Anda di halaman 1dari 89

PEMBERIAN TINDAKAN BREAST CARE TERHADAP

PENCEGAHAN PEMBENGKAKAN PAYUDARA


PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. M
DENGAN POST PARTUM DI RUANG
NIFAS PUSKESMAS GAJAHAN
SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :
DYAH CHRISTIYANA
P.13019

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TINDAKAN BREAST CARE TERHADAP
PENCEGAHAN PEMBENGKAKAN PAYUDARA
PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. M
DENGAN POST PARTUM DI RUANG
NIFAS PUSKESMAS GAJAHAN
SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH :
DYAH CHRISTIYANA
P.13019

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisa dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan Judul “Pemberian Tindakan Breast Care Terhadap

Pencegahan Pembengkakan Payudara Pada Asuhan Keperawatan Ny. M Dengan

Post Partum Di Ruang Nifas Puskesmas Gajahan Surakarta”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang seringgi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep., selaku ketua STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di

STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ns. Meri Oktariani M. Kep., selaku ketua Program Studi D III Keperawatan

yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes

Kusuma Husada Surakarta.

3. Ns. Alfyana Nadya R. M. Kep., selaku Sekretaris Program Studi D III

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat

menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

4. Ns. Siti Mardiyah, S. Kep., selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masuka-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi

sempurnanya studi kasus ini.

iv
5. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep., Selaku dosen penguji yang telah

membimbing dengan cermat, memberikan masuka-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya studi

kasus ini.

6. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat.

7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma

Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,

yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

v
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 3
C. Manfaat Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 6
1. Post partum 6
2. Laktasi 18
3. Pembekakan Payudara 20
4. Perawatan Payudara 25
B. Kerangka Teori 35
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset 36
B. Tempat dan Waktu 36
C. Media Atau Alat Yang Digunakan 36
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset 37
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset 41
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien 42
B. Pengkajian Keperawatan 42
C. Perumusan Diagnosa Keperawatan 46
D. Intervensi Keperawatan 47
E. Implementasi Keperawatan 48

vi
F. Evaluasi Keperawatan 52
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian 53
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan 55
C. Intervensi Keperawatan 57
D. Implementasi Keperawatan 59
E. Evaluasi Keperawatan 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 67
B. Saran 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 TFU dan uterus masa involusio 7

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori 35

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Usulan Judul

Lampiran 2. Lembar Konsul

Lampiran 3. Surat Pernyataan

Lampiran 4. Lembar Jurnal Utama

Lampiran 5. Lembar Asuhan Keperawatan

Lampiran 6. Lembar Log Book

Lampiran 7. Lembar Pendelegasian

Lampiran 8. Lembar Observasi

Lampiran 9. Lembar Daftar Riwayat Hidup

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas (postpartum) merupakan masa pemulihan dari sembilan

bulan kehamilan dan proses kelahiran. Pengertian lainnya yaitu masa nifas

yang biasa disebut masa puerperium ini dimulai setelah kelahiran plasenta

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali keadaan seperti sebelum

hamil. Masa nifas ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Pada masa ini

terjadi perubahan-perubahan fisiologis maupun psikologis seperti perubahan

laktasi/ pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh dan perubahan

psikis lainnya. Dalam hal ini perawat berperan penting dalam membantu ibu

sebagai orang tua baru. Perawat harus memberikan support kepada ibu serta

keluarga untuk menghadapi kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan

perhatian dan kasih sayang sehingga dapat memulai kehidupan sebagai

keluarga baru (Maryunani, 2009).

Masa nifas atau setelah proses persalinan tepatnya setelah plasenta

keluar maka timbul rangsangan untuk memicu laktasi. Laktasi didukung oleh

dua jenis hormon yang sangat penting yaitu prolaktin dan oksitosin. Fungsi

prolaktin yaitu untuk menghasilkan produksi air susu yang bekerja di epitel

alveolus. Sedangkan oksitosin berperan dalam pengeluaran susu. Pengeluaran

kedua hormon tersebut dirangsang oleh hisapan bayi pada puting payudara

saat menyusui. Semakin sering menyusui akan memperlancar pengeluaran

1
2

kedua hormon tersebut. Setiap ibu menghasilkan air susu yang disebut ASI

ini sebagai makanan alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI

eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat

diandalkan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Selain

itu dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan

perkembangan jasmani, emosi dan spiritual yang baik dalam kehidupannya

(Soleha, 2009).

Berdasarkan data WHO tahun 2010, persentase ibu yang menyusui

secara eksklusif selama enam bulan pertama di Amerika hanya 13% dan di

tahun 2011 sebesar 16,3%, dari Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013

(Riskesdas 2013) di Indonesia mendapatkan 30,2% bayi usia 0-6 bulan

mendapatkan ASI ekslusif. Data Profil Kesehatan Indonesia di Jawa Tengah

sendiri menempati urutan 6 terendah ibu yang pemberian ASI yaitu sebesar

34,38% (Dinkes, 2013).

Hasil presentase diatas menunjukan banyak ibu nifas/ post partum

yang tidak menyusui bayinnya secara ekslusif yang disebabkan beberapa

masalah menyusui, seperti puting susu terbenam atau datar, puting susu lecet,

saluran susu tersumbat, payudara bengkak, dan akhirnya terjadi mastitis

hingga abses (Leveno, 2009).

Pembengkakan payudara merupakan suatu kondisi yang terjadi karena

ibu menunda atau menolak menyusui bayi ketika payudara terasa penuh.

Selain itu bisa disebabkan oleh peningkatan statis aliranvena dan limfatik,

peningkatan kongesti dan vaskularitas, dan akumulasi serta statis ASI. Tanda
3

dan gejala yang muncul seperti kulit menegang, mengilat, kemerahan,

payudara terasa hangat, nyeri tekan, keras, dan dapat disertai demam sehingga

diperlukan perawatan payudara sedini mungkin (Sinclair, 2010).

Perawatan payudara merupakan perawatan yang dapat dilakukan pada

ibu masa nifas dengan melakukan beberapa tindakan seperti penggunaan bra

yang tepat, posisi dan perlekatan menyusui yang baik, kompres hangat dan

pengeluaran susu secara manual ataupun dengan alat pompa payudara

(Lawrence, 2011 dalam Toronto Public Health, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fauziah, dkk (2014) yang

berjudul “Efektivitas Supervised Brest Care Terhadap Pencegahan

Pembengkakan Payudara Pada Post Partum” hasil dari penelitian tersebut

menunjukan bahwa perawatan payudara efektif untuk mencegahterjadinnya

pembengkakan payudara dan dapat memperlancar pengeluaran ASI.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik mengaplikasian

hasil penelitian dari Fauziah, dkk (2014) tentang pemberian tindakan breast

care terhadap pencegahan pembengkakan payudara pada post partum di

Puskesmas.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mengaplikasikan pemberian tindakan breast care terhadap pencegahan

pembengkakan payudara pada asuhan keperawatan Ny. M dengan post

partum di Ruang Nifas Puskesmas Gajahan Surakarta.


4

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan post

partum.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

dengan post partum.

c. Penulis mampu menyusunan rencana Asuhan Keperawatan pada

pasien dengan post partum.

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan post

partum.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan post partum.

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian tindakan breast care

terhadap pencegahan pembengkakan payudara pada asuhan

keperawatan pasien dengan post partum.

C. Manfaat penulisan

1. Bagi Pasien

Sebagai referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam

melakukan perawatan payudara karena sangat banyak manfaatnya.

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Sebagai referensi bahwa tindakan breast care atau perawatan payudara

merupakan suatu alternatif untuk mencegah terjadinnya pembengkakan

payudara pada ibu post partum.


5

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumbangan pemikiran, acuan, dan kajian yang lebih mendalam

tentang pemberian tindakan breast care terhadap pencegahan

pembengkakan payudara pada ibu post partum.

4. Bagi penulis

Sebagai acuan proses belajar dalam menerapkan ilmu yang telah

diperoleh selama perkuliahan melalui proses pengumpulan data-data dan

informasi-informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, diteliti, dianalisis, dan

disusun dalam sebuah karya tulis yang ilmiah, informasi, bermanfaat,

informatif serta menambah kekayaan intelektual.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Post Partum

a. Pengertian

Post partum merupakan masa pemulihan dari sembilan

bulan kehamilan dan proses kelahiran. Pengertian lainnya yaitu

masa nifas yang biasa disebut masa puerperium ini dimulai setelah

kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali

keadaan seperti sebelum hamil. Masa nifas ini berlangsung selama

kira-kira 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan

fisiologis maupun psikologis seperti perubahan laktasi/

pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh dan perubahan

psikis lainnya (Maryunani, 2009).

b. Tahap Post Partum

Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :

1) Periode Immediate Post Partum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada

masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan

karena antonia uteri.

6
7

2) Periode Early Post Partum

Fase ini berlangsung 24 jam – 1 minggu, dan memastikan

involusi uteri dalam keadaan


aan normal, tidak ada perdarahan,

lochea tidak berbau busuk dan tidak demam.

3) Periode Late Post Partum

Fase ini berlangsung 1 minggu – 5 minggu. Pada periode ini

yang perlu dilakukan yaitu perawatan dan pemeriksaan sehari-


sehari

hari serta konseling KB.

(Saleha
(Saleha, 2009)

c. Perubahan Fisiologis Masa Nifas/ Post Partum

Menurut Wulandari & Handayani (2011), perubahan

fisiologis pada masa nifas antara lain :

1) Perubahan Sistem Reproduksi

a) Uterus

Uterus secara berangsur mengecil kembali 2 hari setelah

melahirkan. Akhirnya
khirnya setelah 2 bulan, keadaan akan

kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Tabel 2.1 TFU dan uterus menurut masa involusio


8

b) Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks agak menyangga seperti

corong berwarna merah kehitaman. Konsistensi lunak,

kadang- kadang terdapat luka kecil. Setelah bayi lahir,

tangan masih bisa masuk rongga rahim dan setelah 8 jam

dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat

dilalui 1 jari.

c) Ovarium dan Tuba Falopi

Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan

progesteron menurun, sehingga menimbulkan mekanisme

timbal balik dari siklus menstruasi. Proses ovulasi dimulai

kembali sehingga wanita bisa hamil lagi.

d) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan

mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat

organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam

yang ada pada vagina normal. Pengeluaran lochea dapat

dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, diantaranya :

(1) Lochea Rubra

Lochea ini muncul pada hari ke-1 sampai hari ke-3

masa setelah melahirkan. Cairan yang keluar berwarna

merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa

plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut


9

bayi) dan mekonium.

(2) Lochea Sangulenta

Lochea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir.

Berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 setelah

melahirkan.

(3) Lochea Serosa.

Lochea mengandung serum, leukosit dan robekan atau

laserasi plasenta. Muncul pada hari ke-7 sampai hari ke-

14 setelah melahirkan.

(4) Lochea Alba

Lochea ini berwarna putih, mengandung leukosit, sel

desidua, sel epitel, selaput lendir serviks dan serabut

jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung

selama 2 minggu sampai 6 minggu setelah melahirkan.

e) Perubahan Vulva, Vagina dan Perineum

(1) Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta

peregangan yang sangat besar selama proses persalinan

dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu

setelah melahirkan.

(2) Perubahan pada Perineum

Setelah melahirkan perenium menjadi kendur karena

sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang


10

bergerak maju. Perenium akan kembali sebagian besar

tonusnya pada hari ke-5 setelah melahirkan.

2) Perubahan pada Sistem Pencernaan

Setelah kelahiran plasenta, maka akan terjadi pula penurunan

produksi progesterone, sehingga hal ini dapat menyebabkan

konstipasi terutama dalam beberapa hari pertama. Konstipasi

disebabkan karena waktu persalinan, alat pencernaan

mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,

pengeluaran cairan berlebihan, kurangnya asupan cairan dan

makanan dan kurangnya aktivitas tubuh.

3) Perubahan Sistem Endokrin

a) Hormon Oksitosin

Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,

bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama

tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam

pelepasan plasenta dan dapat merangsang produksi ASI dan

sekresi oksitosin.

b) Hormon Prolaktin

Berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang

produksi ASI. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar

prolaktin tetap tinggi.

c) Hormon Estrogen dan Progesteron

Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat


11

selama masa nifas. Hormon esterogen yang tinggi

memperbesar hormon antidiuretik yang dapat

meningkatkan volume darah, sedangkan hormon

progesteron mempengaruhi otot halus yang mempengaruhi

perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.

4) Perubahan Sistem Hematologi

Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih

sampai sebanyak 15.000 selama persalinan. Leukosit akan tetap

tinggi jumlahnya selama beberapa hari pertama masa setelah

melahirkan.

5) Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Kardiak output meningkat selama persalinan dan berlangsung

sampai kala tiga ketika volume darah uterus dikeluarkan.

Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama setelah

melahirkan dan akan kembali normal pada akhir minggu ke-3

setelah melahirkan.

6) Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara

anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan

menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan

7) Perubahan Tanda-Tanda Vital pada masa Nifas

a) Suhu Badan

Pada 24 jam setelah melahirkan suhu badan akan naik


12

sedikit (37◦C-38◦C) sebagai akibat dari kerja keras waktu

melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila

keadaan normal suhu badan akan biasa lagi.

b) Nadi

Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil, sedangkan

pernafasan akan sedikit meningkat setelah melahirkan

kemudian kembali seperti keadaan semula.

c) Tekanan Darah

Tekanan darah pada masa nifas biasanya tidak berubah,

kemungkinan tekanan darah menjadi rendah menunjukkan

adanya perdarahan setelah melahirkan. Sebaliknya bila

tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk kemungkinan

adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.

8) Perubahan payudara

Menurut Lowdemik dan Perry (2006) dalam Solehati dan

Kosasih (2015)

1. Payudara terlihat berwarna kemerahan.

2. Terasa panas dan nyeri.

3. Puting susu terlihat retak-retak seperti bercelah.

d. Asuhan Keperawatan Post Partum

Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang

diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai

dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil


13

atau mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2009).

1) Pengkajian

a) Anamnesa

Tujuan anamnesa adalah mengumpulkan informasi tentang

riwayat kesehatan dan kehamilan untuk digunakan dalam

proses membuat keputusan klinis guna menentukan

diagnosa dan mengembangkan rencana asuhan yang sesuai

(Erawati, 2011)

(1) Riwayat Kesehatan

Hal yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan adalah :

(a) Keluhan yang dirasakan ibu saat ini.

(b) Adakah kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari misalnya pola makan, buang

air kecil atau buang air besar, kebutuhan istirahat

dan mobilisasi.

(c) Riwayat persalinan ini meliputi adakah komplikasi,

laserasi atau episiotomi.

(d) Obat atau suplemen yang dikonsumsi saat ini

misalnya tablet zat besi.

(e) Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran

bayi, penerimaan terhadap peran baru sebagai

orang tua termasuk suasana hati yang dirasakan ibu

sekarang, kecemasan dan kekhawatiran.


14

(f) Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan

perawatan bayi sehari-hari.

(g) Bagaimana rencana menyusui nanti (ASI eksklusif

atau tidak), rencana merawat bayi dirumah

(dilakukan ibu sendiri atau dibantu orang tua atau

mertua).

(h) Bagaimana dukungan suami atau keluarga terhadap

ibu.

(i) Pengetahuan ibu tentang nifas.

(2) Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah menilai kesehatan dan

kenyamanan fisik ibu dan bayinya untuk membuat

keputusan klinis guna menentukan diagnosa dan

mengembangkan rencana asuhan yang paling sesuai

(Erawati, 2011).

(a) Keadaan umum, kesadaran

(b) Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, dan

pernafasan.

(c) Payudara: pembesaran, putting susu (menonjol atau

mendatar, adakah nyeri dan lecet pada putting), ASI

atau kolostrum sudah keluar, adakah

pembengkakan, radang atau benjolan abnormal.

(d) Abdomen: tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.


15

(e) Kandung kemih kosong atau penuh.

(f) Genetalia dan perineum: pengeluaran lochea ( jenis,

warna, jumlah, bau), odema, peradangan, keadaan

jahitan, nanah, tanda-tanda infeksi pada luka

jahitan, kebersihan perineum dan hemmoroid pada

anus (Suherni, 2008)

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang

respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah

kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan

kewenangan perawat (Setiadi, 2012).

Diagnosa keperawatan pertama yang muncul pada post

partum spontan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik (tindakan episiotomi). Diagnosa keperawatan

kedua, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(obstructive duct). Diagnosa keperawatan ketiga,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis (asupan nutrisi zat besi

tidak adekuat) (Ujiningtyas, 2009).

3) Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk


16

mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha memenuhi

kebutuhan klien. Proses perencanaan antara lain adalah

membuat tujuan dan menetapkan kriteria hasil, memilih

intervensi dan membuat rasionalisasi dari intervensi yang

dipilih (Setiadi, 2012).

North American Nursing Diagnosis Association

(NANDA) mengembangkan rencana keperawatan yang telah

diperluas dan dikaitkan dengan kriteria hasil atau Nursing

Outcomes Classification (NOC) serta intervensi atau Nursing

Interventions classification (NIC). Hasil dari NOC adalah

konsep-konsep netral yang merefleksikan pernyataan ata

perilaku klien. Proritas intevensi dari NIC mengarahkan

perawat untuk meninjau ulang aktivitas perawatan pertama

yang dikaitkan dengan intervensi tersebut (Nursalam, 2009).

a) Diagnosa keperawatan pertama, nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera fisik (tindakan episiotomi),

Tujuan dan kriteria hasil : setelah diberikan asuhan

keperawan diharapkan pasien menunjukkan berdasarkan

NOC nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :

(1) Skala nyeri berkurang (1-3).

(2) Tekanan darah normal (120/60 mmHg),

(3) Nadi normal (60-120 x/menit),

(4) respirasi normal (16-20x/menit)


17

Intervensi sesuai NIC adalah :

(1) Identifikasi rasa ketidaknyamanan dan penyebabnya.

(2) berikan tindakan yang memberikan kenyamanan, misal

kompres hangat pada punggung, payudara, perineum.

(3) Bantu memilih posisi optimal untuk mengejan.

(4) Berikan oksigen dan tingkatkan pemberian cairan infus

(Ujiningtyas, 2009).

b) Diagnosa keperawatan kedua, nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis (obstructive duct),

Tujuan dan kriteria hasil : setelah diberikan asuhan

keperawan diharapkan pasien menunjukkan berdasarkan

NOC nyeri teratasi dengan kriteria hasil :

(1) Skala nyeri 2.

(2) Payudara tidak kenceng dan tidak teraba keras dan

sekresi ASI lancar.

Intervensi sesuai NIC adalah :

(1) Kaji nyeri P Q R S T,

(2) Ajarkan teknik breast care,

(3) Berikan kompres hangat,

(4) Kolaborasi pemberian analgesik (Wilkinson, 2007).

c) Diagnosa keperawatan ketiga, ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor

biologis (asupan nutrisi zat besi tidak adekuat)


18

Tujuan dan kriteria hasil : setelah diberikan asuhan

keperawan diharapkan pasien menunjukkan berdasarkan

NOC nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :

(1) Konjungtiva tidak anemis,

(2) Tidak pucat, HB : 12 g/dl, Ht : 33-45%, tidak lemas.

Intervensi sesuai NIC adalah :

(1) Kaji nutrisi pasien,

(2) Anjurkan makan sedikit tapi sering,

(3) Pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui,

(4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tranfusi dan

pemberian Fe (Wilkinson, 2007)

2. Laktasi

a. Pengertian Laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI

diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI

(Wulandari & Handayani 2011).

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI

diproduksi, disekresi, dan pengeluaran ASI sampai pada proses

bayi menghisap dan menelan ASI (Marmi, 2014)

b. Fisiologi Laktasi

Selama masa kehamilan, hormon estrogen dan

progesterone menginduksi perkembangan alveoli dan ductus


19

lactiferus di dalam payudara, serta merangsang produksi

kolostrum. Penurunan produksi hormon akan terjadi dengan cepat

setelah plasenta dilahirkan. Hormon hipofise anterior yaitu

prolaktin yang terjadi dihambat oleh kadar estrogen dan

progesterone yang tinggi dalam darah, kini dilepaskan. Prolaktin

memproduksi ASI setelah pelepasan ASI, akan memberikan

rangsangan sentuhan pada payudara (bayi menghisap) sehingga

merangsang produksi oksitosin yang mempengaruhi sel-sel

mioepitelial yang mengelilingi alveoli mengeluarkan air susu yang

sudah disekresikan oleh kelenjar mammae. Pada saat bayi

menghisap, ASI di dalam sinus tertekan keluar ke mulut bayi.

Gerakan tersebut dinamakan let down reflect atau pelepasan.

Pelepasan akan dipacu tanpa rangsangan hisapan, tapi dapat terjadi

bila ibu mendengar bayi menangis atau sekedar memikirkan

tentang bayinya (Sulistyawati, 2009).

c. Masalah dalam Laktasi

Menurut Bahiyatun (2009), masalah yang sering terjadi

dalam pemberian ASI antara lain :

1) Puting Susu Lecet

Dapat disebabkan oleh karena teknik menyusui yang salah atau

perawatan yang tidak betul pada payudara. Infeksi monilia

dapat mengakibatkan lecet pada puting susu


20

2) Payudara Bengkak

Pembengkakan payudara terjadi karena pengeluaran ASI tidak

disusui dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada

sistem ductus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.

3) Saluran Susu Tersumbat / Bendungan ASI

Disebabkan ASI yang terkumpul tidak segera dikeluarkan,

sehingga menimbulkan sumbatan pada ductus laktiferus.

4) Mastitis

Mastitis adalah suatu proses infeksi menyebabkan radang

payudara yang disebabkan oleh payudara bengkak yang tidak

disusui secara adekuat yang akhirnya terjadi mastitis.

5) Abses Payudara

Abses payudara merupakan kelanjutan / komplikasi dari

mastitis yang disebabkan oleh meluasnya peradangan pada

payudara

3. Pembengkakan Payudara

a. Pengertian

Pembengkakan payudara merupakan suatu kondisi yang

terjadi karena ibu menunda atau menolak menyusui bayi ketika

payudara terasa penuh. Selain itu bisa disebabkan oleh peningkatan

statis aliran vena dan limfatik, peningkatan kongesti dan

vaskularitas, dan akumulasi serta statis ASI (Sinclair, 2010).


21

b. Etiologi

Menurut Rukiyah & Yulianti (2010) etiologi pembengkakan

payudara adalah :

1. Pengosongan mammae yang tidak sempurna

Selama masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI yang

berlebihan. Apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu

dan payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI

di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan

dapat menimbulkan bendungan ASI.

2. Hisapan bayi tidak aktif

Pada masa laktasi, jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan

menimbulkan pembengkakan payudara.

3. Posisi menyusui yang tidak benar

Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan

puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada

saat bayi menyusu. Akibatnya ibu tidak mau menyusui bayinya

dan terjadi pembengkakan payudara.

4. Puting susu yang terbenam

Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam

menyusui, karena bayi tidak dapat menghisap puting dan

areola. Akibatnya bayi tidak mau menyusu dan terjadi

pembengkakan payudara.
22

5. Pemakaian BH yang terlalu ketat

BH yang ketat mengakibatkan penekanan pada payudara dan

bisa menyumbat saluran ASI. Selama masa menyusui

sebaiknya ibu menggunakan BH yang dapat menyangga

payudara, tetapi tidak terlalu ketat.

6. Tekanan jari ibu pada tempat yang sama setiap menyusui

Setiap kali ibu melakukan penekanan di tempat yang sama saat

menyusui meningkatkan aliran vena dan limfe, sehingga ibu

mengalami pembengkakan payudara.

7. Kurangnya pengetahuan cara perawatan payudara dan

pencegahan bendungan ASI

Kurangnya pengetahuan ibu cara perawatan payudara dan

pencegahan bendungan ASI bisa berakibat ibu mengalami

bendungan ASI karena ibu tidak mengerti cara pecegahan jika

terjadi pembengkakan payudara dan cara perawatan payudara.

c. Patofisiologi

Selama 24 jam hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya

sekresi lacteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras

dan berbenjol. Sekresi lacteal terjadi pada 2-3 hari pertama setelah

melahirkan. Jadi bendungan ASI terjadi 3-5 hari pertama setelah

melahirkan. Keadaan ini sering menimbulkan rasa nyeri pada

payudara dan kadang menimbulkan kenaikan suhu badan. Keadaan

tersebut menggambarkan adanya aliran darah vena normal yang


23

berlebihan dan mengembangkan limfatik pada payudara yang

merupakan prekusor regular untuk terjadinya laktasi (Suherni dkk,

2009).

d. Tanda dan Gejala

Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), ibu dengan

pembengkakan payudara mempunyai tanda dan gejala sebagai

berikut :

1) Payudara bengkak, panas serta keras pada perabaan

2) Puting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu

3) Pengeluaran susu kadang terhalang oleh ductuli laktiferi

menyempit

4) Payudara terasa nyeri bila ditekan

5) Payudara berwarna kemerahan

6) Suhu tubuh sampai 38ᵒC

e. Pencegahan

Pembengkakan payudara dapat dicegah dengan cara sebagai

berikut :

1) Penggunaan bra yang tepat, untuk ibu yang menyusui harus

menghindari bra yang berkawat dan elastis disekitar cup bra

karena dapat menekan dan mencegah dari saluran atau aliran

ASI, serta tidak menggunakan bra selama tidur (Judith dan

Anna 2011).
24

2) Posisi dan perlekatan menyusui yang baik (Toronto Public

Health, 2013).

3) Kompres hangat sebelum menyusui, Kompres hangat

dilakukan sebelum ibu menyusui selama 15-20 menit guna

menstimulasi aliran susu dan refleks letdown (Mohrbacher,

2010)

4) Pengeluaran susu secara manual atau pompa payudara bila

payudara penuh (Women and Newborn Health Service , 2013)

f. Alat ukur tingkat pembengkakan payudara

Menurut Humenick, 1994 dalam Priya ( 2012) alat ukur yang dapat

digunakan untuk melihat tingkat pembengkakan payudara dengan

menggunakan skala engorgement menurut Hill dan Humenick

dalam Whittlestone. Ada 6 nilai skala pembengkakan payudara

yaitu :

1) skor 1 = lembut, tidak ada perubahan pada payudara;

2) skor 2 = sedikit keras pada payudara;

3) skor 3 = keras, tapi payudara tidak perih;

4) skor 4 = keras dan payudara mulai perih;

5) skor 5 = keras dan perih;

6) skor 6 = sangat keras dan sangat perih


25

4. Perawatan Payudara

a. Pengertian

Perawatan payudara adalah suatu cara yang dilakukan

untuk merawat payudara agar air susu keluar dengan lancar

(Marmi, 2014).

Perawatan payudara adalah suatu perawatan payudara

setelah ibu melahirkan dan menyusui yang merupakan suatu cara

yang dilakukan untuk merawat payudara agar air susu keluar

dengan lancar (Walyani dan Purwoastuti, 2015).

b. Cara Merawat Payudara

1) Penggunaan bra yang tepat, untuk ibu yang menyusui harus

menghindari bra yang berkawat dan elastis disekitar cup bra

karena dapat menekan dan mencegah dari saluran atau aliran

ASI, serta tidak menggunakan bra selama tidur (Judith dan

Anna 2011). Ada beberapa cara untuk menemukan batas

kenyamanan dan memilih bra secara tepat yaitu :

a) Size

Size atau ukuran yaitu sebelum menentukan pilihan, hal

utama yang harus dilakukan adalah pastikan dan ketauhi

secara tepat tentang ukuran payudara. Cara mengukurnya

terbagi atas dua under brast dan over brust. Under brast

adalah ukuran lingkar badan yang akan menjadi ukuran bra.

Sedangkan over bust adalah ukuran cup ukuran cup yang


26

sesuai dengan payudara. Secara kasar dapat menaksir

ukuran bra memnurut Elling bra yang perlu diingat adalah

hitungan secara matematis dimana perhitungan tersebut

belum tentu tepat. Ukur (LDA) Lingkar Dada Atas yaitu

lingkar dada yang melewati kedua puting. Untuk yang

memiliki payudara lebih besar dan turun, kedua payudara

harus diangkat ke atas dengan menggunakan kedua tangan,

kemudian ukur LDA melewati kedua puting. Ukur LDB

(Lingkar Dada Bawah), yaitu lingkar dada tepat di bawah

lengkung payudara kita. Ukuran lingkar badan ditentukan

oleh LDB dengan pembulatan ke atas, misal 29 inch, maka

ukuran lingkar badan untuk Elling bra adalah 30.

Sementara selisih dari LDA dan LDB adalah ukuran kap

pada Elling bra. Selisih 1 inch= kap A, selisih 2 inch= kap

B, selisih 3 inch= kap C dan seterusnya.

b) Kawat

Kawat yaitu salah satu cara menemukan bra yang mampu

menyangga payudara dengan tepat adalah memilih bra yang

menggunakan kawat Sedangkan kawat bra yang baik harus

dapat menyangga payudara dan menaikkan posisi payudara.

Jika ada kawat yang keluar dari cup bra maka bra yang

dikenakan tidak sesuai dengan ukuran payudara.

Sebenarnya posisi kawat yang benar adalah saat digunakan


27

kawat harus memberikan kenyamanan dan menarik

payudara sehingga membentuk belahan di tengah.

c) Cup

Cup adalah cup yang sesuai dengan ukuran over bust

payudara. Jika memilih payudara yang mungil maka bisa

memilih bra dengan cup yang kaku agar membentuk

payudara dan menyamarkan bentuk aslinya. Perawatan bra

dapat dilakukan antara lain :

(1) Rendam bra dengan air sabun

(2) Cuci bra dengan sabun cuci cair, hindari menggunakan

mesin cuci karena dapat merusak bentuk bra. Apabila

menghendaki mencuci dengan mesin cuci, maka

gunakan mesin yang dapat di set hand wash. Setelah

dicuci langsung di jemur, hindari pengeringan

menggunakan mesin apalagi diperas, biarkan air

menetes dari bra dengan sendirinya saat di gantung.

2) Posisi dan perlekatan menyusui yang baik

a) Posisi menyususi yang baik menurut Marmi (2014), yaitu :

(1) Posisi madona atau mengggendong : bayi berbaring

menghadap ibu, leher dan punggung atas bayi

diletakkan pada lengan bawah leteral payudara. Ibu

menggunakan tangan lainnya untuk memegang

payudara jika diperlukan.


28

(2) Posisi football atau mengepit : bayi berbaring atau

punggung melingkar antara lengan dan samping dada

ibu. Lengan bawah dan tangan ibu menyanggga bayi,

dan ia menggunakan tangan sebelahnya untuk

memegang payudara jika diperlukan.

(3) Posisi berbaring miring : ibu dan bayi berbaring miring

saling berhadapan. Posisi ini merupakan posisi yang

paling aman bagi ibu yang mengalami penyembuhan

dari proses pesalinan melalui pembedahan.

b) Tahap tata laksana menyusui menurut Marmi (2014),

yaitu :

(1) Posisi badan ibu dan badan bayi, sebagai berikut :

(a) Ibu harus duduk atau berbaring dengan santai.

(b) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada

dasar kepala.

(c) Putar seluruh badan bayi sehingga menghadap ke

ibu.

(d) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian

bawah payudara ibu.

(e) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.

(f) Dengan posisi ini maka telinga bayi akan berada

dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.

(g) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara


29

menekan pantat bayi dengan lengan ibu bagian

dalam.

(2) Posisi mulut bayi dan puting susu ibu, sebagai berikut :

(a) Keluarkan ASI sedikit oleskan pada putingg susu

dan areola.

(b) Pegang payudara dengan pegangan seperti

membentuk huruf C yaitu payudara dipegang

dengan ibu jari dibagian atas dan jari yang lain

menopang di bawah atau dengan pegangan seperti

gunting (puting susu dan areola dicepit oleh jari

telunjuk dan jari tengah seperti gunting) dibelakang

areola.

(c) Sentuh pipi atau bibir bayi untuk merangsang

rooting (refleks atau refleks menghisap).

(d) Tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar, dan lidah

menjulur ke bawah.

(e) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu

dengan menekan bahu belakang bayi bukan

belakang kepala.

(f) Posisikan puting susu di atas bibir atas bayi dan

berhadap-hadapan dengan hidung bayi.

(g) Kemudian arahkan puting susu keatas menyusuri

langit-langit mulut bayi.


30

(h) Usahakan sebagian besar areola masuk ke mulut

bayi, sehingga puting susu bberada diantara

pertemuan langit-langit bayi yang keras (palatum

durum) dan langit-langit yang lunak (palatum

molle).

(i) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara

dengan gerakan memerah sehingga ASI akan

keluar.

(j) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara

dengan baik, payudara tidak perlu dipegang atau

disangga lagi.

(k) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada

payudara dengan hidung bayi dengan maksud untuk

memudahkan bayi bernafas. Hal ini tidak perlu

karena hidung bayi telah dijauhkan dari payudara

dengan cara menekan pantat bayu dengan lengan

ibu.

(l) Dianjurkan tangan ibu yang bebas untuk mengelus-

elus bayi.

3) Kompres hangat sebelum menyusui. Adapun prosedur dalam

pemberian kompres hangat :

Instrumen yang digunakan adalah tiga buah handuk (dua

handuk kecil untuk kompres panas, satu handuk ukuran sedang


31

untuk menutup dan mengeringkan payudara yang sudah

dikompres), air yang bersuhu 41ᵒC dalam waskom, termometer

air dan stopwatch (Nengah dan Surinati, 2013).

Fase kerjanya, sebelum melakukan tidakan menjaga

privasi pasien terlebih dulu. Langkah yang pertama yaitu

menyiapkan instrumen yang akan digunakan, lalu membuka

baju bagian atas pasien dan meletakan handuk ukuran sedang

di bahu untuk menutup bagian payudara. Langkah selanjutnya

melakukan kompres panas pada bagi payudara pasien secara

bergantian. Cara mengompres, menggunakan handuk kecil

yang sudah dicelupkan ke waskom yang berisi air panas lalu di

kompreskan pada bagian payudara mulai dari pangkal payudara

menuju putting susu. Setelah itu mengeringkan payudara

dengan handuk dan merapikan pasien (Donald dan Susanne,

2014)

4) Pengeluaran susu secara manual atau pompa payudara bila

payudara penuh, menurut Machfoedz (2008) pengosongan

payudara atau pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan cara :

a) Pengeluaran ASI dengan tangan

(1) Tangan dicuci sampai bersih

(2) Siapkan cangkir/ gelas bertutup yang telah dicuci

dengan air mendidih.


32

(3) Payudara dikompres dengan kain handuk yang hangat

dan di massase dengan kedua telapak tangan dari

pangkal ke arah areolla mammae, ulangi pemijatan ini

pada sekitar payudara secara merata.

(4) Dengan ibu jari disekitar areolla mammae bagian atas

dan jari telunjuk pada sisi yang lain, lalu daerah

payudara di tekan kearah dada.

(5) Daerah areolla mammae diperas dengan ibu jari dan

jari telunjuk, jangan memijat/ menekan puting karena

dapat menyebabkan rasa nyeri/ lecet.

(6) Ulang tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas, pada

mulanya ASI tidak keluar, setelah beberapa kali maka

ASI akan keluar.

(7) Gerakan ini diulang pada sekitar areolla mammae dari

semua sisi, agar yakin bahwa ASI telah diperas dari

semua segmen payudara.

b) Pengeluaran ASI dengan pompa :

(1) Tekan bola karet untuk mengeluarkan udara.

(2) Ujung leher tabung di letakkan pada payudara dengann

puting susu tepat di tengah dan tabung benar-benar

melekat pada kulit.

(3) Bola karet dilepas, sehingga puting susu dan areolla

mammae tertarik kedalam.


33

(4) Tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI akan

keluar dan terkumpul pada lekukan penampung pada

sisi tabung.

(5) Setelah selesai dipakai atau akan dipakai, maka alat

harus dicuci bersih karenanya bila memungkinkan lebih

baik pengeluaran ASI dengan menggunakan tangan.

c. Tujuan perawatan payudara

Menurut Hamid (2011) tujuan perawatan payudara yaitu :

1) Memelihara kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi.

2) Meningkatkan produksi asi dengan merangsang kelenjar-kelenjar

air susu melalui pemijatan.

3) Mencegah bendungan ASI/ pembekakan payudara.

4) Melenturkan dan menguatkan puting saat bayi menyusu.

5) Mengetahui secara dini kelainan puting susu dan mengatasinya.

6) Persiapan psikis ibu untuk menyusui

d. Manfaat perawatan payudara

Menurut Marmi (2014) manfaat perawatan payudara yaitu :

1) Menjaga kebersihan payudara, terutama kebersihan puting susu

agar terhindar dari infeksi.

2) Melunakkan serta memperbaiki bentuk puting susu sehingga bayi

dapat menyusu dengan baik.

3) Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingaa produksi ASI

lancar.
34

4) Mengetahui secara dini kelainan puting susu dan melakukan

usaha-usaha untuk mengatasinya.

5) Persiapan psikis ibu menyusui.


35

B. Kerangka Teori

Post Partum.

Perubahan fisiologis payudara adalah : Faktor yang mempengaruhi


1. Payudara terlihat berwarna pembengkakan payudara :
kemerahan. 1. Pengosongan mammae yang tidak
2. Terasa panas dan nyeri. sempurna.
3. Puting susu terlihat retak-retak 2. Hisapan bayi tidak aktif.
seperti bercelah. 3. Posisi menyusui yang tidak benar.
4. Puting susu yang terbenam.
5. Pemakaian BH yang terlalu ketat
Tekanan jari ibu pada tempat
yang sama setiap menyusu.
6. Kurangnya pengetahuan cara
perawatan payudara dan
pencegahan bendungan ASI.

Pembengkakan Payudara.

Diagnosa keperawatan :
Nyeri akut.

Perawatan Payudara :
1. Penggunaan bra yang tepat.
2. Posisi dan perlekatan menyusui
yang baik.
3. Kompres hangat sebelum
menyusui.
4. Pengeluaran susu secara manual
atau pompa payudara bila
payudara penuh.

Nyeri teratasi.

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Lowdemik dan Perry (2006) dalam Solehati dan Kosasih (2015), Rukiyah & Yulianti (2010), Judith dan Anna
(2011), Marmi (2014), Nengah dan Surinati (2013) dan Machfoedz (2008).
BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Riset

Subjek dari aplikasi riset ini adalah ibu post partum bernama Ny.

M berusia 34 tahun dengan riwayat obstretikus P1 Ao.

B. Tempat dan Waktu

Tempat yang digunakan adalah di ruang nifas di Puskesmas

Gajahan Surakarta. Waktu pelaksanaan pada tanggal 5 Januari 2016

sampai dengan 7 Januari 2016.

C. Media dan Alat yang Digunakan

1. Alat

a. Tiga buah handuk (dua handuk kecil untuk kompres panas, satu

handuk ukuran sedang untuk menutup dan mengeringkan payudara

yang sudah dikompres).

b. Air yang bersuhu 41ᵒC dalam waskom.

c. Termometer air.

d. Stopwatch.

e. Pompa payudara.

f. Cangkir/ gelas bertutup.

36
37

2. Media

Skala engorgement menurut Hill dan Humenick dalam Whittlestone.

D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset

1. Penggunaan bra yang tepat, untuk ibu yang menyusui harus

menghindari bra yang berkawat dan elastis disekitar cup bra karena

dapat menekan dan mencegah dari saluran atau aliran ASI, serta tidak

menggunakan bra selama tidur (Judith dan Anna 2011).

2. Posisi dan perlekatan menyusui yang baik

a. Tahap tata laksana menyusui menurut Marmi (2014), yaitu :

1) Posisi badan ibu dan badan bayi, sebagai berikut :

a) Ibu harus duduk atau berbaring dengan santai.

b) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar

kepala.

c) Putar seluruh badan bayi sehingga menghadap ke ibu.

d) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah

payudara ibu.

e) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.

f) Dengan posisi ini maka telinga bayi akan berada dalam satu

garis dengan leher dan lengan bayi.

g) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara

menekan pantat bayi dengan lengan ibu bagian dalam.


38

2) Posisi mulut bayi dan puting susu ibu, sebagai berikut :

a) Keluarkan ASI sedikit oleskan pada putingg susu dan

areolla.

b) Pegang payudara dengan pegangan seperti membentuk

huruf C yaitu payudara dipegang dengan ibu jari dibagian

atas dan jari yang lain menopang di bawah atau dengan

pegangan seperti gunting (puting susu dan areola dicepit

oleh jari telunjuk dan jari tengah seperti gunting)

dibelakang areolla.

c) Sentuh pipi atau bibir bayi untuk merangsang rooting

(refleks atau refleks menghisap).

d) Tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar, dan lidah

menjulur ke bawah.

e) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan

menekan bahu belakang bayi bukan belakang kepala.

f) Posisikan puting susu di atas bibir atas bayi dan berhadap-

hadapan dengan hidung bayi.

g) Kemudian arahkan puting susu keatas menyusuri langit-

langit mulut bayi.

h) Usahakan sebagian besar areola masuk ke mulut bayi,

sehingga puting susu bberada diantara pertemuan langit-

langit bayi yang keras (palatum durum) dan langit-langit

yang lunak (palatum molle).


39

i) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan

gerakan memerah sehingga ASI akan keluar.

j) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan

baik, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.

k) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara

dengan hidung bayi dengan maksud untuk memudahkan

bayi bernafas. Hal ini tidak perlu karena hidung bayi telah

dijauhkan dari payudara dengan cara menekan pantat bayu

dengan lengan ibu.

l) Dianjurkan tangan ibu yang bebas untuk mengelus-elus

bayi.

3. Kompres hangat sebelum menyusui. Adapun prosedur dalam

pemberian kompres hangat :

a. Menjaga privasi pasien terlebih dulu.

b. Menyiapkan instrumen yang akan digunakan.

c. Membuka baju bagian atas pasien dan meletakan handuk

ukuran sedang di bahu untuk menutup bagian payudara.

d. Melakukan kompres panas pada bagi payudara pasien secara

bergantian. Cara mengompres, menggunakan handuk kecil

yang sudah dicelupkan ke waskom yang berisi air panas lalu di

kompreskan pada bagian payudara mulai dari pangkal

payudara menuju putting susu.

e. Mengeringkan payudara dengan handuk dan merapikan pasien.


40

4. Pengeluaran susu secara manual atau pompa payudara bila

payudara penuh,

a. Pengeluaran ASI dengan tangan

1) Tangan dicuci sampai bersih

2) Siapkan cangkir/ gelas bertutup yang telah dicuci dengan air

mendidih.

3) Payudara dikompres dengan kain handuk yang hangat dan

di massase dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke

arah areolla mammae, ulangi pemijatan ini pada sekitar

payudara secara merata.

4) Dengan ibu jari disekitar aerolla mammae bagian atas dan

jari telunjuk pada sisi yang lain, lalu daerah payudara di

tekan kearah dada.

5) Daerah areolla mammae diperas dengan ibu jari dan jari

telunjuk, jangan memijat/ menekan puting karena dapat

menyebabkan rasa nyeri/ lecet.

6) Ulang tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas, pada mulanya

ASI tidak keluar, setelah beberapa kali maka ASI akan

keluar.

7) Gerakan ini diulang pada sekitar areola mammae dari

semua sisi, agar yakin bahwa ASI telah diperas dari semua

segmen payudara.
41

b. Pengeluaran ASI dengan pompa :

1) Tekan bola karet untuk mengeluarkan udara.

2) Ujung leher tabung di letakkan pada payudara dengann

puting susu tepat di tengah dan tabung benar-benar melekat

pada kulit.

3) Bola karet dilepas, sehingga puting susu dan areolla

mammae tertarik kedalam.

4) Tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI akan keluar

dan terkumpul pada lekukan penampung pada sisi tabung.

5) Setelah selesai dipakai atau akan dipakai, maka alat harus

dicuci bersih karenanya bila memungkinkan lebih baik

pengeluaran ASI dengan menggunakan tangan.

E. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset

Instrument dalam pengaplikasian penelitian ini menggunakan alat

ukur pembengkakan payudara yang berpedoman skala engorgement

menurut Hill dan Humenick dalam Whittlestone Ada 6 nilai skala

pembengkakan payudara yaitu, skor 1 = lembut, tidak ada perubahan pada

payudara; skor 2= sedikit keras pada payudara; skor 3 = keras, tapi

payudara tidak perih; skor 4 = keras dan payudara mulai perih; skor 5 =

keras dan perih; skor 6 = sangat keras dan sangat perih (Humenick, 1994

dalam Priya, 2012).


BAB IV

LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien

Ny. M berumur 34 tahun beragama Islam, berstatus kawin,

pendidikan terakir Ny. M tamat SLTA, suami klien berumur 38 tahun

beragama Islam.

B. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 5 januari 2016 jam 09:00 WIB.

Pengkajian ini menggunakan metode anamnesa, obsevasi langsung,

pemeriksaan fisik, serta catatan medis dan catatan keperawatan.

Riwayat kehamilan masa lalu : pasien mengatakan belum pernah

hamil sebelumnya, ini merupakan kehamilan yang pertama, pasien

mengatakan belum pernah keguguran.

Riwayat kehamilan saat ini : pasien periksa kehamilan sebanyak 18

kali, pasien mengatakan tidak mempunyai masalah kehamilan, jenis

persalinan spontan, presentasi kepala dan puki (punggung kiri). Jenis

kelamin bayi laki-laki, berat badan 3000 gram, tinggi badan 48cm,

perdarahan ± 250 cc, tidak ada masalah dalam persalinan.

Riwayat ginekologi : pasien mengatakan tidak mempunyai masalah

pada kandungannya, pasien mengatakan belum pernah keguguran, pasien

belum mengikuti program KB (keluarga berencana).

42
43

Data post natal : status obstretikus P1 A0 bayi rawat gabung,

keadaan umum pasien baik, kesadaran Composmentis, berat badan ibu

48kg, tinggi badan 150cm, tanda-tanda vital menunjukan : tekanan darah

110/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,5oC, pernapasan 24x/menit.

Pemeriksaan kepala leher : pada pemeriksaan didapatkan data

kepala bersih, bentuk kepala mesochepal, tidak ada ketombe. Pada mata

dapatkan mata simetris kanan dan kiri, reflek mata baik. Pada pemeriksaan

hidung didapatkan hidung bersih, tidak ada polip, simetris kanan dan kiri.

Pada pemeriksaan mulut didapatkan data mulut bersih, simetris, tidak ada

sariawan, gigi tidak berlubang. Pada pemeriksaan telinga didapatkan data

telinga simetris kanan dan kiri, telinga bersih tidak ada serumen. Pada

pemeriksaan leher didapatkan data leher tidak ada kaku kuduk, tidak ada

pembesaran kelenjar tiroid.

Pemeriksaan dada : pada pemeriksaan jantung didapatkan data dari

hasil inspeksi tidak ada jejas, ictus cordis tidak nampak. Hasil palpasi

ictus cordis teraba di ICS IV, hasil perkusi didapatkan bunyi redup, hasil

auskultasi suara vesikuler tidak ada suara tambahan. Pada pemeriksaan

paru-paru didapatkan data, hasil inspeksi bentuk dada simetris kanan dan

kiri, tidak ada jejas, pengembangan paru kanan dan kiri sama, hasil perkusi

didapatkan bunyi sonor, hasil auskultasi terdapat bunyi vesikuler, tidak

ada suara tambahan. Pada pemeriksaan payudara didapatkan data

payudara membesar , areola payudara menghitam, papila payudara

menonjol, colostrum belum keluar, payudara teraba keras, terdapat nyeri


44

tekan, ibu tapak meringis ketika di tekan payudarannya, tidak ada lecet.

Pengukuran nyeri : P : nyeri karena ASI tidak keluar dengan lancar, Q :

nyeri cekit-cekit seperti tertusuk-tusuk, R : payudara kanan dan kiri, S :

skala nyeri 4, T: hilang timbul, pada pengkajian skala pembengkakan

payudara didapatkan hasil skore pembengkakan 4 (payudara keras dan

payudara mulai perih).

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan data involusi uterus

kembali seperti semula, fundus uterus setinggi pusat, TFU (tinggi fundus

uterus 28cm), kontraksi kuat, HIS 3 kali dalam 10 menit kontraksi terjadi

selama 45 detik, DJJ (denyut jantung janin) 126x/menit, posisi lateral

penuh dorongan, kandung kemih kosong, fungsi pencernaan : pasien

mengatakan tidak ada masalah dalam pencernaannnya.

Pada pemeriksaan perineum dan genital didapatkan data : hasil

pemeriksaan vagina tidak ada edema, perineum terdapat jahitan sebanyak

7 jahitan, tanda REEDA : R (kemerahan) : tidak ada kemerahan, E

(bengkak) : tidak ada bengkak, E (echimosis) : tidak ada kebiruan, D

(discharge) : tidak ada cairan sekresi yang keluar, A (appoximate) : baik

(perlekatannya baik), perineum bersih tidak terpasang kateter, pengeluaran

lokhea pada pasien berbau khas ±150cc, dengan jenis lokhea rubra

(darah).

Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan data pada ekstremitas

atas tidak ada udema (bengkak) dan pada ekstermitas bawah tidak ada

udema, tidak ada varises, tanda homan tidak ada.


45

Pada pemeriksaan eliminasi pasien didapatkan data BAK pasien

lancar 6-7 kali perhari sebelum melahirkan, setelah melahirkan sampai

dengan saat setelah melahirkan pasien belum BAK, tidak ada nyeri pada

ureter pasien, pada pemeriksaan BAB : pasien BAB lancar, kebiasaan

BAB pasien 1 kali perhari pada pagi hari, tetapi setelah melahirkan pasien

belum BAK.

Pada pemeriksaan istirahat dan kenyamanan didapatkan data

pasien mengatakan belum bisa istirahat setelah melahirkan, kebiasaan

tidur malam pasien selama 8 jam, sedangkan kebiasaan tidur siang ± 1

jam, tidak ada keluhan.

Pada pemeriksaan mobilisasi dan latihan didapatkan hasil : pasien

1 jam pertama setelah melahirkan sudah bisa miring kanan dan kiri,

kemudian 2 jam berikutnya pasien sudah bisa duduk dan berjalan dengan

bantuan orang lain.

Pada pemeriksaan nutrisi dan cairan didapatkan hasil : pasien

makan 3 kali sehari dengan 1 porsi habis berupa sayur, buah, nasi, lauk

baik, pasien minum ± 1000 ml per hari, berupa air putih, teh dan susu.

Pada pemeriksaan keadaan mental didapatkan hasil : adaptasi

psikologis : pasien mengatakan kawatir karena ini merupakan anak

pertama dan belum bergitu paham tentang perawatan payudara yang benar,

pasien mengatakan bayinnya rewel/menangis setelah menyusu. Pada

pemeriksaan penerimaan terhadap bayi : pasien mengatakan senang dan


46

menerima atas kehadiran bayinnya yang telah dia tunggu-tunggu selama

2,5 tahun.

Terapi medik yang didapatkan pada tanggal 5 Januari 2016 adalah

amoxilin 500mg/8jam sebagai antibiotik, methylergometrine 0,125

mg/8jam sebagai pengontrol perdarahan, vitamin A 200.000iu/24 jam

sebagai suplemen tubuh, dan tablet penambah darah 1 tablet/8jam sebagai

suplemen penambah darah.

C. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian pada pasien pada tanggal 5 januari 2016

jam 09:00 WIB, didapatkan 3 diagnosa keperawatan :

Data subyektif : pasien mengatakan payudara terasa nyeri karena

ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri cekit-cekit seperti tertusuk-tusuk,

nyeri pada payudara, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, skore

pembengkakan payudara 4 (payudara keras dan payudara mulai perih).

Data obyektif : pasien tampak meringis kesakitan saat payudara ditekan,

payudara teraba keras, terdapat nyeri tekan, dari hasil TTV : tekanan darah

110/80 kali permenit, nadi 80 kali permenit, suhu 36,5oC , pernapasan 24

kali permenit. Sehingga didapatkan diagnosa keperawatan nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis (pembengkakan payudara).

Data subyektif : pasien mengatakan ASI keluar sedikit, bayi

menangis/rewel setelah menyusui, belum mengetahui cara menyusui dan

cara merawat payudara yang benar karena ini merupakan kehamilan yang
47

pertama. Data obyektif : payudara teraba keras/penuh, ASI tidak bisa

keluar dengan lancar, terdapat nyeri tekan, skore pembengkakan payudara

4 (payudara keras dan mulai perih). Sehingga didapatkan diagnosa

keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang

pengetahuan (perawatan payudara).

D. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan perumusan masalah, maka penulis menentukan

intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan :

Diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

biologis (pembengkakan payudara). Rencana tindakan bertujuan agar

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah

keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil : pasien mampu

mengontrol nyeri, skala nyeri berkurang dari skala 4 menjadi 1, mampu

mengenali nyeri, mempertahankan TTV dalam batas normal. Rencana

tindakan yang dilakukan : kaji nyeri P Q R S T dengan rasional

mengetahui skala nyeri dan durasi nyeri. Obsevasi payudara dengan

rasional mengetahui skala pembengkakan payudara. Berikan kompres

hangat dan relaksasi dengan rasional mengurangi intensitas nyeri. Ajarkan

pasien perawatan payudara dengan rasional memperlancar pengeluaran

ASI. Kolaborasi dengan keluarga terkait perawatan payudara dengan

rasional membantu pasien melakukan perawatan payudara.


48

Diagnosa kedua : ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan

dengan kurang pengetahuan (perawatan payudara). Rencana tindakan

bertujuan agar setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

masalah keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI dapat teratasi

dengan kriteria hasil : perlekatan bayi yang sesuai pada payudara ibu, ibu

tidak mengalami nyeri tekan pada payudara, keberlangsungan pemberian

ASI dengan lancar, ibu mengenali tanda-tanda payudara penuh. Rencana

tindakan yang akan dilakukan : pantau ketrampilan ibu dalam

menempelkan bayi keputing dengan rasional mengetahui cara menyusui

dengan benar. Ajarkan cara menyusui dan perawatan payudara dengan

benar dengan rasional mempermudah pengeluaran ASI. Sediakan

informasi tentang teknik memompa ASI dengan rasional untuk

mengeluarkan ASI agar tidak membendung di payudara. Ajarkan teknik

cara merawat payudara yang benar dengan rasional menjaga payudara agar

sehat dan dapat melancarkan ASI. Kolaborasi dengan keluarga tentang

penyimpanan ASI setelah dipompa dengan rasional mengetahui cara

menyimpan ASI agar tahan lama.

E. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 05

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera biologis (pembengkakan payudara) sebagai berikut : tindakan

jam 09 :35 WIB mengkaji nyeri PQRST dan mengobsevasi payudara.


49

Didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan payudara terasa nyeri

karena ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri cekit-cekit seperti tertusuk-

tusuk, nyeri pada payudara, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, skore

pembengkakan payudara skore 4 (payudara keras dan mulai terasa nyeri)

dan respon obyektif : pasien tampak meringis saat payudara ditekan,

payudara teraba keras, ASI tidak keluar dengan lancar. Tindakan jam

10:00 WIB memberikan kompres hangat dan relaksasi didapatkan respon

subyektif : pasien mengatakan merasa lebih nyaman dan nyeri berkurang,

skore pembengkakan payudara 3 (payudara keras tapi tidak perih) dan

respon obyektif : payudara teraba keras, pasien tambak nyaman. Tindakan

jam 10:15 WIB mengajarkan pasien perawatan payudara (penkes

perawatan payudara) didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan

mengerti dan akan melakukannya dan respon obyektif : pasien mampu

menjelaskan kembali cara merawat payudara yang benar.

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 05

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan sebagai berikut : tindakan jam

10:45 WIB menyediakan informasi tentang teknik memompa ASI

didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan mengerti cara memompa

ASI ketika ASI penuh dan respon obyektif : pasien mampu menjelaskan

kembali dan mempraktekannnya, ASI keluar sedikit saat dipompa.

Tindakan jam 11:50 WIB mengajarkan cara menyusui dan perawatan

payudara dengan benar didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan


50

mengerti cara menyusui dan perawatan payudara dengan benar dan respon

obyektif : pasien dapat melakukannya mandiri, bayi dapat menghisap

puting ibu, bayi tampak rewel dan merasa tidak puas.

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 06

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera biologis (pembengkakan payudara) sebagai berikut : tindakan

jam 14:00 WIB mengkaji nyeri PQRST dan mengobservasi payudara

didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan nyeri berkurang, ASI

keluar sedikit, payudara terasa nyeri karena ASI tidak keluar dengan

lancar, nyeri cekit-cekit seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada payudara, skala

nyeri 2, nyeri hilang timbul, skore pembengkakan payudara 2 (sedikit

keras pada payudara) dan respon obyektif : payudara teraba sedikit keras,

pasien tampak tenang, TTV (tanda-tanda vital) : tekanan darah 120/80

mmHg, nadi : 85 kali permenit, suhu : 36,7oC, pernapasan 24 kali

permenit. Tindakan jam 14:15 WIB memberikan kompres hangat dan

relaksasi didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan lebih merasa

nyaman, nyeri berkurang, skore pembengkakan payudara 2 (payudara

sedikit keras) dan respon obyektif pasien tampak nyaman, payudara teraba

sedikit keras, pasien tampak nyaman. Tindakan jam 15:15 WIB

mengkolaborasi dengan keluarga terkait perawatan payudara didapatkan

respon subyektif : keluarga mengatakan bersedia membantu pasien dan

data obyektif : keluarga membantu pasien melakukan pearwatan payudara.


51

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 06

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan sebagai berikut : tindakan jam

14:45 WIB menyediakan informasi tentang teknik memompa ASI

dapatkan respon subyektif : pasien mengerti dan mampu mempraktekan

dan respon obyektif : pasien mampu mempraktekan secara mandiri, ASI

keluar sedikit. Tindakan jam 14:50 WIB memantau ketrampilan ibu dalam

menempelkan bayi ke puting didapatkan respon subyektif : pasien

mengatakan bisa melakukannya dan respon obyektif : pasien

melakukannya dengan benar. Tindakan jam 15:00 WIB mengkolaborasi

dengan keluarga tentang penyimpanan ASI setelah dipompa didapatkan

respon subyektif : keluarga mengatakan bersedia membantu pasien dan

respon obyektif : keluarga membantu klien tentang perawatan payudara.

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 07

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera biologis (pembengkakan payudara) sebagai berikut : tindakan

jam 09:00 WIB mengkaji nyeri PQRST dan mengobservasi payudara

didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan nyeri berkurang, nyeri

karena ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri biasa dan bisa ditahan, nyeri

pada payudara, skala nyeri 1, nyeri hilang timbul, skore pembengkakan

payudara 1 (payudara lembut dan tidak ada perubahan pada payudara) dan

respon obyektif : payudara teraba lembut dan ibu mengetahui cara

mengosongkan ASI. Tindakan jam 09:15 WIB memberikan kompres


52

hangat dan relaksasi didapatkan respon subyektif : pasien mengatakan

nyeri berkurang, lebih merasa nyaman dan respon obyektif : payudara

teraba lembut, tidak ada nyeri tekan, skore pembengkakan payudara 1

(payudara lembut, tidak ada perubahan pada payudara).

Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 07

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan sebagai berikut : tindakan jam

09:45 WIB menyediakan informasi tentang teknik memompa ASI

(memerah ASI menggunakan alat) didapatkan respon subyektif : pasien

mengatakan bisa melakukan dan sudah dilakukan setiap payudara terasa

penuh tapi bayi sudah kenyang dan respon obyektif : pasien mampu

mempraktekan dan ASI keluar dengan lancar.

F. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 05 Januari 2016

pada jam 12:00 WIB didapatkan hasil evaluasi dengan metode SOAP pada

diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(pembengkakan payudara) didapatkan data subyektif : pasien mengatakan

nyeri pada payudara, pasien mengatakan merasa lebih nyaman setelah

dikompres hangat, pasien mengerti cara merawat payudara, pasien

mengatakan nyeri karena ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri cekit-cekit

seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada payudara, skala nyeri 4, nyeri hilang

timbul, skala pembengkakan payudara skore 4 (payudara keras dan mulai


53

perih) namun setelah diberikan kompres hangat skore turun dari 4 menjadi

3 (payudara keras tapi tidak perih). Data obyektif : pasien tampak meringis

saat payudara ditekan, payudara teraba keras, ASI belumbisa keluar lancar,

pasien mengerti dan mampu menjelaskan kembali cara merawat payudara.

Analisis : masalah teratasi sebagian. Planning : lanjutkan intervensi (kaji

nyeri PQRST, obsevasi payudara, berikan kompres hangat dan relaksasi,

kolaborasi dengan keluarga terkait perawatan payudara).

Evalusai diagnosa kedua : ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan pada tanggal 05 Januari 2016

jam 12:00 WIB didapatkan data subyektif : pasien mengatakan mengerti

cara memompa ASI jika penuh dan bayi sudah kenyang, pasien

mengatakan mengerti cara menyusui dengan benar. Data obyektif : pasien

mampu menjelaskan dan mempraktekan cara menyusui dengan benar, ASI

keluar sedikit (hanya setetes). Analisis : masalah teratasi sebagian.

Planning : lanjutkan intervensi (sediakan informasi tentang teknik

memompa ASI, pantau ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi ke

puting, kolaborasi dengan keluarga tentang penyimpanan ASI setelah

dipompa).

Hasil evaluasi pada tanggal 06 Januari 2016 jam 15:45 WIB,

diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(pembengkakan payudara) didapatkan data subyektif : pasien mengatakan

nyeri berkurang, Asi keluar tapi sedikit, pasien merasa nyaman setelah

dikompres payudarannya, keluarga mengatakan bersedia membantu


54

pasien, pasien mengatakan nyeri karena ASI tidak keluar dengan lancar,

nyeri cekit-cekit, nyeri pada payudara, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul,

skala pembengkakan payudara skore 2 (sedikit keras pad apayudara). Data

obyektif : payudara teraba sedikit keras, masih nyeri tapi tidak begitu

parah, Tanda-tanda vital : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 85 kali

permenit, suhu 36,7oC, pernapasan 24 kali permenit, pasien tampak

nyaman dikompres payudarannya, keluarga bersedia membantu pasien

merawat payudara. Analisis : masalah teratasi sebagian. Planning :

lanjutkan intervensi (kaji nyeri PQRST, observasi payudara, berikan

kompres hangat dan relaksasi).

Evaluasi diagnosa kedua : ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan pada tanggal 06 Januari 2016

jam 15:45 WIB didapatkan data subyektif : pasien mengatakan bisa

melakukan nenyusui dengan benar, keluarga bersedia membantu kien,

pasien mengatakan menggunakan alat pompa ASI jika ASI penuh tapi bayi

masih kenyang. Data obyektif : pasien mampu melakukan memompa ASI

dengan benar, pasien trampil dalam menyusui, keluarga mampu membantu

klien tentang penyimpanan ASI. Analisis : masalah teratasi sebagian.

Planning : lanjutkan intervensi (sediakan informasi teknik memompa ASI

dengan memnggunakan alat).

Hasil evaluasi diagnosa pada tanggal 07 Januari 2016 jam 10:00

WIB, diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

biologis (pembengkakan payudara) didapatkan data subyektif : pasien


55

mengatakan nyeri berkurang, ASI keluar dengan lancar, pasien

mengatakan payudara tidak terasa kencang karena mengetahui cara

merawat payudara, nyeri karena ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri

biasa dan bisa ditahan, nyeri pada payudara, skala nyeri 1, nyeri hilang

timbul, skala pembengkakan payudara skore 1 (payudara lembut dan tidak

ada perubahan payudara). Data obyektif : payudara teraba lembut, ibu

mengetahui cara mengosongkan payudara ketika penuh. Analisis : masalah

teratasi. Planning : hentikan intervensi.

Evaluasi diagnosa kedua : ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan pada tanggal 07 Januari 2016

jam 10:00 WIB didapatkan data subyektif : pasien mengatakan mampu

melakukan teknik pemerahan ASI menggunakan alat. Data obyektif :

pasien mampu memptaktekan, ASI keluar dengan lancar. Analisis :

masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.


BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada Ny.

M dengan Post Partum di ruang nifas Puskesmas Gajahan Surakarta”. Asuhan

keperawatan memfokuskan pada teori Hierarki Maslow yang merupakan

pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian Keperawatan

Menurut Lyer (1996) dalam Setiadi (2012), pengkajian adalah tahap

awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data

yang sistematis dari berbagi sumber untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien. Dalam pengambilan kasus ini penulis

mengumpulkan data dengan menggunakan metode anamnesa, obsevasi

langsung, pemeriksaan fisik, serta catatan medis dan catatan keperawatan.

Menurut Nursalam (2015), metode pengumpulan data dapat dilakukan

dengan cara yaitu wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga, dll). Sumber data

dari pasien, keluarga, perawat lainnya. Obsevasi dan pemeriksaan fisik

(dengan pendekatan IPPA : inspeksi palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem

tubuh pasien. Studi dokumen dan angket (hasil dari pemeriksaan

diagnostikdan data lain yang relevan.

53
54

Pada saat pemeriksaan payudara didapatkan data payudara membesar,

payudara teraba keras, terdapat nyeri tekan skala 4, ibu tapak meringis ketika

di tekan payudarannya, tidak ada lecet. Saat dilakukan pengukuran nyeri Ny.

M mengatakan nyeri karena ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri terasa

cekit-cekit seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada payudara kanan dan kiri, skala

nyeri 4, nyeri terasa hilang timbul, pada pengkajian skore pembengkakan

payudara didapatkan hasil skore pembengkakan 4 (payudara keras dan

payudara mulai perih).

Nyeri tersebut disebabkan adannya pembengkakan payudara karena

peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan

payudara. pembengkakan payudara dapat terjadi karena adannya penyempitan

duktus blatiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki

kelainan puting susu terbenam (Rukiyah dkk, 2010).

Nyeri digambarkan sebagai keadaan yang tidak nyaman, akibat dari

ruda paksa jaringan. Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam prilaku

yang tercemin dari pasien, respon psikologi berupa: suara menangis, merintih,

menarik/menghembuskan nafas, ekspresi wajah: meringis, menggigit lidah,

dahi berkerut, menggigit bibir (Judha, 2012).

Pengkajian selanjutnya didapatkan data bahwa pasien mengatakan

kawatir karena ini merupakan anak pertama dan belum paham tentang

perawatan payudara yang benar. Kurang pengetahuan pada ibu post partum

disebabkan karena kurangnya informasi yang benar, dan lingkungan sekitar

yang dapat mempengaruhi informasi yang benar menjadi tidak benar,


55

sehingga perilaku ibu juga mengikuti apa yang dikatakan dan di dengar oleh

orang-orang sekitar (Hasmawati, 2013).

Pengkajian selanjutnya didaptakan data bahwa pasien mengatakan

bayi rewel/menangis setelah menyusu. Payudara penuh yang tidak segera

terkosongkan dapat berkembang menjadi payudara yang bengkak. Pada

kondisi ini kedua payudara terasa sakit, kulit payudara sangat teregang dan

keras, mulai timbul kemerahan pada kulit payudara, ibu dapat merasakan

demam, dan ASI tak lagi dapat mengalir dengan baik, sehingga hasil perah

minimal dan bayi menjadi rewel saat menyusu langsung, bahkan dapat

menolak menyusu sama sekali (Tinia, 2012).

B. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Menurut Carpenito (2000) dalam Nursalam (2009), diagnosa

keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia

(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok

dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah.

Diagnosa keperawatan yang pertama kali ditemukan adalah nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis (pembengkakan payudara). Nyeri

terjadi karena adanya rangsangan mekanik atau kimia pada daerah kulit di

ujung-ujung syaraf bebas yang disebut nosireseptor. Nyeri digambarkan

sebagai keadaan yang tidak nyaman, akibat dari ruda paksa jaringan. Tanda
56

dan gejala nyeri ada bermacam-macam prilaku yang tercemin dari pasien,

respon psikologi berupa : suara, menangis, merintih,

menarik/menghembuskan nafas ekspresi wajah : meringis, menggigit lidah,

dahi berkerut, menggigit bibir (Judha, 2012). Nyeri akut adalah pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat

kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau digambarkan dalam hal

kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

belangsung kurang lebih enam bulan (Nurarif dan Hardi, 2013).

Batasan karakteristik nyeri menurut NANDA (2013) : perubahan

tekanan darah, perubahan frekuensi pernapasan, mengekspresikan perilaku

(merimgis, gelisah, merengek, menangis, waspada, mendesah), melaporkan

nyeri secara verbal, sikap tubuh melindungi, gangguan tidur, dll. Dari

pengkajian Ny. M ditemukan beberapa kesamaan dengan batasan

karakteristik nyeri menurut (Nurarif dan Hardi, 2013).

Diagnosa keperawatan kedua yang didapatkan adalah ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan. Menurut NANDA

(2013) Ketidakefektifan pemberian ASI adalah ketidakpuasan atau kesulitan

ibu, bayi, atau anak menjalani proses pemberian ASI. Dengan batasan

karakteristiknya adalah refleks menghisap buruk, ketidakadekuatan suplai

ASI, bayi rewel dalam jam pertama menyusu.

Ketidakefektifan pemberian ASI mempengaruhi asupan nutrisi pada

bayi, menurut Hierarki Maslow kebutuhan nutrisi masuk dalam kebutuhan


57

fisiologis yang menjadi prioritas utama. Akan tetapi pada pasien kebutuhan

nutrisi menjadi prioritas kedua karena pasien mengalami nyeri, sehingga

penulis mengatasi nyeri terlebih dahulu agar pasien dapat memberikan nutrisi

pada bayi (Mubarak dan Chayatin, 2008).

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah desain spesifik dari intervensi yang

disusun untuk membantu klien dan mencapai kriteria hasil. Kriteria hasil

untuk diagnosis keperawatan mewakili status kesehatan klien yang dapat

diubah atau dipertahankan melalui rencana asuhan keperawatan yang mandiri

sehingga dapat dibedakan antara diagnosis keperawatan dan masalah

kolaboratif (Nursalam, 2009).

Rencana intervensi keperawatan yang dilakukan oleh penulis

disesuaikan dengan kondisi pasien, sehingga rencana tindakan dapat

dilakukan dengan “ONEC”, observasi yaitu melakukan observasi kepada

pasien, nursing treathment yaitu memberikan tindakan keperawatan kepada

pasien, health education yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada

pasien sehat maupun sakit, dan colaboration yaitu tindakan kolaborasi kepada

tenaga medis lainnya (Rohmah dan Walid, 2012).

Penulisan tujuan dan kriteria hasil berdasarkan “SMART”, meliputi

spesifik yaitu dimana tujuan harus berfokus pada pasien, singkat, jelas dan

tidak menimbulkan arti ganda, mearsurable yaitu diamana tujuan

keperawatan harus dapat diukur, achivable yaitu tujuan harus dapat dicapai

sebagai standar mengukur respon klien terhadap tindakan asuhan


58

keperawatan, reasonable yaitu tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan,

tujuan dan hasil diharapkan singkat dan realistis, time yaitu dalam pencapaian

kriteria hasil harus mempunyai batasan waktu yang jelas (Rohmah dan walid,

2012).

Penulis menyusun intervensi atau perencanaan sesuai dengan kriteria

NIC (Nursing Intervention Clasification), berdasarkan diagnosa keperawatan

pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(pembengkakan payudara). Rencana tindakan ini bertujuan agar setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah nyeri dapat

teratasi dengan kriteria hasil : pasien mampu mengontrol nyeri, skala nyeri

berkurang dari skala 4 menjadi 1, mampu mengenali nyeri, mempertahankan

TTV dalam batas normal. Penulis menyusun perencanaan antara lain : kaji

nyeri P Q R S T dengan rasional mengetahui skala nyeri dan durasi nyeri.

Obsevasi payudara dengan rasional mengetahui skala pembengkakan

payudara. Berikan kompres hangat dan relaksasi dengan rasional mengurangi

intensitas nyeri. Ajarkan pasien perawatan payudara dengan rasional

memperlancar pengeluaran ASI. Kolaborasi dengan keluarga terkait

perawatan payudara dengan rasional membantu pasien melakukan perawatan

payudara (Nurarif dan Hardi, 2013).

Berdasarkan diagnosa keperawatan kedua yaitu ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan (perawatan

payudara). Rencana tindakan bertujuan agar setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam masalah ketidakefektifan pemberian ASI dapat


59

teratasi dengan kriteria hasil : perlekatan bayi yang sesuai pada payudara ibu,

ibu tidak mengalami nyeri tekan pada payudara, keberlangsungan pemberian

ASI dengan lancar, ibu mengenali tanda-tanda payudara penuh. Penulis

menyusun perencanaan antara lain : pantau ketrampilan ibu dalam

menempelkan bayi keputing dengan rasional mengetahui cara menyusui

dengan benar. Ajarkan cara menyusui dan perawatan payudara dengan benar

dengan rasional mempermudah pengeluaran ASI. Sediakan informasi tentang

teknik memompa ASI dengan rasional untuk mengeluarkan ASI agar tidak

membendung di payudara. Kolaborasi dengan keluarga tentang penyimpanan

ASI setelah dipompa dengan rasional mengetahui cara menyimpan ASI agar

tahan lama (Nurarif dan Hardi, 2013).

D. Implementasi Keperawatan

Menurut Lyer (1996) dalam Nursalam (2009), implementasi adalah

pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik.

Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan

ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan

yang diharapkan (Nursalam, 2009).

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada tanggal 05 sampai 07

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis (pembengkakan payudara) sebagai

berikut : tindakan mengkaji nyeri PQRST dan mengobsevasi payudara. tujuan

dilakukantindakan untuk mengetahui tingkat nyeri, keuntungan kajian nyeri


60

bagi pasien adalah nyeri di identifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata

yang dapat diukur dan dijelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi

perawatan (Potter dan Perry, 2006)

Implementasi keperawatan selanjutnya adalah memperikan kompres

hangat. Menurut Indrawan, dkk (2013), Kompres hangat adalah suatu metode

alternative non farmakologis untuk mengurangi nyeri yang peaksanaannnya

dilakukan menggunakan handuk kecil yang sudah dicelupkan ke waskom

yang berisi air panas yang bersuhu 41oC lalu di kompreskan pada bagian

payudara mulai dari pangkal payudara menuju putting susu, Setelah itu

mengeringkan payudara dengan handuk . Kompres hangat dilakukan sebelum

ibu menyusui selama 15-20 menit guna menstimulasi aliran susu dan refleks

letdown (Mohrbacher, 2010).

Implementasi keperawatan selanjutnya adalah memberikan relaksasi.

Relaksasi merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik

dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap

nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan

frekuensi lambat, berirama, pasien dapat memejamkan matannya dan

bernafas dengan perlahan dan nyaman. Nafas yang lambat, berirama, juga

dapat digunakan sebagai teknik distraksi (Andarmoyo, 2013).

Implementasi keperawatan selanjutnya adalah mengajarkan pasien

perawatan payudara (penkes perawatan payudara). Menurut Marmi (2014),

perawatan payudara adalah suatu cara yang dilakukan untuk merawat

payudara agar air susu keluar dengan lancar.


61

Cara merawat payudara yang benar adalah menggunaan bra yang

tepat, untuk ibu yang menyusui harus menghindari bra yang berkawat dan

elastis disekitar cup bra karena dapat menekan dan mencegah dari saluran

atau aliran ASI, serta tidak menggunakan bra selama tidur. Posisi dan

perlekatan menyusui yang baik. Kompres hangat sebelum menyusui. Dan

pengeluaran susu secara manual atau pompa payudara bila payudara penuh

(Judith dan Anna, 2011).

Pemberian tindakan perawatan payudara ini sesuai dengan penelitian

yang telah dilakukan oleh hasil penelitian dari Fauziah, dkk (2014) tentang

“Pemberian Tindakan Breast Care Terhadap Pencegahan Pembengkakan

Payudara Pada Post Partum”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pemberian tindakan perawatan payudara dapat

mencegah pembengkakan payudara dan dapat memperlancar pengeluaran

ASI. Dengan perawatan payudara maka dapat melancarkan sirkulasi darah

dan mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga memperlancar pengeluaran

ASI, serta menghindari terjadinnya pembengkakan dan kesulitan menyusui,

selain itu menjaga kebersihan payudara agar tidak mudah infeksi (Anggraini

Y, 2010).

Secara fisiologis perawatan payudara dengan merangsang buah dada

akan mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon progesteron dan

estrogen lebih banyak lagi dan hormon oksitosin dengan merangsang

kelenjar-kelenjar air susu melalui perawatan payudara (Ambarwati dan

Wulandari, 2006).
62

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada tanggal 05 sampai 07

Januari 2016 pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan sebagai berikut :

menyediakan informasi tentang teknik memompa ASI. Menurut Machfoedz

(2008), pengosongan payudara atau pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan

cara : pertama, menggunakan tangan, tangan dicuci sampai bersih, kemudian

siapkan cangkir/ gelas bertutup yang telah dicuci dengan air mendidih,

payudara dikompres dengan kain handuk yang hangat dan di massase dengan

kedua telapak tangan dari pangkal ke arah areolla mammae, ulangi pemijatan

ini pada sekitar payudara secara merata, Dengan ibu jari disekitar areolla

mammae bagian atas dan jari telunjuk pada sisi yang lain, lalu daerah

payudara di tekan kearah dada, Daerah areolla mammae diperas dengan ibu

jari dan jari telunjuk, jangan memijat/ menekan puting karena dapat

menyebabkan rasa nyeri/ lecet, Ulangi tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas,

pada mulanya ASI tidak keluar, setelah beberapa kali maka ASI akan keluar,

Gerakan ini diulang pada sekitar areolla mammae dari semua sisi, agar yakin

bahwa ASI telah diperas dari semua segmen payudara.

Kedua, pengeluaran ASI menggunakan pompa manual, tekan bola

karet untuk mengeluarkan udara, ujung leher tabung di letakkan pada

payudara dengan puting susu tepat di tengah dan tabung benar-benar melekat

pada kulit, bola karet dilepas, sehingga puting susu dan areolla mammae

tertarik kedalam, tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI akan keluar dan

terkumpul pada lekukan penampung pada sisi tabung, Setelah selesai dipakai
63

atau akan dipakai, maka alat harus dicuci bersih karenanya bila

memungkinkan lebih baik pengeluaran ASI dengan menggunakan tangan.

Implementasi keperawatan selanjutnya yaitu mengajarkan cara

menyusui dengan benar. Posisi menyususi yang baik menurut Marmi (2014),

yaitu : pertama, Posisi madona atau mengggendong : bayi berbaring

menghadap ibu, leher dan punggung atas bayi diletakkan pada lengan bawah

leteral payudara. Ibu menggunakan tangan lainnya untuk memegang

payudara jika diperlukan. Kedua, Posisi football atau mengepit : bayi

berbaring atau punggung melingkar antara lengan dan samping dada ibu.

Lengan bawah dan tangan ibu menyanggga bayi, dan ia menggunakan tangan

sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan. Ketiga, Posisi

berbaring miring : ibu dan bayi berbaring miring saling berhadapan. Posisi ini

merupakan posisi yang paling aman bagi ibu yang mengalami penyembuhan

dari proses pesalinan melalui pembedahan.

Tahap tata laksana menyusui menurut Marmi (2014), yaitu : ibu harus

duduk atau berbaring dengan santai, pegang bayi pada belakang bahunya,

tidak pada dasar kepala, putar seluruh badan bayi sehingga menghadap ke

ibu, rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu,

tempelkan dagu bayi pada payudara ibu, dengan posisi ini maka telinga bayi

akan berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.jauhkan hidung

bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu

bagian dalam.
64

Posisi mulut bayi dan puting susu ibu menurut Marmi (2014), sebagai

berikut : Keluarkan ASI sedikit oleskan pada putingg susu dan areolla,

pegang payudara dengan pegangan seperti membentuk huruf C yaitu

payudara dipegang dengan ibu jari dibagian atas dan jari yang lain menopang

di bawah atau dengan pegangan seperti gunting (puting susu dan areola

dicepit oleh jari telunjuk dan jari tengah seperti gunting) dibelakang areola,

sentuh pipi atau bibir bayi untuk merangsang rooting (refleks atau refleks

menghisap), tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar, dan lidah menjulur ke

bawah, dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan menekan bahu

belakang bayi bukan belakang kepala, posisikan puting susu di atas bibir atas

bayi dan berhadap-hadapan dengan hidung bayi, kemudian arahkan puting

susu keatas menyusuri langit-langit mulut bayi, usahakan sebagian besar

areola masuk ke mulut bayi, sehingga puting susu bberada diantara

pertemuan langit-langit bayi yang keras (palatum durum) dan langit-langit

yang lunak (palatum molle), lidah bayi akan menekan dinding bawah

payudara dengan gerakan memerah sehingga ASI akan keluar, setelah bayi

menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara tidak perlu

dipegang atau disangga lagi, beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada

payudara dengan hidung bayi dengan maksud untuk memudahkan bayi

bernafas. hal ini tidak perlu karena hidung bayi telah dijauhkan dari payudara

dengan cara menekan pantat bayu dengan lengan ibu, dianjurkan tangan ibu

yang bebas untuk mengelus-elus bayi.


65

Implementasi keperawatan selanjutnya yaitu memantau ketrampilan

ibu dalam menempelkan bayi ke puting. Untuk mendapatkan perlekatan yang

maksimal penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung

ibu dalam posisinya tegak lurus terhadap pangkuannya (Sulistyawati, 2009).

E. Evaluasi Keperawatan

Menurut Ignatavicius dan Beyne (1994) dalam Nursalam (2009),

evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana

intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat

untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,

perencanaan, dan implementasi intervensi.

Evaluasi yang penulis lakukan pada tanggal 07 Januari 2016 jam

10:00 WIB pada diagnosa keperawatan pertama hari ketiga adalah masalah

keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(pembengkakan payudara) didapatkan data subyektif : pasien mengatakan

nyeri berkurang, ASI keluar dengan lancar, pasien mengatakan payudara

tidak terasa kencang karena mengetahui cara merawat payudara, nyeri karena

ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri biasa dan bisa ditahan, nyeri pada

payudara, skala nyeri 1, nyeri hilang timbul, skore pembengkakan payudara 1

(payudara lembut dan tidak ada perubahan payudara). Data obyektif :

payudara teraba lembut, ibu mengetahui cara mengosongkan payudara ketika

penuh. Analisis : masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.


66

Evaluasi yang penulis lakukan pada tanggal 07 Januari 2016 jam

10:00 WIB pada diagnosa keperawatan kedua hari ketiga adalah masalah

keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang

pengetahuan pada tanggal 07 Januari 2016 jam 10:00 WIB didapatkan data

subyektif : pasien mengatakan mampu melakukan teknik pemerahan ASI

menggunakan alat. Data obyektif : pasien mampu memptaktekan, ASI keluar

dengan lancar. Analisis : masalah teratasi. Planning : hentikan intervensi.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi tentang “Asuhan Keperawatan

Spontan pada Ny. M dengan Post Partum di Ruang Nifas Puskesmas

Gajahan Surakarta” dengan mengaplikasikan jurnal tentang perawatan

payudara terhadap pencegahan pembengkakan payudara pada post partum

spontan normal, maa ditarik kesimpulan :

1. Pengkajian Keperawatan

Hasil pengkajian pada Ny. M post partum pada persalinan

spontan, didapatkan : data subyektif : pasien mengatakan payudara

terasa nyeri karena ASI tidak keluar dengan lancar, nyeri cekit-cekit

seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada payudara, skala nyeri 4, nyeri hilang

timbul, skala pembengkakan payudara skore 4 (payudara keras dan

payudara mulai perih). Data obyektif : pasien tampak meringis

kesakitan saat payudara dipegang, payudara teraba keras, terdapat

nyeri tekan, dari hasil TTV : tekanan darah 110/80 kali permenit, nadi

80 kali permenit, suhu 36, 5oC , pernapasan 24 kali permenit.

Sehingga didapatkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis (pembengkakan payudara).

67
68

Data subyektif : pasien mengatakan ASI keluar sedikit, bayi

menangis/rewel setelah menyusui, belum mengetahui cara menyusui

yang benar. Data obyektif : payudara teraba keras/penuh, ASI tidak

bisa keluar dengan lancar, terdapat nyeri tekan, skala pembengkakan

payudara skore 4 (payudara keras dan mulai perih). Sehingga

didapatkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan.

2. Diagnosa Keperawatan

Prioritas diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. M

berdasarkan data yang ditemukan adalah prioritas diagnosa

keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis (pembengkakan payudara). Prioritas diagnosa

keperawatan yang kedua yaitu ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan kurang pengetahuan.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan diagnosa keperawatan pertama yaitu nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis (pembengkakan payudara),

penulis menyusun perencanaan antara lain kaji nyeri P Q R S T

dengan rasional mengetahui skala nyeri dan durasi nyeri. Obsevasi

payudara dengan rasional mengetahui skala pembengkakan payudara.

Berikan kompres hangat dan relaksasi dengan rasional mengurangi


69

intensitas nyeri. Ajarkan pasien perawatan payudara dengan rasional

memperlancar pengeluaran ASI. Kolaborasi dengan keluarga terkait

perawatan payudara dengan rasional membantu pasien melakukan

perawatan payudara (Nurarif dan Hardi, 2013).

Perencanaan diagnosa keperawatan kedua yaitu ketidakefektifan

pemberian ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan (perawatan

payudara), penulis menyusun perencanaan antara lain : pantau

ketrampilan ibu dalam menempelkan bayi keputing dengan rasional

mengetahui cara menyusui dengan benar. Ajarkan cara menyusui dan

perawatan paudara dengan benar dengan rasional mempermudah

pengeluaran ASI. Sediakan informasi tentang teknik memompa ASI

dengan rasional untuk mengeluarkan ASI agar tidak membendung di

payudara. Kolaborasi dengan keluarga tentang penyimpanan ASI

setelah dipompa dengan rasional mengetahui cara menyimpan ASI

agar tahan lama (Nurarif dan Hardi, 2013)

4. Implementasi yang dilakukan oleh penulis yaitu :

Implementasi keperawatan pada diagnosa yang pertama nyeri

akut berhubungan dengan agen cidera biologis (pembengkakan

payudara) adalah mengkaji nyeri P Q R S T, mengobsevasi payudara.

memberikan kompres hangat dan relaksasi dengan, mengajarkan

pasien perawatan payudara, mengkolaborasi dengan keluarga terkait


70

perawatan payudara dengan rasional membantu pasien melakukan

perawatan payudara

Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan yang

kedua ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang

pengetahuan (perawatan payudara) adalah memantau ketrampilan ibu

dalam menempelkan bayi keputing, mengajarkan cara menyusui dan

perawatan paudara dengan benar, menyediakan informasi tentang

teknik memompa ASI, mengkolaborasi dengan keluarga tentang

penyimpanan ASI setelah dipompa.

5. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan penulis pada Ny. M

Evaluasi selama tiga hari, didapatkan bahwa diagnosa pertama

masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(pembengkakan payudara) teratasi, karena tujuan dan kriteria hasil

sesuai dengan harapan penulis, yaitu skala nyeri berkurang dari skala

4 menjadi 1, mampu mengenali nyeri, mempertahankan TTV dalam

batas normal.

Evaluasi selama tiga hari, didapatkan bahwa diagnosa kedua

masalah yaitu ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan

kurang pengetahuan teratasi, karena tujuan dan kriteria hasil sesuai

dengan harapan penulis, yaitu perlekatan bayi yang sesuai pada

payudara ibu, ibu tidak mengalami nyeri tekan pada payudara,


71

keberlangsungan pemberian ASI dengan lancar, ibu mengenali tanda-

tanda payudara penuh.

6. Analisa data yang dilakukan penulis.

Hasil analisa yang dilakukan penulis dalam pemberian

perawatan payudara selama 3x24 jam pada Ny. M yaitu didapatkan

hasil bahwa pencegahan pembengkakan payudara dapat teratasi yang

semula pembengkakan payudara skore 4 (payudara keras dan mulai

terasa nyeri) menjadi skore 1 (payudara lembut dan tidak ada

perubahan pada payudara).

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hendaknya institusi pendidikan dapat memberikan informasi

dan meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas

sehingga dapat menghasilkan perawat yang professional, terampil,

inovatif, dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.

2. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Hendaknya institusi pelayanan kesehatan dapat memberikan

pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik

antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu

pelayanan asuan keperawatan yang optimal pada umunya yaitu dengan


72

melakukan pemberian perawatan payudara terhadap pencegahan

pembengkakan payudara sebagai acuan dalam melakukan asuhan

keperawatan khususnya pada ibu post partum persalinan spontan.

3. Bagi Pembaca

Hendaknya pembaca dapat menjadikan karya tulis ilmiah ini

sebagai bahan acuan pembelajaran dan meningkatkan ilmu

pengetahuan khususnya tentang perawatan payudara pada ibu post

partum.
73

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta : Ar-Ruzz


Medika.

Anggraini Y. 2010. Asuhan kebidanan masa nifas. Yogyakarta : perpustakaan


Rihama.

Bahiyatun. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas Normal. EGC : Jakarta.

Dinkes jawa tengah. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. http://www.kemkes.go.id. 21
November 2015.

Donald, M dan Susanne. 2014. Breastfeeding Baby.


http://search.proquest.com/docview/43023086. 21 November 2015
(20:00).

Erawati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Normal. EGC : Jakarta.

Fauziah, dkk. 2014. Jurnal Efektivitas Supervised Breast Care Terhadap


Pencegahan Pembengkakan Payudara Pada Ibu Nifas Di Rumah Sakit
Wilayah Kecamatan Pontianak Selatan. .
https://www.google.com/search?q=NASKAH+PUBLIKASI+EFEKTIVIT
AS+SUPERVISED+BREAST+...&ie=utf8&oe=utf8&aq=t&rls=org.moz
illa:en-US:official&client=firefox-a&channel=rcs. 19 November 2015.

Hamid, A. 2011. Buku panduan Wanita yang baru Pertama jadi Ibu. Flassbook :
Yogyakarta.

Hasmawati. 2009. Asuhan Post Partum. http://proses.nifas.go.id. Diakses pada


tanggal 17 April 2016.

Indrawan A, dkk. 2013. Efektivitas pemberian kompres hangat terhadap


penurunan nyeri persalinan fisiologis pada primigavida inpartu kala I fase
aktif.http://p3m.amikom.ac.id/p3m/85%20TERHADAP%20TEKNIK%2
0PEMBERIAN%20PADA%20KLIEN%20KONTUSIO%20DI%20SLE
MAN.pdf. Diakses tanggal 17 April 2016.

Judha, dkk. 2012. Teori pengukuran Nyeri “Nyeri persalinan”. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Leveno, Kenneth J., et al. (2009). Obstetri Williams. EGC : Jakarta


74

Mahfoedz, I. 2008. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan


Kebidanan. Fitramaya : Yogyakarta.

Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas Puerperium. Pustaka Belajar :
Yogyakarta.

Maryunani, A. 2009. Asuhan pada I bu Nifas dalam Masa Nifas (Postpartum).


Trans Info Media : Jakarta.

Mubarak dan Nurul. 2008. Buku ajar Kebutuhan dasar Manusia. Jakarta : EGC.

Nurarif, A. H. dan hardi K. 2013. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2009-2011. EGC : Jakarta.

Nengah dan Surinati. 2013. Pengaruh Pemberian Kompres Panas Terhadap


Intensitas Nyeri Pembengkakan Payudara Pada Ibu Post Partum di
Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Dauh Puri.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/6120/4611. 21
November 2015 (21:00).

Nursalam. 2009. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek


Klinik. Salemba Medika : Jakarta.

Nursalam, M. Nurs. 2015. Panduan Penyusunan Studi Kasus. nursalam-studi-


kasus-.pdf. diakses pada tanggal 7 Mei 2016.

Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. Edisi 4.
Jakarta : EGC.

Riskesda. 2013 Cakupan Pelayanan Masa Nifas. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementrian RI : Jakarta.

Rohmah, N., & Walid, S. 2012. Proses Keperawatan : teori & aplikasi.
Yogyakarta : Ar-Ruuzz Media.

Rukiyah, A. Y., Yulianti, L. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi). CV Trans


Info Medika : Jakarta.

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Salemba Medika : Jakarta.

Setiadi. 2012. Konsep Dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori


Dan Praktik. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Sinclair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. EGC : Jakarta.


75

Solehati dan Kosasi. 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam keperawatan
Maternitas. Rfika : Bandung.

Suherni, dkk. 2008. Perawatan Masa Nifas. Fitramaya : Yogyakarta.

Suherni, dkk. 2009. Perawatan Masa Nifas. Edisi 3. Fitramaya : Yogyakarta.

Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. CV Andi Offset :
Yogyakarta

Tinia, Stella. 2012. Berbagai masalah payudara pada ibu menyusui.


https://drstella.net/2012/08/14/berbagai-masalah-payudara-pada-ibu-
menyusui/. Diakses pada tanggal 8 April 2016.

Ujiningtyas. 2009. Asuhan Keperawatan Persalinan Normal. Salemba Medika :


Jakarta

Walyani dan Purwoastuti. 2015. Asuhan kebidanan masa nifas & Menyusui.
Pustaka barupress: Yogyakarta.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.

World Health Or ganization. (2010). Infant Nutrition.


http://apps.who.int/gho/data/node.main.52?lang=en. 21 November 2015
(14:00).

Wulandari, S. R., Handayani, S. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas .


Gosyen Publising : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai