatuhkan pidana
1554 K/Pid.Sus/2014 concerning banking crime, the
penjara di bawah ancaman minimum, yaitu selama
panel of judges imposes unconditional imprisonment.
enam bulan penjara dengan sistem bersyarat. Menurut
Judex facti of the District Court of Tanjung Karang in the
Pasal 14 ayat (1) KUHP, pidana bersyarat hanya dapat
decision has overturned the Decision Number 437/Pid.
dilakukan apabila majelis hakim menjatuhkan pidana
Sus/2013 which is a judgment of acquittal (vrijspraak).
penjara paling lama satu tahun. Analisis putusan ini
The panel of judges in Decision Number 1554 K/Pid.
berfokus pada pokok pertimbangan majelis hakim dalam
Sus/2014 has dropped the sentence to six-month in prison
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 terkait penjatuhan
term, which is placed under the minimum penalty of a
pidana penjara bersyarat, dilihat dari ketentuan lamanya
criminal sentence. According to Article 14 paragraph
ancaman pidana. Penelitian ini menggunakan metode
(1) of the Criminal Code, conditional sentencing

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 317

Jurnal isi.indd 317 1/6/2017 11:30:22 AM


can only be compelling if a panel of judges dropped resolves that sentencing conditional imprisonment in
a maximum imprisonment of one year. The analysis this case is allowed for the sake of justice, as well as the
focuses on the consideration of the panel of judges in facts, the balance between error level of the accused and
making the Decision Number 1554 K/Pid.Sus/2014 and the circumstances surrounding.
sentencing conditional imprisonment in accordance to
Keywords: sentencing, conditional imprisonment
the criminal sanction and sentencing provisions. This
sentence, banking crime.
analysis employs normative legal research methods and

I. PENDAHULUAN yang disimpan di bank, sehingga merugikan


kepentingan berbagai pihak, baik bank selaku
A. Latar Belakang
badan usaha maupun nasabah selaku penyimpan
Perbankan merupakan lembaga keuangan dana, sistem perbankan, otoritas perbankan,
yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana pemerintah, dan masyarakat (Kustini, 2012: 1).
masyarakat. Perbankan sebagai lembaga keuangan
Saat ini di Indonesia mengenai tindak pidana
memiliki peranan strategis untuk menunjang
perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor
pelaksanaan pembangunan di Indonesia, dalam
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan
Dalam undang-undang tersebut diatur secara
stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf
tegas mengenai ancaman sanksi berupa pidana
hidup rakyat banyak. Oleh karena itu, lembaga
bagi pelanggarnya. Walaupun telah diatur secara
perbankan memiliki peranan penting sebagai
tegas, namun di dalam praktik penjatuhan pidana
penunjang dalam upaya peningkatan taraf hidup
oleh majelis hakim di sidang pengadilan masih
rakyat Indonesia kepada keadaan yang lebih baik.
timbul permasalahan. Permasalahan itu timbul
Hal ini berarti baik atau tidaknya keadaan rakyat
ketika majelis hakim dalam Putusan Nomor 1554
Indonesia dalam kehidupannya juga ditentukan
K/Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana penjara
oleh lembaga perbankan.
bersyarat dalam kasus tindak pidana perbankan
Perkembangan dalam industri perbankan dengan terdakwa FVB dan FS.
dan teknologi informasi, selain berdampak
Terdakwa (FVB dan FS) diperiksa karena
positif dapat juga menimbulkan dampak negatif
selaku pejabat/petugas di PT BRI Cabang
berupa semakin beragamnya tindak pidana
Teluk Betung telah memberikan fasilitas kredit
perbankan. Bank sering dijadikan sebagai sarana
kendaraan bermotor fiktif sebanyak ± 10.795
dan/atau sasaran untuk memperkaya diri sendiri,
debitur kepada PT NPA. Dalam hal ini, terdakwa
keluarga atau kelompok tertentu secara melawan
(FVB dan FS) telah dengan sengaja:
hukum yang dapat dilakukan oleh anggota dewan
komisaris, direksi, pegawai bank, pihak terafiliasi, 1. Tidak melakukan pemeriksaan dokumen
dan/atau pemegang saham baik dilakukan secara yang diserahkan oleh pihak PT NPA;
bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Tindak
2. Tidak melakukan cross check kepada
pidana perbankan melibatkan dana masyarakat
debitur yang sebenarnya;

318 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 318 1/6/2017 11:30:22 AM


3. Menandatangani Instruksi Pencairan Kredit dan FS) tidak mempunyai peranan atas pencairan
dan Nota Pencairan Kredit Kendaraan kredit kendaraan bermotor yang diajukan PT
Bermotor yang ternyata fiktif; serta NPA. Menurut majelis kasasi, terdakwa (FVB
dan FS) mempunyai peranan atas pencarian kredit
4. Mencairkan Kredit Kendaraan Bermotor
kendaraan bermotor dimaksud karena terdakwa
PT NPA terlebih dahulu baru kemudian
selaku pejabat/petugas bank mempunyai tugas
dilakukan penandatanganan/pembuatan
untuk memeriksa kebenaran dan kelengkapan
blanko Instruksi Pencairan Kredit.
berkas pengajuan kredit.
Jaksa penuntut umum menuntut FVB dan
Sesuai dengan pertimbangannya tersebut,
FS kepada Pengadilan Negeri Tanjung Karang
majelis kasasi menyatakan FVB dan FS terbukti
agar keduanya dijatuhi pidana penjara masing-
bersalah melakukan tindak pidana “turut
masing selama tiga tahun dan enam bulan dengan
serta tidak melaksanakan langkah-langkah
perintah para terdakwa ditahan, serta pidana denda
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
masing-masing Rp.5.000.000.000,- (lima miliar
baik terhadap peraturan perundang-undangan
rupiah), subsider tiga bulan kurungan. Tuntutan
perbankan dan peraturan lain yang berkaitan
itu diajukan karena FVB dan FS terbukti bersalah
dengan bank yang dilakukan secara berlanjut.”
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
Kemudian majelis kasasi menjatuhkan sanksi
dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang
kepada FVB dan FS berupa pidana penjara
Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal 55 ayat (1) kesatu
masing-masing enam bulan dan pidana denda
KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pengadilan
masing-masing Rp.5.000.000.000,- (lima miliar
Negeri Tanjung Karang tidak mengabulkan
rupiah). Dasar hukum yang digunakan oleh
tuntutan jaksa dan menjatuhkan putusan bebas
majelis kasasi adalah Pasal 49 ayat (2) huruf b
(vrijspraak) karena terdakwa tidak terbukti
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal
melakukan tindak pidana yang didakwakan jaksa
55 ayat (1) kesatu KUHP jo. Pasal 64 ayat (1)
sebagaimana dicantumkan dalam Putusan Nomor
KUHP. Khusus untuk pidana penjara, majelis
437/Pid.Sus/2013.
kasasi menjatuhkan pidana penjara bersyarat.
Jaksa penuntut umum mengajukan upaya Secara yuridis (de jure), pidana penjara
hukum kasasi dengan dua alasan, yaitu: peraturan bersyarat hanya dapat dilakukan apabila hakim
hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak menjatuhkan pidana penjara paling lama satu
sebagaimana mestinya dan cara mengadili tahun (vide: Pasal 14 ayat (1) KUHP).
tidak dilaksanakan menurut undang-undang.
Dengan merujuk pada ketentuan pidana
Majelis kasasi menerima dan mengabulkan
bersyarat dalam KUHP, ada pihak yang
permintaan kasasi yang diajukan jaksa penuntut
memandang Putusan Nomor 1554 K/Pid.
umum. Selanjutnya majelis kasasi membatalkan
Sus/2014 telah menabrak undang-undang, yaitu
putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang
bertentangan dengan ancaman pidana minimal
(judex facti) dan mengadili sendiri. Di dalam
dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang
pertimbangannya, majelis kasasi menyatakan
Nomor 10 Tahun 1998, karena bagi pelanggarnya
putusan judex facti didasarkan pada pertimbangan
minimal dihukum tiga tahun penjara. Dari
yang salah karena menyatakan terdakwa (FVB
keadaaan tersebut, maka penulis tertarik untuk

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 319

Jurnal isi.indd 319 1/6/2017 11:30:22 AM


melakukan kajian terhadap Putusan Nomor pidananya ditentukan dengan sistem minimum.
1554 K/Pid.Sus/2014 yang menjatuhkan pidana Kemudian penelitian ini diharapkan juga dapat
penjara bersyarat dalam kasus tindak pidana berguna secara praktis, yaitu menjadi pegangan
perbankan yang dilihat dari jumlah atau lamanya dan pedoman bagi aparat penegak hukum pidana
ancaman pidana yang ditentukan dalam Pasal terutama hakim dalam menjatuhkan pidana
49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 penjara bersyarat yang ancamannya ditentukan
Tahun 1998. dengan sistem minimum, khususnya dalam kasus
tindak pidana perbankan.
B. Rumusan Masalah
D. Studi Pustaka
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan
masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Penjatuhan Pidana

1. Bagaimana pertimbangan majelis kasasi Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap


dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi
yang menjatuhkan pidana penjara bersyarat dalam hukum pidana. Hal ini dapat disimak
dalam kasus tindak pidana perbankan? dalam pendapat Sudarto bahwa pemberian pidana
in abstracto adalah menetapkan stelsel sanksi
2. Bagaimana penjatuhan pidana penjara
hukum pidana yang menyangkut pembentuk
bersyarat dalam Putusan Nomor 1554 K/
undang-undang, sedangkan pemberian pidana
Pid.Sus/2014 apabila dilihat dari ketentuan
in concreto menyangkut berbagai badan yang
jumlah atau lamanya ancaman pidana?
kesemuanya mendukung dan melaksanakan
stelsel sanksi hukum pidana itu. Berkaitan dengan
C. Tujuan dan Kegunaan masalah sanksi, Hoefnagles bahkan memberikan
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan arti secara luas, dikatakannya bahwa sanksi dalam
dan menganalisis pertimbangan majelis kasasi hukum pidana adalah semua reaksi terhadap
dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 pelanggaran hukum yang ditentukan undang-
yang menjatuhkan pidana penjara bersyarat undang dimulai dari penahanan tersangka dan
dalam kasus tindak pidana perbankan. Kemudian penuntutan tersangka sampai pada penjatuhan
penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan vonis oleh hakim. Hoefnagles melihat pidana
dan menganalisis penjatuhan pidana penjara sebagai suatu proses waktu yang keseluruhan
bersyarat dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid. proses itu dianggap sebagai suatu pidana
Sus/2014 dilihat dari ketentuan jumlah atau (Prasetyo & Barkatullah, 2012: 83).
lamanya ancaman pidana dalam Undang-Undang Dengan merujuk pada pendapat Sudarto
Nomor 10 Tahun 1998. dan Hoefnagles di atas, Prasetyo berpendapat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan bahwa masalah penetapan sanksi dalam hukum
sebagai referensi yang menunjang ilmu pidana merupakan suatu rangkaian kebijakan
pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan hukum yang berada dalam satu sistem. Sebagai suatu
pidana Indonesia terkait dengan pemidanaan sistem, tidaklah dapat dikatakan bahwa masing-
in concreto (penjatuhan pidana) yang ancaman masing tahap pemberian pidana berdiri sendiri,

320 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 320 1/6/2017 11:30:22 AM


akan tetapi saling terkait bahkan tidak dapat putusannya, dapat menetapkan
dipisahkan sama sekali (Prasetyo, 2013: 79). terdakwa tetap ada dalam tahanan
atau membebaskannya, apabila
Menurut Arief (2012: 4), apabila pengertian
terdapat alasan cukup untuk itu.
“pemidanaan” diartikan secara luas sebagai
suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana Merujuk pada ketentuan Pasal 193 KUHAP
oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa di atas, maka sanksi berupa pidana baru dapat
sistem pemidanaan mencakup keseluruhan dijatuhkan oleh majelis hakim apabila terdakwa
ketentuan perundang-undangan yang mengatur terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang
bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau didakwakan kepadanya. Menurut Pasal 194
dioperasionalisasikan secara konkret sehingga KUHAP, dalam putusan pemidanaan, pengadilan
seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana). juga menetapkan supaya barang bukti yang disita
Ini berarti semua aturan perundang-undangan diserahkan kepada pihak yang paling berhak
mengenai hukum pidana substantif, hukum pidana menerima kembali, yang namanya tercantum
formal, dan hukum pelaksanaan pidana dapat dalam putusan tersebut kecuali apabila menurut
dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan undang-undang barang bukti itu hanya dirampas
fungsional dalam arti luas. Sedangkan dalam untuk kepentingan negara atau dimusnahkan
arti sempit, hanya mencakup aturan/ketentuan atau dirusak sehingga tidak dapat digunakan
hukum pidana materiil (substantif). lagi. Kecuali apabila terdapat alasan yang sah,
pengadilan menetapkan supaya barang bukti
Secara yuridis, penjatuhan pidana
diserahkan segera sesudah sidang selesai. Perintah
(pemidanaan) oleh majelis hakim telah ditentukan
penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
sesuatu syarat apapun kecuali dalam hal putusan
tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Di
pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum
dalam KUHAP, ketentuan mengenai penjatuhan
tetap.
pidana (pemidanaan) oleh hakim dicantumkan
dalam Pasal 193 yang rumusannya:
2. Pidana Bersyarat
1. Jika pengadilan berpendapat bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak Pidana bersyarat (veroorwaardelijke
pidana yang didakwakan kepadanya, maka veroordeling) sering juga disebut dengan
pengadilan menjatuhkan pidana. beberapa istilah, yaitu pidana dengan bersyarat,
pidana (hukuman) percobaan, pidana (hukuman)
2. a. Pengadilan dalam menjatuhkan dengan perjanjian, pidana (hukuman) dengan
putusan, jika terdakwa tidak ditahan, janggelan. Pidana bersyarat adalah salah satu
dapat memerintahkan supaya alternatif dari pemidanaan yang pertama kali
terdakwa tersebut ditahan, apabila diperkenalkan di Inggris (Duff dalam Hiariej,
dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan 2014: 405). Di Indonesia, pidana bersyarat untuk
terdapat alasan cukup untuk itu. pertama kalinya diterapkan pada tahun 1926 yang
dituangkan dalam Stb. 1926 Nomor 251 jo. 486,
b. Dalam hal terdakwa ditahan,
namun baru sejak 1 Januari 1927 dimasukkan
pengadilan dalam menjatuhkan

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 321

Jurnal isi.indd 321 1/6/2017 11:30:22 AM


ke dalam KUHP (Setiady, 2010: 112). Saat ini, Dilihat dari namanya, yaitu pidana
aturan tentang pidana bersyarat dicantumkan bersyarat, ada syarat-syarat yang ditetapkan
dalam Pasal 14 sampai dengan 14f KUHP. dalam putusan hakim (putusan pengadilan: pen),
yang harus ditaati oleh terpidana untuk dapatnya
Menurut Muladi, pidana bersyarat adalah
ia dibebaskan dari pelaksanaan pidana. Syarat-
suatu pidana di mana si terpidana tidak usah
syarat itu dibedakan antara syarat umum dan
menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana
syarat khusus. Syarat umum bersifat imperatif,
selama masa percobaan terpidana telah melanggar
artinya bila hakim menjatuhkan pidana dengan
syarat-syarat umum atau khusus yang telah
bersyarat, dalam putusannya itu harus ditetapkan
ditentukan oleh pengadilan. Pidana bersyarat
syarat umum, sedangkan syarat khusus bersifat
merupakan penundaan pelaksanaan pidana.
fakultatif (tidak menjadi keharusan untuk
Pidana bersyarat bukan merupakan pidana
ditetapkan) (Chazawi, 2010: 60).
pokok melainkan merupakan cara penerapan
pidana sebagaimana pidana yang tidak bersyarat Dalam syarat umum, harus ditetapkan oleh
(Setiady, 2010: 113). Secara filosofi, pidana hakim bahwa dalam tenggang waktu tertentu
bersyarat merupakan bentuk alternatif dari pidana (masa percobaan) terpidana tidak boleh melakukan
perampasan kemerdekaan atau sebagai salah tindak pidana (Pasal 14C ayat (1)). Sementara
satu bentuk “non-custodial measures,” dan juga dalam syarat khusus, hakim boleh menentukan
sebagai salah satu bentuk “strafmodus” (Arief, hal-hal (Chazawi, 2010: 60) sebagai berikut:
2011: 16).
1. Penggantian kerugian akibat yang
Walaupun sering disebut pidana bersyarat, ditimbulkan oleh dilakukannya tindak
tetapi sesungguhnya bukan salah satu dari pidana baik seluruhnya maupun sebagian
jenis pidana karena tidak disebut dalam Pasal yang harus dibayar dalam tenggang waktu
10 KUHP. Pidana bersyarat merupakan suatu yang ditetapkan oleh hakim yang lebih
sistem penjatuhan pidana tertentu (penjatuhan pendek dari masa percobaan (Pasal 14 ayat
kurungan, denda) di mana ditetapkan dalam amar (1)).
putusan bahwa pidana yang dijatuhkan tidak
2. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana penjara
perlu dijalankan dengan pembebanan syarat-
lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan
syarat tertentu, maka sebaiknya digunakan
atas pelanggaran Pasal 492 (mabuk di tempat
istilah pidana dengan bersyarat. Pidana bersyarat
umum), Pasal 504 (pengemisan), Pasal 505
merupakan suatu sistem/model penjatuhan pidana
(pergelandangan), Pasal 506 (mucikari),
oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan
Pasal 536 (mabuk di jalan umum), hakim
pada syarat-syarat tertentu. Artinya, pidana yang
dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang
dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu
berhubungan dengan kelakuan terpidana
dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat
(Pasal 14A ayat (2)). Syarat-syarat khusus itu
yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana
tidak diperkenankan sepanjang melanggar
dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang
atau mengurangi hak-hak terpidana dalam
ditetapkan tidak ditaatinya atau dilanggarnya
berpolitik (kenegaraan) dan menjalankan
(Chazawi, 2010: 54).
agamanya (Pasal 14A ayat (5)).

322 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 322 1/6/2017 11:30:22 AM


3. Tindak Pidana Perbankan b. Tindak pidana yang dilakukan dalam
menjalankan fungsi dan usahanya
Tindak pidana perbankan merupakan
sebagai bank berdasarkan Undang-
gabungan dari dua istilah, yaitu “tindak pidana”
Undang Perbankan.
dan “perbankan.” Istilah tindak pidana dipakai
sebagai pengganti istilah “strafbaar feit,” yaitu 2. Tindak pidana di bidang perbankan adalah:
perbuatan yang dapat dipidana (Sudarto, 2013: 63-
a. Segala jenis perbuatan melanggar
64). Kemudian yang dimaksud dengan perbankan
hukum yang berhubungan dengan
adalah segala seuatu yang menyangkut tentang
kegiatan dalam menjalankan usaha
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
bank, baik bank sebagai sasaran
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
maupun sebagai sarana.
usahanya (vide: Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998). Jadi, tindak pidana b. Tindak pidana yang tidak hanya
perbankan merupakan perbuatan yang berkaitan mencakup pelanggaran terhadap
dengan segala sesuatu yang menyangkut tentang Undang-Undang Perbankan saja,
bank (kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan melainkan mencakup pula tindak
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya) pidana penipuan, penggelapan,
yang dapat dipidana. pemalsuan, dan tindak pidana lain
sepanjang berkaitan dengan lembaga
Badan Pembinaan Hukum Nasional
perbankan.
(BPHN) menyatakan bahwa pemakaian istilah
tindak pidana perbankan dan tindak pidana di Menurut Indriyanto Seno Adji dalam
bidang perbankan belum ada kesamaan pendapat. pengertian sempit, tindak pidana perbankan hanya
Apabila ditinjau dari segi yuridis tidak ada satupun terbatas kepada perbuatan yang dikategorikan
peraturan perundang-undangan yang memberikan sebagai perbuatan pidana menurut Undang-
pengertian tentang tindak pidana perbankan dengan Undang Perbankan. Sementara dalam pengertian
tindak pidana di bidang perbankan (Kustini, 2012: luas, tindak pidana perbankan tidak terbatas
2). Dalam hal ini, BPHN memberikan pengertian hanya kepada yang diatur oleh Undang-Undang
yang berbeda untuk kedua tindak pidana tersebut Perbankan, namun mencakup pula perbuatan-
(Kustini, 2012: 2) sebagai berikut: perbuatan yang dirumuskan dalam perbuatan
pidana yang mengganggu sektor ekonomi secara
1. Tindak pidana perbankan adalah:
luas, yang juga meliputi kejahatan pasar modal
a. Setiap perbuatan yang melanggar (capital market crime), kejahatan komputer
peraturan perundang-undangan (computer crime), baik dengan itu timbul akibat
sebagaimana diatur dalam Undang- kerugian pada perusahaan swasta maupun
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang pemerintah dan BUMN, fiskal dan bea cukai
Perbankan sebagaimana telah diubah (custom crime) (Kustini, 2012: 3).
dengan Undang-Undang Nomor
Secara yuridis, tindak pidana di bidang
10 Tahun 1998 (Undang-Undang
perbankan termasuk ke dalam tindak pidana
Perbankan).
administratif (administrative offences) atau

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 323

Jurnal isi.indd 323 1/6/2017 11:30:22 AM


tindak pidana yang mengganggu kesejahteraan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40
masyarakat (public welfare offences) (Jaya, 2008: (Pasal 47 ayat (2)).
190). Dalam konotasi politik, tindak pidana
4. Anggota dewan komisaris, direksi,
perbankan dapat disebut dengan istilah white
pegawai bank yang dengan sengaja tidak
collar crime karena dapat digolongkan dalam
memberikan keterangan yang wajib
tindak pidana ekonomi dalam arti luas atau
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
economic crime. Dalam pengertian sosial disebut
Pasal 42A dan 44 (Pasal 47A).
socio economic crime (Jaya, 2008: 194-195).
Tindak pidana perbankan diatur dalam Bab VIII 5. Anggota dewan komisaris, direksi, atau
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu: pegawai bank yang dengan sengaja tidak
Pasal 46, 47, 47A, 48, 49, 50, dan 50A. memberikan keterangan yang wajib
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
Tindak pidana perbankan dalam undang-
Pasal 30 ayat (1) dan (2) dan Pasal 34 ayat
undang itu dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
(1) dan (2) (Pasal 48 ayat (1)).
kejahatan dan pelanggaran. Tindak pidana yang
termasuk ke dalam jenis kejahatan adalah yang 6. Anggota dewan komisaris, direksi, atau
ditentukan dalam Pasal 46, 47, 47A, 48 ayat (1), 49, pegawai bank yang lalai tidak memberikan
50, dan 50A (vide: Pasal 51 ayat (1)). Kemudian keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran adalah dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2)
tindak pidana yang ditentukan dalam Pasal 48 dan Pasal 34 ayat (1) dan (2) (Pasal 48 ayat
(vide: Pasal 51 ayat (2)). (2)).

Memperhatikan rumusan pasal-pasal dalam 7. Anggota dewan komisaris, direksi, atau


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut di pegawai bank yang dengan sengaja (Pasal
atas, maka tindak pidana perbankan dapat dirinci 49 ayat (1)):
sebagai berikut:
a. Membuat atau menyebabkan adanya
1. Barang siapa menghimpun dana dari pencatatan palsu dalam pembukuan
masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa atau dalam laporan, maupun dalam
izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia dokumen atau laporan kegiatan usaha,
(Pasal 46 ayat (1)). laporan transaksi atau rekening suatu
bank;
2. Barang siapa tanpa membawa perintah
tertulis atau izin dari pimpinan Bank b. Menghilangkan atau tidak
Indonesia dengan sengaja memaksa bank memasukkan atau menyebabkan
atau pihak terafiliasi untuk memberikan tidak dilakukannya pencatatan dalam
keterangan sebagaimana dimaksud dalam pembukuan atau dalam laporan,
Pasal 40 (Pasal 47 ayat (1)). maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau
3. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai
rekening suatu bank;
bank atau pihak terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan c. Mengubah, mengaburkan,

324 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 324 1/6/2017 11:30:23 AM


menyembunyikan, menghapus, 9. Pihak terafiliasi yang dengan sengaja
atau menghilangkan adanya suatu tidak melaksanakan langkah-langkah yang
pencatatan dalam pembukuan atau diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
dalam laporan, maupun dalam terhadap ketentuan dalam undang-undang
dokumen atau laporan kegiatan usaha, ini dan peraturan perundang-undangan
laporan transaksi atau rekening suatu lainnya yang berlaku bagi bank (Pasal 50).
bank, atau dengan sengaja mengubah,
10. Pemegang saham yang dengan sengaja
mengaburkan, menghilangkan,
menyuruh dewan komisaris, direksi, atau
menyembunyikan atau merusak
pegawai bank untuk melakukan atau tidak
catatan pembukuan tersebut.
melakukan tindakan yang mengakibatkan
8. Anggota dewan komisaris, direksi atau bank tidak melaksanakan langkah-langkah
pegawai bank yang dengan sengaja (Pasal yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
49 ayat (2)): bank terhadap ketentuan dalam undang-
undang ini dan ketentuan perundang-
a. Meminta atau menerima, mengizinkan
undangan lainnya yang berlaku bagi bank
atau menyetujui untuk menerima suatu
(Pasal 50A).
imbalan, komisi, uang tambahan,
pelayanan, uang atau barang berharga,
untuk keuntungan pribadinya atau II. METODE
untuk keuntungan keluarganya, dalam Penelitian ini menggunakan metode
rangka mendapatkan atau berusaha penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian
mendapatkan bagi orang lain dalam terhadap hukum positif (Soekanto & Mamudji,
memperoleh uang muka, bank 2011: 13). Dalam penelitian ini yang diteliti
garansi, atau fasilitas kredit dari bank, adalah asas-asas atau prinsip hukum mengenai
atau dalam rangka pembelian atau penjatuhan pidana penjara bersyarat dan dikaitkan
pendiskontoan oleh bank atas surat- dengan jumlah atau lamanya ancaman pidana
surat wesel, surat promes, cek, dan (strafmaat) yang ditentukan dalam hukum positif.
kertas dagang atau bukti kewajiban
lainnya, ataupun dalam rangka Penelitian difokuskan pada Putusan Nomor
memberikan persetujuan bagi orang 1554 K/Pid.Sus/2014 karena telah menjatuhkan
lain untuk melaksanakan penarikan pidana penjara di bawah ancaman minimum
dana yang melebihi batas kreditnya yang ditentukan hukum positif (undang-undang)
pada bank; dengan sistem bersyarat. Pendekatan yang
digunakan yaitu: pendekatan undang-undang
b. Tidak melaksanakan langkah-langkah (statue approach), pendekatan konseptual
yang diperlukan untuk memastikan (conceptual approach), dan pendekatan kasus
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam (case approach). Jenis data yang digunakan
undang-undang ini dan ketentuan adalah data sekunder yaitu data yang berasal dari
peraturan perundang-undangan lainnya bahan pustaka.
yang berlaku bagi bank.

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 325

Jurnal isi.indd 325 1/6/2017 11:30:23 AM


Data sekunder dalam penelitian ini berasal dapat disebut dengan “putusan pengadilan.”
dari tiga sumber, yaitu: Pertama, bahan hukum Menurut Pasal 1 angka 11 KUHAP, putusan
primer yang meliputi: UUD NRI 1945, KUUHP, pengadilan adalah pernyataan hakim yang
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menurut cara yang diatur dalam undang-undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang ini (KUHAP: pen). Sesuai dengan ketentuan
Hukum Acara Pidana, dan Putusan Pengadilan itu, maka putusan pengadilan adalah pernyataan
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014. Kedua, bahan hakim yang diucapkan di sidang pengadilan
hukum sekunder yang meliputi: literatur-literatur yang terbuka untuk umum. Pasal 195 KUHAP
berupa kajian para pakar hukum, dan lainnya menentukan bahwa semua putusan pengadilan
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
ini. Ketiga, bahan hukum tersier yang berupa apabila diucapkan di sidang terbuka untuk
ensiklopedia dan kamus-kamus. umum. Jadi, setiap putusan pengadilan dalam
perkara pidana harus (wajib) diucapkan di sidang
Data sekunder tersebut dikumpulkan
terbuka untuk umum. Putusan pengadilan yang
dengan teknik studi kepustakaan, yang kemudian
tidak diucapkan di sidang terbuka untuk umum
diolah dan dianalisis dengan pendekatan
oleh hakim, maka statusnya tidak sah dan tidak
kualitatif. Metode yang digunakan dalam
mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak
melakukan analisis adalah penafsiran hukum dan
dapat dilaksanakan.
konstruksi hukum. Setelah dianalisis selanjutnya
dilakukan penarikan kesimpulan dengan logika Dalam konteks sistem peradilan di Indonesia,
berfikir deduktif, yaitu berangkat dari pernyataan Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara
yang bersifat umum diterapkan pada kasus tertinggi yang membawahi empat lingkungan
konkret. Dalam hal ini diuraikan hal-hal yang peradilan (umum, agama, militer, dan tata usaha
bersifat umum yang digunakan untuk menjawab negara). Oleh karena itu, putusan yang diterbitkan
permasalahan penjatuhan pidana penjara oleh majelis kasasi yang memeriksa perkara
bersyarat dalam kasus tindak pidana perbankan. pidana dapat juga disebut dengan “putusan
pengadilan.” Putusan pengadilan dalam perkara
III. HASIL DAN PEMBAHASAN pidana berupa pemidanaan (verordeling), bebas
(vrijspraak), dan lepas dari segala tuntutan hukum
A. Pertimbangan Majelis Kasasi dalam (ontslag van rechtsvervolging). Ketiga jenis
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 putusan pengadilan itu dikategorikan sebagai
yang Menjatuhkan Pidana Penjara putusan akhir (eend vonnis). Dalam pembahasan
Bersyarat dalam Kasus Tindak Pidana ini, putusan pengadilan yang diterbitkan oleh
Perbankan majelis kasasi berupa pemidanaan (veroordeling),
Secara yuridis, putusan yang diucapkan yaitu suatu putusan pengadilan yang amar
oleh hakim di persidangan setelah proses putusannya menjatuhkan sanksi berupa pidana
pemeriksaan perkara pidana dinyatakan selesai kepada terdakwa.

326 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 326 1/6/2017 11:30:23 AM


Menurut Mertokusumo, suatu putusan mempertimbangkan bahwa dikabulkannya
hakim (pengadilan: pen) pada pokoknya terdiri kredit kendaraan bermotor dari PT NPA
dari empat bagian, yaitu: kepala putusan, identitas kepada BRI Cabang Teluk Betung bukan
para pihak, pertimbangan, dan amar (Wijayanta & atas kebijakan/peranan terdakwa I FVB
Firmansyah, 2011: 31). Jadi, salah satu bagian dari selaku Pejabat Administrasi Kredit dan
putusan pengadilan adalah pertimbangan hakim terdakwa II FS selaku Pejabat Supervisor
yang memuat alasan-alasan dan dasar bagi hakim Administrasi Kredit, melainkan realisasinya
dalam menjatuhkan amar putusan. Pertimbangan pencairan kredit atas peranan/kebijakan
hakim terdiri atas pertimbangan tentang duduk Pejabat Account Officer Pemutus (AVI) dan
perkaranya (feitelijke gronden) dan pertimbangan Pejabat Account Officer Pemrakarsa (ARW
tentang hukumnya (rechts gronden). Dengan dan AB), karena terdakwa I dan II tidak
demikian, pertimbangan majelis kasasi dalam mempunyai peranan yang menentukan
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 juga terdiri dalam pencairan kredit tersebut. Peran
atas pertimbangan tentang duduk perkaranya dan terdakwa tidak mempunyai kewenangan
pertimbangan tentang hukumnya. untuk menentukan apakah kredit itu dapat
dicairkan apa tidak;
Berkaitan dengan pembahasan ini,
pertimbangan majelis kasasi dalam Putusan 4. Bahwa pertimbangan hukum tersebut
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 adalah sebagai adalah tidak dapat dibenarkan dengan
berikut: pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa alasan-alasan permohonan kasasi 1. Bahwa sebagaimana telah diuraikan


pemohon kasasi/jaksa penuntut umum dalam pertimbangan putusan judex
dapat dibenarkan karena judex facti salah facti telah didapat fakta-fakta yang
menerapkan hukum dalam mengadili relevan sesuai bukti yang diajukan
terdakwa; dalam persidangan sebagai berikut:

2. Bahwa putusan judex facti/Pengadilan a. Bahwa tugas terdakwa I dan


Negeri Tanjung Karang Nomor 437/Pid. II selaku Pejabat Administrasi
Sus/2013/PN.TK tanggal 9 September Kredit dan Supervisor
2013 yang menyatakan terdakwa I FVB Administrasi Kredit adalah
dan terdakwa II FS tidak terbukti secara memeriksa kelengkapan dan
sah dan meyakinkan bersalah melakukan kebenaran berkas permohonan
tindak pidana sebagaimana dakwaan kredit dari PT NPA terdiri
kesatu, kedua, dan ketiga penuntut umum dari data-data nasabah/calon
dan oleh karenanya kepada terdakwa I dan debitur antara lain: foto calon
II dibebaskan dari segala dakwaan adalah nasabah; foto copy KTP suami/
didasarkan pada pertimbangan hukum yang dan isteri; Kartu Keluarga;
salah; Surat Keterangan Penghasilan;
Surat Keterangan Usaha;
3.. Bahwa dasar pertimbangan hukum
Surat Pengakuan Hutang;
judex facti yang pada pokoknya

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 327

Jurnal isi.indd 327 1/6/2017 11:30:23 AM


Laporan Kunjungan Nasabah; mencairkan kredit tersebut dengan
Memorandum Analisis Kredit; mengaktifkan rekening nasabah;
Instruksi pencairan kredit;
3. Bahwa perbuatan-perbuatan terdakwa
Surat Jaminan Fiducia; Surat
I dan II tersebut tidak dapat dibenarkan
permohonhan kredit, dan lain-
oleh peraturan perbankan yang berlaku
lain.
atau tidak sesuai standar operasional
b. Bahwa setelah berkas-berkas hal ini sesuai dengan keterangan ahli
tersebut lengkap/benar setelah dalam persidangan, maupun pejabat
diperiksa kemudian diserahkan auditor dari BRI Pusat.
kepada Account Officer
5. Bahwa atas perbuatan terdakwa I dan II
Pemrakarsa, setelah diperiksa
tersebut dari dakwaan penuntut umum yang
dengan melihat kemampuan
berbentuk alternatif tersebut perbuatan
bayar dan lain-lain, baru
terdakwa memenuhi unsur-unsur dari
diserahkan kepada Account
dakwaan alternatif ke-3 melanggar Pasal
Officer Pemutus, selanjutnya
49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
dalam hal permohonan tersebut
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
ada jaminan fiducia dan lain-
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
lain perlu ditandatangani
tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1)
oleh pimpinan Cabang baik
ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Instruksi Pencairan Kredit.
Karena perbuatan terdakwa I dan II tersebut
2. Bahwa menurut fakta-fakta dilakukan bersama-sama dengan orang
berkas permohonan kredit yang lain, yaitu AVI selaku Account Officer
seharusnya diteliti kelengkapan Pemutus dan DW selaku Pimpinan Cabang
dan kebenarannya oleh terdakwa BRI serta perbuatan tersebut dilakukan
I dan II terdapat kekurangan atau secara berlanjut;
ketidakcocokan antara lain: KTP
6. Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan
dan Kartu Keluarga, serta pada saat
pidana, Mahkamah Agung akan
berkas permohonan kredit turun dari
mempertimbangkan hal-hal yang
Pejabat Account Officer Pemutus dan
memberatkan dan yang meringankan;
Pemrakarsa masih ada berkas yang
belum ditandatangani oleh Account 1. Hal-hal yang memberatkan:
Officer Pemutus serta terdapat Surat
a. Perbuatan para terdakwa dapat
Jaminan Fiducia serta Instruksi
menurunkan kepercayaan
Pencairan Kredit yang belum
masyarakat kepada bank
ditandatangani Kepala Cabang BRI
khususnya BRI Teluk Betung;
sebagai persyaratan pencairan kredit,
akan tetapi meski ada berkas-berkas 2. Hal-hal yang meringankan:
yang belum ditandatangani yang
berwenang, terdakwa I dan II tetap a. Bahwa kredit fiktif tersebut

328 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 328 1/6/2017 11:30:23 AM


telah dilunasi oleh PT NPA syarat pengajuan kredit PT NPA, seperti KTP dan
selaku avalis atau penjamin; Kartu Keluarga.

b. Para terdakwa bersikap sopan Kemudian dengan pertimbangannya


dan belum pernah dihukum. tersebut, majelis kasasi menyatakan terdakwa
(FVB dan FS) terbukti bersalah melakukan
Dengan demikian dapatlah dipahami
tindak pidana “turut serta tidak melaksanakan
bahwa alasan yang digunakan oleh majelis kasasi
langkah-langkah yang diperlukan untuk
menerima kasasi jaksa penuntut umum karena
memastikan ketaatan baik terhadap peraturan
Pengadilan Negeri Tanjung Karang (judex facti)
perundang-undangan perbankan dan peraturan
telah salah dalam menerapkan hukum. Majelis
lain yang terkait dengan bank yang dilakukan
kasasi berpendapat bahwa putusan Pengadilan
secara berlanjut.” Perbuatan terdakwa (FVB dan
Negeri Tanjung Karang didasarkan pada
FS) melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf b Undnag-
pertimbangan yang salah. Menurut majelis kasasi,
Undang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Pasal 55 ayat
dalam pertimbangan putusan judex facti terdapat
(1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Oleh
fakta-fakta yang relevan sesuai dengan bukti yang
karena itu, masing-masing terdakwa dijatuhi
diajukan di persidangan. Dengan mendasarkan
sanksi berupa pidana penjara selama enam bulan
pada fakta-fakta yang relevan itu, majelis kasasi
dan pidana denda sebanyak Rp.5.000.000.000,-
dalam pertimbangannya menyatakan bahwa
(lima miliar rupiah).
perbuatan terdakwa (FVB dan FS) tidak dapat
dibenarkan oleh peraturan perbankan atau tidak Secara teoritis, penjatuhan atau pemberian
sesuai dengan standar operasional prosedur. sanksi berupa pidana oleh majelis kasasi kepada
terdakwa dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.
Perbuatan terdakwa (FVB dan FS) yang
Sus/2014 dapat disebut dengan pemidanaan in
tidak dibenarkan oleh peraturan perbankan atau
concreto. Menurut Sudarto (2013: 85), syarat
tidak sesuai dengan standar operasional prosedur
pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan
berarti dalam menjalankan kegiatan usaha
pidana adalah adanya perbuatan (manusia) yang
perbankan, terdakwa tidak menggunakan prinsip
memenuhi rumusan delik (tindak pidana: pen)
kehati-hatian. Pasal 2 Undang-Undang Nomor
dalam undang-undang. Hal ini adalah konsekuensi
10 Tahun 1998 dengan tegas menentukan bahwa
dari asas legalitas. Rumusan delik (tindak pidana)
perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
ini penting artinya sebagai prinsip kepastian.
berasaskan demokrasi dengan menggunakan
Undang-undang pidana sifatnya harus pasti. Di
prinsip kehati-hatian. Sesuai dengan prinsip itu,
dalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa
maka terdakwa (FVB dan FS) selaku pejabat/
yang dilarang atau apa yang diperintahkan.
petugas bank (PT BRI cabang Teluk Betung)
seharusnya secara hati-hati dalam menjalankan Apabila dikaitkan dengan Putusan Nomor
tugasnya, yaitu memeriksa kebenaran dan 1554 K/Pid.Sus/2014, maka majelis kasasi
kelengkapan berkas pengajuan kredit kendaraan menjatuhkan pidana kepada terdakwa (FVB
bermotor oleh PT NPA. Ketidak hati-hatian dan FS) karena perbuatannya telah memenuhi
terdakwa (FVB dan FS) ditunjukkan pada fakta rumusan tindak pidana yang ditentukan
masih adanya kekurangan atau ketidakcocokan dalam undang-undang yang mengatur tentang

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 329

Jurnal isi.indd 329 1/6/2017 11:30:23 AM


perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun perbuatan atau tindakan yang dilarang. Artinya,
1998) dan dihubungkan dengan ketentuan KUHP. tindak pidana yang dimaksud dalam ketentuan
Perbuatan terdakwa yang memenuhi rumusan tersebut ditentukan dengan merumuskan
tindak pidana (perbuatan yang dilarang) dalam perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dapat yang dilarang atau tidak boleh dilakukan.
dikategorikan sebagai tindak pidana perbankan.
Selanjutnya, ancaman pidana yang
Hal ini berarti majelis kasasi telah mengikuti
dicantumkan dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b
prinsip atau asas legalitas yang dianut oleh
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, terdiri
hukum pidana positif (vide: Pasal 1 KUHP).
dari pidana penjara dan pidana denda. Ancaman
Ketentuan yang dilanggar oleh terdakwa pidana itu dirumuskan secara kumulatif yang
(FVB dan FS) adalah Pasal 49 ayat (2) huruf b ditandai dengan kata penghubung “dan.”
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang Konsekuensi dari rumusan tersebut adalah hakim
rumusannya: “Anggota Dewan Komisaris, harus menjatuhkan pidana penjara dan pidana
Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja denda secara besamaan, tidak boleh terpisah.
tidak melaksanakan langkah-langkah yang
Dalam hal ini, majelis kasasi telah
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
menjatuhkan pidana penjara dan pidana denda
terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan
secara bersamaan kepada terdakwa (FVB dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
FS). Apabila dilihat dari jumlah atau lamanya
yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
ancaman pidana yang ditentukan, maka Pasal
penjara sekurang-kurangnya tiga tahun dan
49 ayat (2) huruf b menganut sistem minimum
paling lama delapan tahun serta denda sekurang-
khusus karena telah ditentukan ancaman pidana
kurangnya Rp.5.000.000.000,- (lima miliar
minimum bagi pelaku yang melanggar ketentuan
rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,-
tersebut, yaitu untuk pidana penjara paling
(seratus miliar rupiah).”
singkat tiga tahun dan pidana denda paling sedikit
Tindak pidana perbankan yang diatur dalam Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
Dengan dasar hukum Pasal 49 ayat (2)
10 Tahun 1998 termasuk ke dalam kategori
huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
kejahatan (vide: Pasal 51 ayat (1)). Kemudian
maka majelis kasasi dalam Putusan Nomor
apabila memperhatikan rumusannya, maka dapat
1554 K/Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana
dikategorikan sebagai tindak pidana formil. Delik
penjara selama enam bulan dan denda sebanyak
(tindak pidana: pen) formil adalah delik yang
Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). Apabila
perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan
dikaitkan dengan ancaman pidana penjaranya,
yang dilarang (Sudarto, 2013: 96) atau delik
maka majelis kasasi telah menjatuhkan di
yang menitikberatkan pada tindakan (Hiariej,
bawah ancaman minimum. Ancaman pidana
2014: 103). Jadi, tindak pidana perbankan yang
minimumnya adalah tiga tahun penjara,
dicantumkan dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b
sedangkan majelis kasasi menjatuhkan pidana
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 termasuk
penjara selama enam bulan. Majelis kasasi
ke dalam jenis kejahatan dan tindak pidana
dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014
formil karena rumusannya dititikberatkan pada

330 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 330 1/6/2017 11:30:23 AM


telah menjatuhkan pidana penjara dengan sistem oleh PT NPA selaku avalis atau penjamin dan
bersyarat. Hal itu dapat dilihat dari salah satu para terdakwa bersikap sopan dan belum pernah
amar putusannya yang berbunyi “Memerintahkan dihukum. Dengan pertimbangan tersebut, maka
pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika di majelis kasasi dalam Putusan Nomor 1554 K/
kemudian hari dengan putusan hakim diberikan Pid.Sus/2014 menjatuhkan pidana penjara lebih
perintah lain atas alasan, terpidana sebelum ringan dari ancaman yang ditentukan dalam Pasal
waktu percobaan selama satu tahun berakhir 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10
telah bersalah melakukan sesuatu tindak pidana.” Tahun 1998 kepada terdakwa.
Amar putusan tersebut merupakan syarat umum
dalam pidana bersyarat sebagaimana ditentukan B. Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat
dalam Pasal 14A ayat (1) KUHP. dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.
Sus/2014 Apabila Dilihat dari Ketentuan
Pertanyaannya adalah “Apakah
Jumlah atau Lamanya Ancaman Pidana
pertimbangan majelis kasasi dalam Putusan
Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang menjatuhkan Di sub bahasan sebelumnya telah dijelaskan
pidana penjara bersyarat kepada terdakwa (FVB bahwa majelis kasasi telah menjatuhkan pidana
dan FS)?” Apabila melihat seluruh pertimbangan penjara bersyarat dalam kasus tindak pidana
majelis kasasi yang telah dipaparkan di atas, maka perbankan. Pidana penjara bersyarat merupakan
tidak ditemui satupun pertimbangan mengenai sistem/model pelaksanaan pidana penjara yang
penjatuhan pidana penjara bersyaratnya. dijalani oleh terpidana. Dalam hal ini, terpidana
Walaupun demikian, apabila dilihat dari amar tidak menjalani pidana penjara yang dijatuhkan
putusannya, maka majelis kasasi menjatuhkan oleh majelis hakim di dalam penjara dengan
pidana penjara bersyarat karena sesuai dengan syarat tidak melakukan suatu tindak pidana
Pasal 14A KUHP penjatuhan pidana penjara selama masa percobaan satu tahun. Apabila dalam
bersyarat dapat dilakukan apabila hakim masa percobaan terpidana melakukan suatu
menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun. tindak pidana, maka terpidana harus menjalani
Dalam hal ini, majelis kasasi telah menjatuhkan pidana penjara melalui putusan pengadilan.
pidana penjara di bawah satu tahun, yaitu selama Ketentuan yang digunakan majelis kasasi dalam
enam bulan, sehingga majelis hakim dapat menjatuhkan pidana penjara adalah Pasal 49 ayat
menjatuhkan pidana penjara bersyarat. (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998.
Majelis kasasi dalam Putusan Nomor
1554 K/Pid.Sus/2014 telah menjatuhkan pidana Ancaman pidana penjara yang ditentukan
penjara di bawah ancaman pidana minimum tiga dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang
tahun penjara, yaitu selama enam bulan penjara. Nomor 10 Tahun 1998 dirumuskan dengan sistem
Hal itu berarti pidana penjara yang dijatuhkan minimum khusus, yaitu paling singkat tiga tahun
oleh majelis kasasi lebih ringan dibanding penjara. Dengan ancaman minimum tersebut,
dengan ancamannya. Penjatuhan pidana yang maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan oleh
lebih ringan itu didasarkan pada pertimbangan majelis hakim paling sedikit tiga tahun penjara.
hal-hal yang meringankan, yaitu kredit fiktif yang Pertanyaannya adalah “Apakah majelis hakim
dilakukan terdakwa (FVB dan FS) telah dilunasi

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 331

Jurnal isi.indd 331 1/6/2017 11:30:23 AM


dapat menjatuhkan pidana penjara bersyarat yang ditentukan, seperti dalam kasus tindak
terhadap terdakwa dalam kasus tindak pidana pidana perbankan yang menjadi objek bahasan
perbankan?” Karena seperti diketahui bahwa ini. Mengenai kenyataan praktik tersebut pernah
hakim untuk dapat melakukan pidana penjara dibahas dalam Rakernas Mahkamah Agung
bersyarat apabila pidana penjara yang dijatuhkan dengan para Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua
selama satu tahun (vide: Pasal 14A ayat (1) Pengadilan Negeri tertentu seluruh Indonesia di
KUHP). Apabila jumlah atau lamanya ancaman Bandung tanggal 14-19 September 2003 yang
pidana (straf maat) yang ditentukan dalam Pasal ternyata juga menimbulkan perbedaan pendapat
49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor (Arief, 2014: 81-82) sebagai berikut:
10 Tahun 1998 dikaitkan dengan ketentuan
1. Kelompok pertama, hakim tidak boleh
pidana penjara bersyarat, maka pertanyaan
menjatuhkan pidana di bawah batas
selanjutnya adalah “Apakah majelis hakim dapat
minimum ancaman pidana menurut
menjatuhkan pidana penjara di bawah ancaman
undang-undang berdasarkan argumentasi
pidana minimum yang telah ditentukan sehingga
adanya asas legalitas dan demi kepastian
dapat menerapkan pidana penjara bersyarat?”
hukum;
Sistem minimum khusus merupakan hal
2. Kelompok kedua, hakim dapat menjatuhkan
baru karena tidak dikenal dalam KUHP sebagai
pidana di bawah minimum ancaman pidana
hukum pidana induk yang berlaku di Indonesia.
yang ditentukan undang-undang berdasarkan
Menurut Arief (2014: 182), perlunya minimal
asas keadilan dan fakta keseimbangan
(minimum) khusus dapat dirasakan dari keresahan
antara tingkat kesalahan pelaku berikut
atau kekurangpuasan warga masyarakat terhadap
keadaan yang melingkupinya.
pidana penjara yang selama ini dijatuhkan dalam
praktik, terutama pidana yang tidak jauh berbeda Dengan tidak adanya aturan pemidanaan
antara pelaku tindak pidana kelas kakap dan kelas atau penerapan sistem minimal (minimum),
teri. Lebih lanjut Arief (2014: 94) mengemukakan dapat menimbulkan ketidakjelasan dan bahkan
bahwa pada prinsipnya pidana minimal khusus dapat timbul salah pengertian tentang apa yang
merupakan suatu perkecualian, yaitu untuk delik- dimaksud pembuat (pembentuk: pen) undang-
delik tertentu yang dipandang sangat merugikan, undang dengan pencantuman pidana minimal
membahayakan atau meresahkan masyarakat dan dalam suatu perumusan delik (tindak pidana: pen).
delik-delik yang dikualifisir atau diperberat oleh Apakah berarti menganut model fixed sentence:
akibatnya (erfolgsqualifizierte delikte). MMS (Mandatory Minimum Sentence) -pidana
minimal wajib yang bersifat absolut/imperatif
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
atau menganut unfixed sentence yang bersifat
yang merumuskan ancaman pidana minimum
relatif/elastis/tidak pasti. Dalam undang-undang
tidak memberikan aturan pemidanaan yang
khusus selama ini tidak pernah ada ketentuan
dapat digunakan oleh majelis hakim ketika
bahwa pidana minimal khusus itu merupakan
menangani kasus tindak pidana perbankan.
suatu keharusan/perintah untuk diterapkan secara
Walaupun demikian, di dalam kenyaatan praktik
absolut. Jadi, tidak ada penegasan dianutnya
terjadi penjatuhan pidana (termasuk pidana
model MMS (Arief, 2014: 98).
penjara) di bawah ancaman pidana mimimum

332 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 332 1/6/2017 11:30:23 AM


Dengan demikian dapatlah disimpulkan Berkaitan dengan pemidanaan atau
bahwa ada dua pendapat terkait dengan penerapan sistem minimum, penulis lebih
penjatuhan pidana di bawah ancaman minimum condong kepada pendapat dan model kedua yaitu
pidana yang ditentukan oleh undang-undang. majelis hakim dapat menjatuhkan pidana penjara
Apabila dipahami, maka perbedaan pendapat di bawah ancaman minimum yang ditentukan
itu terjadi karena di dalam hukum pidana positif dalam undang-undang karena hakim pada
tidak dicantumkan atau diatur mengenai pedoman hakikatnya bukan hanya penegak hukum, namun
pemidanaan atas ancaman pidana minimum yang juga penegak keadilan. Hukum yang ditegakkan
dapat digunakan oleh hakim ketika menjatuhkan oleh hakim harus mampu memberikan keadilan,
pidana. Pendapat pertama menganut model fixed sehingga keadilan diposisikan di atas hukum.
sentence: MMS (Mandatory Minimum Sentence), UUD NRI 1945 telah dengan jelas menentukan
sehingga hakim tidak boleh menjatuhkan pidana bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
di bawah ancaman pidana minimum yang telah yang merdeka untuk menyelenggarakan
ditentukan dalam undang-undang. Kemudian peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
pendapat kedua menganut model unfixeed (vide: Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945).
senctence, sehingga hakim boleh menjatuhkan Penegakan hukum dan keadilan itu didasarkan
pidana di bawah ancaman pidana minimum yang pada Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang. dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Memperhatikan kedua pendapat dan model
Kekuasaan Kehakiman.
pemidanaan sistem minimum di atas, maka
dapatlah dipahami bahwa majelis kasasi dalam Pencantuman kekuasaan kehakiman dalam
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 dimaksudkan
menjatuhkan pidana penjara bersyarat mengikuti untuk mempertegas bahwa tugas kekuasaan
pendapat yang kedua, yaitu hakim dapat kehakiman dalam sistem ketatanegaraan
menjatuhkan pidana penjara di bawah ancaman Indonesia yakni untuk menyelenggarakan
minimum yang ditentukan oleh undang-undang, peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi
dalam hal ini Undang-Undang Nomor 10 Tahun pihak manapun, guna menegakkan hukum dan
1998. Ini berarti majelis kasasi telah mendasarkan keadilan (Majelis Permusyawaratan Rakyat RI,
pada asas keadilan dan fakta keseimbangan antara 2013: 61).
tingkat kesalahan pelaku berikut keadaan yang
Ketentuan itu merupakan perwujudan
melingkupinya. Kemudian dilihat dari modelnya,
dari prinsip Indonesia sebagai negara hukum
majelis kasasi menganut model yang kedua, yaitu
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat
unfixed setence yang bersifat relatif/elastis/tidak
(3) UUD NRI 1945 (Majelis Permusyawaratan
pasti. Dengan sifat seperti itu, maka pidana penjara
Rakyat RI, 2014: 158). Di Indonesia, kekuasaan
dapat dijatuhkan di bawah ancaman minimum
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
atau sesuai dengan ancaman minimumnya. Jadi
Agung dan peradilan yang ada di bawahnya
secara praktis dan teoritis, penjatuhan pidana
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
penjara di bawah ancaman minimum oleh majelis
peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha
kasasi dapat dibenarkan.
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 333

Jurnal isi.indd 333 1/6/2017 11:30:23 AM


(vide: Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 jo. Pasal tidak mengalami kemerosotan, penyelewengan,
18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009). penyalahgunaan, dan hal negatif lainnya (Shidarta
dalam Mahfud MD et.al., 2013: 24).
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa
lembaga/badan kekuasaan kehakiman yang Radbruch mengemukakan bahwa hukum
menyelenggarakan peradilan adalah Mahkamah merupakan suatu unsur kebudayaan, maka seperti
Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya unsur-unsur kebudayaan lain, hukum mewujudkan
serta oleh sebuah Mahkamah Konstusi. Dalam salah satu nilai dalam kehidupan konkret
konteks peradilan pidana, maka lembaga/badan manusia, yaitu nilai keadilan. Dari pernyataan itu
kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan dapat disimpulkan bahwa hukum hanya berarti
adalah Mahkamah Agung dan peradilan umum sebagai hukum kalau hukum itu merupakan suatu
yang diberikan kewenangan untuk memeriksa dan perwujudan keadilan atau sekurang-kurangnya
memutus perkara pidana. Apabila merujuk pada merupakan usaha ke arah itu (Huijbers, 1982:
hakikat kekuasaan kehakiman yang dimaksud 162). Radbruch mengajarkan konsep tiga ide
dalam konstitusi negara Indonesia (UUD NRI unsur dasar hukum yang oleh sebagian pakar
1945), maka hakim dalam peradilan pidana teori dan filsafat hukum diidentikkan sebagai
harus menegakkan hukum dan keadilan. Artinya, tiga tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan,
hukum pidana yang ditegakkan harus memberikan dan kepastian hukum. Baginya, ketiga unsur itu
keadilan. Apabila hakim perkara pidana merasakan merupakan tujuan hukum secara bersama-sama,
hukum yang akan ditegakkan tidak adil, maka yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
harus berani mengabaikan atau menyimpangi. hukum (Ali, 2012: 288).

Hal tersebut selaras dengan pendapat Radbruch menyadari bahwa di antara tiga
yang dikemukakan oleh Mahfud MD, bahwa ide unsur dasar hukum atau tiga tujuan hukum
sebenarnya jika tujuan menangani perkara itu itu akan terjadi pertentangan. Dalam menghadapi
bukan mencari menang, melainkan mencari hal itu, maka diajarkan untuk menggunakan
keadilan, maka prinsip penegakan hukum akan asas prioritas, di mana prioritas pertama adalah
tercakup dengan sendirinya. Sebab, orang yang keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir
mencari keadilan pertama-tama akan melakukan barulah kepastian. Kemanfaatan dan kepastian
pengabaian atas hukum formal jika dirasa tidak hukum tidak boleh bertentangan dengan keadilan,
adil (Mahfud MD, 2012: 103). Pengedepanan demikian juga kepastian hukum tidak boleh
terhadap keadilan daripada hukum, maka akan bertentangan dengan kemanfaatan (Ali, 2012:
mewujudkan suatu hukum yang pro rakyat dan pro 288-289). Apabila dikaitkan pada pembahasan
keadilan sebagai salah satu pokok pikiran hukum ini, maka yang terjadi adalah pertentangan antara
progresif (Atmasasmita, 2012: 88-89). Hukum keadilan dan kepastian hukum (aturannya telah
itu harus berpihak kepada rakyat. Keadilan ditentukan secara pasti dalam undang-undang).
harus didudukan di atas peraturan (diistilahkan Dengan merujuk pada ajaran prioritas, maka
sebagai “mobilisasi hukum”) jika memang teks keadilan yang harus diutamakan. Radbruch
itu mencederai rasa keadilan rakyat. Prinsip (Huijbers, 1982: 165) mengemukakan bahwa
pro rakyat dan pro keadilan merupakan ukuran- bilamana pertentangan antara isi tata hukum
ukuran untuk menghindari agar progresivisme ini dan keadilan begitu besar, sehingga tata hukum

334 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 334 1/6/2017 11:30:23 AM


nampak tidak adil, maka pada saat itu tata hukum ditentukan dalam undang-undang yang berlaku
boleh ditinggalkan. (hukum positif). Oleh karena itu, majelis kasasi
dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang
Dengan cara lebih mengedepankan
menjatuhkan pidana penjara di bawah ancaman
keadilan daripada hukum formal/hukum tertulis
minimum dalam kasus tindak pidana perbankan
(perundang-undangan), maka akan tercipta suatu
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 49 ayat (2)
putusan pengadilan yang berkualitas. Menurut
huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Sutatiek (2013: 31), putusan pengadilan yang
dapat dibenarkan. Hal itu didasarkan pada alasan
berkualitas ada (muncul) bukan hanya karena
bahwa hakim sebagai pelaksana lembaga/badan
kemahiran dalam menerapkan hukum pada suatu
kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan
perkara, tetapi juga karena adanya kemampuan
peradilan bertujuan untuk menegakkan hukum
hakim dalam merekonstruksi keadilan yang ada
dan keadilan. Ketika ancaman pidana minimum
di masyarakat, baik keadilan bagi korban, pelaku
yang ditentukan dalam hukum positif dirasa tidak
maupun masyarakat umum. Hakim pidana
adil, maka hakim harus berani mengabaikan atau
yang profesional bukan hanya sebagai penerap,
menyimpangi demi keadilan.
penegak, dan penemu hukum, melainkan wajib
memperkirakan apa yang terjadi setelah putusan Adil atau tidaknya ketentuan ancaman
dijatuhkan, yaitu apakah masyarakat tambah pidana minimum dikaitkan dengan fakta
tertib atau sebaliknya, bagaimana dampak keseimbangan antara tingkat kesalahan
putusan bagi pelaku dan korban baik dalam pelaku berikut keadaan yang menyertai atau
waktu dekat maupun jangka panjang. melingkupinya. Dengan konsep seperti itu berarti
penjatuhan pidana (termasuk penjara) di bawah
Dalam hal menerapkan hukum, hakim wajib
ancaman minimum bersifat kasuistis. Artinya,
mencari untuk menemukan atau menciptakan
tidak semua kasus tindak pidana perbankan
hukum, dan memberikan solusi hukum dalam
dapat dijatuhi pidana penjara di bawah ancaman
sengketa atau perkara yang ditanganinya.
minimum yang ditentukan dalam Undang-
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam
Undang Nomor 10 Tahun 1998. Apabila pidana
proses memeriksa, mengadili dan memutus
penjara dapat dijatuhkan di bawah ancaman
perkara, hakim pidana wajib menerapkan
minimum yang ditentukan oleh hukum positif,
hukum, menemukan hukum dan sekaligus dapat
maka majelis hakim dapat juga menerapkan
mendekatkan (menjembatani) antara keadilan
pidana penjara bersyarat walaupun ancaman
hukum dengan keadilan masyarakat (dalam hal ini
minimumnya lebih dari satu tahun sebagai syarat
adalah pelaku, korban, dan masyarakat umum),
untuk menerapkan pidana bersyarat, misalnya
dan keadilan moral demi menciptakan keadilan
paling singkat tiga tahun penjara.
karena sesungguhnya makna “mengadili” dalam
konteks hakim, berarti menciptakan sesuatu yang Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
adil atau keadilan (Sutatiek, 2013: 31). penjatuhan pidana penjara bersyarat oleh majelis
kasasi dalam Putusan Nomor 1554 K/Pid.
Berdasarkan pada penjelasan yang diuraikan
Sus/2014 dapat dibenarkan apabila dilihat dari
di atas, maka majelis hakim dapat menjatuhkan
jumlah atau lamanya pidana (straf maat) yang
pidana di bawah ancaman minimum yang
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 10

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 335

Jurnal isi.indd 335 1/6/2017 11:30:23 AM


Tahun 1998. Penjatuhan pidana penjara di bawah Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 telah memberikan
ancaman minimum (termasuk dengan sistem rasa keadilan bagi semua pihak, yaitu korban dan
bersyarat) tidak menabrak Undang-Undang pelaku (terdakwa FVB dan FS). Kerugian yang
Nomor 10 Tahun 1998 karena di dalamnya tidak dialami oleh korban telah kembali dan pelaku
ada aturan mengenai pedoman pemidanaan yang telah dijatuhi sanksi berupa pidana penjara
dapat digunakan oleh majelis hakim. Dengan walaupun dengan sistem/model bersyarat.
tidak adanya aturan itu, maka majelis hakim Putusan itu dapat dijadikan sebagai contoh atau
dapat merujuk kepada doktrin terkait penjatuhan rujukan bagi majelis hakim yang lain ketika akan
pidana yang dirumuskan dengan sistem menjatuhkan pidana penjara yang ditentukan
minimum khusus. Walaupun majelis hakim dengan ancaman minimum. Kepastian hukum
dipandang menabrak undang-undang dimaksud, yang diidentikkan dengan aturan yang jelas dalam
namun tetap dibenarkan apabila pengaturannya peraturan perundang-undangan belum tentu
dirasakan tidak adil. memberikan keadilan. Keadilan adalah tujuan
yang paling tinggi daripada kepastian hukum,
Majelis kasasi dalam Putusan Nomor 1554
sehingga ketika rumusan norma dalam undang-
K/Pid.Sus/2014 telah mendasarkan pada nilai
undang dirasa tidak adil maka harus diabaikan
keadilan dan fakta keseimbangan antara tingkat
atau disimpangi.
kesalahan pelaku berikut keadaan yang menyertai
atau melingkupinya. Kesalahan terdakwa (FVB
dan FS) tidak termasuk ke dalam kategori bahaya IV. KESIMPULAN
atau tidak termasuk dalam kategori tindak pidana Berdasarkan pada pembahasan yang
berbahaya karena hanya berkaitan dengan diuraikan di atas, maka kesimpulan dalam
masalah administrasi di bidang perbankan, yaitu penelitian ini adalah sebagai berikut:
pemberian kredit fiktif.
1. Pertimbangan majelis kasasi dalam
Dalam hal ini, terdakwa (FVB dan FS) Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 yang
telah mengabulkan kredit yang diajukan oleh PT menjatuhkan pidana penjara bersyarat
NPA selaku avalis atau penjamin. Padahal syarat- dalam kasus tindak pidana perbankan
syaratnya tidak lengkap atau tidak memenuhi karena menjatuhkan pidana penjara selama
ketentuan yang berlaku. Selain itu, terdakwa enam bulan. Hal itu sesuai dengan ketentuan
juga telah bersikap sopan santun selama proses Pasal 14A KUHP, yang mana hakim dapat
persidangan berlangsung dan baru melakukan menerapkan sistem bersyarat apabila
tindak pidana. Kemudian yang paling penting pidana penjara yang dijatuhkan selama satu
adalah kredit fiktif yang dikabulkan oleh terdakwa tahun. Majelis hakim menjatuhkan pidana
(FVB dan FS) juga telah dilunasi oleh PT NPA penjara di bawah ancaman minimum yang
selaku avalis atau penjamin. Dengan dilunasinya ditentukan oleh Pasal 49 ayat (2) huruf b
kredit fiktif tersebut, maka kerugian yang dialami Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
oleh pihak bank (korban) menjadi hilang. karena terdakwa bersikap sopan selama
Merujuk pada alasan tersebut di atas, maka proses persidangan dan belum pernah
amar putusan majelis kasasi dalam Putusan dihukum serta kredit fiktif yang terjadi

336 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 336 1/6/2017 11:30:23 AM


telah dilunasi oleh PT NPA selaku avalis _________. (2014). Bunga rampai kebijakan hukum
atau penjamin. pidana (Perkembangan penyusunan konsep
KUHP baru). Jakarta: Kencana.
2. Penjatuhan pidana penjara bersyarat dalam
Putusan Nomor 1554 K/Pid.Sus/2014 Atmasasmita, R. (2012). Teori hukum integratif
apabila dilihat dari jumlah atau lamanya (Rekonstruksi terhadap teori hukum
pembangunan dan teori hukum pembangunan).
acaman pidana penjara yang ditentukan oleh
Yogyakarta: Genta Publishing.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
dapat dibenarkan. Walaupun pidana penjara Chazawi, A. (2010). Pelajaran hukum pidana bagian
dalam undang-undang itu ditentukan 1 (Stelsel pidana, tindak pidana, teori-teori
dengan sistem minimum khusus, namun pemidanaan, & batas belakunya hukum
majelis hakim tidak dapat dikatakan telah pidana). Jakarta: Rajawali Pers.
menabrak undang-undang karena tidak ada
Hiariej, E.O.S. (2014). Prinsip-prinsip hukum pidana.
ketentuan yang dapat menjadi pedoman
Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
bagi hakim dalam penjatuhan pidana yang
ditentukan dengan sistem minimum khusus. Huijbers, T. (1982). Filsafat hukum dalam lintasan
Alasan untuk menjatuhkan pidana penjara di sejarah. Yogyakarta: Kanisius.
bawah ancaman minimum yang ditentukan Jaya, N.S.P. (2008). Beberapa pemikiran ke arah
dalam undang-undang adalah demi keadilan pengembangan hukum pidana. Bandung: Citra
dan fakta keseimbangan antara tingkat Aditya Bakti.
kesalahan pelaku berikut keadaan yang
melingkupinya. Penjatuhan pidana penjara Kustini, T. (2012, Januari-April). Nota kesepahaman
Bank Indonesia, Kepolisian, dan Kejaksaan
di bawah ancaman minimum sesuai dengan
sebagai bentuk koordinasi penanganan tindak
model unfixed sentence yang bersifat relatif.
pidana perbankan. Buletin Hukum Perbankan
dan Kebanksentralan Departemen Hukum
Bank Indonesia, 10(1).

Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. (2013). Tanya


jawab empat pilar kehidupan berbangsa dan

DAFTAR ACUAN bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR.

Ali, A. (2012). Menguak teori hukum (Legal theory) _________. (2014). Panduan pemasyarakatan

dan teori peradilan (Judicialprudence) Undang-Undang Dasar Negara Republik

termasuk interpretasi undang-undang Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis

(Legisprudence). Jakarta: Kencana. Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.


Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR.
Arief, B.N. (2011). Perkembangan sistem pemidanaan
di Indonesia. Semarang: Pustaka Magister. Mahfud MD., Moh. (2012). Membangun politik
hukum, menegakkan Konstitusi. Jakarta:
_________. (2012). Kebijakan formulasi ketentuan Rajawali Pers.
pidana dalam peraturan perundang-undangan.
Semarang: Penerbit Pustaka Magister. Mahfud MD., Moh. et.al. (2013). Dekonstruksi

Penjatuhan Pidana Penjara Bersyarat dalam Tindak Pidana Perbankan (Ramiyanto) | 337

Jurnal isi.indd 337 1/6/2017 11:30:23 AM


dan gerakan pemikiran hukum progresif.
Yogyakarta: Thafa Media.

Prasetyo, T. (2013). Kriminalisasi dalam hukum


pidana. Bandung: Nusamedia.

Prasetyo, T., & Barkatullah, A.H. (2012). Politik


hukum pidana (Kajian kebijakan kriminalisasi
dan dekriminalisasi). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Setiady, T. (2010). Pokok-pokok hukum panitensier


Indonesia. Jakarta: Alfabeta.

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2011). Penelitian


hukum normatif (Suatu tinjauan singkat).
Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sudarto. (2013). Hukum pidana I. Semarang: Penerbit


Yayasan Sudarto.

Sutatiek, S. (2013). Menyoal akuntabilitas moral


hakim pidana dalam memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.

Wijayanta, T., & Firmansyah, H. (2011). Perbedaan


pendapat dalam putusan pengadilan.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

338 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 317 - 338

Jurnal isi.indd 338 1/6/2017 11:30:23 AM


KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK
DALAM SENGKETA TANAH
Kajian Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps

THE LEGITIMATION OF FREEHOLD TITLE


IN AGRARIAN DISPUTE
An Analysis of Court Decision Number 25/Pdt.G/2014/PN.Dps

Fahmi Yanuar Siregar


Universitas Dwijendra
Jl. Kamboja No. 17 Denpasar, Bali 80233
E-mail: janardanasiregar@yahoo.co.id

Naskah diterima: 31 Maret 2015; revisi: 23 November 2016; disetujui: 24 November 2016

ABSTRAK malah mengesahkan alasan-alasan terjadinya perbuatan


hukum. Sehingga, putusan yang dikeluarkan tidak
Objek pembahasan dalam kajian putusan ini adalah
menyelesaikan permasalahan antara para pihak, akan
Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps yang memutus
tetapi mengembalikan perkara kepada keadaan sebelum
perkara sengketa sertipikat ganda yang mengakibatkan
diajukan ke pengadilan.
tidak adanya kepastian atas kepemilikan sebidang
tanah. Penulisan kajian putusan ini menggunakan Kata kunci: sertipikat hak milik, kemanfaatan, keadilan,
metode penelitian eksplanatoris dengan berdasar kepada kepastian hukum.
penilaian atas objek yang pantas untuk diteliti dan memilih
kajian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar ABSTRACT
tertanggal 25 Agustus 2014 tersebut, setelah dilakukan
The object of the discussion in this analysis is Court
observasi secara berkala terhadap proses hukum sampai
Decision Number 25/Pdt.G/2014/PN.Dps ruling a
dijatuhkan putusan. Kajian ini menggarisbawahi
dispute of double certificates of freehold titles resulting
bahwa salah satu tugas pokok pengadilan adalah untuk
in lack of certainty over the ownership of a plot of land.
menyelesaikan sengketa terhadap perkara yang ditangani
This analysis uses explanatory research method, which
dan memberikan manfaat positif terhadap para pihak.
is based on the assessment of the appropriateness of
Dalam penyelesaian sengketa, majelis hakim harus
objects to discuss, then defines the object of study for
menjatuhkan putusan yang mencerminkan rasa keadilan
analysis, that is the Denpasar District Court’s Decision
dan harus mempertimbangkan sisi kemanfaatan.
issued on 25 August 2014, after regular observation of
Putusan yang dijatuhkan idealnya dapat memberikan
the proceedings until the judge pass the decision. This
manfaat yang positif, bukan malah menimbulkan
analysis underlines that one of the main tasks of the
dampak negatif kepada masyarakat supaya putusan
courts is to resolve disputes in the case and put forward
yang dibuat oleh majelis hakim yang terhormat dapat
positive benefits to the parties. In the resolution of the
berwibawa dan bijaksana. Namun Putusan Nomor 25/
dispute, the judge should reflect and regard a sense of
Pdt.G/2014/PN.Dps telah berdampak buruk terhadap
justice and expediency in the decision. The decision
para pihak. Dalam menyelesaikan perkara yang diajukan
imposed should ideally provide definite benefits rather
oleh para pihak ternyata Pengadilan Negeri Denpasar
than a negative impact on the society, in order that the
tidak memutus pada pokok permasalahan, akan tetapi
decision made by the panel of honorable judges would be

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 339

Jurnal isi.indd 339 1/6/2017 11:30:23 AM


dignified and expedient. However, the Decision Number decision issued does not solve the problem between the
25/Pdt.G/2014/PN.Dps has adversely affected the parties, but in fact restore the case to the condition prior
parties. In resolving case filed by the parties, Denpasar to submission to the court.
District Court in fact did not make up mind the issue, but
Keywords: freehold title, expediency, justice, legal
only validates the reasons for legal actions. Thus, the
certainty.

I. PENDAHULUAN bermartabat menjadikan lembaga peradilan


mendapat legitimasi dari masyarakat dan tentunya
A. Latar Belakang
jelas hal ini merupakan barometer penilaian dari
Pengadilan merupakan instansi negara institusi yudisial.
di mana masyarakat menaruh harapan untuk
Dalam menjalankan fungsinya untuk
mendapatkan keadilan atas masalah hukum yang
menegakkan keadilan, maka peradilan
mereka alami. Banyak dari para pencari keadilan
memerlukan dasar dalam menjatuhkan putusan.
percaya bahwa mereka akan mendapatkan apa
Dasar tersebut berupa alat bukti, yang dalam kasus
yang mereka harapkan dari lembaga peradilan,
perdata salah satunya berbentuk alat bukti surat.
untuk harapan tersebut sudah sewajarnya seluruh
Namun ada kalanya terjadi kasus di mana alat
stakeholder lembaga peradilan bekerja secara
bukti surat tersebut dimiliki oleh dua orang yang
extraordinary.
berbeda, sehingga pengadilan harus memutuskan
Produk hukum lembaga peradilan ada dua permasalahan tersebut untuk menjamin kepastian
yaitu penetapan dan putusan. Penetapan merupakan hukum.
keputusan pengadilan yang dihasilkan atas
Pada tahun 1984 NW dalam kedudukannya
permohonan dan putusan merupakan keputusan
sebagai penggugat, membeli sebidang tanah yang
pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan
tercatat dalam hak milik Nomor Pipil 357, kls
adanya suatu sengketa atau perselisihan yang
II, persil 86, atas nama Almarhum IS, terletak di
berisi penyelesaian perkara yang disengketakan.
Desa Kuta, Badung, Bali, seluas 350 m², seharga
Berdasarkan putusan itu, ditentukan dengan pasti
Rp1.750.000,- (satu juta tujuh ratus lima puluh
hak maupun hubungan hukum para pihak dengan
ribu rupiah). Setelah proses jual beli penggugat
objek yang disengketakan.
melakukan proses pendaftaran dan pencatatan
Peradilan sebagai ujung tombak penegakan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor
hukum diharapkan dapat memberikan rasa Pertanahan Kabupaten Badung. Oleh BPN
keadilan kepada masyarakat. Hasil kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Badung diterbitkan
lembaga peradilan melalui penjatuhan putusan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 2107/Kuta,
yang bertitik tolak pada nilai-nilai keadilan, yang dalam hal ini penulis sebut sebagai objek
kepastian serta kemanfaatan, diharapkan dapat sengketa. Sebagai seorang pemilik atas sebidang
menyelesaikan segala permasalahan hukum tanah, penggugat melakukan penguasaan
yang ada dan berorientasi pada penyelesaian terhadap objek sengketa tanpa ada gangguan dari
perkara, sehingga dengan produk putusan yang pihak manapun. Permasalahan mulai muncul

340 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 340 1/6/2017 11:30:23 AM


pada tahun 2007 ketika terjadinya pembaruan/ main hakim sendiri (eigenrichting), penggugat
pemekaran wilayah pada kawasan objek sengketa maupun tergugat 1 dan tergugat 2 kemudian
yang mengharuskan penggugat untuk melakukan menyelesaikan melalui lembaga peradilan untuk
proses pergantian sertipikat atas SHM Nomor mendapatkan keabsahan akan kepemilikan
2107/Badung. sebidang tanah yang tercatat double, di mana
dalam perkara tersebut terdapat lima pihak,
Sesuai dengan petunjuk dari BPN,
dengan ditambah BPN Kantor Pertanahan Kota
penggugat melakukan pendaftaran ke BPN
Denpasar dan BPN Kantor Pertanahan Kabupaten
Kota Denpasar. Sehingga SHM Nomor 2107/
Badung.
Badung tersebut berubah menjadi SHM Nomor
7907/Pemogan atas nama pemegang hak NW Pengadilan Negeri Denpasar sebagai
(penggugat), yang telah terdaftar dan tercatat peradilan yang berwenang secara relatif mengadili
di BPN Kantor Pertanahan Kota Denpasar. perkara ini telah mengeluarkan Putusan Nomor 25/
Setelah proses pendaftaran selesai, penggugat Pdt.G/2014/PN.Dps, tertanggal 25 Agustus 2014.
kembali melakukan penguasaan terhadap objek Dalam putusan yang dikeluarkan majelis hakim
sengketa. Dalam penguasaan tersebut penggugat menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.
memberikan kepada seseorang untuk menggarap Dikarenakan fakta yuridis antara gambar situasi
objek sengketa, namun ternyata pada pertengahan dengan alat bukti pengukuran yang penggugat
tahun 2009 ketika penggugat datang ke objek ajukan tidak sama persis, sehingga menurut
sengketa untuk mengecek tanahnya, diketahui hemat majelis hakim hal ini menganut asas
bahwa sebidang tanah miliknya telah dikuasai probationis causa yang berarti surat/akta yang
oleh NMJ (dalam kedudukannya sebagai tergugat merupakan satu-satunya alat bukti yang dapat dan
1) dan NNM (dalam kedudukannya sebagai sah membuktikan suatu hal atau peristiwa.
tergugat 2). Atas hal tersebut, maka penggugat
Dalam putusannya, majelis hakim
mencoba untuk berkoordinasi dengan tergugat 1
menyatakan bahwa oleh karena tergugat 1 dan
dan tergugat 2 untuk membahas landasan hukum
tergugat 2 dapat membuktikan dalilnya, maka
adanya penguasaan objek sengketa.
transaksi jual beli tanah antara tergugat 1 dengan
Saat penggugat menemui tergugat 1 dan RC sebagaimana Akta Jual Beli Nomor 135
tergugat 2 untuk menyelesaikan masalah, tergugat tanggal 22 Maret 2006, yang telah dicatatkan
1 dan tergugat 2 menyatakan bahwa objek dalam SHM Nomor 9462 (hak milik tergugat
sengketa merupakan hak milik tergugat 1 dan 1) dan jual beli tanah antara tergugat 2 dengan
tergugat 2. Masing-masing tergugat menyatakan IMS sebagaimana dalam Akta Jual Beli Nomor
mempunyai Sertipikat Hak Milik (SHM) di atas 439 tanggal 22 November 2006, yang telah
objek sengketa. Menindaklanjuti permasalahan dicatatkan dalam SHM Nomor 9463 (hak milik
objek sengketa ini, penggugat mendatangi pihak tergugat 2) adalah sah secara hukum. Hingga
BPN Kota Denpasar. Di BPN Kota Denpasar pasca dikeluarkannya putusan tersebut, telah
dijumpai adanya tiga SHM sebagai pemegang menguatkan bahwa di dalam objek sengketa
hak di atas objek sengketa. Untuk dapat terdapat tiga putusan yang berhak dan sah secara
menyelesaikan permasalahan atas perkara yang hukum, SHM milik penggugat yang masih sah
terjadi, serta untuk menghindari adanya tindakan secara hukum karena tidak ada pembatalan

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 341

Jurnal isi.indd 341 1/6/2017 11:30:23 AM


sertipikat, SHM milik tergugat 1 dan SHM milik dikeluarkan oleh pengadilan, hal ini menjadi
tergugat 2 sebagaimana yang termuat dalam pencerminan penegakan hukum di masyarakat
putusan. Indonesia, menjadi referensi bagi para penegak
hukum di Indonesia, serta apakah aliran hukum
Objek yang penulis kaji dalam kajian
(mazhab) yang masih digunakan dalam proses
ilmiah ini adalah produk hukum yang dihasilkan
peradilan khususnya penyelesaian perkara a quo
oleh pengadilan yang berupa putusan, karena
sejalan dengan perkembangan ilmu hukum yang
di dalam putusan tersebut penulis menemukan
terus bergerak dinamis dewasa ini.
permasalahan yang harus diselesaikan secara
hukum, sehingga cita hukum yang diharapkan
dan dicanangkan dalam negara yang mengusung D. Studi Pustaka
konsep rechstaat dapat berjalan dengan optimal. Perhatian terhadap keadilan terlihat dari
Dalam kajian ilmiah ini penulis akan mengkaji adanya ungkapan-ungkapan yang telah dikenal
putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan sejak beberapa ratus tahun lalu, seperti fiat
Negeri Denpasar pada tanggal 25 Agustus 2014 justitia pereat mundus atau hendaklah keadilan
yaitu Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps, ditegakkan walaupun dunia harus binasa (let
mengenai sengketa tanah. there be justice, though the world perish), dan
fiat justitia ruat coelum atau hendaklah keadilan
B. Rumusan Masalah ditegakkan walaupun langit runtuh (may justice
be done though the heavens fall).
Berangkat dari identifikasi permasalahan
dalam latar belakang tersebut, timbul dua Ungkapan-ungkapan ini memperlihatkan
permasalahan yaitu: keyakinan bahwa keadilan harus dijalankan
dengan tidak memperdulikan konsekuensi-
1. Bagaimanakah Putusan Nomor 25/
konsekuensinya. Dalam praktik peradilan dalam
Pdt.G/2014/PN.Dps, apabila ditinjau dari
kepala putusan terdapat kata-kata “Demi Keadilan
aspek keadilan?
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Kepala
2. Bagaimanakah Putusan Nomor 25/ putusan ini menunjukkan bahwa setiap putusan
Pdt.G/2014/PN.Dps, apabila ditinjau dari pengadilan dijatuhkan demi keadilan bukan demi
kemanfaatan hukum terhadap para pihak? hukum.

Menurut Aristoteles terdapat dua macam


C. Tujuan dan Kegunaan keadilan, yaitu keadilan distributif (keadilan
Tujuan dari kajian ilmiah ini dibagi menjadi yang bersifat menyalurkan), artinya keadilan
dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. yang memberikan kepada setiap orang menurut
Tujuan umum dari kajian ilmiah ini adalah jasa (according to merit). Keadilan ini bersifat
untuk memberikan informasi hukum kepada proporsional, berarti persamaan dalam rasio (for
seluruh lapisan masyarakat, sehingga diharapkan proportion is equality of rations). Walaupun
berguna bagi pengembangan ilmu hukum. nyatanya orang menerima sejumlah yang tidak
Tujuan khusus dari kajian ilmiah ini adalah untuk sama, tetapi dalam nalar ada persamaan, sebab
melihat pertimbangan hukum dari putusan yang penyaluran yaitu dilakukan berdasarkan jasa

342 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 342 1/6/2017 11:30:23 AM


masing-masing. Keadilan ini tidak menuntut yang berlaku, sehingga rakyat merasa asing atau
supaya tiap-tiap orang mendapat bagian sama terasing dari aturan hukum tersebut.
banyaknya, jadi bukan persamaan melainkan
Putusan pengadilan seharusnya dapat
kesebandingan. Keadilan distributif ini terutama
memberikan keadilan atau setidaknya memberikan
menguasai hubungan antara masyarakat,
penyelesaian sengketa yang bermanfaat kepada
khususnya negara dan individu.
para pihak. Hal ini karena ketika masyarakat
Keadilan kumulatif, menurut istilah telah berkembang dengan pola pikir yang sangat
Apeldoorn atau yang oleh Aristoteles dinamakan maju, bahkan telah mempertanyakan makna
keadilan yang bersifat membetulkan (rectificatory keadilan yang diberikan oleh perangkat hukum
justice), yaitu keadilan yang memberikan terhadapnya. Tentulah hal ini tidak bisa untuk
kepada setiap orang sama banyaknya dengan dipungkiri atau dinafikan begitu saja oleh hakim.
tidak mengingat jasa-jasa perorangan. Keadilan Di tengah predikatnya selaku penegak hukum
ini memegang peran dalam tukar menukar, di yang harus menyadari bahwa di dalam penegakan
mana dalam pertukaran barang-barang dan jasa, hukum telah terkandung penegakan keadilan.
sebanyak mungkin harus terdapat persamaan
Aktualisasi hakim dalam menjalankan
antara apa yang dipertukarkan. Keadilan kumulatif
fungsinya harus selalu mencerminkan diri
terutama menguasai hubungan antar individu
pada kenyataan hukum yang berkembang di
(Rumokoy & Maramis, 2014: 29-30).
masyarakat. Dengan menempatkan diri secara
Keadilan menurut Rawls pada dasarnya berani tapi profesional serta humanis dari cara
adalah keadilan yang mengutamakan kebebasan berpikir. Penempatan asas dan teori hukum,
individual yang bertanggung jawab (Rawls dalam analitis positivistik untuk meraih tujuan berupa
Akub & Baharu, 2012: 19). Penegakan hukum perwujudan keadilan yang substantif tanpa
yang adil atau berkeadilan akan tercapai apabila meninggalkan penafsiran yang disandarkan pada
hukum yang ditegakkan, begitu pula hukum yang harmonisasi logika yang bersumber pada asas
mengatur cara-cara penegakan hukum adalah hukum lebih dari satu cabang kekhususan disiplin
benar dan berkeadilan. Suatu aturan hukum akan ilmu dalam menjatuhkan suatu putusan.
benar dan adil apabila dibuat dengan cara-cara
Dengan bermodalkan hal yang demikian,
yang benar dan materi muatannya sesuai dengan
maka kemampuan berpikir secara mendalam
kesadaran hukum dan memberi sebesar-besarnya
dalam upaya untuk mencari dan menemukan
manfaat bagi kepentingan orang perorangan dan
hakikat kebenaran terhadap sesuatu permasalahan
masyarakat banyak pada umumnya.
menjadi jalan keluar secara rasional dengan
Suatu aturan hukum akan tidak benar dan menggunakan hukum sebagai instrumennya
adil apabila dibuat hanya untuk kepentingan untuk mewujudkan keadilan. Antinomi dengan
kekuasaan belaka dan mengandung kesewenang- kesadaran bahwa yang dihadapi merupakan
wenangan. Tetapi perlu juga mendapat perhatian, keadaan di mana perilaku manusia baik individu
bahwa suatu hukum dapat menjadi tindak benar maupun kelompok dalam masyarakat telah terikat
dan tidak adil, apabila mempunyai jarak begitu dan berada dalam koridor yang sudah digariskan
jauh dengan kesadaran dan kenyataan sosial oleh aturan hukum, yaitu peraturan perundang-

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 343

Jurnal isi.indd 343 1/6/2017 11:30:23 AM


undangan yang berlaku. Dengan tujuan keterangan, informasi, data mengenai
untuk menegakkan hukum yang berkeadilan, hal-hal yang belum diketahui. Karena
menerapkan hukum baik dalam bentuk peraturan bersifat mendasar, penelitian ini disebut
perundang-undangan yang berlaku maupun penjelajahan (eksploration).
penggalian dari nilai yang hidup di masyarakat.
2. Penelitian yang sifatnya deskriptif.
Dengan menjunjung tinggi nilai objektif keadilan
Penelitian deskriptif pada penelitian secara
sebagai tujuan utama dengan tetap memberikan
umum termasuk pula di dalamnya penelitian
jaminan kepastian hukum serta manfaat bagi
ilmu hukum, bertujuan menggambarkan
pencari keadilan.
secara tepat sifat-sifat suatu individu,
Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh keadaan gejala atau kelompok tertentu
hakim dengan sisi humanis yang ada padanya atau untuk menentukan penyebaran suatu
adalah dengan mencoba untuk memahami gejala atau untuk menentukan ada tidaknya
esensi hermeneutika hukum yang terletak pada hubungan antara suatu gejala dengan gejala
pertimbangan triangle hukumnya berupa metode lain di dalam masyarakat (Amiruddin, 2010:
menginterpretasikan teks hukum yang tidak 45).
semata-mata melihat teks saja semata, tetapi juga
Bahan dalam penelitian ini diperoleh dari
konteks hukum itu dilahirkan serta bagaimanakah
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan
kontekstualisasi atau penerapan hukumnya di
hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
masa kini dan mendatang (Rifai, 2011: 89).
mengikat yang terdiri dari UUD NRI 1945, KUH
Perdata, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
II. METODE
tentang Pokok-Pokok Agraria, dan Peraturan
Sebagaimana yang diketahui dalam Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
penulisan suatu karya ilmiah, salah satu Pendaftaran Tanah. Bahan hukum sekunder yaitu
komponen penentu sebagai syarat metode yang bahan yang memberikan penjelasan mengenai
dipergunakan untuk mencari data dari karya tulis bahan hukum primer, seperti buku-buku/literatur,
tersebut dalam hal ini adalah metode penelitian rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,
(Supratman & Dillah, 2012: 26). Secara umum hasil seminar, makalah, artikel maupun pendapat
dalam metode penulisan ada yang disebut dengan pakar hukum yang berkaitan dengan materi
metode penelitian empiris, yang apabila ditinjau penelitian. Bahan hokum tersier yaitu bahan
menurut sifatnya dibedakan menjadi: hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
1. Penelitian yang sifatnya eksplanatori. bahan hukum sekunder berupa Kamus Besar
Penelitian eksplanatori adalah penelitian Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Inggris
yang bertujuan untuk menguji suatu teori dan Kamus Hukum.
atau hipotesis guna memperkuat atau
bahkan menolak teori atau hipotesis hasil Penelitian dilakukan dengan alat penelitian
penelitian yang sudah ada sebelumnya. berupa studi dokumen yaitu dengan menggunakan
Penelitian eksplonatori bersifat mendasar data sekunder yang meliputi bahan hukum primer,
dan bertujuan untuk memperoleh bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier

344 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 344 1/6/2017 11:30:23 AM


yang berkaitan dengan substansi permasalahan atau gambar situasi (untuk pendaftaran tanah
yang diteliti. sporadis) yang dijahit menjadi satu dan bentuknya
ditetapkan oleh menteri (Hartanto, 2014: 103).
Teknik pengumpulan bahan penelitian ini
adalah mengkaji Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/ Kegiatan pendaftaran tanah yang telah
PN.Dps, mengumpulkan bahan-bahan berupa dilakukan oleh pemerintah dengan sistem yang
buku-buku yang berhubungan dengan penelitian sudah melembaga sebagaimana yang telah
dan bahan pustaka lainnya yang berhubungan dilakukan dalam kegiatan pendaftaran tanah
dengan objek yang diteliti. selama ini, mulai dari permohonan seorang atau
badan, diproses sampai dikeluarkan bukti haknya
Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps
(sertipikat) dan dipelihara data pendaftarannya
diperoleh melaui permohonan langsung kepada
dalam buku tanah (Lubis & Lubis, 2010: 104).
pihak penggugat sebagai bahan penelitian
Dengan demikian, maka dapat dikatakan apabila
akademisi, dan penelitian dilakukan dengan
suatu hak atas tanah telah didaftarkan maka tanah
observasi pada setiap persidangan di Pengadilan
tersebut mempunyai sertipikat sebagai tanda
Negeri Denpasar.
bukti haknya. Fungsi sertipikat adalah untuk
Bahan yang telah dikumpulkan kemudian membuktikan adanya hak atas tanah dan subjek
dikaji menggunakan analisis konten (content yang berhak atas tanah tersebut. Pembuktiannya
analysis). Analisis konten digunakan karena dapat dilihat dari data fisik dan data yuridis yang
penelitian dilakukan dengan mengaitkan bahan tercantum dalam sertipikat tersebut. Data fisik
yang baik bahan sekunder maupun bahan dokumen meliputi keterangan mengenai letak, batas, dan
yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian ini luas bidang tanah yang didaftar serta keterangan
penulis hanya menggunakan bahan yang siap pakai mengenai bangunan dan bagian-bagian yang
dan bahan akurat dari pengadilan sebagai satu- di atasnya, sedangkan data yuridis meliputi
satunya bahan yaitu dengan menginventarisasi keterangan mengenai status hukum bidang tanah
dan menganalisis bahan tersebut. yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak
lain, serta hak-hak lain yang membebaninya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Sertipikat tanah ini kemudian akan
A. Putusan Pengadilan Nomor 25/ memberikan kepastian hukum dan perlindungan
Pdt.G/2014/PN.Dps Ditinjau dari Aspek atas pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
Keadilan Hak atas tanah merupakan hak penguasaan atas
tanah yang memberi wewenang bagi subjeknya
Sertipikat merupakan hasil dari pendaftaran untuk menggunakan tanah yang dikuasainya
tanah, yaitu beberapa rangkaian kegiatan yang (Tehupeiory, 2012: 21). Dalam hukum perdata
diakhiri dengan pemberian surat tanda bukti hak pembuktian sertipikat merupakan alat bukti yang
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang sah kuat dan mutlak. Sertipikat bukti yang kuat yang
menurut hukum. Bukti kepemilikan yang sah berarti data fisik dan data yuridis yang terdapat
atas tanah adalah dalam bentuk sertipikat hak dalam sertipikat mempunyai kekuatan pembuktian
atas tanah. Sertipikat adalah salinan buku tanah dan harus diterima sebagai keterangan yang
dan surat ukur (untuk pendaftaran tanah sistemik) benar oleh hakim, selama tidak dapat dibuktikan

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 345

Jurnal isi.indd 345 1/6/2017 11:30:23 AM


sebaliknya oleh alat bukti yang lain. Sifat mutlak pertimbangan tersebut maka terhadap dalil pokok
berarti apabila sudah berjalan lima tahun tidak gugatan para penggugat dalam rekonvensi dapat
ada yang menggugat atau mempermasalahkan dikabulkan, dengan demikian terhadap petitum
sertipikat tersebut, maka tidak dapat lagi diganggu gugatan para penggugat dalam rekonvensi pada
gugat, karena sertipikat yang bersangkutan poin 3 dan 5 dapat dikabulkan.
mempunyai kekuatan bukti yang mutlak.
Oleh karena SHM Nomor 9462, surat ukur
Dalam Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/ tanggal 26 Juli 2004 Nomor 1675/Kuta/2004,
PN.Dps, tertanggal 25 Agustus 2014, telah atas nama NMJ (penggugat 1 dalam rekonvensi/
memutus bahwa gugatan penggugat ditolak untuk tergugat 1 dalam konvensi) dan SHM Nomor
seluruhnya, dikarenakan penggugat dengan bukti- 9463, surat ukur tanggal 26 Juli 2004 Nomor
buktinya belum cukup untuk dapat meneguhkan 1676/Kuta/2004, atas nama NNM (penggugat 2
bahwa objek perkara adalah sah milik penggugat, dalam rekonvensi/tergugat 2 dalam konvensi)
sedangkan tergugat 1 dan tergugat 2 dengan telah dinyatakan sah, maka sebagai konsekuensi
bukti-buktinya telah dapat membuktikan bahwa hukum dari pertimbangan di atas adalah proses
objek sengketa adalah sah miliknya, sehingga perolehan tanah tersebut telah sesuai dengan
dalil-dalil tergugat 1 dan tergugat 2 telah dapat prosedur hukum yang benar, juga selaku
melumpuhkan dalil-dalil penggugat, karenanya pembeli yang beriktikad baik adalah selayaknya
terdapat dalil pokok gugatan penggugat harus para penggugat dalam rekonvensi mendapat
dinyatakan tidak terbukti secara sah dan harus perlindungan hukum, sehingga dengan demikian
ditolak. terhadap petitum gugatan para penggugat dalam
rekonvensi pada poin 2, 4, dan 6 dapat dikabulkan.
Kemudian dalam gugatan rekonvensinya,
pertimbangan hukum majelis hakim telah Apabila ditinjau dari logika perbandingan
dipertimbangkan dalam konvensi bahwa objek atas perkara tersebut maka putusan menolak
sengketa merupakan sebagian dari milik tergugat gugatan penggugat dan kemudian menerima
1 sesuai SHM Nomor 9462, surat ukur tanggal 26 gugatan rekonvensi tidak mencerminkan keadilan
Juli 2004 Nomor 1675/Kuta/2004, atas nama NMJ terhadap pokok perkara. Untuk lebih rincinya
(penggugat 1 dalam rekonvensi/tergugat 1 dalam penulis akan menerangkan pembuktian para pihak
konvensi), sehingga dengan mengambil alih dengan tabel.

Tabel 1. Perbandingan Pembuktian Para Pihak


Pembuktian Penggugat

No. Pembuktian Penggugat Keterangan

1. Fc. Kuitansi Pelunasan Bukti ini menerangkan bahwa objek sengketa tersebut telah dibeli oleh
Pembelian Objek Sengketa penggugat dengan harga Rp.1.750.000,- (satu juta tujuh ratus lima puluh
tertanggal 13 Juli 1984. ribu rupiah), yang ditandatangani oleh penjual sebagai ahli waris tunggal
atas objek sengketa yaitu INPD, dan telah ditandatangani oleh Notaris
Pengganti di Denpasar R.A. Rachana Herawati., S.H., terhadap sebagian
Tanah Pipil Nomor 357, Persil 86, Klas II, seluas ± 350 m², tercatat atas
nama IS, terletak di Desa Kuta/Subak Abianbase 109, Kecamatan Kuta,
Daerah Tingkat II Badung, Daerah Tingkat I Bali.

346 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 346 1/6/2017 11:30:23 AM


2. Fc. Akta Jual Beli Nomor Bukti ini menerangkan bahwa penggugat telah membeli objek sengketa,
310/62/Kt/1984, tertanggal 22 sehingga perbuatan hukum berupa jual beli tersebut membuktikan bahwa
Agustus 1984. dalam proses jual beli terhadap objek sengketa telah memenuhi suatu
perikatan jual beli yang sah secara hukum.

3. Fc. Sertipikat Hak Milik Nomor Bukti ini menerangkan bahwa objek sengketa tersebut telah menjadi
2107/kuta atas nama pemegang hak milik penggugat yang dibeli pada tahun 1986. Hal ini merupakan
hak NW (penggugat). bukti yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sempurna
bagaimana sifat daripada sebuah sertipikat hak milik sebagai akta otentik.

4. Fc. Surat Keterangan Nomor Bukti ini menerangkan bahwa objek sengketa semula masuk wilayah
Pem.3/4/GLC/53/XI/2013, Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Kemudian oleh
(menjelaskan tentang karena adanya pembaruan/pemekaran wilayah, maka objek sengketa
pemekaran wilayah). tersebut sekarang masuk pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan,
Kota Denpasar.

5. Fc. Sertipikat Hak Milik Bukti ini menerangkan bahwa objek sengketa telah menjadi wilayah
Nomor 7907/Pemogan atas hukum administratif BPN Kota Denpasar, bukti ini menerangkan bahw
nama penggugat. bahwa objek sengketa merupakan sah hak milik penggugat.

6. Fc. Peta Bidang Tanah Nomor Bukti ini menerangkan bahwa antara SHM nomor 7097/Pemogan atas
700/2013, tertanggal 24 Juni nama penggugat terdapat adanya double/overlap dengan SHM Nomor
2013. 9462/Kuta dan SHM Nomor 9463/Kuta.

Tabel 2. Pembuktian Terguguat 1

No. Bukti Tergugat 1 Keterangan

1. Fc. Akta Jual Beli Nomor 135, Bukti ini menerangkan bahwa tergugat 1 telah melakukan proses
tertanggal 22 Maret 2006. hukum terhadap jual beli objek sengketa.

2. Fc. Sertipikat Hak Milik Nomor 9462/ Bukti ini menguatkan Peta Bidang Tanah terkait adanya double/
Kuta atas nama pemegang hak NMJ. overlap di dalam objek sengketa.

Tabel 3. Pembuktian Terguguat 2

No. Bukti Tergugat 2 Keterangan

1. Fc. Salinan Akta Jual Beli Nomor Bukti ini menerangkan bahwa tergugat 2 telah melakukan proses
439/2006, tertanggal 22 November hukum terhadap jual beli objek sengketa.
2008.

2. Fc. Sertipikat Hak Milik Nomor 9463/ Bukti ini menguatkan Peta Bidang Tanah terkait adanya double/
Kuta atas nama pemegang hak NNW. overlap di dalam objek sengketa.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa terjadi sengketa yang dipermasalahkan dalam perkara
ketidakadilan dalam penerapan hukum perkara ini adalah sengketa sertipikat double/overlap
a quo di mana pihak penggugat telah membeli maka penyelesaian yang ideal yaitu siapa yang
dan menguasai objek sengketa pada tahun berhak dan yang mana yang tidak mempunyai
1984 jauh sebelum diterbitkannya sertipikat kekuatan hukum mengikat.
yang menjadi hak para tergugat. Dari fakta
Selain itu putusan perkara a quo tidak
ini seharusnya majelis hakim dapat melihat
memeriksa, meneliti dan memutus sesuai dengan
dengan teliti mengenai fakta-fakta hukum yang
pokok permasalahan yang menjadi alasan
terungkap dalam persidangan. Karena objek

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 347

Jurnal isi.indd 347 1/6/2017 11:30:24 AM


diajukannya dan diselesaikannya permasalahan mulai dari tahapan konstantir, tahap kualifikasi,
a quo pada Pengadilan Negeri Denpasar dan tahap konstituir.
sebagaimana tujuan hukum acara perdata yaitu
Uraian tersebut menunjukkan bahwa dalam
untuk menghindari adanya main hakim sendiri
kajian filsafat hukum selalu mengutamakan
(eigenrichting), karena dalam putusan tidak
“the search for justice” dan selalu menegaskan
memutus mengenai keabsahan dan kepemilikan
bahwa selalu diagungkan, keadilan harus
objek sengketa yang tumpang tindih, padahal hal
dinomorsatukan dan keadilan harus di atas
ini yang menjadi inti pokok diajukannya perkara
segala-galanya untuk selalu diperjuangkan
a quo.
oleh setiap manusia (Fanani, 2013: 37). Selain
Dalam memecahkan perkara semestinya itu sebagai negara yang berlatar belakang
hakim menekankan pada kegunaan ilmu hukum masyarakat yang madani, adil, dan makmur
secara empiris. Hal ini mengingat bahwa tentu yang menjadi the core value-nya adalah
ilmu hukum setidak-tidaknya adalah untuk keadilan, dan memang tujuan hukum itu sendiri
dapat menjelaskan eksistensi objeknya beserta adalah mencapai keadilan. Perjalanan penegakan
problematik yang berkenaan dengan objeknya. hukum yang dipandang hanya sekedar justice
Inilah kegunaan minimum ilmu yang menjadi stigma yang begitu banyak menuai kritik pedas
titik pangkal bagi kegunaan manusia sesuai masyarakat karena justru telah menimbulkan
kepentingan dan tujuannya. Jika misalnya ketidakadilan, seharusnya dapat menyadarkan
sudah jelas apa yang menjadi problematik dari kembali seluruh stakeholder bangsa ini untuk
objek ilmu tertentu yang merugikan manusia mencari apa yang sebenarnya terjadi sehingga
atau yang tidak menyenangkan manusia, maka sikap ketidakpercayaan dan apatisme terhadap
pemecahannya ditentukan lagi oleh hal lain, yaitu penegak hukum begitu terkristalisasi matang
yang sangat menentukan adalah energi yang dalam benak pencari keadilan.
tersedia yang dapat dipergunakan oleh manusia
Secara konseptual, Rahardjo merumuskan
untuk mengatasi atau memecahkan masalah yang
pengertian penegak hukum sebagai suatu
tidak menyenangkan manusia itu (Voll, 2013: 8).
proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan
Dalam pandangan penulis, majelis hukum sebagai suatu proses untuk mewujudkan
hakim dalam menjatuhkan perkara a quo lebih keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.
menekankan pada aliran positivisme yang Keinginan-keinginan hukum yang dimaksud
cenderung pada pemenuhan atas kepastian adalah pikiran-pikiran badan pembentuk undang-
hukum. Secara harfiah memang fungsi dari undang yang dirumuskan peraturan-peraturan
hukum tidak hanya menegakkan keadilan, dan hukum itu. Peraturan-peraturan hukum yang
ada fungsi lain yaitu kepastian sebagaimana yang dibuat oleh lembaga legislatif pada dasarnya
digunakan. Akan tetapi jika dalam praktik ketiga bukannya tidak memihak. Oleh karena suatu
fungsi hukum itu bertentangan, maka hakim undang-undang merupakan hasil perjuangan
dalam membuat putusan harus membuat skala kekuasaan di dalam masyarakat, ada pendapat
prioritas dengan mengutamakan keadilan di atas bahwa pihak yang berkuasa juga menentukan
kepastian dan kemanfaatan. Keadilan dijadikan bagaimana isi peraturan hukum yang dibuat
pisau analisis dalam setiap tahapan putusan, (Sujono & Daniel, 2013: 61-62).

348 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 348 1/6/2017 11:30:24 AM


Penjatuhan putusan yang hanya dengan alasan bahwa tuntutan provisi tersebut
mendasarkan peratuan hukum yang berlaku, telah masuk dalam materi pokok perkara.
tanpa mempertimbangkan hasil konkret yang
Pertimbangan yang dijatuhkan ditinjau
penerapan putusan di masyarakat dapat dikatakan
dari asas kemanfaatan suatu putusan sangat
bahwa putusan yang dikeluarkan telah mencederai
melenceng, di mana dengan dibiarkannya
rasa keadilan di masyarakat dan tentunya akan
proses pembangunan dalam objek sengketa
mempengaruhi terhadap ketertiban masyarakat
telah merugikan kepentingan para pihak
hukum yang diwajibkan untuk senantiasa tunduk
dalam berperkara. Semestinya yang menjadi
dan patuh terhadap segala produk hukum yang
fokus utama dalam penjatuhan putusan adalah
berlaku.
melihat asas kemanfaatan dari putusan tersebut.
Secara tidak langsung pengadilan dalam hal ini
B. Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps
telah membiarkan perbuatan melawan hukum
Ditinjau dari Kemanfaatan Hukum
tersebut terjadi secara terus menerus. Sedangkan
terhadap Para Pihak
pengadilan masih memeriksa terkait dengan
Untuk mendapatkan perlindungan hukum kepemilikan atas tanah yang menjadi objek
atas permasalahan perkara maka sesuai dengan pembangunan.
asas nemo plus yuris yang menegaskan bahwa
Salah satu fungsi utama dari putusan
perlindungan diberikan kepada pemegang hak
hakim adalah menyelesaikan sengketa. Namun
yang sebenarnya, maka dengan asas ini, selalu
demikian, perlu dipahami bahwa fungsi
terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada
menyelesaikan sengketa tidak sekedar memutus
pemilik terdaftar dari orang yang merasa sebagai
persengketaan di antara para pihak, melainkan
pemilik yang sesungguhnya atas tanah tersebut
juga memberi bentuk penyelesaian terbaik
(Hartanto, 2014: 57).
yang mampu memberikan rasa keadilan dan
Berlandaskan hal tersebut penggugat kemanfaatan bagi para pihak. Suatu putusan
mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri tidak hanya harus mewujudkan kepastian hukum,
Denpasar dan di dalam gugatannya mengajukan tetapi juga keadilan dan kemanfaatan (Asnawi,
tuntutan provisi yaitu suatu keputusan yang 2013: 73). Pembiaran terhadap pembangunan di
bersifat sementara atau interim award (temporary dalam objek sengketa yang masih dalam proses
disposal) yang bersisi tindakan sementara hukum tentunya telah mencederai terhadap nilai-
menunggu sampai putusan akhir mengenai nilai perlindungan hukum terhadap para pencari
pokok perkara dijatuhkan dengan tujuan agar keadilan.
pembangunan yang dilaksanakan di dalam objek
Fakta hukum selanjutnya yaitu pertimbangan
sengketa untuk ditangguhkan terlebih dahulu
yang telah mengesampingkan alat bukti yang
guna menghindari ada kerugian terhadap para
diajukan dari pihak penggugat dengan alasan
pihak dan penghormatan pada proses peradilan
bahwa SHM yang merupakan probationis causa
yang sedang berlangsung. Namun dalam
atas kepemilikan objek sengketa bertentangan
perkembangan putusan perkara a quo ternyata
dengan peta bidang yang menjadi bukti adanya
majelis hakim hakim menolak tuntutan tersebut
overlap pada objek sengketa, dengan kata lain

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 349

Jurnal isi.indd 349 1/6/2017 11:30:24 AM


bukti penggugat tidak persis sama dengan batas- sertipikat sebagai akibat dari kebijakan pemerintah
batas pada SHM milik penggugat. Hal ini tentunya berupa pembaruan wilayah/pemekaran, dan untuk
menjadi preseden yang buruk terhadap kontruksi hal-hal ini kemudian penggugat mengajukan
hukum dewasa ini, karena berjalan waktu gugatan ke pengadilan dengan tujuan terdapat
terhadap sebidang tanah terlebih tanah di daerah penyelesaian atas permasalahan yang terjadi.
perkotaan pasti terjadi perubahan batas-batas, di Namun pertimbangan majelis hakim tidak
mana faktanya dalam objek sengketa dahulunya melihat permasalahan ini secara objektif, akan
merupakan kawasan persawahan sekarang telah tetapi secara apriori menyimpulkan bahwa
berubah menjadi daerah perumahan. Dengan bukti penggugat tidak relevan dan kemudian
demikian maka pasti terjadi perubahan antara dikesampingkan.
keadaan nyata objek sengketa dengan sertipikat
Dengan tidak dipertimbangkannya bukti
yang terbit di tahun 1987. Pertimbangan yang
penggugat tersebut mengakibatkan perkara
hanya melihat pada teks-teks pada alat bukti dan
semakin rancu dan seolah-olah permasalahan
tidak logika hukum terhadap peristiwa hukum
ini tidak didasarkan pada fakta hukum yang
yang terjadi, menjadikan suatu perkara dan suatu
terjadi pada saat persidangan yang dilaksanakan.
putusan menjadi sumir.
Bahkan majelis hakim dalam memutus
Adanya peta bidang tanah tersebut adalah perkara objek sengketa tanah yang diketahui
hasil dari pengukuran yang dilakukan penggugat telah adanya overlap/double sertipikat tidak
dengan BPN Kantor Pertanahan Kota Denpasar. melakukan pemeriksaan setempat. Hal ini
Pada mulanya penggugat berupaya untuk merupakan preseden buruk dalam penegakan
membuat perubahan batas atas sebidang tanah hukum di Indonesia. Hal ini dengan mengacu
milik penggugat. Kemudian penggugat bersama pada yurisprudensi Mahkamah Agung Republik
dengan petugas dari BPN Kota Denpasar Indonesia Nomor 966 K/Sip/1973, tertanggal
melakukan pengukuran ke objek sengketa 31 Juli 1975, yang menegaskan: “Seorang juru
namun dalam perkembangannya di dalam objek sita atau wakilnya yang ditunjuk secara sah oleh
sengketa telah dibangun sebuah bangunan, dan hakim Pengadilan Negeri untuk melakukan
petugas kembali melakukan pengecekan melihat pemeriksaan setempat berwenang penuh untuk
titik kordinat dari database yang ada pada seksi melaksanakan perintah hakim tersebut dan hasil
pengukuran BPN Kota Denpasar, ternyata di pemeriksaan dapat menjadi keterangan bagi hakim
dalam objek sengketa terdapat sertipikat double. yang bersangkutan dalam pemeriksaan setempat
dalam memutus perkara yang dihadapinya.”
Dengan adanya peletakan titik koordinat
yang sama terhadap satu bidang tanah, Pertimbangan hukum selanjutnya yang
mengakibatkan adanya tumpang tindih hak menarik dari majelis hakim adalah pertimbangan
atas tanah terhadap satu bidang tanah. Di mana hukum yang membahas terkait dengan
peletakan titik koordinat yang tercatat dalam pertimbangan hukum mengenai saksi yang
BPN Badung dan BPN Kota Denpasar sepanjang diajukan oleh penggugat, di mana saksi-saksi
belum mendapat keputusan dari pengadilan yang diajukan oleh penggugat dikesampingkan
masih berlaku sebagaimana tujuan dilakukannya secara sepihak dikarenakan keterangan saksi
pengukuran tersebut. Terhadap perubahan penggugat yaitu saksi INPD, saksi MMA, dan

350 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 350 1/6/2017 11:30:24 AM


saksi IKM menerangkan bahwa tanah penggugat dalil-dalil penggugat, karenanya terhadap dalil
berbatas sebelah selatan dengan telabah kecil pokok gugatan penggugat harus dinyatakan tidak
atau jelinjingan (bahasa Indonesia parit kecil). terbukti secara sah dan harus ditolak.
Sedangkan SHM yang dimiliki penggugat
Pertimbangan terhadap pembuktian majelis
berbatas selatan dengan telabah, sehingga
hakim terhadap bukti tulis penggugat adalah keliru
keterangan saksi-saksi tersebut tidak sesuai
karena bukti yang diajukan oleh penggugat yaitu
dengan bukti kepemilikan tanah penggugat.
SHM, peta bidang tanah terjadinya perbuatan
Pertimbangan hukum majelis hakim melawan hukum para tergugat, serta bukti lain
tersebut merupakan pertimbangan yang menarik yang diterbitkan oleh lembaga negara yang sah
sekali dicermati, karena tidak berdasarkan secara hukum. Sehingga secara teori pembuktian
fakta hukum keterangan saksi penggugat yang bukti tersebut merupakan bukti otentik, yang
mengetahui keadaan fisik objek sengketa pada artinya suatu akta yang dibuat oleh atau di
saat sertipikat dibuat karena kapasitas saksi hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu
adalah saksi kunci, di mana saksi IKM merupakan merupakan bukti yang lengkap antara para pihak
pengggarap penggugat yang bertugas menjaga dan ahli warisnya, dan mereka yang mendapat
dan mengolah objek sengketa kemudian hasilnya hak dari padanya tentang yang tercantumnya di
untuk beberapa bagian diserahkan kepada dalamnya sebagai pemberitahuan belaka.
penggugat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 165 HIR/1868
Saksi INPD bersaksi karena saksi merupakan BW/285 RBg tersebut, maka akta dapat
penjual objek sengketa kepada penggugat, jadi digolongkan menjadi:
saksi mengetahui secara jelas bagaimana keadaan
1. Acte ambtelijk, yaitu akta otentik yang
fisik objek sengketa pada saat sertipikat hak milik
dibuat oleh pejabat umum. Pembuat akta
penggugat dibuat. Terakhir adalah saksi MMA
otentik tersebut sepenuhnya merupakan
merupakan penghubung antara penggugat dan
kehendak dari pejabat umum. Jadi isinya
saksi INPD sebelum terjadinya jual beli objek
adalah keterangan dari pejabat umum
sengketa. Atas dasar tersebut pertimbangan
tentang hal-hal yang ia lihat dan ia lakukan.
majelis hakim yang mengesampingkan saksi dari
penggugat merupakan tindakan yang tidak dapat 2. Acte partji, yaitu akta otentik yang
dibenarkan, karena sesungguhnya yang menjadi dibuat para pihak di hadapan pejabat
saksi kunci dalam permasalahan a quo adalah umum. Pembuatan akta otentik tersebut,
para saksi tersebut. sepenuhnya berdasarkan kehendak dari
para pihak dengan bantuan pejabat umum.
Pertimbangan majelis hakim selanjutnya
Isi akta otentik tersebut merupakan
adalah pertimbangan yang berkesimpulan bahwa
keterangan-keterangan yang merupakan
penggugat dengan bukti-buktinya penggugat
kehendak para pihak itu sendiri (Sasangka,
belum cukup dapat meneguhkan bahwa objek
2005: 53).
sengketa adalah sah hak milik penggugat.
Sedangkan para tergugat dengan buktinya telah Dalam pertimbangan majelis hakim
dapat membuktikan bahwa dapat melumpuhkam pemeriksa perkara yang telah menolak gugatan

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 351

Jurnal isi.indd 351 1/6/2017 11:30:24 AM


penggugat namun tidak menyatakan bahwa bahwa orang yang seharusnya berhak atas tanah
sertipikat penggugat adalah tidak sah merupakan akan kehilangan haknya. Orang tersebut masih
suatu putusan yang tidak menyelesaikan masalah. dapat menggugat hak dari yang terdaftar dalam
Artinya dalam putusan yang dikeluarkan buku tanah sebagai orang yang berhak. Jadi, cara
oleh Pengadilan Negeri Denpasar tersebut pendaftaran hak yang diatur dalam Peraturan
mengembalikan perkara pada keadaan semula Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
dan cenderung membiarkan perbuatan melawan Pendaftaran Tanah ini tidaklah positif, tetapi
hukum secara terus menerus. negatif (Badan Pertanahan Nasional, 2016).

Maksud bahwa perkara dikembalikan pada Pengertian sistem pendaftaran tanah


keadaan semula adalah pada saat setelah putusan positif mencakup ketentuan bahwa apa yang
dibacakan oleh majelis hakim, penggugat sudah terdaftar dijamin kebenaran data yang
maupun para tergugat berada dalam posisi yang didaftarkan dan untuk keperluan itu pemerintah
membingungkan. Di satu sisi SHM Nomor meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkat yang
7907/Pemogan secara hukum masih berlaku diajukan untuk didaftarkan sebelum data tersebut
sebagaimana maksud dan tujuannya diterbitkan dimasukkan dalam daftar umum dan dalam
sertipikat tersebut yaitu kepemilikan penggugat daftar buku tanahnya. Dalam sistem pendaftaran
atas sebidang yang menjadi objek sengketa. positif, negara menjamin kebenaran data yang
Di sisi lain para tergugat secara hukum juga disajikan. Sistem positif mengandung ketentuan
mempunyai sama pada objek sengketa, sehingga yang merupakan perwujudan dari adagium
antara penggugat dan para tergugat secara hukum “title by registration” (dengan pendaftaran
masih punya hak untuk mengolah dan menguasai diciptakan hak), pendaftaran menciptakan
objek sengketa. sesuatu “indefeasible title” (hak yang tidak dapat
diganggu gugat), dan “the register is everything”
Apabila hal ini dibiarkan terus menerus dan
(untuk memastikan adanya suatu hak dan
mengingat para pihak merupakan masyarakat,
pemegang haknya cukup dilihat buku tanahnya).
maka tidak menuntut kemungkinan di kemudian
hari yang terjadi adalah kekerasan fisik. Karena Berdasarkan sistem positif ini maka sekali
ketika langkah yang dilakukan melalui jalur didaftarkan pihak yang dapat membuktikan
hukum tidak menyelesaikan masalah dan bahwa dialah pemegang hak yang sebenarnya
cenderung merugikan pihak penggugat, karena kehilangan haknya untuk menuntut kembali
tidak dapat melakukan tuntutan haknya karena tanah yang bersangkutan. Apabila pendaftaran
putusan yang dikeluarkan adalah putusan yang terjadi karena kesalahan pejabat pendaftaran,
bersifat positif. maka orang yang berhak tersebut hanya dapat
menuntut ganti kerugian (compensation) dalam
Hal ini telah bertentangan dengan aturan
bentuk uang. Untuk keperluan pembayaran
hukum pertanahan, di mana dalam Penjelasan
kompensasi tersebut negara menyediakan apa
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
yang disebut sebagai “assurance fund.”
tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa
pembukuan suatu hak di dalam daftar buku Ketentuan seperti tersebut di atas tidak
tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria

352 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 352 1/6/2017 11:30:24 AM


dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Hal tersebut mengandung makna bahwa
tentang Pendaftaran Tanah, karena sistem yang dalam penguasaan terhadap tanah bagi setiap
dianut adalah negatif. Dalam sistem publikasi warga negara harus tetap memenuhi persyaratan
negatif, negara tidak menjamin kebenaran data administrasi yang telah dimiliki oleh negara dan
yang disajikan dalam daftar umum dan dalam ketika terjadi permasalahan atas hal tersebut
sertipikat hak atas tanah. Penggunaannya adalah maka penyelesaiannya melalui lembaga negara
atas risiko dari pihak yang menggunakan sendiri pula. Untuk itu dalam langkah penyelesaian
(Harsono, 2002). sengketa melalui pengajuan gugatan sebagaimana
dalam tulisan langkah ini merupakan langkah
Berdasarkan hal tersebut putusan yang
yang tepat dan merupakan bentuk kepercayaan
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Denpasar
masyarakat kepada lembaga negara, sehingga
Nomor 25/Pdt.G/2014/PN.Dps, merupakan
menjadi pekerjaan rumah bagi lembaga negara
putusan yang tidak berdasar hukum dan tidak
manapun juga untuk senantiasa mengedepankan
memberikan manfaat terhadap para pihak dan
masyarakat dan melaksanakan tugas pokok
cenderung mengakibatkan perkara a quo menjadi
sebagaimana yang diamanatkan.
semakin rumit karena yang dikeluarkan adalah
putusan yang bersifat positif (memeriksa pokok
perkara). Hal ini tentunya bertentangan dengan IV. KESIMPULAN
fungsi dari hukum, yang menekankah bahwa Dalam Putusan Nomor 25/Pdt.G/2014/
apabila dilihat dari fungsinya hukum bertujuan PN.Dps yang memutus dengan menolak gugatan
untuk menyelesaikan setiap konflik atau sengketa penggugat dikarenakan penggugat dengan bukti-
yang terjadi di masyarakat. Berkaitan dengan buktinya tidak meneguhkan bahwa objek perkara
ini, maka tujuan hukum pada dasarnya adalah adalah sah milik penggugat. Sehingga dalil
untuk mencapai keadilan dalam penyelesaian pokok gugatan penggugat harus dinyatakan tidak
konflik di masyarakat maupun dalam melakukan terbukti secara sah dan harus ditolak. Sedangkan
pengendalian sosial (Asyhadie & Rahman, 2012: dalam pertimbangan hukum gugatan rekonvensi
123). pertimbangan hukum majelis hakim memutus
bahwa SHM Nomor 9462 milik tergugat 1 dan
Pemikiran hak menguasai dari negara yang
SHM Nomor 9463 milik tergugat 2 adalah sah
bersumber pada Pasal 33 ayat (3) UUD NRI
milik tergugat 1 dan 2.
1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Pokok Agraria tersebut sebagai Apabila ditinjau dari asas keadilan
upaya untuk menghilangkan atau mengganti putusan yang menolak gugatan penggugat
paradigma lama di mana negara sebagai kemudian mengabulkan gugatan rekonvensi
pemilik. Pengertian dikuasai oleh negara bukan dapat dikategorikan putusan yang mencederai
berarti memiliki, melainkan hak yang memberi keadilan bagi penggugat, di mana ketika ditinjau
wewenang kepada negara untuk mengatur dari pembuktian terhadap kepemilikan objek
peruntukan dan penggunaan bumi, air, dan sengketa pihak penggugat sudah secara jelas
kekayaan yang terkandung di dalamnya (Bakri, dan tegas membuktikan bahwa objek sengketa
2011: 19). merupakan miliknya dan kemudian diambil alih

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 353

Jurnal isi.indd 353 1/6/2017 11:30:24 AM


oleh tergugat 1 dan tergugat 2 dengan melakukan dampak terhadap putusan yang telah dikeluarkan,
penguasaan sepihak dan melakukan pengurusan apakah akan menyelesaikan permasalahan yang
sertipikat. Berdasarkan fakta hukum tersebut ditangani dan/atau malah membuat permasalahan
seyogianya majelis dapat melihat dari historis yang ditangani tersebut menjadi semakin rancu
keberadaan semua SHM sebagai hak milik yang punya konsekuensi hukum tersendiri.
kemudian memutuskan objek sengketa yang Dalam menegakkan hukum, dibutuhkan sebuah
terjadi. seni. Seni dalam menaklukan hati rakyat. Seni
itu bisa ditemukan dalam kitab-kitab ilmu sosial.
Hal tersebut mengakibatkan keadaan di
Ilmu sosial sesungguhnya adalah sebuah keris
mana yang berhak atas objek sengketa adalah
ampuh yang bisa menyihir lawan-lawan tanpa
penggugat melalui SHM Nomor 7907/Pemogan,
melukai. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial
tergugat 1 melalui SHM Nomor 9462/Kuta dan
(law as tool of sosial engeneering) seperti yang
tergugat 2 melalui SHM Nomor 9463/Kuta
semua orang tahu didengungkan oleh punggawa
adalah mempunyai keberlakuannya yang sah
besar hukum Pound.
secara hukum. Atas hal tersebut maka terhadap
putusan perkara a quo dapat disimpulkan bahwa Diktum hukum perlu mempelajari ilmu
majelis hakim tidak optimal dalam memeriksa, sosial jelas bukan pekerjaan sederhana. Sebab
meneliti, dan memutus sesuai dengan pokok ahli hukum kebanyakan membaca pasal dan
permasalahan yang menjadi alasan diajukannya menghafalnya, kini ia harus berhadap-hadapan
dan diselesaikannya permasalahan a quo pada dengan buku teks dan laporan penelitian yang
Pengadilan Negeri Denpasar, karena dalam banyak melelahkan. Bisa jadi, justru orang
putusan tidak memutus mengenai keabsahan hukum yang sosiologis mempelajari ilmu
dan kepemilikan objek sengketa yang tumpang sosial untuk menutupi kelemahannya di aspek
tindih, padahal hal ini yang menjadi inti pokok pemahaman dan penghafalannya terhadap
permasalahan diajukannya perkara a quo. pasal-pasal peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka sudah (Marwan, 2013: 259). Melihat kasus dari sudut
berdasar hukum bahwa putusan yang dikeluarkan pandang holistik artinya memandang suatu kasus
Pengadilan Negeri Denpasar adalah tidak tersebut dari sudut pandang sosiologis, keadilan,
berkeadilan dan tidak bermanfaat terhadap para kemanfaatan, dan yang tidak kalah penting dari
pihak yang bersengketa. kepastian hukumnya.

Dari keadilan seharusnya hakim dalam


V. SARAN
putusannya mencerminkan rasa keadilan dan
Dalam menjatuhkan putusan semestinya bukan melihat subjek yang berperkara sehingga
Pengadilan Negeri Denpasar dalam memeriksa keadilan merupakan hal yang hakiki dalam
perkara yang ditangani seharusnya meneliti suatu putusan. Di samping itu hakim juga harus
dengan seksama. Artinya Pengadilan Negeri mempertimbangkan dari sisi kemanfaatan apakah
Denpasar dalam menangani perkara yang diajukan putusan yang dijatuhkan memberikan manfaat
kepadanya harus meneliti apa yang menjadi objek yang positif ataukah malah akan menimbulkan
dari permasalahan yang diajukan, bagaimana dampak negatif dari masyarakat mengingat
putusan yang dijatuhkan tidak mencerminkan rasa

354 | Jurnal Yudisial Vol. 9 No. 3 Desember 2016: 339 - 355

Jurnal isi.indd 354 1/6/2017 11:30:24 AM


keadilan. Kemudian barulah mempertimbangkan filsafat hukum progresif. Yogyakarta: Thafa
dari sisi kepastian hukum sehingga putusan yang Media.
dibuat oleh majelis hakim yang terhormat akan
Rifai, A. (2011). Penemuan hukum oleh hakim dalam
berwibawa dan bijaksana.
perspektif hukum progresif. Cetakan Kedua.
Jakarta: Sinar Grafika.

Rumokoy, D.A., & Maramis, F. (2014). Pengantar


ilmu hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Sasangka, H. (2005). Hukum pembuktian dalam


DAFTAR ACUAN perkara perdata. Bandung: Mandar Maju.

Akub, M.S., & Badaru, B. (2012). Wawasan due Sujono, A.R., & Daniel, B. (2013). Komentar dan
process of law dalam sistem peradilan pidana. pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
Yogyakarta: Rangkang Education. 2009 tentang narkotika. Jakarta: Sinar Grafika.

Amiruddin, Z.A. (2010). Pengantar metode penelitian Supratman & Dillah, P. (2012). Metode penelitian
hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hokum. Bandung: Alfabeta.

Asnawi, M.N. (2013). Hermeneutika putusan hakim. Tehupeiory, A. (2012). Pentingnya pendaftaran tanah
Jakarta: UII Press. di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Asyhadie, H.Z., & Rahman, A. (2012). Pengantar Voll, W.D.S. (2013). Negara hukum dalam keadaan
ilmu hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. pengecualian. Jakarta: Sinar Grafika.

Badan Pertanahan Nasional. (2016). Himpunan karya


tulis pendaftaran tanah. Tidak dipublikasikan.

Bakri, M. (2011). Hak menguasai oleh negara


(Paradigma baru untuk reforma agraria).
Malang: Universitas Brawijaya Press.

Fanani, A.Z. (2013). Bersilsafat dalam putusan hakim


(Teori dan praktik). Bandung: Mandar Maju.

Harsono, B. (2002). Menuju penyempurnaan hukum


tanah nasional. Jakarta: Universitas Trisakti.

Hartanto, A. (2014). Hukum pertanahan: Karakteristik


jual beli tanah yang belum terdaftar hak atas
tanahnya. Surabaya: Laksbang Justitia.

Lubis, M.Y., & Lubis, A.R. (2010). Hukum


pendaftaran tanah. Bandung: Mandar Maju.

Marwan, A. (2013). Satjipto Raharjo sebuah biografi


intelektual & pertarungan tafsir terhadap

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Milik dalam Sengketa Tanah (Fahmi Yanuar Siregar) | 355

Jurnal isi.indd 355 1/6/2017 11:30:24 AM


Jurnal isi.indd 356 1/6/2017 11:30:24 AM
INDEKS

B P
banking crime XV, 327, 328 penafsiran hukum X, 259, 273, 274, 291, 293, 294, 297,
298, 299, 300, 304, 306, 308, 309, 310, 336
C penjatuhan pidana XI, 327, 328, 330, 331, 332, 335, 336,
conditional imprisonment sentence XV, 328 339, 341, 342, 343, 345, 346, 347
constitution XIII, 238, 240, 254, 257, 273 pernikahan terlarang X, 291, 293, 294, 296, 297, 299,
corruption XV, 314 302, 307, 308, 310
pidana penjara bersyarat XI, 327, 328, 329, 330, 335, 336,
E 341, 342, 343, 346, 347
elements of tort XV, 314 poligami V, X, 291, 292, 293, 294, 295, 296, 297, 299,
expediency XVI, 349, 350 305, 307, 308, 309, 310
polygamy XIV, 291, 292
F powers of the president XIII, 238
freehold title XVI, 350 prerogative XIII, 237, 238, 243, 249, 250, 252, 257, 258
H S
hak prerogatif V, IX, 237, 238, 239, 241, 242, 243, 244, sentencing XV, 328
245, 246, 247, 248, 249, 250, 251, 252, 253, 254, sertipikat hak milik V, XII, 349, 357, 361
255, 256, 257 state sovereignty XIII, XIV, 259, 260
I T
illicit marriage XIV, 291, 292 tindak pidana perbankan V, XI, 327, 328, 330, 333, 334,
336, 340, 341, 342, 345, 346, 348
J
judex juris XI, XV, 313, 314, 320, 321, 322, 324 U
justice XV, XVI, 328, 349, 350, 352, 353, 358, 367 undang-undang migas X, 259
unsur melawan hukum XI, 313, 320, 324
K
keadilan V, VI, XI, XII, 278, 279, 304, 314, 317, 318, 320,
325, 327, 342, 343, 344, 345, 346, 347, 349, 350,
352, 353, 354, 356, 358, 359, 360, 363, 364, 365,
367, 377
kedaulatan negara IX, X, 259, 260, 271, 272, 273, 274,
275, 276, 278, 283, 284, 285, 286
kekuasaan presiden IX, 237, 238, 244, 246, 257
kemanfaatan V, XII, 251, 254, 255, 256, 257, 317, 325,
344, 345, 349, 350, 352, 358, 359, 360, 365, 367
kepastian hukum XII, 273, 302, 317, 318, 325, 342, 344,
345, 346, 349, 350, 354, 355, 358, 360, 365
konstitusi IX, X, 237, 238, 239, 242, 243, 244, 246, 248,
250, 251, 252, 254, 255, 256, 257, 258, 259, 271,
273, 277, 279, 280, 284, 314, 344
korupsi XI, 255, 284, 313, 314, 315, 316, 319, 320, 323,
325, 377

L
legal certainty XVI, 350, 367
legal interpretation XIV, 260, 291, 292

M
metode penafsiran X, 259, 272, 291, 293, 294, 297, 299,
300, 301, 305, 306, 308, 309, 310

O
oil and gas law XIV, 260

Jurnal isi.indd 357 1/6/2017 11:30:24 AM


Jurnal isi.indd 358 1/6/2017 11:30:24 AM
ISSN 1978-6506

Vol. 9 No. 3 Desember 2016 Hal. 237 - 355

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA MITRA BESTARI

S
egenap pengelola Jurnal Yudisial menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas
sumbangsih Mitra Bestari yang telah melakukan review terhadap naskah Jurnal Yudisial
Vol. 9 No. 3 Desember 2016. Semoga bantuan mereka mendapatkan balasan dari Allah SWT.

1. Dr. Shidarta, S.H., M.Hum.

2. Dr. Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum.

3. Dr. Yeni Widowaty, S.H., M.Hum.

4. Dr. Niken Savitri, S.H., M.CL.

5. Hermansyah, S.H., M.Hum.

6. Prof. Dr. Ronald Z. Titahelu, S.H., M.S.

7. Prof. Dr. H. Yuliandri, S.H., M.H.

8. Dr. H. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum.

Jurnal isi.indd 359 1/6/2017 11:30:24 AM


Jurnal isi.indd 360 1/6/2017 11:30:24 AM
BIODATA PENULIS

Mei Susanto adalah dosen hukum tata negara sekaligus peneliti Pusat Studi Kebijakan Negara
(PSKN) pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung sejak 2015. Menamatkan S1 pada
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (2010), dan S2 pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(2013). Pernah bekerja sebagai tenaga ahli anggota Komisi III DPR RI (2011-2016) dan saat ini juga
aktif sebagai presidium Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN) Indonesia. Telah menulis
buku berjudul “Hak Budget Parlemen di Indonesia” (Jakarta: Sinar Grafika, 2013); jurnal berjudul
“Eksistensi Hak Budget DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” (Jurnal PJIH, 2016); book
chapter dengan judul “Pelembagaan Oposisi dalam Badan Perwakilan Rakyat Indonesia” (2016); dan
beberapa opini di media cetak. Selain itu terlibat aktif dalam berbagai penelitian misalnya mengenai
perubahan Undang-Undang Pos, Raperda Kota Bandung, Raperda Provinsi Jawa Barat, dan lain-lain.
Pengalaman sebagai tenaga ahli di DPR RI antara lain dalam pembahasan RKUHP, Undang-Undang
Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Komisi Yudisial, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana
Anak, dan lain-lain.

Habib Shulton, menempuh S1 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2010), S1 Ilmu Hukum di
Universitas Cokro Aminoto Yogyakarta (2010), dan S2 Program Magister Ilmu Hukum di Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta (2011). Saat ini mengajar di Institut Agama Islam Ma’arif (IAIM) NU
Metro Lampung. Bidang yang diminati adalah Kajian Hak Asasi Manusia dan Keadilan Kesetaraan
Gender (KKG). Aktif menulis di berbagai jurnal ilmiah, di antaranya adalah “Politik Hukum PERPU
No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak: Perspektif Hak Asasi Manusia” (Jurnal Mahkamah Konstitusi RI (dalam proses)); “Analisis
Paradigma ‘Positivistik-Legalistik Hukum’ dalam Pemaknaan Hukum dan Pengaruhnya terhadap
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia” (Jurnal Integritas, Komisi Pemberantasan
Korupsi/KPK RI (dalam proses)); “Pelanggaran HAM Anak yang Berkonflik dengan Hukum:
Tinjauan Kritis terhadap Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia” (Jurnal STINBATH, STAIN
Jurai Siwo Metro Lampung); “Tinjauan Kritis terhadap Hak-Hak Perempuan dalam UU No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan: Upaya Menegakkan Keadilan dan Perlindungan HAM Perspektif Filsafat
Hukum Islam” (Jurnal MAHKAMAH, IAIM NU Metro Lampung); dan “Dasar Hukum Hakim
Mahkamah Konstitusi dalam Memutuskan Perkara No. 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Hukum
Anak di Luar Nikah (Perspektif Hukum Islam dan Hak Asasi manusia)” (Jurnal FIKRI, IAIM NU
Metro Lampung).

Faiq Tobroni, lahir di Bojonegoro pada 2 April 1988. Santri dari Pondok Pesantren At-Tanwir Talun
Sumberrejo Bojonegoro dan hijrah pada tahun 2004. Lulus peringkat lima besar dari 445 santri.
Menyelesaikan Sarjana Hukum Islam (SHI) tahun 2008 di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Skripsinya mengambil topik tentang implementasi nasakh ayat wasiat dan
ayat waris dalam reformasi hukum waris dan wasiat Indonesia. Selanjutnya, menyabet Magister
Hukum (MH) tahun 2011 dengan prediket cum laude di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Jurnal isi.indd 361 1/6/2017 11:30:24 AM


Yogyakarta. Tesis hukumnya mengambil topik politik hukum HAM dalam pengelolaan Sumber Daya
Alam. Setelah itu, mendapat gelar pula Magister Studi Islam (MSI) dengan Konsentrasi Hukum Islam
tahun 2014 di Program Pascasarjana UIN Walisongo Semarang. Tesis hukum Islam mengambil topik
tentang hak keperdataan anak hasil zina dalam perdebatan antara sakralitas hukum ketuhanan dengan
keniscayaan hak asasi manusia. Kini, penulis menjadi tenaga pengajar dosen di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Penulis sangat menekuni kajian sekitar Hukum Islam (khususnya hukum Perdata Islam),
Hak Asasi Manusia, dan Konstitusi. Beberapa tulisannya antara lain: “Urgensi Proses Peradilan
Affirmative Bagi Perempuan Difabel Korban Perkosaan; Kajian Putusan Nomor 33/Pid.B/2013/
PN.Kdl (Jurnal Yudisial Vol. 8 Nomor 3 Desember 2015); “Kebebasan Hak Ijtihad Nikah Beda Agama
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi” (Jurnal Konstitusi Vol. 12, Nomor 3 September 2015); “Hak
Anak sebagai Ahli Waris dalam Perkawinan Sirri; Kajian Putusan Nomor 329K/AG/2014” (Jurnal
Yudisial, Vol. 8. No. 1 April 2015).

Maman Budiman, lahir di Bandung, tanggal 3 Desember 1978. Menyelesaikan S1 di Universitas


Pasundan Bandung lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan S2 di Pascasarjana Universitas
Islam Bandung Program Magister Ilmu Hukum dan lulus pada tahun 2010. Sekarang penulis adalah
dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung sejak tahun 2012 sampai sekarang.
Mata kuliah yang diampu oleh penulis adalah Hukum Acara Pidana, Delik-Delik Khusus, dan
Kejahatan korporasi serta Kejahatan Pencucian Uang. Selain aktif sebagai tenaga pendidik, penulis
juga aktif melakukan kajian dan penelitian hukum di lingkungan Universitas Pasundan serta sebagai
narasumber, juga aktif menjadi advokat di kantor hukum Maman Budiman, S.H. & Rekan. Selain
itu penulis juga pernah menjadi staf wakil dekan 3 Fakultas Hukum Universitas Pasundan bidang
kemahasiswaan dan menjadi salah satu anggota tim Akreditasi Institusi Universitas Pasundan. Alamat
e-mail penulis: budi_yasir@yahoo.com dan maman.budiman@unpas.ac.id.

Ramiyanto, lahir di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, tanggal 2 November 1987. Menamatkan
pendidikan S1 di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (dahulu IAIN) Raden Fatah
Palembang, Sumatera Selatan dan tamat pada tahun 2010. Setelah menamatkan pendidikan S1,
penulis ikut magang di Kantor Advokat di Palembang. Kemudian tahun 2011 melanjutkan pendidikan
S2 di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang dan tamat pada tahun 2013. Saat ini sedang
mengikuti pendidikan S3 di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Penulis adalah
dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti Palembang dan merangkap sebagai Kepala
Program Studi (Kaprodi) Ilmu Hukum, serta dosen tidak tetap di Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Raden Fatah Palembang. Penulis juga menulis di jurnal lainnya dan surat kabar lokal (Palembang).

Fahmi Yanuar Siregar, lahir di Cirebon, tanggal 9 Januari 1983. Meraih gelar sarjana di Fakultas
Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, kemudian melanjutkan jenjang program studi pascasarjana
pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penulis juga aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar
kampus di antaranya aktif dalam Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Pusat Bantuan Hukum
DPC IKADIN Denpasar, LSM Terraprojustitia, Catholic Relief Service (CSR) Yogyakarta, Ikatan
Mahasiswa Pelajar Cirebon, dan Paguyuban Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas

Jurnal isi.indd 362 1/6/2017 11:30:24 AM


Hukum Universitas Gadjah Mada. Setelah menyelesesaikan studi S2 pada Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, penulis mulai aktif bekerja sebagai lawyer sejak tahun 2006 pada kantor hukum Nico
Suherman, S.H., M.Ag. & Rekan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh penulis yaitu:
Penelitian ilmiah mengenai “Efektivitas Pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan di Rutan
Kebon Waru Bandung”; Observasi dan Investigasi Lapangan terhadap Kejaksaan Negeri Yogyakarta:
Penegakan Hukum, Penuntutan di Kejaksaan”; dan penelitian terakhir mengenai “Penerapan Sanksi
Pidana terhadap Tindak Pidana Pencurian Benda Pustaka (Pratima).” Pengalaman mengajar pada
Fakultas Hukum Universitas Mahendradata dan saat ini merupakan managing partner pada kantor
hukum Fahmi Yanuar Siregar, S.H., LL.M. & Associates. Penulis adalah dosen tetap pada Fakultas
Hukum Universitas Dwijendra Denpasar, mengajar atau pengampu mata kuliah Hukum Acara, Hukum
Perdata, dan Hukum Pidana. Penulis adalah Ketua Praktik Peradilan Semu sekaligus Ketua Program
Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Fakultas Hukum Universitas Dwijendra Denpasar.

Jurnal isi.indd 363 1/6/2017 11:30:24 AM


Jurnal isi.indd 364 1/6/2017 11:30:24 AM
PEDOMAN PENULISAN

1. Naskah merupakan hasil kajian/riset putusan pengadilan (court decision) atas suatu kasus
konkret yang memiliki aktualitas dan kompleksitas permasalahan hukum, baik dari pengadilan
di Indonesia maupun luar negeri dan merupakan artikel asli (belum pernah dipublikasikan).

2. Naskah yang masuk akan melalui tiga tahap penilaian yang dilakukan oleh tim penyunting dan
mitra bestari. Rapat Redaksi akan menentukan diterbitkan atau tidaknya naskah dalam Jurnal
Yudisial. Setiap penulis yang naskahnya diterbitkan dalam Jurnal Yudisial berhak mendapat
honorarium dan beberapa eksemplar bukti cetak edisi jurnal tersebut.

3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris baku. Apabila ada kutipan langsung
yang dipandang perlu untuk tetap ditulis dalam bahasa lain di luar bahasa Indonesia atau Inggris,
maka kutipan tersebut dapat tetap dipertahankan dalam bahasa aslinya dengan dilengkapi
terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

4. Pengiriman naskah disertai biodata penulis dalam bentuk narasi dengan panjang 150 s.d. 250
kata.

5. Naskah ditulis di atas kertas ukuran A4 sepanjang 20 s.d. 25 halaman (sekitar 6.000 kata),
dengan margin halaman, kiri 3 cm, atas 2 cm, kanan 2 cm, bawah 2 cm, dan jarak antar-spasi
1,5. Ditulis menggunakan huruf Times New Roman 12. Semua halaman naskah diberi nomor
urut pada margin kanan bawah.

6. Sistematika penulisan naskah sebagai berikut:

1) Judul dan anak judul dalam bahasa Indonesia.

2) Judul dan anak judul dalam bahasa Inggris.

3) Nama penulis.

4) Nama lembaga/instansi.

5) Alamat lembaga/instansi.

6) Akun e-mail penulis.

7) Abstrak (150 s.d. 200 kata) dan kata kunci dalam bahasa Indonesia (3 s.d. 5 kata). Isi
abstrak meliputi unsur-unsur: a) latar belakang masalah, b) rumusan masalah, c) metode,
d) hasil dan pembahasan, dan e) kesimpulan.

8) Abstrak dan kata kunci dalam bahasa Inggris.

Jurnal isi.indd 365 1/6/2017 11:30:24 AM


9) Pendahuluan, memuat fenomena hukum (topik) yang dianggap menarik sebagai latar
belakang dari putusan hakim yang akan dijadikan objek kajian dalam tulisan ini, yang
kemudian diikuti dengan paparan duduk perkara, pertimbangan hukum yang selektif
dan problematis, identifikasi permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, dan tinjauan pustaka terkait konsep-konsep hukum yang relevan. Bab ini
menggunakan subbab sebagai berikut:

a) Latar Belakang;

b) Rumusan Masalah;

c) Tujuan dan Kegunaan; dan

d) Studi Pustaka.

10) Metode, mencakup penjelasan bahwa penelitian ini merupakan penelitian atas putusan
hakim yang dipilih secara purposif. Penulis harus menjelaskan tentang alasan mengapa
putusan tersebut yang dipilih secara objek kajian, juga tentang ada tidaknya pengayaan
data yang dilakukan (termasuk dokumen lain di luar putusan tersebut dan/atau data
primer di luar dokumen). Apabila penulis melakukan pengayaan data di luar putusan
hakim, harus dijelaskan cakupan/besaran sumber data, teknik pengumpulan data yang
mencakup sumber data (primer atau sekunder), instrumen pengumpulan data, prosedur
pengumpulan data, dan metode analisis data.

11) Hasil dan Pembahasan, memuat lebih detail temuan-temuan problematis yang berhasil
diidentifikasi oleh penulis terkait duduk perkara dan pertimbangan-pertimbangan hakim
di dalam putusan tersebut, serta analisis yang dilakukan untuk menjawab rumusan
masalah. Dalam pembahasan, tinjauan pustaka harus digunakan untuk mempertajam
analisis. Pembahasan harus dikemas secara runtut, logis, dan terfokus, yang di dalamnya
terkandung pandangan orisinal dari penulisnya. Bagian pembahasan ini harus menyita
porsi terbesar dari keseluruhan substansi tulisan.

12) Kesimpulan, mencakup penyampaian singkat dalam bentuk kalimat utuh atau dalam
bentuk butir-butir jawaban rumusan masalah secara berurutan.

13) Saran (jika perlu), berisi rekomendasi akademik, tindak lanjut nyata, atau implikasi
kebijakan atas kesimpulan yang diperoleh. Isi dari saran harus sejalan dengan pembahasan.

14) Daftar Acuan, merupakan publikasi yang digunakan sebagai referensi yang digunakan
dalam penulisan tersebut. Acuan paling sedikit berjumlah sepuluh, tidak termasuk
peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, dan/atau putusan pengadilan, dan
acuan primer paling sedikit 80% dari total acuan.

7. Penulisan kutipan menggunakan model body note atau side note. Kutipan tersebut harus

Jurnal isi.indd 366 1/6/2017 11:30:24 AM


ditunjukkan dalam daftar acuan.

Contoh:

Satu penulis: (Grassian, 2009: 45); Menurut Grassian (2009: 45), “..........”

Dua penulis: (Abelson & Friquegnon, 2010: 50-52).

Lebih dari dua penulis: (Sidharta, Shidarta, & Susanto, 2014).

Lebih dari tiga penulis: (Hotstede et al., 1990: 23).

Terbitan lembaga tertentu: (Cornell University Library, 2009: 10).

8. Penulisan daftar acuan menggunakan aturan dari Harvard-American Psycological Association


(APA).

Contoh:

1) Buku

Grassian, V. (2009). Moral reasoning: Ethical theory and some contemporary moral
problems. New Jersey, NJ: Prentice-Hall.

Sidharta, B.A., Shidarta, & Susanto, A.F. (2014). Pengembanan hukum teoretis: Refleksi atas
konstelasi disiplin hukum. Bandung: Logoz.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2009). Laporan tahunan 2009: Perjuangan melawan


korupsi tak pernah berhenti. Jakarta: KPK.

2) Jurnal

Melani. (2014, Agustus). Disparitas putusan terkait penafsiran Pasal 2 dan 3 UU


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Yudisial, 7 (2), 103-116.

3) Majalah/Surat Kabar

Marzuki, S. (2014, November-Desember). Pengadilan yang fair untuk keadilan. Majalah


Komisi Yudisial, 11-15.

4) Internet

Cornell University Library. (2009). Introduction to research. Diakses dari http://www.library.


cornell.edu/resrch/intro.

9. Naskah dikirim dalam bentuk digital (softcopy) ke alamat e-mail: jurnal@komisiyudisial.go.id;


dengan tembusan ke: ikhsan_azhar@komisiyudisial.go.id; arnis@komisiyudisial.go.id; dan
yuni@komisiyudisial.go.id. Personalia yang dapat dihubungi (contact persons):

Jurnal isi.indd 367 1/6/2017 11:30:24 AM


1. Ikhsan Azhar (085299618833);

2. Arnis (08121368480); atau

3. Yuni (085220055969).

Alamat redaksi:

Pusat Analisis dan Layanan Informasi, Gd. Komisi Yudisial Lt. 3, Jl. Kramat Raya No. 57
Jakarta Pusat 10450, Fax. (021) 3906189.

Jurnal isi.indd 368 1/6/2017 11:30:24 AM

Anda mungkin juga menyukai