Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PNEUMONIA DI RUANG CEMPAKA III RSUP SANGLAH

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


I. Pengertian

Menurut Engram (1998) pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru.
Hal ini terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius atau adanya kondisi yang
mengganggu tahanan saluran trakeobrokialis sehingga flora endogen yang normal
berubah menjadi patogen ketika memasuki saluran jalan nafas. Pneumonia adalah
penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri; merupakan
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan
kematian pada bayi dan anak balita (Said 2007).

Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) pneumonia adalah inflamasi atau
infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut virus,
bakteri, mikoplasma dan aspirasi substansi asing. Pneumonia atau radang paru-paru
ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungal (kulat). Ia
juga dikenali sebagai pneumonitis, bronchopneumonia dan 'community-acquired
pneumonia (Mansjoer, 2000 : 254).

I.Epidemiologi

Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita
di negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib.
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001
kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau
hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.

Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia


sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu
banyak korban yang meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian
yang diberikan kepada masalah pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya
yang besar terhadap kematian balita pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh
balita nomor satu".

Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari
pneumonia antara lain :

1. Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bacterial


2. Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama
kehidupan. Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3
bulan dan pada 70 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 1
tahun.
3. Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
4. Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5 tahun,
mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada
pasien antara umur 16 dan 19 tahun.
5. Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan anak-anak
kecil
6. Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus
pneumonia virus.
7. Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada bayi
dan anak kecil.
8. Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat
di rumah sakit.
II. Etiologi

Penyebab pneumonia antara lain :

1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa) yakni


Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Legionella, dan
Hemophilus influenzae.
2. Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air)
3. Organisme mirip bakteri : Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-
anak dan dewasa muda)
4. Jamur tertentu.

Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau
cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan
terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Yang sering menjadi
penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae
atau kombinasi ketiganya.

Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering
yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus. Pneumonia pada anak-anak
paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada umur 2-3
tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri
Mycoplasma pneumonia.

III. Manifestasi Klinis


1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat
naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena
demam tinggi).
2. Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
3. Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
4. Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung
kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
5. Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
6. Frekuensi napas :
1) Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
2) Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
3) Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
5. Nadi cepat dan bersambung.
6. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan
batuk.
7. Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
8. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
9. Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
10. Malaise, gelisah, cepat lelah.
11. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
12. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.
IV. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan
pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif
yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme
infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan
anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel
saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis
dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran
napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian
bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan
yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang
ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia
bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber
terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Pathway :

V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan
antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya
infeksi di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada
paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bacterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis
keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens
penyebabnya seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-
cabang utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil
untuk diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk menetapkan
dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk
melakukan kajian diagnostik.
VI. Penatalaksanaan Medis

Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik
per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya,
harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan
oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan
penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik
dalam waktu 2 minggu.
Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum terdiri dari

1. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran,


antipiretik dan analgetik.
2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
3. Fisioterapi dada dengan drainage postural.

Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu diperhatikan antara
lain :

1. Perhatikan hidrasi.
2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH
juga akan berlebihan.
4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan
keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6. Pengobatan antibiotik:
1) Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari
atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi
komplikasi.
2) Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten
terhadap ampisillin.
3) Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi
ketiga, misal sefatoksim.
4) Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.
Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.
Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
5) Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi
jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan
dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
6) Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.
pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.

VII. Pencegahan

Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan
terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia
(www.sehatgroup.we.id). Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis
pneumonia pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi yakni :

1. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus


pneumoniae)
2. Vaksin flu
3. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type
b).

Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan


pneumonia pada anak; terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan upaya
pencegahan non-imunisasi. Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi
imunisasi DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat
menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti
karena campak, pertusis dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau
merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita.

Di samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat
untuk pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat
lain seperti meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi
yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran
pajanan asap rokok, asap dapur dIl; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup
sehat; yang kesemuanya itu dapat menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit
menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia (Said 2007).

VIII. Komplikasi

Menurut Engram (1998) dan Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering
terjadi menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural, empiema, gagal nafas,
perikarditis, meningitis, pneumonia interstitial menahun, atelektasis segmental atau
lobar kronik, atelektasis persiten, rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru,
bronkitis obliteratif dan bronkiolitis.

Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab struktur sistem
pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain jaringan paru menurun,
kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan ekspansi paru menurun sebagai
akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. Pengkajian

1. Identitas

1) Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa.


2) Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar.
3) Sering terjadi pada bayi dan anak
4) Banyak < 3 tahun
5) Kematian terbanyak bayi < 2 bl.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Sesak napas.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang

Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian
mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak besar ) kadang-kadang pada
anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi addomen dan kaku kuduk. Timbul
batuk, sesak, nafsu makan menurun.

Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk
dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).

c. Riwayat Keperawatan Sebelumnya

Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan atas.

Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis
klien.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar

3. Pemeriksaan Fisik :

a. Data Fokus

· Inspeksi :

Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea,

Sianosis sirkumoral - Distensi abdomen

Batuk : Non produktif Sampai produktif. Dan nyeri dada

· Palpasi :
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit

Hati kemungkin membesar

· Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit

· Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.

b. Body System

· Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/ nonproduktif),


sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

· Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit kepala

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah


menurun

· Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

· Sistem genitourinaria

Subyektif : -

Obyektif : produksi urine menurun/normal,

· Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare.

· Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan.

· Sistem Integumen

Subyektif : -

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan

Data dasar pengkajian pasien :

· Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

· Sirkulasi

Gejala : riwayat adanya

Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat

· Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus

Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
· Neurosensori

Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)

Tanda : perusakan mental (bingung)

· Nyeri/kenyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.

Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).

Pernafasan

Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.

Tanda :

1) Sputum: Merah Muda, Berkarat


2) Perpusi: Pekak Datar Area Yang Konsolidasi
3) Premikus: Taksil Dan Vocal Bertahap Meningkat Dengan Konsolidasi
4) Bunyi Nafas Menurun
5) Warna: Pucat/Sianosis Bibir Dan Kuku

· Keamanan

Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.

Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar

· Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari

Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.


4. Faktor Psikososial/Perkembangan

1) Usia, tingkat perkembangan.


2) Toleransi/kemampuan memahami tindakan.
3) Koping
4) Pengalaman berpisah dengan keluarga/orang tua.
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya.

5. Pengetahuan Keluarga, Psikososial

1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit bronchopneumonia.


2) Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran pernafasan.
3) Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
4) Koping keluarga.
5) Tingkat kecemasan.

6. Pemeriksaan Penunjang

Studi Laboratorik :

· Hb : menurun/normal

· Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal

· Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

II. Diagnosa Keperawatan


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peradangan,
penumpukan secret.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler alveolus.
3) Hipovolemi berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, demam,
takipnea.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen
darah.
5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
III. Intervensi

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan


secret.

Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.

Rencana tindakan :

1) Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status


pernafasan dan bunyi nafas abnormal.
2) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam,
3) Beri therapy oksigen sesuai program.
4) Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lender.
5) Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.
7) Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.
8) Beri minum yang cukup.
9) Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.
10) Kelola pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler


alveolus.

Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal


dan oksigenasi jaringan secara adekuat.

Rencana Tindakan :

1) Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis setiap 2


jam.
2) Beri posisi fowler/semi fowler.
3) Beri oksigen sesuai program.
4) Monitor analisa gas darah.
5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.
6) Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.

3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat,


demam, takipnea.

Tujuan : Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.

Rencana Tindakan :

1) Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi cairan
peroral serta hindari susu yang kental/minum yang dingin agar merangsang
batuk.
2) Monitor keseimbangan cairan à membrane mukosa, turgor kulit, nadi cepat,
kesadaran menurun, tanda-tyanda vital.
3) Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.
4) Lakukan oral hygiene.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen darah.

Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.

Rencana Tindakan :

1) Kaji toleransi fisik pasien.


2) Bantu pasien dalam aktifitas dari kegiatan sehari-hari.
3) Sediakan permainan yang sesuai usia pasien dengan aktivitas yang tidak
mengeluarkan energi banyak agar sesuai aktifitas dengan kondisinya.
4) Beri O2 sesuai program.
5) Beri pemenuhan kebutuhan energi.

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.

Rencana Tindakan :

1) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.


2) Beri kompres dingin.
3) Kelola pemberian antipiretik dan antibiotic.
4) Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan infuse.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,


EGC, Jakarta.

Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,


EGC, Jakarta.

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

Anda mungkin juga menyukai