Anda di halaman 1dari 3

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedelai (Glycine max L. Mer) merupakan salah satu komoditi pangan dari
famili leguminoseae yang dibutuhkan dalam pelengkap gizi makanan. Kedelai
memiliki kandungan gizi tinggi yang berperan untuk membentuk sel-sel tubuh dan
menjaga kondisi sel-sel tersebut. Kedelai mengandung protein 75-80% dan lemak
mencapai 16-20% serta beberapa asam-asam kasein (Sarawa et al., 2012). Di
Sulawesi Tenggara permintaan akan kedelai makin meningkat dari tahun ke tahun,
akan tetapi tidak diimbangi oleh peningkatan produksi sehingga sering mengalami
kelangkaan. Berdasarkan data statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, produktivitas
tanaman kedelai pada tahun 2013mencapai 10 Ku ha-1 dengan total produksi
3.595 Ton dan luas panen 3.735 Ha dan pada tahun 2014 produktivitas tanaman
kedelai mencapai 11 Ku ha-1 dengan total produksi 5.691 Ton dan luas panen
5.079 Ha (BPS, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas
tanaman kedelai di Sulawesi Tenggara seiring dengan peningkatan luas area
pertanaman.Walaupun terjadi peningkatan produksitivitas, tentunya kendala
budidaya masih saja seringkali terjadi ditingkat petani di Sulawesi Tenggara
diantaranya adalah input teknologi budidaya yang masih rendah, adanya serangan
organisme pengganggu tanaman serta penggunaan benih yang tidak bermutu.
Lahan pertanian di Sulawesi Tenggara didominasi oleh jenis tanah masam,
dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah, serta miskin bahan organik. Jenis
tanah dengan kandungan liat tinggi, kemasaman tinggi, serta kandungan hara dan
air yang rendah biasanya disebut tanah Ultisol, yang diklasifikasikan sebagai
Podsolik Merah Kuning (PMK) (Khaeruni et al., 2010). Selain masalah hara yang
miskin, pada lahan ultisol sering ditemui masalah cendawan patogen tular tanah
antara lain Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii.
Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsiimerupakan penyakit cendawan
tular tanah yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman budi daya, salah
satunya pada tanaman kedelai. Penyakit tersebut dapat menyebabkan kehilangan
hasil sekitar 75-100 persen (Sastrahidayat et al., 2007). Pengendalian serangan
patogen cendawan tular tanah tergolong sulit. Hal ini dikarenakan patogen tular
tanah bersifat parasit fakultatif. Pengendalian penyakit cendawan tular tanah
selama ini hanya dilakukan secara mekanis dengan mencabut dan membuang
tanaman yang sakit. Cara pengendalian tersebut kurang efektif karena patogen
masih mampu bertahan lama di dalamtanah, dengan membentuk organ
pembiakan, yaitusklerosia. Sklerosia merupakan pemampatan darihimpunan
miselia jamur, warnanya kecoklatan,berbentuk butiran kecil dengan diameter 1
mm, berkulitkeras dan mampu bertahan lama (dorman) di tanahdan residu
tanaman, Rahayu (2008) menyatakan bahwa cendawan tular tanah S. rolfsii dapat
dikendalikan melalui beberapa caraseperti aplikasi fungisida, solarisasi tanah,
rotasi tanaman dan penggunaan mikroorganisme antagonis dalam upaya
pengendalian penyakit secara hayati.
Pengendalian hayati terhadap hama dan penyakit tanaman dengan
menggunakan musuh alami, seperti predator, parasitoid, patogen, maupun
mikroorganisme antagonis telah lama dicanangkan sebagai salah satu komponen
pengendalian hama dan penyakit terpadu. Pengendalian ini populer seiring dengan
meningkatnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan dan kelestarian
lingkungan, akan tetapi agensia hayati tersebut seringkali kurang mampu
diaplikasikan dalam skala komersial meskipun pada awalnya kemampuannya
sangat menjanjikan. Penyebabnya adalah agensia tersebut sering tidak mampu
beradaptasi di lingkungan yang baru atau kurang mampu bersaing dengan
mikroorganisme yang telah lama menghuni lingkungan tersebut. Selain itu,
pemeliharaan penyimpanan dalam waktu yang lama cenderung membuat agensia
tersebut tidak stabil (Yulianti 2013).
Agensia hayati yang mempunyai kemampuan relatif lebih baik daripada
yang lain adalah bakteri endofit. Compants et al., (2005) menyatakan bahwa
penggunaan bakteri endofit sebagai agensia hayati, terutama yang memiliki
kelebihan sebagai perangsang tumbuh, lebih baik dibanding mikroorganisme yang
hidup bebas. Keterikatan endofit dengan inangnya, memberikan keuntungan lebih
bagi endofit dibanding agensia hayati lainnya karena mereka tidak harus bersaing
dalam ekosistem yang baru dan kompleks (Chen et al., 1995, Buren et al., 1993).
Di samping itu, endofit seringkali memiliki peran lebih dari satu, misalnya
sebagai perangsang tumbuh, pemicu inang untuk memproduksi fitoaleksin,
bertahan dalam kondisi stres, sekaligus sebagai agensia pengendali secara
langsung.
Penggunaan bakteri endofit sebagaipengendali hayati masih memiliki
kendala terutama dalam penggunaannya karena umumnya yang diaplikasikan
masih berupa suspensi bakteri segar. Penggunaan suspensi bakteri segar
terkendala dengan waktu simpan yang singkat sehingga jika akan digunakan
dalam waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kemampuan dari bakteri
endofit tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut alternatif yang dilakukan adalah
dengan memformulasikan bakteri endofitdalam beragam bahan dan bentuk
formulasi.
Beberapa bahan formulasi yang sering digunakan diantaranya adalah arang
sekam, tanah humus, limbah cair organik seperti air kelapa dan molase. Bahan-
bahan tersebut mengandung nutrisi yang cukup untuk kebutuhan agens hayati
selama penyimpanan dan pengangkutan serta dapat menyerap air yang berperan
menjaga kelembaban media agens hayati. Bahan formulasi yang digunakan
berasal dari bahan tak hidup yang tidak mempunyai kemampuan mengendalikan
patogen atau hama, tetapi berpengaruh sangat besar terhadap waktu hidup dan
kemampanan produk. Mengingat pentingnya penggunaan agens pemacu
pertumbuhan dan formulasi yang digunakan untuk perkembangbiakkannya
sehingga mampu digunakan pada saat waktu yang diperlukan tanpa harus dalam
bentuk segar maka perlu dilakukan kajian tentang uji daya hidup dan kemampuan
antagonis bakteri endofit asal kedelai pada bahan formulasi sebagai bioprotektan
penyakit tular tanah tanaman kedelai secara In Vitro.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada pelaksanaan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan bahan formulasi yang cocok dengan isolat bakteri endofit asal
kedelai tanpa mengurangi kemampuan daya antagonis terhadap penyakit tular
tanah tanaman kedelai secaraIn Vitro.
1.3. Luaran yang diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini:
a. Teknologi pengendalian penyakit tular tanahpada tanaman kedelai yang ramah
lingkungan.
b. Bahan formulasi yang cocok dengan pertumbuhan bakteri endofit asal tanaman
kedelai
c. Karya ilmiah yang dapat dipublikasikan pada Jurnal Nasional Terakreditasi.
1.4. Manfaat
Manfaat dari kegiatan penelitian ini:
a. Tersedianya paketteknologi pengendalian penyakit tular tanah pada tanaman
kedelai yang ramah lingkungan
b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengembangan teknologi
pengendalian hayati yang berwawasan lingkungan bagi tim pengusul sesuai
bidang ilmu yang ditekuni.

Anda mungkin juga menyukai