Anda di halaman 1dari 10

FAGOSITOSIS

HUSNURRIZAL
NPM. 1802201010006

PROGRAM MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Fagositosis
Fagositosis adalah proses dimana sel-sel terlibat dalam penelanan partikel-partikel
patogen, dan karena kapasitas sel-sel tersebut maka patogen dapat dimatikan dan
dimusnahkan. Fagositosis merupakan salah satu hal terpenting dalam mekanisme pertahanan
tubuh terhadap serangan mikroorganisme. Melalui fagositosis, penyerangan intra-seluler, dan
digesti, sel-sel fagosit akan memusnahkan mikroorganisme tersebut.

Makrofag merupakan sel fagosit yang memegang peranan penting pada sistem
pertahanan tubuh manusia, baik sistem imun alamiah maupun adaptif. Makrofag dapat
menelan sejumlah besar partikel tanpa menyebabkan kerusakan sel. Suatu sistem yang
menggunakan latex beads merupakan model fagositosis yang banyak digunakan hingga
analisis fagosom berkembang sebagaimana kemajuan terkini. Makrofag dapat ditemukan
dalam sirkulasi maupun dalam jaringan. Di antara sitokin yang dihasilkan adalah interleukin-1
(IL-1) yang diperlukan untuk memacu proliferasi sel T dan B faktor pertumbuhan fibroblas
dan endotelvaskular yang diperlukan untuk dapat perbaikan jaringan yang rusak.
Sel-sel makrofag berperan penting di dalam sistem pertahanan tubuh karena
kemampuan fagositosis bakteri dan menghasilkan berbagai mediator inflamasi. Sel-sel efektor
yang terlibat di dalam proses inflamasi akan melepaskan berbagai jenis substansi. Fungsi sel-
sel efektor maupun substansi yang dilepaskannya dapat dihambat ataupun didorong oleh
bahan-bahan imunomodulator, yaitu imunosupresor dan juga imunostimulator yang dapat
diperoleh dari dalam maupun dari luar tubuh.

1.2 Aksi Sel Fagositik dan Migrasi Fagosit


Sistem imun merupakan lini pertama pertahanan tubuh manusia, melindunginya dari
penyakit dan mengobatinya apabila telah terjadi penyakit. Tubuh manusia secara terus
menerus terpejan oleh berbagai faktor yang berdampak pada melemahnya fungsi sitem imun
dan meningkatkan imunosupresi. Beberapa keterbatasan imunostimulaton yang ada adalah
waktu paruhnya yang singkat serta imunitas yang dihasilkan hanya bersifat parsial, dan tidak
stabil, selain itu toksisitas senyawa cukup tinggi terutama pada penggunaan kronis.
Fagosit baik mononuklear maupun polimorfonuklear berperan dalam menghambat
replikasi bakteri. Sel-sel imunokompeten dapat membunuh mikroba dengan dua cara yaitu
fagositosis bakteri intraseluler oleh makrofag dan lisis sel yang terinfeksi oleh limfosit T dan
sel NK. Dalam proses fagositosis terdapat tiga fase yaitu fase pengenalan, degranulasi, dan
pembunuhan atau killing. ROI (Reactive Oxygen Intermediate) terdiri atas radikal peroksida,
radikal hidroksil dan singlet oksigen, ROI sangat reaktif dalam proses membunuh bakteri.
Prosesnya sendiri terjadi beberapa saat setelah fagositosis dan dikenal sebagai respiratory
burst (percepatan respirasi) yang terjadi karena stimulasi jalur metabolik (Baratawidjaja,
2009).
Sejumlah kecil protein yang diberikan secara oral akan lolos dari digesti enzimatis,
dan kira-kira 2% akan diabsorbsi dalam bentuk antigen utuh. Oleh karena itu kemungkinan
yang akan muncul adalah berkembangnya respon antibodi IgA sekretori dalam intestin,
respon imun sistemik dan respon imun toleran. Laktoferin susu dalam bentuk utuh maupun
bentuk laktoferisin (peptida hasil digesti pepsin) dapat berperan sebagai imunostimulator
dengan mengaktivasi sel B dan peningkatan produksi imunoglobulin, serta meningkatkan
aktivitas fagositik neutrofil manusia.
Aktivitas fagositosis makrofag peritoneal aktivitas fagositosis in vitro diketahui
dengan
menghitung persentase banyaknya sel fagosit (sel makrofag yang memfagositosis) partikel
lateks Gattegno et al. (1988) telah menyatakan bahwa heksapeptida dan tripeptida dari kasein
ASI mampu memodulasi pengikatan dan aktivitas fagositosis sel makrofag manusia secara in
vitro terhadap sel-sel darah merah. Hasil penelitian pada protein ASI (protein secretory IgA
dan laktoferin) dilaporkan dapat berikatan dengan reseptor spesifik yang diekspresikan oleh
sel makrofag. Laktoferin susu sapi dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas fagositosis sel
neutrofil manusia, yang diduga disebabkan adanya interaksi langsung laktoferin susu sapi
dengan sel tersebut yang mengaktifkan ekspresi gen.
Glutamin, adalah suatu bahan asam amino non-esensial paling berlimpah di otot dan
plasma tubuh manusia. Asam amino ini memiliki peran penting dalam sintesis protein,
mengawali proses yang mengatur berbagai proses metabolisme energi dan menjadi prekursor
untuk substrat yang penting bagi tubuh, glutamin juga berguna untuk meningkatkan
proliferasi dan meningkatkan fungsi dari sel makrofag. Proliferasi makrofag yang terjadi di
sumsum tulang dapat meningkat karena glutamin akan menjadi prekursor arginin. Arginin
dapat meningkatkan proliferasi dan fungsi makrofag dalam sumsum tulang. Asam amino ini
mempunyai peran penting terhadap metabolisme sel makrofag yang terlibat dalam proses
innate immunity. Sel imunokompeten tersebut mampu memfagositosis patogen, membunuh
fungi, dan menghasilkan nitric oxide (NO), interleukin, tumor necrosis factor α (TNFα) dan
reactive oxygen species (ROS). Glutamin mampu menstimulasi makrofag untuk
meningkatkan sekresi arginase dan menyediakan Nicotinamide Adenine Dinucleotida
Phosphate (NADP) sehingga meningkatkan sekresi NO oleh makrofag. Nitric oxide berperan
penting dalam mekanisme bacterial killing.
Glutamin memiliki peran sebagai sumber energi sekaligus prekursor nukleotida bagi
proliferasi sel makrofag. Pembentukan energi dari glutamin terdiri dari beberapa tahap,
dimulai dengan proses deaminasi (hidrolisis) glutamin oleh enzim glutaminase sehingga
membentuk glutamat. Kemudian glutamat mengalami proses deaminasi (hidrolisis)
membentuk α-ketoglutarat. Lalu α-ketoglutarat memasuki siklus Krebs dan menghasilkan
energi. Asam amino tersebut dapat langsung menghasilkan energi atau diubah menjadi
glukosa melalui proses glukoneogenesis, yang pada akhirnya juga menghasilkan energi yang
diperlukan untuk proliferasi sel makrofag. Sehingga dapat disimpulkan bahwa glutamin
berguna untuk meningkatkan proliferasi dan meningkatkan fungsi dari sel makrofag.
Sistem imun tubuh untuk menghadapi bakteri intraseluler ini tidak membutuhkan
antibodi, tetapi melalui aktivasi makrofag, natural killer cells (NK), antigen-specific cytotoxic
T-lymphocytes, dan sekresi sitokin. Pengaruh peningkatan aktifitas fagositosis makrofag yang
diperankan oleh glutamin adalah karena terjadinya peningkatkan produksi sitokin, NADPH,
dan sebagai prekursor arginin.Sitokin merupakan unsur penting untuk aktivasi makrofag,
sedangkan NADPH digunakan untuk proliferasi sel, sintesis hidrogen peroksida (H2O2),
anion superoksida (O-), dan sintesis NO dari arginin. Semua komponen diatas dapat
meningkat dengan adanya suplemen glutamine. Asam amino glutamin mampu dihasilkan
secara endogen oleh tubuh manusia, namun dalam beberapa kondisi tertentu, misalnya pada
stres atau infeksi, tubuh tidak mampu memproduksi glutamin dengan jumlah yang cukup
sehingga tubuh membutuhkan asupan glutamin dari luar.
Meningkatnya jumlah glutamin dalam tubuh, maka sumber nitrogen untuk sintesis
purin dan pirimidin akan meningkat juga,dalam biosintesis purin, nitrogen amida dari
glutamin berperan dalam konversi inosin monofosfat (IMP) menjadi adenosine monofosfat
(AMP) dan guanosin monofosfat (GMP). Pada lintasan biosintesis pirimidin, glutamin
berperan dalam pembentukan carbamoyl phospatase, dan dengan menyumbangkan gugus
amin mengubah uridin trifosfat (UTP) menjadi cytidine trifosfat (CTP).Purin dan pirimidin
merupakan penyusun nukleotida, yang menjadi komponen vital dalam proliferasi makrofag.
Ikatan antara makrofag dengan mikroba terjadi pada saat makrofag memanjangkan
plasmanya. Ikatan ini dimediasi oleh beragam reseptor antibodi, lipopolisakarida (LPS) dan
komplemen reseptor. Makrofag yang distimulasi oleh LPS mensekresikan berbagai macam
sitokin seperti TNF-α, IL-6, IL-8 dan IL-1β yang dapat meningkatkan respon imun dan
inflamasi seperti merekrut dan mengaktivasi sel imun termasuk makrofag yang lain, selain itu
juga meningkatkan produksi antibodi yang membantu dalam pengenalan patogen. Penelitian
yang dilakukan glutamin dapat meningkatkan jumlah proliferasi makrofag peritoneum,
sintesis NO, dan peningkatan adhesi bakteri oleh makrofag.

1.3 Mekanisme Fagositosis


Fagositosis merupakan proses yang melibatkan kemotaksisdiapedesis, perlekatan dan
pengenalan mikroba ke sel fagosit, penangkapan antigen/mikroba masuk ke dalam sel,
pembentukan fagosom, pembentukan fagolisosom, degradasi/penghancuran, eksositosis.
1.3.1 Kemotaksis dan diapedesis
Kemotaksis adalah gerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respon terhadap berbagai
faktor seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi
komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat pula melepas faktor kemotaktik.
Pajanan dengan patogen pada tempat infeksi menyebabkan pelepasan leukotrin,
komplemen, NCF, TNF ά, dan interleukin yang bersifat kemotaksis terhadap neutrofil
dan monosit. Molekul ini akan menarik Neutrofil dan monosit ke tempat terjadinya
infeksi. IL-1 dan TNF ά akan menyebabkan sel endotel teraktivasi dan melepaskan
molekul adhesi yaitu selektin ke dalam lumen dan memungkinkan lekosit
‘berjalan’/rolling di sepanjang endotel, kemudian molekul adhesi lainnya yaitu
integrin akan diaktifkan sehingga lekosit dapat melekat di dinding
vaskuler,selanjutnya PECAM yang ditemukan pada sel fagosit dan sel endotel akan
berinteraksi sehingga secara efektif menarik sel fagosit melewati endothel. Sel fagosit
akan mengeluarkan enzim protease untuk mendegradasi membran basal sel endotel
sehingga memungkinkan sel fagosit melakukan ekstravasasi, proses ini disebut
diapedesis. Diapedesis ini dipermudah oleh peningkatan permeabilitas vaskuler akibat
pelepasan mediator inflamasi. Setelah berada di cairan interstitial /di luar vaskuler, sel
fagosit kemudian bermigrasi sesuai gradien kemotaktik menuju lokasi infeksi.
1.3.2 Perlekatan dan Pengenalan Mikroba oleh Sel Fagosit
Interaksi antara mikroorganisme dan sel fagosit dapat terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Langsung dimulai dengan pengenalan langsung reseptor pada sel fagosit
terhadap molekul antigen misalnya karbohidrat pada permukaan sel antigen,
peptidoglikan atau lipoprotein. Sedangkan tidak langsung tidak langsung, yaitu
perlekatan yang dimediasi oleh opsonin. Opsonin, berupa Immunoglobulin dan
complement akan meningkatkan efisiensi fagositosis.
1.3.3 Penangkapan Mikroba Masuk ke Dalam Sel Fagosit
Partikel/mikroba yang terpajan dengan reseptor pada membran sel atau reseptor
opsonin akan ‘ditelan’ masuk ke dalam sel dengan cara endositosis.
1.3.4 Pembentukan Fagosom
Setelah ditelan, membran sel fagosit akan menutup, partikel digerakkan ke sitoplasma
sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang disebut fagosom. Partikel yang ditelan tadi
berada dalam fagosom ini.
1.3.5 Pembentukan Fagolisosom
Di dalam sel fagosit, ditemukan kantong-kantong yang berisi enzim penghancur yang
disebut lisosom. Lisosom berfusi dengan fagosom membentuk fagolisosom.
Terjadinya fusi ini sedemekian rupa sehingga tidak terjadi kebocoran enzim dari
lisosom yang dapat menghancurkan sel fagosit sendiri. Pada saat bersamaan dengan
proses terbentuknya fagolisosom, reseptor di permukaan sel fagosit akan
mengeluarkan sinyal untuk mengaktivasi enzim di dalam fagolisosom.
1.3.6 Degradasi Partikel/Mikroba
Degradasi partikel/mikroba terjadi dalam fagolisosom, efek microbicidal fagosom
dimungkinkan oleh :
a. Keasaman fagosom Peran ini dijalankan oleh enzim Vacuolar ATPase. Enzim ini
berfungsi terutama untuk mengasamkan fagosom. Dengan bantuan Vacuolar ATP-
ase, memungkinkan sel fagosit menggunakan energi untuk melawan gradient
konsentrasi untuk memasukkan ion H+ ke dalam fagosom. Keasaman fagosom
menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi mikroba untuk hidup dan
membantu enzim-enzim fagosit lain menjalankan fungsinya.
b. Pembentukan reaktive oxygen species (ROS)/Reaktive oxygen intermediate(ROI)
dan reactive nitrogen species (RNS) Pembentukan ROS/ROI diperankan oleh
enzim NADPH oxidase atau fagosit oxidase. Enzim ini mengkatalisis perubahan
oksigen menjadi anion superoksida dan radikal bebas hydroxil. ROI ini bersifat
sangat toksik terhadap mikroba dalam fagolisosom. Pembentukan RNS difasilitasi
oleh enzim inducible nitric oxide (NO) synthase (iNOS). Enzim ini mengkatalisis
pembentukan nitric oxide (NO) yang juga bersifat mikrobicidal. Dengan demikian,
ROS dan RNS secara sinergis memberikan efek yang lebih toksik terhadap
mikroba. Sebagai hasilnya, ptotein mikroba hancur, terjadi kerusakan DNA
permanen menyebabkan kegagalan metabolisme mikroba dan dengan sendirinya
menghambat replikasi.
c. Penghancuran komponen mikroba oleh enzim proteolisis dan hydrolase.
Fagolisosom juga dilengkapi oleh enzim-enzim endopeptidase, exopeptidase dan
hydrolase yang mendegradasi berbagai komponen mikroba. Selain itu, dalam sel
fagosit juga terdapat defensin, suatu potein yang bersifat melawan mikroba
dengan mengikat membran sel mikroba.
1.3.7 Eksositosis
Tahap akhir dari rangkaian fagositosis adalah pengeluaran partikel yang telah
dihancurkan. Hasil degradasi akan dikeluarkan melalui proses eksositosis
BAB
KESIMPULAN

Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan tubuh inang yang bersifat non spesifik
yang terutama dilakukan oleh sel Polimorfonuklear (PMN) dan monosit atau makrofag serta
sebagian kecil oleh sel eosinofil. Proses fagositosis dimaksudkan untuk menghancurkan atau
membunuh partikel atau mikroorganisme yeng menginfeksi inang. Beberapa tahap fagositosis
meliputi : 1). Interaksi sel fagosit dengan induk semang ; 2). Perlekatan sel fagosit ; 3). Ingesti
dan pembentukan fagosom ; 4). Pembentukan fagolisosom ; 5). Proses pembunuhan
intraseluler dan 6). Proses digesti intraseluler.
Dilihat dari tahap-tahap fagositosis ini, jelaslah bahwa hasil fagositosis ditentukan
oleh seperangkat faktor yang rumit, termasuk sifat khusus mikroorganisme, susunan genetik
dan fungsional sel-sel fagosit dan pra-kondisi sel fagosit. Beberapa bakteri patogen yang
berhasil menyebabkan penyakit pada inangnya memberikan gambaran bahwa bakteri dapat
terhindar dari semua tahap fagositosis.
DAFTAR PUSTAKA

Agnes Sri Harti. 2015. Mikrobiologi Kesehatan. Edisi Pertama. Jogyakarta

Annaas Budi Setyawan. et al. 2016. Pembuktian Ekstrak Daun Kejibeling Dalam
Meningkatkan Sistem Imun . Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol15(2) : 96-100.

Arfatul Makiyah et al. 2016. Efek Imunostimulasi Ekstrak Etanol Umbi Iles-iles Terhadap
Aktivitas Fagositosis Sel Makrofag pada Tikus Putih Strain Wistar yang Diinokulasi
Staphylococcus aureu. MKB Vol 48 (2):68-77.

Daslina et al. 2015. Pengaruh Pemberian Glutamin Pada Kemampuan Fagositosis Makrofag
Terhadap Pseudomonas Aeruginosa. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 4 (3):689-695.

Dawn B. Marks et al. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Edisi Pertama. Jakarta.

Jan Tambayong. 2000. Fatofisiologi untuk Keperawatan, Edisi Pertama. Jakarta

Nurliyani et al. 2005. Respon Antibodi dan Aktivitas Fagositosis Makrofag Peritoneal Mencit
yang Diberi Protein Susu Kuda Pasteurisasi dan Fermentasi. Media Kedokteran
Hewan. Vol 21 (2) : 51-57.

Yustina Sri Hartini et.al, 2012. Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag Senyawa Kode Pc-2 dari
Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Secara In-vivo.

Anda mungkin juga menyukai