Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia atau suatu
penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multisistem dan mempunyai
karakteristik hyperglikemia yang disebabkan difesiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat ( Brunner dan Suddarth ).
Pengertian lain dari diabetes melitus yaitu berupa gangguan metabolisme
karbohidrat,yang disebabkan kekurangan insulin relatif atau absolut yang dapat
timbul pada berbagai usia dengan gejala, hyperglikemmia, glikosuria, poliuria,
polidipsi, polipagi, kelemahan umum, dan penurunan berat badan.
B. Etiologi
Penyebab diabetes melitus belum diketahui pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang
peranan. Diabetes mellitus dapat dibedakan atas dua yaitu :
1. Diabetes type I (Insulin Depedent Diabetes Melitus/IDDM ) tergantung
insulin dapat disebabkan karena faktor genetik, imunologi dan mungkin
lingkungan misalnya infeksi virus.
a. Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 itu
sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes type 1.
b. Faktor immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti adanya suatu
proses respon autoimun.
c. Faktor lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil penelitian dapat
memicu destruksi sel beta atau dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes type II (Non Insulin Depedent Diabetes Melitus /NIDDM) yaitu
tidak tergantung insulin. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan
penting dalam proses terjadinya resistensi insulin.
C. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).

Yang menjadi faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses


terjadinya diabetes melitus yaitu:
1. Usia ( Resistensi insulin cendrung meningkat pada usia 65 tahun ).
2. Obesitas.
3. Riwayat keluarga.
4. Kelainan pankreas.
5. Kelompok etnik ( belum ada pendapat yang pasti ).
D. Penyimpangan KDM
(Lihat pada lampiran)
E. Manifestasi Klinik
1. Gejala utama adalah akibat tingginya kadar gula darah (hyperglikemia )
antara lain poliuria, polidipsi, polipagi.
2. Kelainan kulit yaitu gatal-gatal.
3. Kelainan ginekologis misalnya keputihan.
4. Kesemutaan, rasa gatal.
5. Kelemahan tubuh.
6. Luka yang tidak sembuh.
7. Infeksi saluran kemih.
8. Penurunan berat badan.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan polyuria dan
dehydrasi.
2. Gangguan pola napas berhubungan dengan asidosis metabolik.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolik,
penurunan intake oral.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik dan kelemahan fisik.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan diuretik
osmotik.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan
glukosa/ insulin, hilangnya konduksi nervus system.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan kurangnya
informasi yang diperoleh.
G. Intervensi Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan polyuria dan
dehydrasi.
Tujuan : Kebutuhan cairan elektrolit terpenuhi.
Intervensi :
- Kaji intensitas muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
Rasional: Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total.
Bila terjadi infeksi akan ditemukan adanya demam dan
hipermetabolik yang meningkatkan intensitas IWL.
- Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: Hipovolemia dimanifestasikan dengan hipotensi dan
takikardia.
- Kaji pola pernapasan kusmaul, kualitasnya dan napas bau aseton.
Rasional: Paru-paru akan mengeluarkan asam karbonaat sebagai
akibat ketoasidosis. Napas bau aseton sebagai akibat
pemecahan asam acetoasetik sehingga akan menyebabkan
pernapasan kusmaul.
- Monitor intake dan out put cairan. Timbang BB secara teratur.
Rasional: Memperkirakan kebutuhan kebutuhan cairan tubuh, kerja
ginjal dan efektifitas pengobatan. Penurunan BB
menunjukan adanya pengeluaran cairan yang berlebihan.
- Pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari dalam batas toleransi jantung.
Rasional: Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
- Obervasi kemungkinan adanya perubahan tingkat kesadaran.
Rasional: Perubahan status mental klien sebagai akibat peningkatan
atau penurunan kadar glukosa, gangguan elektrolit,
asidosis, pernurunan perfusi serebral dan hipoksia.
- Pasang urin bag/kateter.
Rasional: Memfasilitasi pengukuran out put secara akurat (terutama
pada klien yang mengalami retensi urine/inkontinen).
- Monitor pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit.
Rasional: Hasil pemeriksaan akan menunjukan tingkat hydrasi. Bila
terjadi peningkatan menunjukan gangguan diuresis osmotik.
- Monitor BUN dan kalium
Rasional: Peningkatan BUN menunjukan adanya peningkatan
pemecahan sel akibat dehydrasi dan hiperkalemia terjadi
sebagai respon terhadap asidosis.

2. Gangguan pola napas berhubungan dengan asidosis metabolik.


Tujuan : Klien dapat menunjukan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat pada jaringan serta tidak adanya peningkatan
resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan klien bebas
dari gejala distress pernapasan seperti kusmaul.
Intervensi :
- Monitor kualitas dan irama pernapasan.
Rasional : Jalan napas yang kolaps dapat menurunkan jumlah alveoli
yang berfungsi, secara negative mempengaruhi pertujaran
gas.
- Berikan posisi semi fowler.
Rasional : Menurunkan konsumsi atau kebutuhan oksigen dan
mempermudah pernapasan yang meningkatkan kenyamanan
fisiologi dan psikologi.
- Anjurkan kepada klien untuk istirahat yang cukup.
Rasional : Istirahat akan membantu respon klien terhadap aktivitas dan
kemampuan berpartisipasi dalam perawatan.
- Ajarkan klien untuk bernapas efektif.
Rasional : Meminimalkan fungsi paru dan jantung serta memudahkan
aliran oksigen.
- Berikan oksigen jika ada indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki atau menurunkan hipoksemia jaringan.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolik,


penurunan intake oral.
Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan minuman
yang adekuat untuk mepertahankan berat badan dalam rangka
pertumbuhan, dengan criteria hasil porsi makan dihabiskan, BB
meningkat atau dipertahankan.
Intervensi :
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional: Merupakan indikator terhadap asupan makanan yang
adekuat.
- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen.
Rasional : Hiperglikemia dan gangguan keseimbangaan cairan
elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit
dengan segera jika klien dapat mentoleransinya melalui pemberian
cairan oral.
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar
dan fungsi ganstrointestinalnya baik.
- Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural/etnik.
Rasional : Menghindari kelelahan saat makan, meminimalkan
anoreksia dan mual serta untuk mempertahankan kebutuhan
nutrisi klien.
- Libatkan keluarga pada perencanaan makanan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatan keluarga dalam perawatan
klien dan memberikan informasi untuk memahami kebutuhan
nutrisi pasien.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi


metabolik dan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam melakukan aktivitas secara mandiri.
Intervensi :
- Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas.
Rasional: Menerapkan kemam-puan klien dalam memenuhi
kebutuhan-nya dan memudahkan intervensi selanjutnya.

- Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas klien sehari-hari.


Rasional: Memungkinkan keluarga terlibat secara aktif dalam
pemenuhan ADL klien.
- Observasi TTV.
Rasional: Untuk mengetahui keadaan klien secara umum.
- Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
Rasional: Membantu memenuhi aktivitas klien dengan menggunakan
energi minimal.
- Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang ditoleransi klien.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan diuretik
osmotik.
Tujuan : Klien dapat beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara
teratur.
Intervensi :
- Kaji kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi.
Rasional: Mengidentifikasi dan menentukan intervensi yang tepat.
- Ciptakan tempat tidur yang nyaman dan beberapa barang pribadi klien
seperti bantal guling.
Rasional: Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologi –
psikologis.
- Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi kebisingan dan
lampu yang terlalu terang
Rasional: Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur/istirahat.
- Atur klien dalam posisi yang nyaman dan bantu dalam mengubah posisi.
Rasional: Pengubahan posisi akan mengubah area tekanan dan
mening-katkan kenyamanan dalam beristirahat.
- Hindari mengganggu klien bila mungkin (misalnya; membangunkan
untuk obat dan terapi)
Rasional: Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan
klien mungkin tidak dapat tidur setelah di bangunkan.

6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/


insulin, hilangnya konduksi nervus system.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan sensori persepsi.
Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital dan status mental
Rasional: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi status
mental.
- Kaji respon sensori terhadap rabah/sentuhan, panas/dingin, tajam/tumpul
dan catat perubahan yang terjadi.
Rasional: Informasi yang didapat melalui pengkajian penting untuk

mengetahui tingkat kegawatan dan kerusakan otak

- Kaji persepsi pasien dan kemampuan berorientasi terhadap orang,


tempat dan waktu.
Rasional: Mmembantu memberikan intervensi selanjutnya.

- Memberikan stimulus yang berarti seperti mengajak bicara dan berikan


sentuhan.
Rasional: Untuk merangsang kembali kemampuan persepsi sensori.

- Bicaralah dengan pasien secara tenang dan lembut.


Rasional: Membantu pasien berkomunikasi semaksimal mungkin.

- Berikan keamanan pasien pada sisis tempat tidur dan bantu latihan jalan.
Rasional: Buruknya keseimbangan dapat meningkatkan resiko
terjadinya injuri

7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan kurangnya


informasi yang diperoleh.
Tujuan : Klien dan orang tua tidak menunjukkan kecemasan, ditandai
dengan anak dapat berespon terhadap prosedur pengobatan, orang
tua akan mengekspresikan perasaaannya karena memiliki anak
dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan
memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting
dalam keberhasilan pengobatan.
Intervensi :
- Jelaskan prosedur dengan cermat sesuai dengan tingkat pemahaman
klien.
Rasional : Untuk menurunkan rasa takut atau cemas terhadap hal-hal
yang tidek diketahuinya.
- Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut, seperti menolak dan marah.
Biarkan klien/keluarga mengetahui ini sebagai reaksi normal.
Rasional : Perasaan yang tidak diekspresikan dapat menimbulkan
kekacauan internal dan meningkatkan kecemasan.
- Dorong keluarga untuk menganggap klien seperti sebelumnya
Rasional : Meyakinkan klien dan keluarga bahwa perannya di dalam
keluarga tidak berubah.
- Berikan informasi kepada klien dan keluarga yang jelas tentang
kondisinya
Rasional : Menambah pengetahuan keluarga tentang penyakit anaknya
sehingga dapat meminmalkan kecemasannya.
- Berikan beberapa cara pada klien untuk melibatkannya dalam prosedur,
misalnya memegang suatu alat, seperti balutan.
Rasional : Untuk meningkatkan rasa kontrol, mendorong kerja sama
dan mendukung keterampilan koping klien.
- Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga dan keinginannya untuk belajar.
Rasional : Mengidentifikasi secara verbal tingkat pemahaman
klien/keluarga serta kesalahpahaman dan memberikan
penjelasan.
H. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya menyertai atau yang timbul pada penyakit
diabetes antara lain :
1. Kelebihan cairan, edema pulmoner, gagal jantung kongestif.
2. Hipokalemia
3. Hiperglikemia dan ketoasidosis
4. Hipoglikemia
5. Edema serebri
6. Komplikasi jangka panjang misalnya penyakit arteri koroner, penyakit serebro
vaskuler, retinopaty diabetik, nefropaty, neuroipaty, penyakit vasculer perifer
(luka dan ganggren).
I. Penatalaksanaan
Ada lima (5) komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus yaitu :
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes mielitus.
- Penentuan gizi, hitung persentase, Relatief Body Weigth.
- Jika kerja berat atau latihan berat maka jumlah kalori bertambah.
- Untuk klien DM pekerja biasa:
1) Kurus; < 90% : BB x 40-60 kal/hr.
2) Normal; 90-110% : BB x 30 kal/hr.
3) Gemuk; > 110% : BB x 20 kal/hr.
- Komposisi diet
1) Lemak 20%
2) Protein 20%
3) Karbohidrat 60%
2. Latihan atau Olahraga
Menimbulkan penurunan kadar gula darah yang disebabkan oleh tingginya
penggunaan glukosa didarah perifer dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Tidak berlaku bagi klien dengan kadar gula darah tinggi.
3. Pemantauan Glukosa
4. Terapi atau Obat-obatan
Pengobatan dengan oral, hipoglikemik agent yaitu bagi klien yang belum
pernah mendapat terapi insulin, ibu atau klien yang tidak hamil, pasien
gemuk dan pasien yang berusia >40 tahun. Pengobatan dengan injeksi
insulin 2 x/hari atau bahkan lebih sering lagi dalam sehari.
5. Pendidikan dan Pertimbangan Perawatan di Rumah
Diabetes merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup, sehingga harus belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari. Pasien diabetes juga
harus memiliki perilaku prepentif dalam gaya hidupnya untuk mencegah
komplikasi sehingga memerlukan pendidikan atau informasi.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Diagnosis and Clasification of DiabetesMelitus.


2015

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC. 2013

Andrini, A. 2013 Sistem prediksi penyakit Diabetes berbasis decisiontree. Jurnal


managemen informatika AMIK BSI. Jakarta.

Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam : Soegondo, dkk,


Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2014

Anda mungkin juga menyukai