Anda di halaman 1dari 9

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi padat cair sebagai berikut :

1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan kontak antara partikel
dengan liquid, akibatnya akan memperbesar heat transfer material, disamping itu juga akan
memperkecil jarak difusi. Tetapi partikel yang sangat halus akan membuat tidak efektif bila
sirkulasi proses tidak dijalankan, disamping itu juga akan mempersulit drainage solid residu.
Jadi, harus ada range tertentu untuk ukuran-ukuran partikel dimana suatu partikel harus cukup
kecil agar tiap partikel mempunyai waktu ekstraksi yang sama, tetapi juga tidak terlalu kecil
hingga tidak menggumpal dan menyulitkan aliran.
2. Suhu Ekstraksi
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah dengan bertambah
tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar difusi, jadi secara keseluruhan akan
menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain harus diperhatikan apakah dengan
suhu tinggi tidak merusak material yang diproses.
3. Pelarut
Pada proses ekstraksi pelarut bertujuan untuk mengekstrak zat terlarut dari satu fasa cair
yang lain. Harus dipilih pelarut yang cukup baik dimana tidak akan merusak kontituen atau
solute yang diharapkan (residu). Disamping itu juga tidak boleh pelarut dengan viskositas tinggi
(kental) agar sirkulasi bebas dapat terjadi. Umumnya pada awal ekstraksi pelarut dalam keadaan
murni, tetapi setelah beberapa lama konsentrasi solute didalamnya akan bertambah besar
akibatnya rate ekstraksi akan menurun, pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang dan
kedua kerena larutan bertambah pekat.
Ada beberapa faktor spesifik yang dipertimbangkan dalam pemilihan solvent yang
meliputi:
1) Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen lainnya dari
bahan yang diekstrak. Dalam hal ini, larutan ekstrak yang diperoleh harus dibersihkan yaitu
dengan mengekstraksi larutan tersebut dengan pelarut kedua (Ketaren, 1986).
2) Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solute sesempurna mungkin.
Kelarutan solute terhadap pelarut yang tinggi akan mengurangi jumlah penggunaan pelarut,
sehingga menghindarkan terlalu besarnya perbandingan antara pelarut dan padatan.
3) Kerapatan
Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solute akan memudahkan pemisahan
keduanya.
4) Aktivitas kimia pelarut
Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap komponen lainnya di dalam
sistem (Treybal, 1980).
5) Titik didih
Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solute dipisahkan dengan cara penguapan,
distilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat. Dari
segi ekonomi akan menguntungkan bila titik didih pelarut tidak terlalu tinggi.
6) Viskositas pelarut
Pelarut harus mampu berdifusi ke dalam maupun ke luar dari padatan agar bisa mengalami
kontak dengan seluruh solute. Oleh karena itu, viskositas pelarut harus rendah agar dapat masuk
dan keluar secara mudah dari padatan (Ketaren, 1986).
7) Rasio pelarut
Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai dengan kelarutan zat terlarut atau
solute pada pelarut. Semakin kecil kelarutan solute terhadap pelarut, semakin besar pula
perbandingan pelarut terhadap padatan, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian perbandingan
soluet dan pelarut yang tepat akan mampu memberikan hasil ekstraksi yang diharapkan.

Pengadukan
Pengadukan menyebabkan difusi eddy bertambah, dan perpindahan material dari permukaan
pertikel ke dalam larutan (bulk) bertambah cepat, disamping itu dengan pengadukan akan
mencegah terjadinya pengendapan. Semakin cepat kecepatan pengaduk, maka partikel akan
semakin terdistribusi dalam permukaan kontak dan kontak yang terjadi akan semakin luas
terhadap pelarut.
EPC
Ekstraksi padat cair, disebut juga leaching, merupakan proses pemisahan zat terlarut (solute) dari
suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan pelarut
cair.

Aplikasi di Industri
Operasi ini sering dijumpai di dalam industri kimia, metalurgi maupun farmasi, misalnya pada
pemisahan biji emas, tembaga dari biji-bijian logam, produk-produk farmasi dari akar atau daun
tumbuhan tertentu. Ekstraksi padat cair banyak digunakan di industri kimia dimana metode
pemisahan mekanik dan termal tidak dapat dilakukan.

Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini ialah :
1. Gelas piala 250 ml
2. Pengaduk beserta motornya
3. Gelas ukur 10 ml dan 100 ml
4. Labu ukur 500 ml
5. Pipet tetes
6. Piknometer 10 ml
7. Neraca analitik
8. Erlenmeyer 250 ml
9. Corong kaca
10. Buret 50 ml
11. Statif dan klem

Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah :
1. Natrium karbonat (Na2CO3)
2. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2)
3. H2O
4. Asam klorida (HCl) 0,1 M
5. Indikator fenolftalein
6. Kertas saring

Variabel Percobaan
Variabel yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari variabel tetap dan variabel bebas.
Variabel tetap pada percobaan ini ialah rasio mol Na2CO3 dan Ca(OH)2 yaitu 0,08 mol : 0,08
mol, waktu pengadukan selama 1 menit dan waktu dekantasi selama 1 menit. Variabel bebas
pada percobaan ini ialah kecepatan gear pengaduk yaitu 0 dan 1.

Prosedur Percobaan
Prosedur ekstraksi pada percobaan ini ialah :
1. Padatan Na2CO3 dan Ca(OH)2 ditimbang sebanyak yang dibutuhkan yaitu dengan rasio
mol 0,08 : 0,08.
2. Pada langkah pertama, padatan Na2CO3 dan Ca(OH)2 dimasukkan ke dalam gelas piala 4
dan kemudian ditambahkan H2O sebanyak 100 ml.
3. Campuran diaduk menggunakan unit pengaduk selama 1 menit, kemudian dibiarkan
selama 1 menit. Setelah itu larutan dipisahkan dari padatan yang terbentuk dan diukur
volumenya.
4. Pada langkah kedua, pelarut baru ditambahkan kedalam gelas piala 4 yang masih berisi
sisa padatan pada langkah pertama sebanyak jumlah larutan yang dihasilkan pada langkah
sebelumnya.
5. Campuran kemudian diaduk dan dibiarkan dengan durasi waktu yang sama seperti langkah
sebelumnya. Kemudian larutan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam gelas piala 3 yang
telah diisi dengan umpan padatan yang baru.
6. Campuran pada gelas piala 3 tersebut kemudian diaduk dan dibiarkan dengan durasi waktu
yang sama seperti sebelumnya. Kemudian larutan dipisahkan dan diukur volumenya.
7. Demikian seterusnya, langkah-langkah percobaan ini dilakukan seperti yang digambarkan
pada skema.
8. Pada langkah kelima hingga kedelapan larutan diukur kosentrasinya dengan metode titrasi
dan ditentukan densitasnya dengan piknometer.
9. Pada langkah kedelapan sisa padatan ditimbang massanya atas dasar kering.

Gambar 3.1Skema Percobaan Ekstraksi Padat Cair 4 Tahap

Ketentuan penggunaan Gambar 3.1 sebagai berikut :


Na2CO3 + Ca(OH)2 → 2NaOH + CaCO3
Mula-mula : mol mol
Bereaksi : mol mol mol mol
Sisa : 0 0 mol mol

Mr Na2CO3 = 106 gr/mol


Mr Ca(OH)2 = 74 gr/mol
Massa Na2CO3 = n Na2CO3 x Mr Na2CO3 = mol x 106 gr/mol = gr
Massa Ca(OH)2 = n Ca(OH)2 x Mr Ca(OH)2 = mol x 74 gr/mol = gr

BIODIESEL

Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran
posisi asam lemak (Swern 1982). Reaksi transesterifikasi (alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida pada minyak nabati menjadi metil ester (biodiesel) melalui reaksi dengan
menggunakan alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol dan katalis asam atau basa serta
menghasilkan produk samping berupa gliserol.
Kadar ALB
AxNxM
kadar ALB=
10 𝑥 𝐺

Kadar ALB = Kadar Asam Lemak Bebas


A ` = Jumlah ml KOH yang digunakan
N = Normalitas KOH
M = Mr asam lemak dominan (asam oleat)
G = Berat Sampel

Rasio Molaritas 1:4


Volume minyak = 275 ml
Mr Minyak = Mr As lemak + Mr Gliserol – Mr Air
Mr As lemak = 298 + 272 + 292 = 862 gr/mol
Mr Gliserol = 92 gr/mol
Mr Air = 3 x 18 = 54 gr/mol

Mr Minyak = 900 gr/mol

grminyak = ρ minyak x V minyak


grminyak = 0,920 gr/ml x 275 ml
gr minyak = gram
𝑔𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
Mminyak = 𝑀𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
𝑔𝑟
Mminyak = 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙

Mminyak = M

Mmetanol = 4 x Mminyak
Mmetanol =4x M
Mmetanol = M
𝑀𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
Vmetanol = 𝜌𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑀 𝑥 32𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
Vmetanol = 0,7918 𝑔𝑟/𝑚𝑙

Vmetanol = ml

Faktor-faktor
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil
dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari
0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air
akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar
dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk
setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan
alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly,
1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka
konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam
konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai
perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
3. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan
dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah
natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan

kalium metoksida (KOCH3). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang

maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk
reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk
natrium hidroksida.
4. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih metanol
sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk
waktu yang lebih singkat. Hal ini ditunjukan pada Gambar 2.7. Untuk waktu 6 menit, pada
temperatur 60oC konversi telah mencapai 94% sedangkan pada 45oC yaitu 87% dan pada 32oC
yaitu 64%. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun
dengan waktu reaksi yang lebih lama.
5. Waktu Reaksi
Hasil dari reaksi transesterifikasi juga dipengaruhi oleh waktu rekasi. Semakin lama
waktu reaksi, maka kontak antara reaktan dan katalis akan lebih sempurna dan yield yang
dihasilkan semakin banyak.
6. Kecepatan Pengadukan
Pengadukan diperlukan untuk homogenisasi campuran. Ketika metanol dan katalis
dicampurkan dengan minyak maka akan terbentuk dua fase, yaitu fase metanol di bagian atas
dan fase minyak di bagian bawah. Adanya pemisahan fase ini menghambat laju reaksi, karena
rendahnya peluang kontak antara minyak, metanol dan katalis. Kecepatan pengadukan berfungsi
untuk meningkatkan frekuensi kontak pada pencampuran antara minyak, alkohol dan katalis.
Kecepatan pengadukan yang sesuai dapat membantu homogenisasi dan meningkatkan kecepatan
konversi.

Esterifikasi

Minyak yang mengandung asam lemak bebas melebihi 2% memerlukan perlakuan pendahuluan
berupa esterifikasi, hal ini dikarenakan asam lemak bebas akan membentuk sabun dan emulsi
yang sukar dipisahkan pada proses transesterifikasi (Canakci dan Van Gerpen 2001). Esterifikasi
merupakan reaksi antara metanol dengan asam lemak bebas sehingga terbentuk metil ester
dengan bantuan katalis asam kuat berupa H2SO4 atau HCl. Reaksi esterifikasi tidak hanya
mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester tetapi juga menjadi trigliserida walaupun
dengan kecepatan yang lebih rendah (Freedman dkk. 1984).

Anda mungkin juga menyukai