Momo 1 CHF
Momo 1 CHF
Momo 1 CHF
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan petunjuk-Nya sehingga laporan kasus kepaniteraan klinik program pendidikan
profesi dokter ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.
Laporan kasus ini disusun sebagai upaya integrasi pengetahuan biomedik yang
didapat di bangku perkuliahan dengan kenyataan kasus yang terjadi pada pasien di rumah
sakit. Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini, dapat dihasilkan suatu pemahaman
yang utuh, integratif dan aplikatif mengenai seluk beluk penyakit yang dibahas dalam
laporan kasus ini.
Laporan kasus kali ini mengangkat topik Gagal Jantung Kongestif yang
merupakan suatu penyakit divisi Kardiologi Ilmu Penyakit Dalam. Gagal jantung adalah
keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Diharapkan
dengan membahas kasus ini, diperoleh pula pemahaman yang lebih kompleks mengenai
jantung dan fungsinya serta penyakit jantung kongestif.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus kali ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan laporan kasus ini kedepannya nanti.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke
tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi objektif yang
sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat
karena tidak terdapat nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya
istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk
mempertahankan beban kerjanya.
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis
serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit.
Namun bagi kepentingan praktis, gagal jantung kronis didefinisikan sebagaji sindrom
klinis yang kompleks yang disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak nafas,
fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda-tanda objektif adanya
disfungsi jantung dalam keadaan istirahat (Davis, R., 2000).
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per
1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur. Menurut
penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada
usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat
pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung
akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal
jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada
keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama
(Maggioni, A., 2005).
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per
1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur. Menurut
penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada
usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat
pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung
akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal
jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada
keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000
kematian disebabkan oleh gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum
ada data yang pasti (Maggioni, A., 2005).
2.3 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang
yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung
akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk menentukan penyebab dari
gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit
jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada
46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok
juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung
(Rodeheffer, R., 2005).
Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol
HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard,
serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung (Jackson, G., 2000).
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat
ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal
jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi
aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan
pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung
seringkali timbul bersamaan (Rodeheffer, R., 2005).
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung
akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat
menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus
seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung
terhadap otot jantung.
2.4 Klasifikasi
2.5 Patogenesis
2.6 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, Sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA)
serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis
melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut
jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan
katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi
sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta
kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan
jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi .sistem simpatis melalui
tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung,
meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).
Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan
peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal
dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur
hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf
pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.
Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria utama
dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor:
· Paroksismal nocturnal dyspnea
· Distensi vena pada leher
· Rales
· Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada)
· Edema paru akut
· S3 ( Suara jantung ketiga )
· Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan)
· Hepatojugular refluks
· Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan
Kriteria Minor:
· Bilateral ankle edema
· Batuk nokturnal
· Dyspnea pada aktivitas biasa
· Hepatomegali
· Efusi pleura
· Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam
· Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)
Kriteria Minor diterima hanya jika mereka tidak dapat dikaitkan dengan kondisi medis
yang lain (seperti hipertensi paru, penyakit paru-paru kronis, sirosis, asites, atau
sindrom nefrotik).
Kriteria Framingham Heart Study adalah 100% sensitif dan 78% khusus untuk
mengidentifikasi orang dengan gagal jantung kongestif yang pasti.
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan tekanan vena jugular,
hepatomegali dan edema tungkai. Dari hasil anamnesis perlu juga diketahui sekiranya
pasien mempunyai riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit arteri koroner yang
signifikan, serangan jantung sebelumnya, hipertensi, diabetes, gagal ginjal atau
penggunaan alkohol yang signifikan. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pendeteksian
kehadiran cairan ekstra dalam tubuh seperti suara-suara napas tambahan, pembengkakan
kaki serta pengkarakteristikan yang hati-hati kondisi dari jantung seperti nadi, ukuran
jantung, suara-suara jantung, dan desah jantung (Nieminen, M.S., 2005).
Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH)
gambarannya abnormal karena kongestif hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum
fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda
biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP
adalah 300 pg/ml. Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat
mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan
abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang
akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang
global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi
jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan
dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure (Lee, T.H.,
2005).
Edema pergelangan kaki mungkin disebabkan oleh vena varikosa, edema siklik,
atau efek gravitasi tetapi pada pasien ini tidak ada hipertensi vena jugularis saat istirahat
atau dengan penekanan di atas abdomen. Edema sekunder terhadap penyakit ginjal biasa
dapat dikenal dengan tes fungsi ginjal yang sesuai dan urinalisis, serta jarang berkaitan
dengan peningkatan tekanan vena jugularis. Pembesaran hati dan asites terjadi dalam
pasien dengan sirosis hepatitis dan juga dapat dibedakan dari gagal jantung dengan
tekanan vena jugularis yang normal dan tidak adanya refluks abdominojugularis yang
positif. Diagnosis banding untuk gagal jantung dirincikan sebagai berikut (Davies,
M.K., 2000):
2.9 Penatalaksanaan
Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain seperti,
diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, Beta-blocker
(carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine
/nitrat), antikoagulan, antiaritmia, dan obat positif inotropik. Pada penderita yang
memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam
dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala
karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin
subkutan perlu diberikan pada penderita dengan immobilitas. Pemberian antikoagulan
diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan
dilatasi ventrikel (Millane, T., 2000).
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dyspnea, takikardia
serta cemas. Pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya
trias yang terdiri daripada hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria dan
cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada
infark miokardia, aritmia (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya masalah
mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark
(Maggioni, A.P., 2005).
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan
penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,
menghilangan kongestif paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita
pada posisi duduk disertai dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker
merupakan tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta urin output
dan oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan vasodilator digunakan pada
penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik
< 85 mmHg maka inotropik dan vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan
darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap
cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg (Maggioni,
A.P., 2005).
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai
syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik
biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik
30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan
norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt.
Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah pamasangan pompa balon intra
aorta, pacu jantung (pace maker), implantable cardioverter defibrilator, dan ventricular
assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau
dengan syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai
regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung (pace
maker) bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi
atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik
dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk
mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan
pompa mekanis yang mengantikan sebagian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik
(Maggioni, A.P., 2005).
Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami
gangguan pertumbuhan. Umumnya, berat badan akan mengalami hambatan yang lebih
berat daripada tinggi badan. Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada
ventrikel kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kanan akibat daripada kompensasi jantung dan selanjutnya
menimbulkan dyspnea. Pada gagal jantung kanan dapat terjadinya hepatomegali, asites,
bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal. Menurut Brunner &
Suddarth, potensial komplikasi mencakup syok kardiogenik, episode tromboemboli, efusi
perikardium, dan tamponade perikardium.
2.11 Prognosis
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New York
Heart Assosiation, CHF kelas I-III mempunyai kadar mortalitas 1 tahun sekitar 25% dan
kadar mortalitas 5 tahun sekitar 52%. Sedangkan kadar mortalitas 1 tahun untuk CHF
kelas IV adalah sekitar 40%-50%.
BAB III
STATUS PASIEN
No.Reg. RS : 207793
Dokter Muda :
Dokter :
Tanggal Masuk : 13 Februari 2011
ANAMNESIS
Automentesis Heternomentesis
Deskripsi :
Hal ini dialami os sejak 15 hari yang lalu. Nyeri(-), nyeri tekan(-).
Perut kembung selama 5 hari sebelum masuk rumah sakit dan os merasa menyesak akibat
perut kembungnya. Nyeri tekan(+).
Sesak napas(+), sewaktu melakukan aktivitas, penggunaan 3-4 bantal (-).
Susah tidur(+), demam(-), menggigil(-), batuk(-), keringat malam(-), penurunan berat
badan(-)
BAK (+)N
BAB (+)N
RPT: DM, hipertensi, PJK, GGK
RPO: obat anti hipertensi
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan
Operasi
2005 Stroke
2008 DM
2008 Hipertensi
2008 GGK
RIWAYAT KELUARGA
Laki-Laki Perempuan
51 tahun
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat imunisasi
Tahun Jenis imunisasi
(-) tidak jelas
Riwayat Alergi
Tahun Bahan/Obat Gejala
Merokok :-
Minum Alkohol :-
Hubungan Seks :-
DISKRIPSI UMUM
Gizi BB : 80 kg TB : 170 cm
TANDA VITAL
KULIT : dbn
TVJ : R-2 cmH20, Trakea : medial, Pembesaran KGB (-), Struma (-)
HIDUNG: dbn
THORAX
Depan Belakang
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi SF ki=ka kesan normal SF ki=ka kesan normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi SP: bronkial SP: bronkial
ST: - ST:-
JANTUNG
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
PUNGGUNG
Simetris, tapping pain +
EKSTREMITAS
REKTUM: tdp
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis +
Refleks Patologis –
BICARA
jelas
PEMERIKSAAN LAB
URINALISA RUANGAN
tdp
FESES RUTIN
tdp
Oleh Dokter:
Tgl S O A P
Terapi Diagnostik
14/02 Kaki Sens : CM CHF ec HHD + -Tirah baring
/11- bengkak, TD : 170/100 mmHg DM tipe 2 + -IVFD RL 8 tts/mnt
16/02 Nyeri ulu Pols : 78x/i Hipertensi stage 2 -Injeksi Furosemide 1A/ 12jam
/11 hati, nafsu RR : 20x/i -Injeksi Ranitidin 1A/ 12jam
makan turun Temp: 36,5C -ISDN 3×1
-Aspilet 1x80mg
Pemeriksaan fisik: -Alprazolam 1x0,5mg
Kepala: -Simvastatin 1x1
Konjunktiva palpebra inferior -Bicnat 3x1
anemis pucat (+)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thoraks:
SP: Bronkial, ST: -
BJ: I/II regular, desah (-)
Abdomen:
I : Simetris
P: H/L/R: N, BU (+)
P: timpani
A: BU(+)
Ekstremitas: Odema inferior +/+
17/02 Kedua kaki Sens : CM CHF ec HHD + -Tirah baring
/11- bengkak +/+ TD : 170/100 mmHg DM tipe 2 + -IVFD RL 8 tts/mnt
20/02 Pols : 78x/i Hipertensi stage 2 -Injeksi Furosemide 1A/ 12jam
/11 RR : 20x/i -Injeksi Ranitidin 1A/ 12jam
Temp: 36,5C -ISDN 3×1
-Aspilet 1x80mg
Pemeriksaan fisik: -Alprazolam 1x0,5mg
Kepala: -Simvastatin 1x1
Konjunktiva palpebra inferior -Bicnat 3x1
anemis pucat (+)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thoraks:
SP: Bronkial, ST: -
BJ: I/II regular, desah (-)
Abdomen:
I : Simetris
P: H/L/R: N, BU (+)
P: timpani
A: BU(+)
Ekstremitas: Odema inferior +/+
21/02 Bengkak di Sens : CM CHF ec HHD + -Tirah baring
/11- kedua kaki TD : 150/100 mmHg DM tipe 2 + -IVFD RL 8 tts/mnt
22/02 Pols : 80x/i Hipertensi stage 2 -Injeksi Furosemide 1A/ 12jam
/11 RR : 24x/i -Injeksi Ranitidin 1A/ 12jam
Temp: 36,5C -ISDN 3×1
-Aspilet 1x80mg
Pemeriksaan fisik: -Simvastatin 1x1
Kepala: -Bicnat 3x1
Konjunktiva palpebra inferior
anemis pucat (+)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thoraks:
SP: Bronkial, ST: ronkhi
basah(+)
BJ: I/II regular, desah (-)
Abdomen:
I : Simetris
P: H/L/R: N, BU (+)
P: timpani
A: BU(+)
Ekstremitas: Odema inferior +/+
Demam dan
23/02 bengkak di Sens : CM CHF ec HHD + -Tirah baring
/11- kedua kaki TD : 180/110 mmHg DM tipe 2 + -IVFD RL 8 tts/mnt
24/02 Pols : 100x/i Hipertensi stage 2 -Injeksi Furosemide 1A/ 12jam
/11 RR : 24x/i -ISDN 3×1
Temp: 36,5C -Aspilet 1x80mg
-Simvastatin 1x1
Pemeriksaan fisik: -Bicnat 3x1
Kepala: -Albumin 20% 1fl/24jam
Konjunktiva palpebra inferior -Amoxicillin 4x500mg
anemis pucat (+) -Antasida syr 3xC1
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thoraks:
SP: Bronkial, ST: ronkhi
basah(+)
BJ: I/II regular, desah (-)
Abdomen:
I : Simetris
P: H/L/R: N, BU (+)
P: timpani
A: BU(+)
Ekstremitas: Odema inferior +/+
Bengkak
25/02 pada kedua Sens : CM CHF ec HHD + -Tirah baring
/11- kaki TD : 180/110 mmHg DM tipe 2 + -IVFD RL 8 tts/mnt
01/03 Pols : 100x/i Hipertensi stage 2 -Injeksi Furosemide 1A/ 12jam
/11 RR : 24x/i -ISDN 3×1
Temp: 36,5C -Aspilet 1x80mg
-Simvastatin 1x1
Pemeriksaan fisik: -Bicnat 3x1
Kepala: -Inj. Ciprofloxacin 1fl/12jam
Konjunktiva palpebra inferior -Antasida syr 3xC1
anemis pucat (+) -Nifedipine 1x10mg
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thoraks:
SP: Bronkial, ST: ronkhi
basah(+)
BJ: I/II regular, desah (-)
Abdomen:
I : Simetris
P: H/L/R: N, BU (+)
P: timpani
A: BU(+)
Ekstremitas: Odema inferior +/+
Bengkak
02/03 pada kedua Sens : CM CHF ec HHD + -Tirah baring
/11- kaki TD : 170/100 mmHg DM tipe 2 + -IVFD RL 8 tts/mnt
08/03 Pols : 84x/i Hipertensi stage 2 -Injeksi Furosemide 1A/ 12jam
/11 RR : 24x/i -ISDN 3×1
Temp: 36,5C -Aspilet 1x80mg
-Simvastatin 1x1
Pemeriksaan fisik: -Bicnat 3x1
Kepala: -Inj. Ciprofloxacin 1fl/12jam
Konjunktiva palpebra inferior -Antasida syr 3xC1
anemis pucat (+) -Klonidin 1x1 tab
Leher: Pembesaran KGB (-) - Bisoprolol 1x1mg
Thoraks: -Eas primer 1fl/ 24jam
SP: Bronkial, ST: ronkhi -Renogard 3x1
basah(+)
BJ: I/II regular, desah (-)
Abdomen:
I : Simetris
P: H/L/R: N, BU (+)
P: timpani
A: BU(+)
Ekstremitas: Odema inferior +/+
Bengkak
09/03 pada kedua Sens : CM CHF ec HHD + -Tirah baring
/11 kaki TD : 160/100 mmHg DM tipe 2 + -IVFD RL 8 tts/mnt
Pols : 80x/i Hipertensi stage 2 -Injeksi Furosemide 1A/ 12jam
RR : 24x/i -ISDN 3×1
Temp: 36,5C -Aspilet 1x80mg
-Simvastatin 1x1
Pemeriksaan fisik: -Bicnat 3x1
Kepala: -Inj. Ciprofloxacin 1fl/12jam
Konjunktiva palpebra inferior -Antasida syr 3xC1
anemis pucat (+) -Klonidin 1x1 tab
Leher: Pembesaran KGB (-) -Bisoprolol 1x1mg
Thoraks: -Eas primer 1fl/ 24jam
SP: Bronkial, ST: ronkhi -Renogard 3x1
basah(+) -KSR 1x1
BJ: I/II regular, desah (-) -Balance cairan
Abdomen:
I : Simetris
P: H/L/R: N, BU (+)
P: timpani
A: BU(+)
Ekstremitas: Odema inferior +/+
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
42
DAFTAR PUSTAKA
Davies, M.K., 2000. ABC of heart failure: Congestive heart failure in the community
trends in incidence and survival in 10-year period.. BMJ : 297-300
Davis, R.C., 2000. ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ 320 : 39-42.
Harbanu H.M, 2007, et al. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK
Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar. Available from :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/9_gagal%20jantung.pdf
[Accesed 5th March 2011]
Lee, T.H., 2005. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors.
Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York:
Marcel Dekker : 449-65
Maggioni, A.P., 2005. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological
management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005 ;
J15-J20.
Millane, T., 2000. ABC of heart failure: acute and chronic management strategies. BMJ
2000;320:559-62.
43
Nieminen, M.S., 2005. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure –
full text the task force on acute heart failure of the european society of cardiology.
Eur Heart J : 256-351
Santoso, A., 2007. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC : 23-28.