Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri dan sadar akan
tanggung jawabnya di masa depan adalah inti eksistensialisme. Sebagai contoh,
mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter atau lainnya
tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme apakah kita menjadi dokter atau
lainnya merupakan keinginan orang tua atau kita sendiri.
Perubahan pada benda yang ada dalam diri itu disebabkan oleh sebab-
sebab yang telah ditentukan oleh adanya. Maka, benda entre – en –
soi terdeteminasi, tidak bebas, dan perubahannya memuakkan (nauseant). Benda
yang berada-dalam-diri ada di sana tanpa alas an apa pun, tanpa alas an yang kita
berikan padanya.
Adapun, l’etre – pour – soi adalah cara ada yang sadar. Satu-satunya
makhluk yang mengada secara sadar adalah manusia. Etre – pour – soi tidak
memiliki prinsip identitas karena adanya terbuka, dinamis, dan aktif oleh karena
kesadarannya. Disini, manusia mesti bertanggung jawab atas keberadaannya;
bahwa “aku” adalah frater, bukan bruder, bahwa “aku” imam tarekat, bukan imam
diosesan; bahwa “aku” awam, bukan klerus; bahwa “aku” dosen, bukan
mahasiswa; bahwa “aku” mahasiswa, bukan pengamen. Manusia sadar bahwa dia
bereksistensi.
Eksistensi saya di dunia ini makin hari makin saya rasakan. Saya mulai
mengetahui bahwa saya mampu melihat dengan kedua bola yang berada didalam
rongga pada wajah yang disebut mata. Saya mampu mendengar dengan sesuatu
yang berada di samping kanan dan kiri kepala yang disebut telinga. Saya mampu
mencium sesuatu yang sangat harum dan sangat busuk dengan sesuatu yang
memiliki lubang di wajah yang disebut hidung. Saya mampu berbicara dengan
sesuatu yang bisa dibuka dan ditutup pada wajah yang disebut mulut.
Kemudian saya menyadari bahwa bukan hanya itu saja yang ada dan dapat
saya lakukan pada diri saya sendiri. Saya bisa menggunakan sesuatu yang disebut
kaki untuk berjalan, sesuatu yang disebut tangan untuk mengambil dan memakai
barang. Bahkan saya dapat menggunakan tangan dan kaki secara bersamaan untuk
melakukan gerakan yang diiringi musik dan disebut menari. Bukan hanya itu saja,
saya juga dapat memanfaatkan itu semua untuk membantu orang lain.
Keberadaan sesuatu selain saya ternyata tidak hanya sampai disitu saja,
saya sadar bahwa masih banyak yang harus saya lewati agar saya menyadari
berbagai hal yang ada dan terdapat di dunia ini.
Saat saya mengenal sesuatu yang disebut tugas dan pekerjaan rumah saya
terkadang merasakan sesuatu yang berbeda di dalam kepala saya, perasaan seperti
itulah yang dinamakan sakit. Ketika saya mengerjakan tugas, saya sadar bahwa
saya merasakan sakit dikepala saya. Sakit di kepala ternyata disebut pusing. Lama
kelamaan saya menyadari bahwa sakit bukan hanya dirasakan di kepala, tetapi di
bagian lain pun dapat merasakan sakit.
Saat saya sudah menyelesaikan sekolah yang pertama kali saya masuki,
saya akhirnya sadar bahwa ternyata saya baru memasuki dunia yang dinamakan
pendidikan dan tingkatan yang saya jalani selama ini adalah Taman Kanak-Kanak.
Sejak saat itu saya sadar bahwa saya masih harus menempuh tingkatan pendidikan
yang lebih tinggi.
Saya memasuki bangku yang disebut Sekolah Dasar (SD). Di sinilah saya
menyadari bahwa saya harus memiliki tujuan di masa depan seperti pekerjaan
yang disebut cita-cita. Guru mengatakan bahwa jika ingin menggapai cita-cita
maka saya harus rajin dan giat belajar agar apa yang saya cita-citakan dapat
tercapai. Saya berpikir apa yang saya cita-cita kan?
Saya mulai menyadari bahwa saya harus memiliki cita-cita agar eksistensi
saya makin meluas. Saat di bangku SD saya bercita-cita ingin menjadi seorang
polisi wanita. Eksistensi polisi dijalanan membuat saya kagum. Sebab tanpa polisi
negara ini hanya akan dipenuhi kejahatan seperti yng diberitakan di televisi. Saat
itu di mata saya keberadaan polisi sangat keren dan saya ingin menjadi seperti itu.
Saat saya menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi saya makin sadar
eksistensi saya harus menjadi semakin jelas. Saya sadar bahwa pelajaran yang ada
disekolah makin sulit, teman yang memiliki berbagai macam kepribadian, dan
tugas dan pekerjaan rumah yang makin banyak sehigga mengurangi waktu saya
dalam membebaskan diri dan berekspresi. Saya sadar sekolah itu merupakan
kegiatan untuk menimba ilmu agar saya mendapatkan cita-cita saya.
http://historyfileon.blogspot.com/2012/01/eksistensialisme-dalam-
pembelajaran.html