Musanni 2015 PDF
Musanni 2015 PDF
Oleh
Musanni
By
Musanni
The coast of Pesawaran, which is a part of Lampung Bay, has a great potential in
the marine aquaculture development. One location that has significant potential is
Cikunyinyi Bay. Aquaculture intensification on the Cikunyinyi Bay might
degrade water quality which led to culture failure. The purpose of this study was
to analyze land suitability level of Cikunyinyi Bay for abalone (Haliotis sp.)
culture based on physical and chemical parameters. This research was conducted
from October to November 2013.The data were taken from 8 sampling points.
Sample data processing was held at Water Quality Laboratory in Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut, Lampung. The method used in this research was
descriptive exploratory method and for location determination, pusposive
sampling method was used. Matching and scoring method was used in this
research. Here is a range of physical and chemical parameters were obtained at the
time of the study : Dissolved oxygen (DO) from 4.15 to 6. 03mg/L, Salinity 31 -
33ppt, Themperature 28.9 – 31.4oC, Depth 3.5 – 10.5m, Brightness 1.1 – 8.2m,
the flow speed from 0.2 to 0.43m/sec, degree of acidity (pH) from 7.54 to 8.16,
Phosphate 0.060 - 0.087mg/L, Nitrate 0.021 – 0.029mg/L. Matching and scoring
that had been done showed value of 64%, with the level of conformity is “not
suitable”. It means this area has permanent barrier, so it can not be forced to
culture abalone.
Oleh
MUSANNI
Skripsi
Pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
RIWAYAT HIDUP
Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2004, dan melanjutkan di Madrasah Aliyah
Negeri 1 (Model) Bandar Lampung hingga lulus pada tahun 2007. Penulis
sebagai anggota Bidang Minat dan Bakat pada tahun 2009-2010. Penulis juga
pernah mengikuti organisasi kampus lain yaitu ZOOM pada tahun 2011-2012
sebagai anggota
Jawa Barat selama 30 hari pada komunitas ikan Nila. Pada tahun 2011 penulis
Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat selama 40 hari dengan judul “Teknik
Pembenihan Ikan KOI (Cyprinus Carpio Lynn).”, Pada tahun 2014 untuk
1. Kedua Orang Tuaku, umi dan bapak yang telah memberikan dukungan tiada
henti.
2. Kedua Adikku, Fauza dan Nisa, yang telah menjadi teman suka duka selama ini.
(Herman Cain)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat
Fisika Kimia di Teluk Cikuyinyi” yang merupakan salah satu syarat untuk
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah banyak membantu dan mendukung dalam pelaksanaan penelitian
1. Bapak dan Umi. Terima kasih atas curahan cinta kasih, iringan doa, nasihat,
dukungan moril maupun materiil serta setiap tetes peluh dan keringat yang
2. Rahmat Fauza dan Chairunnisya. Terima kasih kalian telah menjadi adik,
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas
4. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Universitas Lampung.
5. Bapak Herman Yulianto S.Pi., M.Si. selaku dosen Pembimbing Utama yang
7. Ibu Esti Harpeni S.Pi., MappSc. selaku dosen Penguji yang telah memberikan
Budidaya Perairan.
9. Ibu Muawanah dan mas Wahyu dari Lab Kualitas air di Balai Besar
10. Teman seperjuangan penelitian Edi (bendol), candra (momo), Agung, dan
Saka. Kepada Aprian, Angga, Ijonk, mas Bowo, bang Aan Erma Sartika,
sehinnga skripsi ini dapat diselesaikan, serta rekan - rekan 2007 yang belum
saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, kebersamaan, dan
Musanni
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... v
COVER DALAM ........................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii
MOTTO .......................................................................................................... ix
SANWACANA ............................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Permasalahan........................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
Halaman
1. Abalon ...................................................................................................... 5
6. Gambar 6 Kedalaman (DO) Di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) pagi hari, (b)
sore hari..................................................................................................... 30
9. Gambar 9 Oksigen Terlarut Di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) pagi hari, (b)
sore hari..................................................................................................... 34
10. Gambar 10 Derajat Keasaman (pH) Di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) pagi
11. Gambar 11 Kandungan Fosfat Di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) pagi hari,
(b) sore hari ............................................................................................... 36
12. Gambar 12 Kandungan Nitrat Di Perairan Teluk Cikunyinyi (a) pagi hari,
PENDAHULUAN
Abalon (Haliotis squamata) atau siput laut disebut juga awabi, mutton fish,
dan sea ear. Dalam bahasa daerah disebut dengan medau atau kerang mata tujuh
atau kerang telinga laut (Effendy, 2000). Budidaya abalon (Haliotis sp.)
mempunyai prospek yang cukup baik, mengingat permintaan pasar Asia seperti
Jepang, Cina dan Singapura semakin banyak. Permintaan dunia akan abalon
sumber protein (Litaay, 2005). Abalon tergolong hewan yang memiliki nilai
eksotik, dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Pada daerah tertentu jenis
abalon (H. squamata) dalam kondisi hidup di jual dengan harga Rp. 200.000,-/kg.
akan variasi sumber protein serta perkembangan industri perhiasan dan akuarium
(Litaay, 2005)
liar, predasi oleh pemangsa abalon, kompetisi dengan bulu babi dan biota lainnya
(Anonymous, 2007). Oleh sebab itu perlu diadakan suatu kegiatan budidaya oleh
1
masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar, dan agar ketersediaan abalon di
lingkungan yang tidak cocok untuk jenis kultivan yang akan dipelihara. Agar
budidaya dapat berkembang dengan baik diperlukan data yang sesuai dengan jenis
kultivan.
1.2. Permasalahan
mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan budidaya laut. Salah
satu lokasi yang memiliki potensi cukup besar adalah Teluk Cikunyinyi.
yang tidak tepat justru merupakan faktor terbesar penyumbang kegagalan dalam
budidaya perairan.
baik, diperlukan analisis kesesuaian perairan untuk budidaya. Hal ini harus
didukung oleh ketersediaan data suatu perairan yang akan di gunakan sebagai
lokasi budidaya untuk mencapai produksi perikanan secara optimal dan efesien.
2
1.3 Tujuan Penelitian
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abalon atau siput mata tujuh adalah kelompok moluska laut yang
tergolong dalam genus Haliotis, hidup di zona intertidal sampai kedalaman 80-
100 m, tersebar di daerah tropis sampai sub-tropis. Dari sekitar 100 spesies abalon
Spesies ini sejak lama ditangkap nelayan karena memiliki nilai ekonomi yang
tinggi.
4
Gambar 1. Abalon Haliotis squamata (Imamura, 2005)
sebagai berikut :
Phyllum : Mollusca
Class : Gastropoda
Ordo : Arcaegastropoda
Family : Haliotididae
Genus : Haliotis
bulat sampai oval, memiliki 2-3 buah puntiran (whorl), memiliki cangkang yang
berbentuk seperti telinga (auriform), biasa disebut ear shell. Puntiran yang
terakhir dan terbesar (body whorl) memiliki rangkaian lubang yang berjumlah
sekitar 4-7 buah tergantung jenis dan terletak di dekat sisi anterior. Setyono,
telinga, sehingga masyarakat di Maluku biasa menyebut biota abalon sebagai "bia
5
telinga". Pada bagian kiri cangkang terdapat rangkaian lubang pernafasan. Pada
umumnya, terdapat tujuh buah lubang yang dapat terlihat, namun hanya 4-5 buah
lubang yang tidak tertutup. Tujuh buah lubang inilah yang dijadikan alasan bagi
melekat kuat (dengan kaki ototnya/muscular foot) di permukaan batu pada daerah
sublitoral. Warna cangkang bervariasi antara jenis yang satu dengan jenis yang
lain. Salah satu keistimewaan dari ciri fisik abalon adalah warna cangkang bagian
dalamnya yang beragam. Warna ini dihasilkan oleh nacre (Setyono, 2004a).
sampai hijau kemerahan. Haliotis iris dapat berwarna campuran merah muda dan
merah dengan warna utama biru tua, hijau, dan ungu. Dilihat dari fisiknya, ukuran
dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki
6
2.2 Distribusi dan habitat abalon
seluruh dunia, yaitu sepanjang perairan pesisir setiap benua kecuali perairan
pantai Atlantik di Amerika Selatan, Karibia, dan pantai timur Amerika Serikat.
Abalon paling banyak ditemukan di perairan dengan suhu yang dingin, di belahan
bumi bagian selatan yaitu di perairan pantai Selandia Baru, Afrika Selatan dan
Australia. Sedangkan di belahan bumi utara adalah di perairan pantai barat laut
banyak ditemukan di daerah beriklim empat musim, hanya sedikit jenis yang
Penyebaran siput abalon sangat terbatas. Tidak semua pantai yang berkarang atau
barbatu terdapat siput abalon. Secara umum siput abalon tidak ditemukan di
daerah estuaria. Hal ini berkaitan dengan fluktuasi salinitas dan tingkat kekeruhan
dan mikroalga. Jenis alga yang biasa dimakan yaitu alga merah (Corallina,
pada daerah yang banyak ditemukan alga. Perairan dengan salinitas yang tinggi
dan suhu yang rendah juga merupakan syarat hidup abalon. Abalon dewasa lebih
utara (Alaska sampai British Columbia), abalon umumnya berada pada kedalaman
7
Gambar 2. Abalon yang menempel pada batu (Imamura, 2005)
Haliotis squamata termasuk salah satu jenis abalon yang berukuran relatif
besar. Jenis ini dapat mencapai ukuran 8 - 10cm dengan bobot 30-40 g/ekor dalam
waktu pemeliharaan 12-14 bulan. Abalon tergolong hewan berumah dua atau
diocis (betina dan jantan terpisah). Pembuahan telur dan sperma terjadi di luar
tubuh, dimulai dengan keluarnya sperma ke dalam air yang segera diikuti
keluarnya telur dari induk betina. Kematangan gonad induk jantan maupun betina
berlangsung sepanjang tahun dengan puncak memijah terjadi pada bulan Juli dan
8
2.3.2 Pemijahan Abalon
(alat kelamin). Bila berwana hijau berarti betina dan bila menyerupai putih susu
bisa dipastikan itu adalah jantan. Abalon yang siap memijah dapat dimasukkan ke
dalam bak pemijahan. Selama proses perkawinan ini air di bak pemijahan tersebut
induk betina dapat menghasilkan telur seratus ribu hingga satu juta telur setiap
kali pemijahan. Setelah itu induk betina dapat memijah kembali selang 37 hari
kemudian. Induk betina yang lebih muda dapat memijah dengan frekuensi yang
lebih sering ketimbang yang lebih tua. Rasio antara induk jantan dan betina adalah
terbuat dari fiberglass atau bisa juga tetap menggunakan bak pemijahan yang
berkapasitas satu ton. Air di dalam bak tersebut wajib menggunakan air laut
dengan kondisi yang mengalir. Air ini terlebih dahulu ditreatment agar terbebas
melepaskan telur. Pemijahaan lazimnya terjadi pada pagi hari antara pukul satu
hingga tiga dini hari. Abalon ini siap untuk berkembang biak saat berumur sekitar
9
2.3 3 Pemeliharaan Abalon
Larva yang telah menetas dari telur yang dihasilkan dikumpulkan antara
pukul 6 - 7 pagi. Hal ini dilakukan setelah larva mengeluarkan veliger atau kaki
renang. Saat ini larva memiliki sifat fototeksis positif atau senang bergerak
mendekati sumber cahaya. Larva abalon dapat bergerak (mencari makan) dengan
cara merayap. Oleh sebab itu sebelumnya harus disiapkan dulu wadah atau bak
yang telah dibersihkan terlebih dahulu. Media air laut yang digunakan harus
disaring (difilter) terlebih dahulu dengan menggunakan saringan air laut yang
Pada penebaran larva dalam bak pemeliharaan ini mencapai 150 ribu
hingga 300 ribu setiap bak yang berkapasitas satu ton. Permukaan air di bak harus
tenang, agar larva tidak mudah stress. Bak diaerasi selama 5 hari berturut-turut
dengan kekuatan aerasi yang kecil (lembut). Bak harus ditempatkan di tempat
yang cukup menerima cahaya dan pada malam hari harus dibantu penerangan-nya
permukaan air bak. Setelah hari ke sepuluh air, di bak pemeliharaan harus lebih
sering di saring dan ukuran areasi di perbesar. Selama 60 hari pemeliharan larva
normalnya larva akan tumbuh sepanjang 5-10 cm. Pada saat itu larva sudah
memasuki ukuran juvenil dan telah dapat mengkonsumsi macro algae. Memasuki
II). Bayi Abalone sudah dapat dipindahkan ke dalam keranjang dan dimasukkan
ke dalam bak pemeliharaan dengan memberikan pakan rumput laut dari jenis
10
Pemeliharan menggunakan lembaran plastik (yang bentuknya mirip lembaran
seng). Lembaran plastik ini dilubangi dan dihubungkan dengan pipa paralon dan
bila selama umur 80 hari cangkangnya bertambah panjang menjadi 30 mm. Selain
rumput laut makanan buatan sudah bisa diberi asupan pakan buatan. Formulanya
27% protein kasar, 5% lemak dan 40% karbohidrat. Pemeliharan abalone dari
karamba. Tingkat kepadatannya adalah 60-100 ekor per meter persegi. Setelah 8
bulan kemudian kerang ini pun siap untuk dipanen (Tahang dkk, 2006).
Usaha budidaya tidak terlepas dari kebutuhan air sebagai media tempat
hidup hewan yang dipelihara. Debit dan kualitas air akan sangat berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan hewan yang dipelihara (Setyono, 2004). Khusus untuk
"onland farming" atau budidaya sistim kolam dan bak yang dibangun di darat,
maka sumber air (kuantitas dan kualitas) harus mendapat perhatian utama.
kondisi air (kualitas) in situ juga perlu diperhatikan pola aliran air (arus),
pasir, batu).
11
2.4.1 Kecerahan
penetrasi cahaya yang dapat menembus laut tersebut (SNI 7644-2010). Kecerahan
Menurut Tahang dkk, (2006) tingkat kecerahan yang sesuai untuk budidaya
2.4.2 Suhu
adalah suatu besaran fisika yang menyatakan panas yang terkandung dalam air
laut. Suhu sendiri dipengaruhi oleh lingkungan dan cuaca dilokasi budidaya,
sehingga apabila suhu lingkungan tidak sesuai dengan hewan budidaya atau jika
suhu terus meningkat, ketahanan abalon akan dengan cepat mencapai batas
pada abalon (Fallu 1991). Setyono, (2010) parameter kualitas suhu yang baik
2.4.3 Salinitas
Salinitas adalah jumlah kadar garam terlarut (gram) dalam 1 kg air laut
(SNI 7644-2010). Pada kisaran salinitas optimal dan tetap, energi yang digunakan
12
untuk mengatur keseimbangan kepekatan cairan tubuh dapat digunakan untuk
yang relatif stabil. Salinitas optimal yang cocok untuk pemeliharaan abalon
(2010) berkisar antara 7,5 sampai 8,5. Perairan yang terlalu asam akan kurang
produktif dan dapat membunuh ikan. Kandungan oksigen terlarut pada perairan
yang pH-nya rendah (keasaman yang tinggi) akan berkurang, akibatnya konsumsi
oksigen ikan turut menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan akan
berkurang, lebih mudah terkena infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat
mortalitas tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada suasana basa (Ghufran, 2010).
liter air laut (SNI 7644-2010). Abalon menyukai daerah yang memiliki aliran arus
yang kuat, karena air daerah ini mengandung konsentrasi oksigen terlarut yang
tinggi (Fallu, 1991). Semua jenis abalon menyukai perairan dengan kandungan
oksigen terlarut yang tinggi. (Setyono, 2010) menyatakan kadar oksigen terlarut
13
2.4.6 Kecepatan Arus
Menurut (Wibisono, 2005) arus adalah gerakan massa air laut kearah
horizontal dalam skala besar. Daerah yang berombak dan berarus akan
memberikan masukan oksigen kedalam perairan. Kecepatan arus yang ideal untuk
budidaya abalon berkisar antara 0,2 sampai 0,5 m/detik (Tahang dkk. 2006).
Fallu (1991) bahwa kaki abalon tidak cocok digunakan untuk merayap dan
melekat di pasir, karena di substrat berpasir abalon bisa dengan mudah terbalik
dan dengan mudah akan dimangsa predator. Batuan yang ditempeli makroalga
adalah tempat yang sangat cocok untuk dihuni abalon (Lafferty, et al. 2003).
Hal ini berhubungan dengan tekanan yang yang diterima di dalam air,
2005). Kedalaman perairan yang ideal untuk budidaya abalon 3 sampai dengan
14
2.4.9 Nitrat
Nitrat adalah hasil akhir dari oksida nitrogen dalam laut (Hutagalung
organik air adalah nitrat (Bal and Rao, 2000). Nitrat dapat menyebabkan
busuk. Kisaran nitrat yang layak untuk organisme yang dibudidayakan sekitar
2.4.10 Fosfat
menunjukkan kesuburan perairan. Jika kandungan fosfat lebih dari 0,051 ppm
maka perairan bisa dikatakan baik (Wardoyo, 2002). Kondisi yang mendekati
toleransi batas terendah bagi suatu organisme disebut limitting factor (faktor
suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas)
lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya,
sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha
15
berkelanjutan membutuhkan suatu pengelolaan keruangan wilayah pesisir yang
budidaya. Oleh karena itu sangat penting dikaji bagaimana tingkat kesesuaian
2012).
yang dilakukan selama ini umumnya tanpa diawali dengan penelitian tentang
analisa kesesuaian lahan dan kondisi daya dukung lahan serta status lokasi
lahan atau kawasan serta belum adanya pengelolaan budidaya yang jelas dan
16
III METODE PENELITIAN
Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini
3).
17
Penelitian ini secara umum mencakup 3 tahapan yaitu survei lapangan,
pengumpulan data, pengolahan data serta analisis data. Survei lapang dilakukan
pada bulan September 2013. Pengambilan data serta analisis data dilakukan pada
18
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
19
3.3. Metode Penelitian
tertentu antara lain kemudahan menjangkau lokasi titik sampling, serta efisiensi
waktu dan biaya yang didasari pada interpretasi awal lokasi penelitian dan
pengambilan sampel hanya terbatas pada unit sampel yang sesuai dengan kriteria-
perairan lokasi penelitian. Setiap lokasi pengamatan titik sampling dicatat posisi
geografisnya dengan alat penentu posisi (GPS). Data yang digunakan dalam
penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder (Djarwanto dan Subagyo,
1990).
dilakukan pada saat pagi hari yaitu pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
09.00 WIB, dan juga pada sore hari, yaitu pada pukul 15.00 WIB sampai dengan
pukul 16.00 WIB. Pengukuran kualitas air dilakukan sebanyak 8 stasiun yang
20
dilakukan 2 kali pengulangan. Sampel yang dapat diukur secara langsung
A. Fisika Air
Suhu perairan diukur menggunakan water quality checker, kecerahan
B. Kimia Air
pH , oksigen terlarut, dan salinitas perairan diukur pada tiap titik
21
3.4.1. Variabel Primer
ini tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan dari usaha budidaya yang
diinginkan. variabel primer tersebut terdiri dari : Suhu perairan, salinitas dan
DO.
variabel ini merupakan syarat optimal yang harus dipenuhi oleh suatu
kegiatan usaha budidaya. Syarat ini diperlukan oleh biota, agar kehidupan lebih
22
parameter fisika-kimia perairan yang memenuhi persyaratan budidaya abalon.
Dalam penelitian ini parameter yang diamati untuk kelayakan lahan budidaya laut
meliputi: kualitas air laut (pH, suhu, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan,
nitrat). Parameter tersebut akan digunakan sebagai dasar skala penilaian dan bobot
pada kelayakan lahan budidaya laut. Parameter yang dapat memberikan pengaruh
lebih kuat sebagai faktor pembatas bagi organisme budidaya diberi bobot lebih
tinggi. Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas (Radiarta et al, 2007), yaitu :
perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau
tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikan
23
4. Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable)
acuan dalam pemberian bobot. Karena itu, peubah yang dianggap penting dan
dominan menjadi dasar yang kurang dominan. Untuk melihat keberadaan peubah
diatas, maka hubungan antar beberapa peubah dominan yang mungkin terjadi
syarat – syarat tersebut maka disusun matrik kesesuaian dengan sistem penilaian
pada tabel 3.
<3 1 3
<1 1 2
Perairan Lumpur 1 2
24
Kecepatan 0,2 – 0,5 5 5 Tahang, et al (2006)
Arus
(m/detik) 0,05 – 0,1 3 1 3
<5 1 2
Suhu Perairan 27, 5 – 28,5 5 20 Setyono (2010)
(° C) 25 – 27,4 dan 3 4 12
28,6 - 30
1 4
< 25 dan > 30
Salinitas 30 – 33 5 20 Setyono (2010)
Perairan
(ppt) 27 – 29,9 3 4 12
≤ 7 dan ≥ 8,5 1 1
Total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut
25
Total skor
Total skoring =. x 100%
Total Skor Max.
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
untuk budidaya abalon melalui parameter fisika dan kimia maka didapatkan hasil
matching dan skoring yang bernilai 64%. Teluk Cikunyinyi berada pada kelas N
5.2 Saran
November. Perlu diadakan penelitian lain di luar bulan tersebut untuk melihat
tingkat kesesuaian lahan budidaya abalon pada selain bulan Oktober – November.
0
DAFTAR PUSTAKA
✁✂
Bal, D.V. and Rao, K.V., 2000. Marine Fisheries. Tata Mcgraw Hill Publishing
Company Ltd. New Delhi.
Effendy, I.J. 2000. Study on Early Developmental Stages of Donkey Ear Abalon
(H. asinina). Linneaust 1758.Thesis. Institute of Aquaculture. College of
Fisheries.University of Philippines in the Visayas. Miag-ao, Iloilo.
Philippines. 146 pp.
Esri. 2002. Using Spatial Analyst. Environment System Research Institute, Inc.
New York.
Fallu Ric. 1991. Abalone Farming. First published. Fishing News Books :
London.
Fauzi Y dan Imanto. 2009. Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota
Bengkulu Melalui Perancangan Model Spasial dan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Forum Geografi, Vol. 23 No. 2. p. 101 – 111.
✄☎
Hutchins, P. 2007. Culturing Abalone Half-Pearls : The story of the New Zealand
Eyris Blue Pearl™. Wide Bay Valuation Services. Bundaberg.
http://www.australiangemmologist.com.au/ abalone_pearls.pdf.
Litaay, M. 2005. Peranan nutrisi dalam siklus reproduksi abalon. Osean, 30(3): 1
– 7.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Laut. Keputusan
Meneg. KLH No 51 tahun 2004, tanggal 8 April 2004, Jakarta.
Mudjiono.1991. Potensi moluska (keong dan kerang) dan biota bentil lain di
kawasan wisata bahari Pulau Belitung.P3O LIPI : 86.
Radiarta, N., S.E Wardoyo, B. Priono dan O. Praseno. 2007. Aplikasi Sistem
Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya
Laut di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia Vol. 9 No.1 p. 67 - 79.
Rifai and Ermitati, 1993. Pemijahan Abalon. Pusat Perikanan dan Kelautan.
Departemen Pendidikan Perikanan dan Kelautan. Jakarta.
✆✝
Setyobudiandi dan B. Priyono 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan
Kelautan :Terapan Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir dan
Laut. Cetakan Pertama. Makaira FPIK IPB : Bogor. vi + 313 hal.
Setyono D E D. 2009. Abalon : Biologi dan Reproduksi. LIPI Press: Jakarta. viii +
92 h.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7644. 2010. Basis Data Spasial Oseanografi :
Suhu, Salinitas, Oksigen Terlarut, Derajat Keasaman, Turbiditas, dan
Kecerahan.Badan Standardisasi Nasional: Jakarta.17 hlm.
✞✞