A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang ditandai dengan bakterimia,
perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus
peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,
anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D
dan heru S, 2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri
perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia
dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan
S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita
tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah
dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit
terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan
kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung
jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto, 2002)
PATHWAYS
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Perubahan nutrisi
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang
dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari
demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam
minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah
tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai
berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak
lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’.
Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT
dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat
adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam
Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti
Samekto, 2001)
F. TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-
infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis
atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur
darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)
G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis.
(Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid.
Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan
suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium
ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella.
Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal.
Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard,
1992)
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala,
lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan,
mual, dan kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan
suhu tubuh
C. PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
Beri minum yang cukup
Berikan kompres air biasa
Lakukan tepid sponge (seka)
Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
Pemberian obat antipireksia
Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga.
FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor:
Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini.
Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.
2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I.
CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
3.PENYULUHAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berbagai indikator dalam menentukan keberhasilan tersebut salah satunya adalah
angka kematian bayi. Indonesia selama ini telah berhasil menurunkan AKB dari 125 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1965 menjadi 75 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 54 per seribu kelahiran
hidup pada tahun 1994. Angka ini masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain.
WHO tahun 1993 melaporkan bahwa dari 8,1 juta kematian bayi hampir separuhnya (3,9 juta atau 48%)
adalah kematian pada masa neonatus. Dua per tiga kematian neonatus terjadi pada masa minggu pertama
kehidupan dan kematian sesudah minggu pertama pun terkait dengan kelainan pada masa perinatal. Di negara
berkembang 3 – 6 % bayi menderita asfiksia baerbagai derajat dari ringan sampai berat dan diperkirakan
penyebab dari 25% kematian neonatus yang berhubungan dengan kematian. Sejumlah yang sama akan hidup
tetapi menderita cacat karena kecacatan otak.
Hanya sedikit data mengenai insiden hipotermia yang menyebabkan kematian. Bukti nyata menunjukkan
bahwa hipotermia merupakan penyebab kematian pada bayi BBLR dan bayi kurang bulan. Sekitar 19 % bayi
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang digolongkan sebagai BBLR. BBLR merupakan
salah satu penyebab kematian utama neonatus. Kontribusi utama kematian BBLR adalah kurang bulan,
infeksi, asfiksia, hipotermia dan kesulitan nutrisi yang disertai hipoglikemia dengan tanda-tanda kejang.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal, tidak hanya
merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan
ibu, perawatan kehamilan yang kurang, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih serta
kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan
dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang
dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A. Pelayanan Dasar
1. Persalinan aman dan bersih
2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
3. Mempertahankan pernafasan spontan
4. ASI Ekslusif
5. Perawatan mata
B. Pelayanan Khusus
1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
3. Imunisasi
Makalah ini akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada bayi neonatus sakit. Mengingat banyaknya
permasalahan yang ditemui pada bayi baru lahir maka kami membatasi untuk membahas mengenai asfiksia
dan hipertermia. Sesuai dengan data diatas disebutkan bahwa asfiksia merupakan penyebab kematian
terbesar.
ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah
kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi
seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari
puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan
cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan
dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di
Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana
yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian
cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang
essensial.
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai
= 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth”
nilai 0.
Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR.
Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima
parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS
nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan
kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya
pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel
lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.
Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang
pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi.
Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %,
sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa
berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus,
hidrocefalus dan lain-lain.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak
ada tanda dari disstres pernafasan.
Intervensi :
Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal,
PIH atau Diabetes)
Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level
PH, warna dan jumlah cairan amnion.
Kaji lama persalinan
Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
Kaji respiratori rate
Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan
dengan unit pemanas
Amati intensitas tangisan
Catat pulse apikal
Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
Berikan terapi resusitasi
HIPOTERMI
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila
suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi
sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang
berakhir dengan kematian.
Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi
hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan
glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3)
Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang:
- Kaki teraba dingin
- Kemampuan menghisap lemah
- Tangisan lemah
- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b. Hipotermia berat
- Sama dengan hipotermia sedang
- Pernafasan lambat tidak teratur
- Bunyi jantung lambat
- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c. Stadium lanjut hipotermia
- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
- Bagian tubuh lainnya pucat
- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
Diagnosa keperawatan
Perubahan suhu tubuh (potensial)
Tujuan :
Temperatur dalam batas normal, bayi baru lahir terbebas dari tanda distress pernafasan dan stress karena
dingin.
Intervensi
Catat obat-obatan yang digunakan ibu selama prenatal dan periode intrapartal, catat adanya fetal distress
atau hipoksia
Keringkan kepala dan tubuh bayi, selimuti
Tempatkan bayi diantara lengan ibu
Catat temperatur lingkungan, minimalkan penggunaan AC.
Kaji temperatur bayi, monitor temperatur secara kontinyu
Observasi tanda-tanda stres karena dingin seperti penurunan temperatur kulit, peningkatan aktivitas,
pleksi ekstremitas, palor, motling dan kulit dingin.
Amati tanda distress pernafasan
Kolaborasi
Berikan suport metabolik (glukosa atau buffer) sesuai indikasi
Pertimbangkan rujukan ke NICU
4. PENYULUHAN PADA NEONATUS
DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan
laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi
organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah
atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil
yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah
(deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997;
224).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret,
proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent,
meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
a. Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
b. Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
c. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying
position).
d. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
e. Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
g. Berikan kelembaban udara yang cukup.
h. Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.
3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya
kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
a. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
b. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
c. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
f. Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan.
Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1. USA: CV. Mosby-Year
book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta:
Balai penerbit FKUI.
Otak
( Perfusi dan oksigenasi organ vital )
Metabolisme anaerobic
Kerusakan jaringan
Depresi miocardial
(Guyton, 1986)
A. Stadium Kompensasi.
- MAP menurun 10 – 15 mmHg
- Mekanisme kimia dan ginjal diaktifkan
- Pelepasan rennin, ADH, aldosteron, katekolamin mengakibatkan GFR menurun dan urine
output menurun, reabsorbsi Na meningkat – vasokonstriksi sistemik
- Hipotensi jaringan organ non vital dan ginjal
B. Stadium intermediate.
- MAP menurun lebih dari 20 mmHg
- Kompensasi tak begitu lama untuk menyuplay oksigen
- Hipoksia organ vital, organ lain mengalami anoxia, iskemik yang selanjutnya menyebabkan
sel – sel jaringan rusak dan mati dan ini mengancam jiwa
- Koreksi dalam 1 jam (golden hour)
C. Irreversible Stage.
- Anoxia jaringan dan kematian sel meningkat
- Sel tersisa metabolisme anaerob
- Terapi tidak efektif
ETIOLOGI
1. Hipovolemik shock
- perdarahan
- kehilangan volume cairan
- perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
2. Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup, degenerasi miokard, infeksi
sistemik obat – obatan.
3. Vasogenic shock
Penurunan tonus simpatic, vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler
neurogenic, atau kimia (anaphylactic), nyeri berat, stress psikologis, kerusakan neurologis,
obat kolinergik, agent alpha adrenergic blocker.
4. Septic shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli, Klebseilla pneomoni,
Staphylococcus, Streptococcus).
Predisiposisi : malnutrisi, luka besar terbuka, iskemia saluran pencernaan (GI), imunosupresi.
Interaksi host – toxin merangsang aktivitas komplemen systemic – perubahan organ mikrosirkulaisi,
permiabilitas kapiler meningkat, injury sel, peningkatan metabolisme sel
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Fluid volume deficit related to blood loss.
2. Decrease cardiac output related to decrease venous return
3. Altered thought process related to decrease cerebral perfusion.
PERENCANAAN
1. Fluid volume deficit :
a. Terapi intravena (sesuai jenis shock) :
Kristaloid (untuk mengembalikan cairan elektrolit) : RL, ringer Acetat, Normosal
b. Kolloid (untuk mengembalikan volume plasma dan mengembalikan tekanan osmotic) : WB, PRC,
plasma (plasmanat, dekstran, dll).
Transportasi oksigen dilakukan dengan 3 (tiga) mekanisme (Preszma 1987, Abram, 1993)
a. Sistem pernapasan.
b. Sistem sirkulasi.
c. Sistem Oksihemoglobin (O2Hb) dalam eritrosit dan transport ke sel jaringan.
1. Sistem Pernapasan.
Pada perdarahan dan shock terjadi hipoxia stagnant : gangguan hipoxia anemic. Kadar oksigen dalam
darah arterial (CaO2 ) mnurut rumus Nunn – Freeman adalah :
2. Sistem Sirkulasi.
Pada EBV yang beredar 65 – 75 ml/Kg
Perdarahan 5 – 15 ml/Kg (20%) terjadi kompensasi : Tachicardi, kekuatan kontraksi miocard,
vasokonstriksi di arterial dan vena. Vasokonstriksi berupaya mempertahankan tekanan perfusi untuk
otak dan jantung sehingga jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR
Hubungan antara CO, frekwensi denyut dan stroke Volume (SV)
CO = F x SV
SV dipengaruhi oleh EOV – C – SVR.
Available O2 = CO x CaO2
a. Pengertian
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan
di masyarakat (Depkes RI, 2008; h. 2).
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai
hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya (Depkes RI, 2007; h. 55).
b. PHBS Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2008; h. 2).
PHBS rumah tangga adalah upaya untuk memperdayakan anggota rumah tangga
agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan
aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007; h. 55).
c. Tujuan PHBS di Rumah Tangga
Menurut Depkes RI (2007; h. 55), tujuan PHBS ruma tangga
adalah
1) Tujuan Umum
Meningkatkan rumah tangga sehat di kabupaten /kota seluruh Indonesia
2) Tujuan Khusus
a) Meningkatkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembinaan PHBS di rumah
tangga
b) Meningkatkan dukungan dan peran aktif TIM Penggerak PKK dalam pembinaan
PHBS di Rumah Tangga
c) Memberdayakan keluarga keluarga untuk tahu, mau dan mampu melaksanakan
PHBS dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat
d. Manfaat PHBS di Rumah Tangga
Menurut Depkes RI (2008; h. 3), manfaat PHBS di rumah
tangga adalah
1) Bagi Rumah Tangga:
a) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah
sakit, Anak tumbuh sehat dan cerdas.
b) Anggota keluarga giat bekerja.
c) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,
pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
2) Bagi Masyarakat:
a) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
b) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi
masalah-masalah kesehatan.
c) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
ada.
d) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulans desa
dan lain-lain.
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang ditandai dengan bakterimia,
perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus
peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,
anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D
dan heru S, 2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri
perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia
dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan
S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita
tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah
dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit
terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan
kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung
jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto, 2002)
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang
dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari
demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam
minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah
tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai
berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak
lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’.
Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT
dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat
adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam
Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti
Samekto, 2001)
F. TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-
infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme
dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)
G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis.
(Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid.
Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan
suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium
ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella.
Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal.
Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard,
1992)
2. PENYULUHAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala,
lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan,
mual, dan kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan
suhu tubuh
C. PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
Beri minum yang cukup
Berikan kompres air biasa
Lakukan tepid sponge (seka)
Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
Pemberian obat antipireksia
Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit
Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga.
FKUI. Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang.
Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini.
Hipokrates. Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika.
Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi
I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
3.PENYULUHAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berbagai indikator dalam menentukan keberhasilan tersebut salah satunya adalah
angka kematian bayi. Indonesia selama ini telah berhasil menurunkan AKB dari 125 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1965 menjadi 75 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 54 per seribu kelahiran
hidup pada tahun 1994. Angka ini masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain.
WHO tahun 1993 melaporkan bahwa dari 8,1 juta kematian bayi hampir separuhnya (3,9 juta atau 48%)
adalah kematian pada masa neonatus. Dua per tiga kematian neonatus terjadi pada masa minggu pertama
kehidupan dan kematian sesudah minggu pertama pun terkait dengan kelainan pada masa perinatal. Di negara
berkembang 3 – 6 % bayi menderita asfiksia baerbagai derajat dari ringan sampai berat dan diperkirakan
penyebab dari 25% kematian neonatus yang berhubungan dengan kematian. Sejumlah yang sama akan hidup
tetapi menderita cacat karena kecacatan otak.
Hanya sedikit data mengenai insiden hipotermia yang menyebabkan kematian. Bukti nyata menunjukkan
bahwa hipotermia merupakan penyebab kematian pada bayi BBLR dan bayi kurang bulan. Sekitar 19 % bayi
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang digolongkan sebagai BBLR. BBLR merupakan
salah satu penyebab kematian utama neonatus. Kontribusi utama kematian BBLR adalah kurang bulan,
infeksi, asfiksia, hipotermia dan kesulitan nutrisi yang disertai hipoglikemia dengan tanda-tanda kejang.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal, tidak hanya
merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan
ibu, perawatan kehamilan yang kurang, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih serta
kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan
dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang
dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
1. Pelayanan Dasar
2. Pelayanan Khusus
Makalah ini akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada bayi neonatus sakit. Mengingat banyaknya
permasalahan yang ditemui pada bayi baru lahir maka kami membatasi untuk membahas mengenai asfiksia
dan hipertermia. Sesuai dengan data diatas disebutkan bahwa asfiksia merupakan penyebab kematian
terbesar.
1.ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah
kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi
seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari
puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan
cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan
dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di
Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana
yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian
cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang
essensial.
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai
= 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth”
nilai 0.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Data penunjang/Faktor kontribusi :
Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal,
produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat
mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh
produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akibat dingin
meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme
anaerobik.
Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak
ada tanda dari disstres pernafasan.
Intervensi :
Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal,
PIH atau Diabetes)
Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level
PH, warna dan jumlah cairan amnion.
Kaji lama persalinan
Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
Kaji respiratori rate
Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan
dengan unit pemanas
Amati intensitas tangisan
Catat pulse apikal
Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
Berikan terapi resusitasi
2. HIPOTERMI
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila
suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi
sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang
berakhir dengan kematian.
Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi
hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan
glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3)
Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.
Diagnosa keperawatan
Perubahan suhu tubuh (potensial)
Tujuan :
Temperatur dalam batas normal, bayi baru lahir terbebas dari tanda distress pernafasan dan stress karena
dingin.
Intervensi
Catat obat-obatan yang digunakan ibu selama prenatal dan periode intrapartal, catat adanya fetal distress
atau hipoksia
Keringkan kepala dan tubuh bayi, selimuti
Tempatkan bayi diantara lengan ibu
Catat temperatur lingkungan, minimalkan penggunaan AC.
Kaji temperatur bayi, monitor temperatur secara kontinyu
Observasi tanda-tanda stres karena dingin seperti penurunan temperatur kulit, peningkatan aktivitas,
pleksi ekstremitas, palor, motling dan kulit dingin.
Amati tanda distress pernafasan
Kolaborasi
Berikan suport metabolik (glukosa atau buffer) sesuai indikasi
Pertimbangkan rujukan ke NICU
4. PENYULUHAN PADA NEONATUS
DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan
laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi
organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah
atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil
yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah
(deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997;
224).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, tujuan dan intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen
ke paru-paru.
Intervensi:
Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.
2.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh
sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent,
meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying
position).
Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
Berikan kelembaban udara yang cukup.
Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.
3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya
kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN SYOK
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk
memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu
perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Perfusi organ secara langsung berhubungan dengan MAP yang ditentukan oleh volume darah, curah
jantung dan ukuran vaskuler.
)
1.Stadium Kompensasi.
- MAP menurun 10 – 15 mmHg
- Mekanisme kimia dan ginjal diaktifkan
- Pelepasan rennin, ADH, aldosteron, katekolamin mengakibatkan GFR menurun dan urine
output menurun, reabsorbsi Na meningkat – vasokonstriksi sistemik
- Hipotensi jaringan organ non vital dan ginjal
2.Stadium intermediate.
- MAP menurun lebih dari 20 mmHg
- Kompensasi tak begitu lama untuk menyuplay oksigen
- Hipoksia organ vital, organ lain mengalami anoxia, iskemik yang selanjutnya menyebabkan
sel – sel jaringan rusak dan mati dan ini mengancam jiwa
- Koreksi dalam 1 jam (golden hour)
3.Irreversible Stage.
- Anoxia jaringan dan kematian sel meningkat
- Sel tersisa metabolisme anaerob
- Terapi tidak efektif
ETIOLOGI
1. Hipovolemik shock
- perdarahan
- kehilangan volume cairan
- perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
2. Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup, degenerasi miokard,
infeksi sistemik obat – obatan.
3. Vasogenic shock
Penurunan tonus simpatic, vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler
neurogenic, atau kimia (anaphylactic), nyeri berat, stress psikologis, kerusakan neurologis,
obat kolinergik, agent alpha adrenergic blocker.
4. Septic shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli, Klebseilla pneomoni,
Staphylococcus, Streptococcus).
Predisposisi : malnutrisi, luka besar terbuka, iskemia saluran pencernaan (GI), imunosupresi.
Interaksi host – toxin merangsang aktivitas komplemen systemic – perubahan organ mikrosirkulaisi,
permiabilitas kapiler meningkat, injury sel, peningkatan metabolisme sel
Tanda – tanda shock secara umum :
1. Keadaan umum lemah.
2. Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
3. Takikardi
4. Vena perifer tidak tampak
5. Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50 mmHg dari tekanan
semula.
6. Hiperventilasi.
7. Sianosis perifer.
8. Gelisah, kesadaran menurun
9. Produksi urine menurun
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Fluid volume deficit related to blood loss.
2. Decrease cardiac output related to decrease venous return
3. Altered thought process related to decrease cerebral perfusion.
PERENCANAAN
1. Fluid volume deficit :
Terapi intravena (sesuai jenis shock) :
Kristaloid (untuk mengembalikan cairan elektrolit) : RL, ringer Acetat, Normosal
Kolloid (untuk mengembalikan volume plasma dan mengembalikan tekanan osmotic) : WB, PRC,
plasma (plasmanat, dekstran, dll).
Transportasi oksigen dilakukan dengan 3 (tiga) mekanisme (Preszma 1987, Abram, 1993)
d. Sistem pernapasan.
e. Sistem sirkulasi.
f. Sistem Oksihemoglobin (O2Hb) dalam eritrosit dan transport ke sel jaringan.
1. Sistem Pernapasan.
Pada perdarahan dan shock terjadi hipoxia stagnant : gangguan hipoxia anemic. Kadar oksigen dalam
darah arterial (CaO2 ) mnurut rumus Nunn – Freeman adalah :
2. Sistem Sirkulasi.
Pada EBV yang beredar 65 – 75 ml/Kg
Perdarahan 5 – 15 ml/Kg (20%) terjadi kompensasi : Tachicardi, kekuatan kontraksi miocard,
vasokonstriksi di arterial dan vena. Vasokonstriksi berupaya mempertahankan tekanan perfusi untuk
otak dan jantung sehingga jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR
Hubungan antara CO, frekwensi denyut dan stroke Volume (SV)
CO = F x SV
SV dipengaruhi oleh EOV – C – SVR.
Available O2 = CO x CaO2
g. Pengertian
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan
di masyarakat (Depkes RI, 2008; h. 2).
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai
hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya (Depkes RI, 2007; h. 55).
h. PHBS Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2008; h. 2).
PHBS rumah tangga adalah upaya untuk memperdayakan anggota rumah tangga
agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan
aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007; h. 55).
i. Tujuan PHBS di Rumah Tangga
Menurut Depkes RI (2007; h. 55), tujuan PHBS ruma tangga
adalah
3) Tujuan Umum
Meningkatkan rumah tangga sehat di kabupaten /kota seluruh Indonesia
4) Tujuan Khusus
d) Meningkatkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembinaan PHBS di rumah
tangga
e) Meningkatkan dukungan dan peran aktif TIM Penggerak PKK dalam pembinaan
PHBS di Rumah Tangga
f) Memberdayakan keluarga keluarga untuk tahu, mau dan mampu melaksanakan
PHBS dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat
j. Manfaat PHBS di Rumah Tangga
Menurut Depkes RI (2008; h. 3), manfaat PHBS di rumah
tangga adalah
3) Bagi Rumah Tangga:
d) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah
sakit, Anak tumbuh sehat dan cerdas.
e) Anggota keluarga giat bekerja.
f) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,
pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
4) Bagi Masyarakat:
e) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
f) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi
masalah-masalah kesehatan.
g) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
ada.
h) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulans desa
dan lain-lain.
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang ditandai dengan bakterimia,
perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus
peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,
anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D
dan heru S, 2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri
perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia
dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan
S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita
tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah
dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit
terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan
kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung
jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto, 2002)
PATHWAYS
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Perubahan nutrisi
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang
dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari
demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam
minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah
tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai
berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak
lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’.
Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
5. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT
dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
6. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat
adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam
Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti
Samekto, 2001)
F. TERAPI
8. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas panas
9. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
10. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimetoprim)
11. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
12. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-
infus sekali sehari, selama 3-5 hari
G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis.
(Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid.
Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan
suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium
ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella.
Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal.
Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard,
1992)
D. PENGKAJIAN
3. Riwayat keperawatan
4. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala,
lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan,
mual, dan kembung
6. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan
suhu tubuh
F. PERENCANAAN
4. Mempertahankan suhu dalam batas normal
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
Beri minum yang cukup
Berikan kompres air biasa
Lakukan tepid sponge (seka)
Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
Pemberian obat antipireksia
Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
12. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
13. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga.
FKUI. Jakarta. 1997.
14. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor:
Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
15. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini.
Hipokrates. Jakarta. 1997.
16. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
17. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
18. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
19. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.
2002.
20. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I.
CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
21. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2001.
22. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
3.PENYULUHAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat di Indonesia. Berbagai indikator dalam menentukan keberhasilan tersebut salah satunya adalah
angka kematian bayi. Indonesia selama ini telah berhasil menurunkan AKB dari 125 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1965 menjadi 75 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 54 per seribu kelahiran
hidup pada tahun 1994. Angka ini masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain.
WHO tahun 1993 melaporkan bahwa dari 8,1 juta kematian bayi hampir separuhnya (3,9 juta atau 48%)
adalah kematian pada masa neonatus. Dua per tiga kematian neonatus terjadi pada masa minggu pertama
kehidupan dan kematian sesudah minggu pertama pun terkait dengan kelainan pada masa perinatal. Di negara
berkembang 3 – 6 % bayi menderita asfiksia baerbagai derajat dari ringan sampai berat dan diperkirakan
penyebab dari 25% kematian neonatus yang berhubungan dengan kematian. Sejumlah yang sama akan hidup
tetapi menderita cacat karena kecacatan otak.
Hanya sedikit data mengenai insiden hipotermia yang menyebabkan kematian. Bukti nyata menunjukkan
bahwa hipotermia merupakan penyebab kematian pada bayi BBLR dan bayi kurang bulan. Sekitar 19 % bayi
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang digolongkan sebagai BBLR. BBLR merupakan
salah satu penyebab kematian utama neonatus. Kontribusi utama kematian BBLR adalah kurang bulan,
infeksi, asfiksia, hipotermia dan kesulitan nutrisi yang disertai hipoglikemia dengan tanda-tanda kejang.
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal, tidak hanya
merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan
ibu, perawatan kehamilan yang kurang, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih serta
kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan
dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang
dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
C. Pelayanan Dasar
6. Persalinan aman dan bersih
7. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
8. Mempertahankan pernafasan spontan
9. ASI Ekslusif
10. Perawatan mata
D. Pelayanan Khusus
5. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
6. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
7. Imunisasi
Makalah ini akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada bayi neonatus sakit. Mengingat banyaknya
permasalahan yang ditemui pada bayi baru lahir maka kami membatasi untuk membahas mengenai asfiksia
dan hipertermia. Sesuai dengan data diatas disebutkan bahwa asfiksia merupakan penyebab kematian
terbesar.
ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah
kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi
seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari
puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan
cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan
dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di
Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana
yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian
cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang
essensial.
Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai
= 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth”
nilai 0.
Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR.
Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima
parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS
nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan
kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya
pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel
lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.
Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang
pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi.
Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %,
sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa
berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus,
hidrocefalus dan lain-lain.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak
ada tanda dari disstres pernafasan.
Intervensi :
Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal,
PIH atau Diabetes)
Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level
PH, warna dan jumlah cairan amnion.
Kaji lama persalinan
Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol
Kaji respiratori rate
Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan
dengan unit pemanas
Amati intensitas tangisan
Catat pulse apikal
Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
Berikan terapi resusitasi
HIPOTERMI
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila
suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi
sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang
berakhir dengan kematian.
Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi
hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan
glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3)
Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
d. Hipotermia sedang:
- Kaki teraba dingin
- Kemampuan menghisap lemah
- Tangisan lemah
- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
e. Hipotermia berat
- Sama dengan hipotermia sedang
- Pernafasan lambat tidak teratur
- Bunyi jantung lambat
- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
f. Stadium lanjut hipotermia
- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
- Bagian tubuh lainnya pucat
- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
Diagnosa keperawatan
Perubahan suhu tubuh (potensial)
Tujuan :
Temperatur dalam batas normal, bayi baru lahir terbebas dari tanda distress pernafasan dan stress karena
dingin.
Intervensi
Catat obat-obatan yang digunakan ibu selama prenatal dan periode intrapartal, catat adanya fetal distress
atau hipoksia
Keringkan kepala dan tubuh bayi, selimuti
Tempatkan bayi diantara lengan ibu
Catat temperatur lingkungan, minimalkan penggunaan AC.
Kaji temperatur bayi, monitor temperatur secara kontinyu
Observasi tanda-tanda stres karena dingin seperti penurunan temperatur kulit, peningkatan aktivitas,
pleksi ekstremitas, palor, motling dan kulit dingin.
Amati tanda distress pernafasan
Kolaborasi
Berikan suport metabolik (glukosa atau buffer) sesuai indikasi
Pertimbangkan rujukan ke NICU
8. PENYULUHAN PADA NEONATUS
DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan
laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi
organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah
atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil
yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah
(deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997;
224).
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret,
proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent,
meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
i. Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
j. Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
k. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying
position).
l. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
m. Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
n. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
o. Berikan kelembaban udara yang cukup.
p. Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.
6. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya
kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
g. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
h. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
i. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
j. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
k. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
l. Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa
oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II
book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan
Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
63
ASUHAN KEPERAWATAN SYOK
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan
membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang
kurang sempurna.
Perfusi organ secara langsung berhubungan dengan MAP yang ditentukan
oleh volume darah, curah jantung dan ukuran vaskuler.
Otak
( Perfusi dan oksigenasi organ vital )
Metabolisme anaerobic
Kerusakan jaringan
Depresi miocardial
(Guyton, 1986)
D. Stadium Kompensasi.
- MAP menurun 10 – 15 mmHg
- Mekanisme kimia dan ginjal diaktifkan
- Pelepasan rennin, ADH, aldosteron, katekolamin mengakibatkan
GFR menurun dan urine output menurun, reabsorbsi Na meningkat
64
– vasokonstriksi sistemik
- Hipotensi jaringan organ non vital dan ginjal
E. Stadium intermediate.
- MAP menurun lebih dari 20 mmHg
- Kompensasi tak begitu lama untuk menyuplay oksigen
- Hipoksia organ vital, organ lain mengalami anoxia, iskemik yang
selanjutnya menyebabkan sel – sel jaringan rusak dan mati dan ini
mengancam jiwa
- Koreksi dalam 1 jam (golden hour)
F. Irreversible Stage.
- Anoxia jaringan dan kematian sel meningkat
- Sel tersisa metabolisme anaerob
- Terapi tidak efektif
ETIOLOGI
1. Hipovolemik shock
- perdarahan
- kehilangan volume cairan
- perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
7. Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup,
degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.
8. Vasogenic shock
Penurunan tonus simpatic, vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler
neurogenic, atau kimia (anaphylactic), nyeri berat, stress psikologis,
kerusakan neurologis, obat kolinergik, agent alpha adrenergic blocker.
9. Septic shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli,
Klebseilla pneomoni, Staphylococcus, Streptococcus).
Predisiposisi : malnutrisi, luka besar terbuka, iskemia saluran pencernaan (GI),
imunosupresi.
Interaksi host – toxin merangsang aktivitas komplemen systemic – perubahan
organ mikrosirkulaisi, permiabilitas kapiler meningkat, injury sel, peningkatan
metabolisme sel
65
Tanda – tanda shock secara umum :
1. Keadaan umum lemah.
2. Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
3. Takikardi
4. Vena perifer tidak tampak
5. Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih
dari 50 mmHg dari tekanan semula.
6. Hiperventilasi.
7. Sianosis perifer.
8. Gelisah, kesadaran menurun
9. Produksi urine menurun
DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Fluid volume deficit related to blood loss.
5. Decrease cardiac output related to decrease venous return
6. Altered thought process related to decrease cerebral perfusion.
PERENCANAAN
3. Fluid volume deficit :
a. Terapi intravena (sesuai jenis shock) :
Kristaloid (untuk mengembalikan cairan elektrolit) : RL, ringer Acetat,
Normosal
b. Kolloid (untuk mengembalikan volume plasma dan mengembalikan
tekanan osmotic) : WB, PRC, plasma (plasmanat, dekstran, dll).
66
- Vasoconstrictor agent : Dopamin, Epinephrine, NE, Vasopressin
- Agen yang meningkatkan kontraksi mokard : Dobutamin,
Epinephrine, Iso proterenol.
- Agen yang menambah perfusi miokard : Nitrogilserin,
Nitropruside, Isosorbid dinitrat
Therapi Oksigen.
1. Sistem Pernapasan.
Pada perdarahan dan shock terjadi hipoxia stagnant : gangguan hipoxia
anemic. Kadar oksigen dalam darah arterial (CaO2 ) mnurut rumus Nunn –
Freeman adalah :
2. Sistem Sirkulasi.
Pada EBV yang beredar 65 – 75 ml/Kg
Perdarahan 5 – 15 ml/Kg (20%) terjadi kompensasi : Tachicardi, kekuatan
kontraksi miocard, vasokonstriksi di arterial dan vena. Vasokonstriksi
berupaya mempertahankan tekanan perfusi untuk otak dan jantung
sehingga jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR
Hubungan antara CO, frekwensi denyut dan stroke Volume (SV)
67
CO = F x SV
SV dipengaruhi oleh EOV – C – SVR.
Available O2 = CO x CaO2
68
10. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
m. Pengertian
69
6) Tujuan Khusus
g) Meningkatkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan
pembinaan PHBS di rumah tangga
h) Meningkatkan dukungan dan peran aktif TIM Penggerak
PKK dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga
i) Memberdayakan keluarga keluarga untuk tahu, mau dan
mampu melaksanakan PHBS dan berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat
p. Manfaat PHBS di Rumah Tangga
Menurut Depkes RI (2008; h. 3), manfaat PHBS di rumah
tangga adalah
5) Bagi Rumah Tangga:
g) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah
sakit, Anak tumbuh sehat dan cerdas.
h) Anggota keluarga giat bekerja.
i) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk
memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha
untuk menambah pendapatan keluarga.
6) Bagi Masyarakat:
i) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
j) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi
masalah-masalah kesehatan.
k) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
ada.
l) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan
Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu,
tabungan ibu bersalin, arisan jamban, ambulans desa
dan lain-lain.
70
q. Sasaran PHBS di Rumah Tangga
Sasaran PHBS di Rumah Tangga (Depkes RI, 2007; h. 56),
adalah
11) Pasangan usia subur
12) Ibu hamil dan ibu menyusui
13) Anak dan remaja
14) Usia lanjut
15) Pengasuh anak
r. Indikator PHBS di Rumah Tangga
Rumah Tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang
melakukan 11 dari 16 PHBS di Rumah Tangga (Dinkes Jateng,
2010) yaitu :
33) Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan
i) Pengertian
Persalinan ditolong oleh tenaga dalah persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan
tenaga para medis lainnya)
j) Alasan persalinan ditolong tenaga kesehatan
(7) Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli
dalam membantu persalinanan, sehingga
keselamatan Ibu dan bayi lebih terjamin.
(8) Apabila terdapat kelainan dapat diketahui dan segera
ditolong atau dirujuk ke Puskesmas atau rumah sakit.
(9) Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan steril
sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya
kesehatan lainnya.
k) Bila ada salah satu tanda persalinan tersebut, yang
harus dilakukan adalah:
(7) Segera hubungi tenaga kesehatan (bidan/dokter).
71
(8) Tetap tenang dan tidak bingung
(9) Ketika merasa mulas bernapas panjang, mengambil
napas melalui hidung dan mengeluarkan melalui
mulut untuk mengurangi rasa sakit.
l) Tanda-tanda bahaya persalinan
(21) Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas.
(22) Keluar darah dari jalan lahir sebelum melahirkan.
(23) Tali pusat atau tangan/kaki bayi terlihat pada jalan
lahir.
(24) Tidak kuat mengejan
(25) Mengalami kejang-kejang.
(26) Air ketuban keluar dari jalan lahir sebelum terasa
mulas.
(27) Air ketuban peruh dan berbau.
(28) Setelah bayi lahir, ari-ari tidak keluar.
(29) Gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat.
(30) Keluar darah banyak setelah bayi lahir.
Bila ada tanda bahaya, Ibu harus segera dibawa ke
bidan/dokter.
34) Memeriksanakan kehamilan minimal 4 kali selama
masa kehamilan
Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) kunjungan ibu hamil
adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang
memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan
kehamilan. Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu
ibu hamil yang dikunjungi petugas kesehatan dirumahnya atau di
Posyandu.
Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa kunjungan ibu
hamil yang keempat (K4) adalah kontak ibu hamil yang keempat
atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan
pemeriksaan kehamilan, dengan distribusi kontak sebagai berikut :
72
g) Minimal 1 kali pada trimester I
h) Minimal 1 kali pada trimester II
i) Minimal 2 kali pada trimester III
35) Memberi bayi ASI eksklusif
g) Pengertian
ASI Eksklusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI
saja tanpa memberikan tambahan makanan atau
minuman lain.
ASI adalah makanan alamiah berupa cairan dengan
kandungan gizi yang full dan sesuai untuk kebutuhan bayi,
sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Air
Susu Ibu pertama berupa cairan bening berwarna
kekuningan (kolostrum), sangat baik untuk bayi karena
mengandung zat kekebalan terhadap penyakit.
h) Keunggulan ASI
(11) Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangan fsik serta
kecerdasan.
(12) Mengandung zat kekebalan, melindungi bayi dari
alergi.
(13) Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung
disusukan kepada bayi dalam keadaan segar.
(14) Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat
dan dapat diberikan kapan saja dan di mana saja.
(15) Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan
dan pernapasan bayi.
i) Pemberian ASI
(11) Sebelum menyusui ibu harus yakin mampu menyusui
bayinya dan mendapat dukungan dari keluarga.
73
(12) Bayi segera diteteki/disusui sesegera mungkin paling
lambat 30 menit setelah melahirkan untuk
merangsang agar ASI cepat keluar dan menghentikan
pendarahan.
(13) Teteki/susui bayi sesering mungkin sampai ASI
keluar, setelah itu berikan ASI sesuai kebutuhan bayi,
waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi, dan
berikan ASI dari kedua payudara secara bergantian.
(14) Berikan hanya ASI saja hingga bayi berusia 6 bulan.
Setelah bayi berusia 6 bulan, selain ASI diberikan pula
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk
makanan lumat dan jumlah yang sesuai dengan
perkembangan umur bayi.
(15) Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga bayi berusia 2
tahun.
36) Menimbang balita setiap bulan
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau
pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan balita dilakukan
setiap bulan mulai umur 1 tahun sampai 5 tahun di
Posyandu.
Setelah balita ditimbang, catat hasil penimbangan di buku
KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) atau Kartu Menuju Sehat
(KMS) maka akan terlihat berat badannya naik atau tidak
naik (lihat perkembangannya).
37) Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
Makan sayur dan buah sangat penting karena sayur dan
buah mengandung vitamin dan mineral yang mengatur
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta mengandung
serat yang tinggi. Konsumsi sayur dan buah yang tidak
merusak kandungan gizinya adalah dengan memakannya
dalam keadaan mentah atau dikukus. Merebus dengan air
74
akan melarutkan beberapa vitamin dan mineral dalam sayur
dan buah tersebut. Pemanasan tinggi akan menguraikan
beberapa vitamin seperti vitamin C (Dinkes Jateng, 2010)
38) Menggunakan air bersih
k) Pengertian
Air adalah kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-
hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur,
membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci
pakaian, dan sebagainya, agar kita tidak terkena penyakit
atau terhindar dari sakit.
l) Sumber air bersih
(11) Mata air
(12) Air sumur atau air sumur pompa .
(13) Air ledeng/perusahaan air minum .
(14) Air hujan
(15) Air dalam kemasan
m) Syarat-syarat air bersih
Air ber-sih secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita,
antara lain (dapat dilihat, dirasa, dicium, dan diraba):
(9) Air tidak berwarna harus bening/jernih.
(10) Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur,
sampah, busa dan kotoran lainnya.
(11) Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam,
tidak payau, dan tidak pahit, harus bebas dari bahan
kimia beracun,
(12) Air tidak berbau seperti bau amis, anyir, busuk atau
bau belerang.
n) Manfaat menggunakan air bersih
(5) Terhindar dari gangguan penyakit seperti Diare, Kolera,
Disentri, Thypus, kecacingan, penyakit mata, penyakit
kulit atau keracunan.
75
(6) Setiap anggota keluarga terpelihara kebersihan dirinya.
o) Menjaga kebersihan sumber air bersih
(11) Jarak letak sumber air dengan jamban dan tempat
pembuangan sampan paling sedikit 10 meter.
(12) Sumber mata air harus dilindungi dari bahan
pencemaran.
(13) Sumur gali, sumur pompa, kran umum dan mata air
harus dijaga bangunannya agar tidak rusak seperti lantai
sumur tidak boleh retak, bibir sumur harus diplester dan
sumur sebaiknya diberi penutup.
(14) Harus dijaga kebersihannya seperti tidak ada
genangan air di sekitar sumber air, tidak ada bercak-
bercak kotoran, tidak berlumut pada lantai/dinding sumur.
(15) Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih dan
tidak diletakkan di lantai (ember/gayung digantung di tang
sumur).
Meski terlihat bersih, air belum tentu bebas kuman penyakit,
kuman penyakilt dalam air mati pada suhu 100 derajat C
(saat mendidih).
39) Menggunakan jamban sehat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat
jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa
leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
e) Manfaat Penggunaan jamban
(7) Menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau.
(8) Tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya.
(9) Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang
dapat menjadi penular penyakit Diare, kolera Disentri,
76
Thypus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan,
penyakit kulit, dan keracunan.
77
senam, fitness, dapat juga dilakukan sebagai aktifitas fisik
(Dinkes Jateng, 2010).
78
Menyadari bahwa penyalahgunaan Narkoba ini sama
halnya dengan penyakit masyarakat lainnya seperti
perjudian, pelacuran, pencurian dan pembunuhan yang sulit
diberantas atau bahkan dikatakan tidak bisa dihapuskan
sama sekali dari muka bumi, maka apa yang dapat kita
lakukan secara realistik hanyalah bagaimana cara menekan
dan mengendalikan sampai seminimal mungkin angka
penyalahgunaan Narkoba serta bagaimana kita melakukan
upaya untuk mengurangi dampak buruk yang diakibatkan
oleh penyalahgunaan Narkoba ini (Dinkes Jateng, 2010).
47) Kepesertaan dalam JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan)
JPK adalah salah satu program Jamsostek yang
membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah
kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik
kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan
fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan
efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program
JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan)
sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
(Dinkes Jateng, 2010).
48) Melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah
dilakukan pemeriksaan jentik secara berkala tidak terdapat
jentik nyamuk. Pemeriksaan jentik berkala adalah
pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
(tempat-tempat penampungan air) yang ada dalam rumah
seperti bak mandi atau WC, vas bunga, tatakan kulkas dan
lain-lain. Hal yang dilakukan agar rumah bebas jentik adalah
melakukan 3 M plus (menguras, menutup, mengubur plus
menghindari gigitan nyamuk) (Dinkes Jateng, 2010).
79
MATERI PENYULUHAN
1. Petunjuk
80