Menurut Engram (1998) pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru.
Hal ini terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius atau adanya kondisi yang
mengganggu tahanan saluran trakeobrokialis sehingga flora endogen yang normal
berubah menjadi patogen ketika memasuki saluran jalan nafas. Pneumonia adalah
penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan
kematian pada bayi dan anak balita (Said 2007).
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) pneumonia adalah inflamasi atau
infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut virus,
bakteri, mikoplasma dan aspirasi substansi asing. Pneumonia atau radang paru-paru
ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungal (kulat). Ia
juga dikenali sebagai pneumonitis, bronchopneumonia dan 'community-acquired
pneumonia (Mansjoer, 2000 : 254).
I.Epidemiologi
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita
di negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib.
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001
kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau
hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari
pneumonia antara lain :
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau
cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan
terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Yang sering menjadi
penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae
atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering
yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus. Pneumonia pada anak-anak
paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada umur 2-3
tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri
Mycoplasma pneumonia.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Pathway :
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan
antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya
infeksi di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada
paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bacterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis
keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens
penyebabnya seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-
cabang utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil
untuk diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan
dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk
melakukan kajian diagnostik.
VI. Penatalaksanaan Medis
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik
per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya,
harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan
oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan
penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik
dalam waktu 2 minggu.
Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum terdiri dari
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu diperhatikan antara
lain :
1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH
juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
1) Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari
atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
2) Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
3) Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
4) Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
5) Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
6) Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
VII. Pencegahan
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan
terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia
(www.sehatgroup.we.id). Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis
pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi yakni :
Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat
untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat
lain seperti meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi
yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran
pajanan asap rokok, asap dapur dIl; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup
sehat; yang kesemuanya itu dapat menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit
menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia (Said 2007).
VIII. Komplikasi
Menurut Engram (1998) dan Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering
terjadi menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural, empiema, gagal nafas,
perikarditis, meningitis, pneumonia interstitial menahun, atelektasis segmental atau
lobar kronik, atelektasis persiten, rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru,
bronkitis obliteratif dan bronkiolitis.
Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab struktur sistem
pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain jaringan paru menurun,
kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan ekspansi paru menurun sebagai
akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sesak napas.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian
mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak besar ) kadang-kadang pada
anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi addomen dan kaku kuduk. Timbul
batuk, sesak, nafsu makan menurun.
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk
dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis
klien.
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Data Fokus
· Inspeksi :
· Palpasi :
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit
b. Body System
· Sistem Pulmonal
· Sistem Cardiovaskuler
· Sistem Neurosensori
· Sistem genitourinaria
Subyektif : -
· Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
· Sistem Musculoskeletal
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan.
· Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan
· Aktivitas/istirahat
· Sirkulasi
· Makanan/cairan
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
· Neurosensori
· Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).
Pernafasan
Tanda :
· Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
· Penyuluhan/pembelajaran
6. Pemeriksaan Penunjang
Studi Laboratorik :
· Hb : menurun/normal
· Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.
Rencana tindakan :
Rencana Tindakan :
Rencana Tindakan :
1) Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi cairan
peroral serta hindari susu yang kental/minum yang dingin agar merangsang
batuk.
2) Monitor keseimbangan cairan à membrane mukosa, turgor kulit, nadi cepat,
kesadaran menurun, tanda-tyanda vital.
3) Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.
4) Lakukan oral hygiene.
Rencana Tindakan :
Rencana Tindakan :
Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.