Anda di halaman 1dari 27

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. M.A.I
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal Lahir / Usia : 19 April 2018 / 6 bulan 4 hari
Alamat : Petojo Utara, Gambir Jakarta Utara
No Rekam Medis : 898***
Tanggal Datang ke RS : 23 Oktober 2018
Datang sendiri/ rujukan : Rujukan
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia

I. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien, tanggal 23 Oktober 2018

Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Kontrol pengobatan ke-6

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan orangtua ke poliklinik anak di Rumah Sakit Pusat Angakat Darat
Gatot Soebroto dengan keluhan kontrol pengobatan. Pasien merupakan rujukan dari RS Budi
Kemuliaan dengan dugaan penyakit jantung bawaan. Orangtua mengatakan anak tidak ada
keluhan sesak nafas, tidak tampak biru, namun anak tidak tertarik untuk meminum ASI
dibandingkan anak seusianya, menyusu tidak lama dan sering berhenti kemudian dilanjutkan
kembali. Tampak cepat lelah dan keringat banyak saat setelah menyusu. Selain itu orangtua
mengeluhkan pada usia sekarang anak belum bisa menegakkan kepalanya dan tampak lemah dan
wajahnya tampak berbeda dari biasanya serta lidah anak yang tampak membesar. Saat ini anak
tidak demam, batuk pilek disangkal, BAB dan BAK normal.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
Orangtua mengatakan anak pernah batuk pilek saat berusia 2 bulan dan dilakukan pengobatan.

Riwayat penyakit dalam keluarga/sekitarnya yang ada hubungannya dengan penyakit


sekarang:
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan seperti pasien.

Riwayat pribadi/sosial/lingkungan:
Pasien adalah anak kandung dan anak ke 4 dari 4 bersaudara, pasien tinggal bersama orangtua.

Riwayat Kehamilan
Ibu mengatakan tidak merasakan keluhan selama kehamilan. Ibu pasien rutin kontrol selama
kehamilan. Tidak ada riwayat keguguran. Riwayat imunisasi saat kehamilan tidak jelas.

Riwayat Kelahiran
Lahir bayi laki-laki pada tanggal 19 april 2018 dengan bantuan tindakan SC atas indikasi
presentasi muka oleh dokter di RS Budi. Usia gestasi cukup bulan. Lahir dengan berat badan
2500 gram, panjang badan 46 cm. Keadaan setelah lahir tidak langsung menangis, tidak bergerak
aktif, tidak tampak kebiruan namun setelah dilahirkan, dokter anak memeriksa dan menduga
terdapat penyakit jantung bawaan pada bayi karena terdapat bunyi jantung tambahan saat
diperiksa. Setelah lahir, bayi dirawat selama 9 hari di RS Budi. Kemudian dirujuk ke RSPAD
Gatot soebroto untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.

Riwayat Nutrisi

2
Usia Susu Bubur Nasi
ASI
(Bulan) formula Susu Tim

0-2 + + - -

2-4 + + - -

4-6 + + + -

Riwayat Tumbuh Kembang

a. Motorik kasar
 Menegakan kepala : lemah
 Membalik badan : 5 bulan
 Merangkak : belum bisa
 Duduk : belum bisa
 Berdiri : lemah
 Berjalan : belum bisa
b. Bahasa
 Bicara : bergumam
c. Motor halus dan kognitif
 Menulis :-
 Membaca :-
 Presentasi belajar :-
Kesimpulan : Perkembangan anak terlambat
Riwayat Imunisasi
Jenis Ulangan (umur)
Dasar (umur)
Imunisasi

Hepatitis B 2 bulan 3 bulan Ditunda

Polio 0 bulan 2 bulan 3 bulan Ditunda

3
BCG 0 bulan

DPT 2 bulan 3 bulan Ditunda

HiB 2 bulan 3 bulan Ditunda

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap dan tidak ada imunisasi tambahan

Riwayat Alergi : Tidak ada

Riwayat Operasi : Tidak ada

II. PEMERIKSAAN FISIS


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Nadi : 164 kali/menit, kuat angkat, isi cukup, ekual di keempat ekstremitas
- Respirasi : 60 kali/menit, abdominalthorakal, reguler.
- Suhu : 37.4 ºC
- Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Data Antropometri
Berat badan = 4,7 kg
Panjang badan = 61 cm
Status gizi :
- Berdasarkan BB/U = -2 < z score < 0 (normal)
- Berdasarkan PB/U = 2 < z score < 3 (normal)
- Berdasarkan BB/PB = z score < -3 (sangat kurus)
- IMT/U = BB/(PB)2 = 4,7/(61)2 = 12.70 : z score < -3 (sangat kurus)
- Kesan = Gizi sangat kurang

4
5
6
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh : pucat (-), perdarahan (-), ruam (-), turgor
kulit normal
Kepala
- Bentuk : Bulat, sedikit lebih kecil
- Rambut : Hitam
- Kulit : kuning langsat
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
brushfield spots (+/+), jarak mata lebar, lipatan epikantal (+)
- Telinga : Normotia, simetris, liang sempit, serumen (+/+), letak telinga lebih
rendah
- Hidung : bentuk hidung lebih kecil, pangkal hidung datar, septum deviasi (-),
pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)
- Mulut : Lubang mulut kecil, makroglosia, bibir tidak kering, sianosis (-), faring
tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang.

Leher
- Bentuk : Pendek
- Kulit : Kuning langsat
- KGB : Tidak teraba membesar
- Tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Thoraks : bentuk dada normal, retraksi sela iga tidak ada


Pulmo
Inspeksi  Bentuk dada normal, lesi tidak
ada, Pernapasan reguler,
pergerakan dinding dada simetris
 Jenis pernapasan

7
abdominothorakal
Palpasi  Sela iga kiri dan kanan tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada
pelebaran sela iga.

Perkusi  Perkusi sonor


Auskultasi  Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-
Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra, teraba getaran
bising di daerah sela iga I-II parasternal kiri
Perkusi : Batas atas sela iga II linea parasternal sinistra
: Batas kanan jantung terletak pada ICS IV linea parasternalis dextra
: Batas pinggang jantung terletak pada ICS III linea parasternalis sinistra
: Batas kiri jantung terletak pada ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bising kontinu di sela iga II-III linea parasternal kiri

Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada bekas luka operasi, tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba pembesaran
hepar, tidak teraba pembesaran limpa.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullnes (-), undulasi (-)

Genitalia
 Kelamin : Laki-laki
 Lubang uretra : Tidak ada keluhan
 Penis : tidak ada keluhan
 Testis : tidak ada keluhan
 Skrotum : tidak ada keluhan

8
 Rambut pubis : belum tumbuh
 Anus : Tidak ada keluhan

Ekstremitas
 Bentuk : polidaktili jari-jari kanan, simean crease
 Kulit : pucat, akral hangat <2 detik
 Edema : tidak ada
 Tonus : lemah di keempat ekstremitas
 Sianosis : tidak ada

Refleks
a. Tonus otot : Hipotonus
b. Refleks Fisiologis
Refleks Biseps : positif Refleks Patella : positif
Refleks Achilles : positif Refleks Triseps : positif
c. Refleks Patologis
Refleks Hoffmann-Trommer : negatif Refleks Babinski : positif
Refleks Oppenheim : negatif Refleks Chaddock : negatif
d. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : negatif Brudzinski I : negatif
Kernig sign : negatif Brudzinski II : negatif
Laseque sign : negatif

9
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Foto Echocardiography 11/07/2018
Kesan :
- Small secundum ASD/strectched PFO
- Moderate DAP

Gambar 1. Echocardiography

10
IV. Resume

Anamnesis
Orangtua mengatakan pasien tidak ada keluhan sesak nafas, tidak tampak biru, namun
pasien tidak tertarik untuk meminum ASI, menyusu tidak lama dan sering berhenti kemudian
dilanjutkan kembali. Tampak cepat lelah dan keringat banyak saat setelah menyusu. Selain itu
orangtua mengeluhkan pada usia sekarang pasien belum bisa menegakkan kepalanya dan tampak
lemah dan wajahnya tampak berbeda dari biasanya serta lidah pasien yang tampak besar. Saat ini
pasien tidak demam, batuk pilek disangkal, BAB dan BAK normal.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, pasien lemah; Kesadaran compos mentis; Nadi 164
kali/menit; Respirasi 60 kali/menit; Suhu 37,4oC; Tekanan darah 90/60 mmHg; Status gizi: Gizi
sangat kurang; Kepala: bentuknya sedikit lebih kecil; Mata: terdapat brushfield spots dan lipatan
epikantal; Mulut: Makroglosia; Leher: leher pendek; Jantung: bising kontinu di sela iga II-III
linea parasternal kiri; Ekstremitas: polidaktili jari-jari kanan dan simean crease.

Pemeriksaan Penunjang
Echocardiography dengan kesan Small secundum ASD/strectched PFO (Moderate PDA)

11
V. Diagnosis banding
- Hipotiroid

VI. Diagnosis kerja


- Duktus Arteriosus Persisten sedang dan ASD kecil
- Sindrom Down

VII. Anjuran Pemeriksaan


 Elektrokardiogram
 Foto Thoraks AP/LAT

VIII. Penatalaksanaan
- Furosemid 2x2 mg (p.o)

- Captopril 2x1,25 mg (p.o)

IX. Prognosis

 Patent Ductus Arteriosus


- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Functionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

 Sindrom Down

- Quo ad Vitam : Bonam


- Quo ad Functionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Bonam

12
BAB II

Tinjauan Kepustakaan

 Definisi Sindrom Down


Sindrom Down (SD) adalah suatu kelainan kongenital multipel akibat kelebihan materi
genetik pada kromosom 21 (trisomi). Sindrom Down diambil dari nama seorang dokter
berkebangsaan Inggris, John Langdon Down yang menguraikan anak dengan retardasi mental
dan memiliki penampakan wajah yang khas dan mirip satu sama lain. Dasar biologis kelainan
ini baru dapat diungkapkan tahun 1959 saat Jerome LeJeune menemukan bahwa semua
individu dengan gambaran khas tersebut memiliki cetakan ketiga (third copy) kromosom 21
sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom. Sindrom Down berkaitan dengan retardasi
mental, kelainan kongenital terutama jantung, dan disfungsi atau penyakit pada beberapa
organ tubuh. Anak dengan SD memiliki berbagai kelainan kongenital yang memerlukan
penanganan medis, kelainan itu antara lain, kelainan jantung bawaan ditemukan pada 40%-
60% bayi dengan SD, berupa defek kanal atrioventrikular komplit (60%), defek septum
ventrikel (32%), tetralogi Fallot (6%), defek septum atrium sekundum (1%), dan isolated
mitral cleft (1%). Anak SD dengan kelainan jantung bawaan berat yang stabil secara klinis
dapat memberikan gejala berat setelah usia 8 bulan.1
Penyimpangan kromosom Trisomi 21 menyebabkan ciri-ciri fisik dan perkembangan anak
Sindrom Down sebagai berikut:
- Penyakit jantung bawaan
- Gangguan mental
- Tubuh kecil
- Kekuatan otot lemah (hipotonia)
- Ciri-ciri kepala : kepala sedikit lebih kecil, leher lebih pendek, lipatan atau kerutan kulit
bayi mudah terlihat dibagian punggung dan leher. Lingkaran ubun-ubun yang lebih besar.
- Ciri-ciri wajah : muka datar dan lebih kecil, mata lebih miring ke atas, jarak antara kedua
mata sangat jauh, lipatan epikantal, brushfield spots, hidung kecil, lubang mulut sempit,
ujung lidah lebih besar (makroglosia), daun telinga lebih kecil dan terletak sedikit ke
bawah bagian kepala.

13
- Ciri-ciri tangan dan kaki : jari-jari tangan dan kaki lebih kecil, lebih pendek dan tumpul.
Simean crease.2

 Penyakit Jantung Bawaan


Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung
atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan
atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2
golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing
memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Angka kejadian PJB
dilaporkan sekitar 8-10 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30% diantaranya telah
memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara
dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama
kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi
bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru
terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin
telah meninggal sebelum terdeteksi.3

 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui. Pelbagai jenis obat,
penyakit ibu, pajanan terhadap sinar rontgen, diduga merupakan penyebab eksogen
penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yang diderita ibu pada awal kehamilan dapat
menyebabkan PJB pada bayi. Di samping faktor eksogen terdapat pula faktor endogen
yang berhubungan dengan kejadian PJB. Pelbagai jenis penyakit genetik dan sindrom
tertentu erat berkaitan dengan kejadian PJB seperti sindrom Down, Turner, dan lain-lain.4

1. Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik


Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya
lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah
satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah
besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Contoh penyakit jantung bawaan non

14
sianotik misalnya defek septum ventrikel (DSV/VSD), defek septum atrium
(DSA/ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA/DAP).3
Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau dari kiri ke kanan
Masalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau dari
kiri ke kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran
darah ke paru berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang
asimptomatik sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas,
sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung
kongestif.3

A. Defek Septum Ventrikel (DSV/VSD)


Defek septum ventrikel merupakan penyakit jantung bawaan yang paling
sering ditemukan, yaitu sekitar 30% dari semua jenis penyakit jantung
bawaan. Pada sebagian besar kasus, diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah
melewati masa neonatus, karena pada minggu-minggu pertama bising yang
bermakna biasanya belum terdengar.6

B. Defek Septum Atrium (DSA/ASD)


Defek septum atrium adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium
kiri dan kanan. Secara anatomis defek ini dibagi menjadi defek septum atrium
primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek
septum atrium merupakan lebih kurang 10% dari seluruh penyakit jantung
bawaan, sedangkan defek septum atrium sekundum merupakan 80% dari
seluruh defek septum atrium. Prevalensi defek septum atrium pada remaja
lebih tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar
pasien asimtomatik sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar
atau remaja.6

C. Duktus Arteriosus Persisten (DAP)


Duktus arteriosus persisten adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka
setelah bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh penyakit jantung

15
bawaan. Duktus arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi prematur,
insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Kurang lebih 40%
bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram dan yang menderita distres
pernapasan akan menderita pula duktus arteriosus persisten. Pada bayi dengan
berat lahir kurang dari 1000 gram insidensnya mencapai 80%. Kejadian
tersebut meningkat jika bayi menggunakan ventilator. Penutupan duktus
sesudah umur 1 tahun sangat jarang terjadi dan angka rata-rata penutupan
duktus adalah 0,6% pada dekade I-IV. pada bayi prematur sebagian besar
duktus arteriosus persisten dapat menutup spontan. Secara klinis duktus
arteriosus persisten dibagi menjadi duktus kecil, sedang, dan besar.6
Penampilan klinis DAP yaitu tergantung pada besarnya lubang dan
tahanan vaskuler paru. Pada DAP kecil umumnya anak asimptomatik dan
jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan
rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin
(machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2-3 kiri
dan dibawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang
berlebihan pada DAP yang besar akan terlihat saat usia 1-4 bulan dimana
tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Gagal jantung kongestif akan
timbul disertai infeksi paru. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan
diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke
arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi
paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising
jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena
tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase
diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan DAP secara spontan
segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos
duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi
terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi
prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna
sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan
bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia

16
neonatus. Upaya untuk menutup DAP dapat dilakukan dengan pemberian
Indometasin bila tidak ada kontra indikasi. Bila tidak berhasil dan gagal
jantung juga tidak teratasi maka harus dilakukan operasi ligasi (pengikatan)
DAP. Pada bayi atau anak tanpa gagal jantung dan gagal tumbuh kembang,
tindakan penutupan DAP secara bedah dapat dilakukan secara elektif pada
usia diatas 3-4 bulan. Pengobatan anti gagal jantung dengan digitalis, diuretika
dan vasodilator harus diberikan pada bayi dengan DAP yang besar disertai
tanda-tanda gagal jantung kongestif. Selanjutnya bila kondisi membaik maka
operasi ligasi dapat ditunda sampai usia 12-16 minggu karena adanya
kemungkinan DAP menutup secara spontan. Tindakan penutupan DAP tidak
dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit
obstruktif vaskuler paru. Dalam dekade terakhir ini penutupan DAP dapat
dilakukan juga secara non bedah dengan memasang coil atau alat seperti
payung/jamur bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.3

 Anatomi dan Hemodinamik pada DAP


Sebagian besar kasus duktus arteriosus persisten menghubungkan aorta dengan
pangkal a. pulmonalis kiri. Bila arkus aorta di kanan, maka duktus terdapat di sebelah kiri;
jarang duktus terletak dikanan bermuara ke a. pulmonalis kanan.
Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernapasan pertama, resistensi vaskular
paru menurun dengan tajam. Dengan ini maka duktus akan berfungsi sebaliknya; bila
semula mengalirkan darah dari a. pulmonalis ke aorta, sekarang ia mengalirkan darah dari
aorta le a. pulmonalis. Dalam keadaan normal duktus mulai menutup, dan dalam beberapa
jam secara fungsional sudah tidak terdapat lagi arus darah dari aorta ke a. pulmonalis.
Apabila duktus tetap terbuka, maka terjadi keseimbangan antara aorta dan a. pulmonalis;
apabila resistensi vaskular paru terus menurun, maka pirau dari aorta ke arah a. pulmonalis
(kiri ke kanan) makin meningkat. Pada auskultasi, pirau yang bermakna akan memberikan
bising sistolik setelah bayi berusia beberapa hari, sedang bising kontinu yang khas biasanya
terdengar setelah bayi berusia 2 minggu.6

17
Gambar 1. Anatomi sirkulasi duktus arteriosus persisten

 Sirkulasi Janin
Sirkulasi darah janin dalam rahim tidak sama dengan sirkulasi darah pada bayi, anak dan
orang dewasa. Pada janin organ vital untuk metabolisme masih belum berfungsi. Organ tersebut
adalah paru janin dan alat gastrointestinal yang seluruhnya diganti oleh plasenta. Darah janin
dialirkan ke plasenta melalui vena umbilicalies yang membawa bahan makanan yang berasal dari
ibu. Darah ini akan masuk ke badan janin melalui vena umbilikacalis yang bercabang dua
setelah memasuki dinding perut janin. Cabang yang kecil akan bersatu dengan vena porta,
darahnya akan beredar dalam hati dan kemudian diangkut melalui vena cava hepatica ke dalam
vena cava inferior. Dan cabang satu lagi ductus venusus aranthii, akhirnya masuk ke vena cava
inferior. Sebagian O2 dalam darah vena umbilikalis akan direabsorbsi sehingga konsentrasi O2
menurun . Vena cava inferior, langsung masuk ke atrium kanan, darah ini merupakan darah yang
berkonsentrasi tinggi nutrisi dan O2 yang sebagian menuju ventrikel kanan dan sebahagian besar
menuju atrium kiri melalui foramen ovale. Dari ventrikel kanan masuk ke paru-paru, tetapi
karena paru-paru belum berkembang maka darah yang tredapat pada arteri pulmonalis dialirkan
menuju aorta melalui ductus arteriosus Bothalli. Darah yang ke paru-paru bukan untuk
pertukaran gas tetapi untuk memberi makanan kepada paru-paru yang sedang tumbuh. Darah
yang berada di aorta disebarkan ke alat-alat badan, tetapi sebelumnya darah menuju ke a.
hypogastricae (cabang dari arteri iliaca comunis) lalu ke a. umbilicalles dan selanjutnya ke
plasenta. Selanjutnya sirkulasi darah janin akan berulang kembali. Menerima nutrisi dan O2 dari
plasenta melalui ductus venousus aranthii, menuju vena cava inferior yang kaya akan O2 dan
nutrisi. Ini aliran darah yang kaya dengan nutrisi dan oksigen yang berasal dari sirkulasi darah
ibu, namun setelah janin lahir sirkulasi darah janin akan berubah pada saat bayi lahir dan

18
menangis, hal ini akan dapat meberikan perubahan pada organ paru dimana paru-paru mulai
berkembang dan aliran darah akan berubah pada sirkulsi darah seperti orang dewasa.5

Gambar 2. Sirkulasi janin

 Sirkulasi Janin Setelah Lahir


Pada saat persalinan sebagian besar bayi langsung menangis maka akan terjadi perubahan
besar terhadap sirkulasi darah, diantaranya adalah paru-paru berkembang dengan sempurna
dan langsung dapat berfungsi untuk pertukaran O2 dan CO2. Akibat perkembangan paru-
paru terjadi perubahan sirkulasi darah diantaranya adalah Arteri pulmonalis kini langsung
mengalirkan darah ke paru sehingga ductus arteriosus Bothalli akan menutup. Perkembangan
paru-paru menyebabkan tekanan negatif pada atrium kiri, karena darah diserahkan langsung
oleh ventrikel kanan dan dialirkan menuju paru-paru yang telah berfungsi. Akibat tekanan
negatif pada atrium kanan, foramen ovale akan menutup dengan sendirinya, dan tidak lagi
menjadi tempat aliran darah menuju atrium kiri.5

 Sirkulasi Janin dengan DAP


Sebagian besar kasus DAP menghubungkan aorta dengan pangkal arteri pulmonal kiri.
Bila arkus aorta di kanan, maka duktus terdapat di sebelah kiri, jarang duktus terletak di
kanan bermuara ke arteri pulmonalis kanan. Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali
pernapasan pertama, resistensi vaskular paru menurun dengan tajam. Dengan ini maka
duktus akan berfungsi sebaliknya, bila semula mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke
aorta, sekarang ia mengalirkan darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Dalam keadaan normal

19
duktus mulai menutup, dan dalam beberapa jam secara fungsional sudah tidak terdapat lagi
arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Apabila duktus tetap terbuka, maka terjadi
keseimbangan antara aorta dan arteri pulmonalis, apabila resistensi vaskular paru terus
menurun maka pirau dari aorta ke arah arteri pulmonalis makin meningkat. Pada auskultasi
pirau yang bermakna akan memberikan bising sistolik setelah bayi berusia beberapa hari,
sedang bising kontinu yang khas biasanya terdengar setelah bayi berusia 2 minggu. Dengan
tetap terbukanya duktus, maka darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh akan
kembali memenuhi pembuluh paru-paru. Besar-kecilnya bukaan pada duktus mempengaruhi
jumlah darah yang mengalir balik ke paru-paru. DAP umumnya ditemui pada bayi-bayi yang
lahir prematur, juga pada bayi normal dengan perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000
kelahiran setiap tahunnya.
- DAP pada bayi aterm
Ketika seorang bayi aterm menderita DAP, dinding dari duktus arteriosus kekurangan
lapisan endotel dan lapisan muskular media.
- DAP pada bayi preterm/prematur
DAP pada bayi prematur, seringnya mempunyai struktur duktus yang normal. Tetap
terbukanya duktus arteriosus terjadi karena hipoksia dan imaturitas. Bayi yang lahir
prematur, makin muda usia kehamilan, makin besar pula presentase DAP oleh karena
duktus dipertahankan tetap terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena
memang belum waktunya bayi lahir. Karena itu DAP pada bayi prematur dianggap sebagai
developmental patent ductus arteriosus, bukan structural patent ductus arteriosus seperti
pada bayi cukup bulan. Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom
gawat napas akibat kekurangan surfaktan, yakni zat yang mempertahankan agar paru tidak
kolaps), DAP sering bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya membaik. Bayi yang
semula sesaknya sudah berkurang menjadi sesak kembali disertai takhipnoe dan takikardi.5

2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik


Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian
rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung
darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau
dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena

20
pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan–kaki
adalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce
haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %. Bila dilihat dari
penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu
(1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi of
Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala
aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya Transposition of the Great Arteries
(TGA) dan Common Mixing.3

 Insidens
Insidens penyakit jantung bawaan berkisar diantara 6-10 per 1000 kelahiran hidup. Penyakit
jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yakni penyakit jantung bawaan
non-sianotik dan sianotik. Jumlah pasien penyakit jantung bawaan non-sianotik jauh lebih besar
daripada yang sianotik, yakni berkisar antara 3 sampai 4 kali.6
Duktus arteriosus persisten (DAP) adalah suatu keadaan duktus arteriosus yang tetap
terbuka lebih dari 15 jam setelah bayi lahir. Secara umum, angka kejadian DAP 1 per 2500-5000
kelahiran hidup pada bayi cukup bulan, 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi prematur dan
merupakan 9-12% dari seluruh penyakit jantung bawaan. DAP sering dijumpai pada bayi
prematur, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Pada bayi berat badan
kurang dari 1500 gram dan mengalami distres pernafasan kira-kira 40% mengalami duktus yang
tetap terbuka. Pada bayi dengan berat badan kurang dari 1000 gram insidensinya mencapai
80%.7

 Manifestasi Klinis
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang
menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya
toleransi latihan, kekerapan infek sisaluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.
 Gangguan pertumbuhan
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul
akibat berkurangnya curah jantung.4

21
 Toleransi latihan
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan status
kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu
menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan
pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat
lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas
dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia hanya
mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan
berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan,
berlari atau naik tangga.4
 Infeksi saluran napas berulang
Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu
sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering
menderita demam, batuk dan pilek.4
 Bising jantung
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan penyakit
jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya
dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada
pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien
diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis.4

 Diagnosis
Penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan penunjang dasar yang penting untuk
penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan pemeriksaan
laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan) mencakup
ekokardiografi dan kateterisasi jantung.

22
 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain adalah gagal jantung
kongestif, hipertensi pulmonal, subakut bacterial endokarditis, aneurisma DAP, dan sindrom
Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah ke
paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan
meningkatkan resistensinya sehingga tekanan diarteri pulmonal dan di ventrikel kanan
meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau
terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan
sebelum timbul komplikasi ini.

 Penatalaksanaan
 Medikamentosa
Pada bayi prematur dengan DAP dapat di upayakan terapi farmakologis dengan
memberikan indometasin intravena atau per oral dengan dosis 0,2 mg/kgBB dengan selang
waktu 12 jam, diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi prematur dengan usia
kurang dari 1 minggu, yang dapat menutup duktus pada lebih kurang 70% kasus, meski
sebagian akan membuka kembali. Pasien DAP dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar
dengan gagal jantung diberikan terapi medikamentosa (digoksin,furosemid). Bila terapi ini
menolong, yang tampak dari berkurangnya gejala gagal jantung serta pertambahan berat
badan yang memadai, operasi dapat ditunda 3-6 bulan sambil menunggu kemungkinan
duktus menutup. Jika tidak terdapat perbaikan setelah terapi adekuat, sebaiknya operasi tidak
ditunda lagi.6

 Terapi Bedah
Indikasi operasi:6
1. DAP pada bayi yang tidak memberi respons terhadap pengobatan medikamentosa.
2. DAP dengan keluhan.
3. DAP dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa.

23
BAB III

ANALISIS KASUS

Interpretasi Kasus

Pasien An. M.A.I laki-laki 6 bulan 4 hari didiagnosis dengan penyakit jantung bawaan
(Patent Ductus Arteriosus) dengan Sindrom Down.

Anamnesis

Pasien dengan dugaan penyakit jantung bawaan. Orangtua mengatakan anak tidak ada
keluhan sesak nafas, tidak tampak biru, namun anak tidak tertarik untuk meminum ASI, menyusu
tidak lama dan sering berhenti kemudian dilanjutkan kembali. Tampak cepat lelah dan keringat
banyak saat setelah menyusu. Selain itu orangtua mengeluhkan pada usia sekarang anak belum
bisa menegakkan kepalanya dan tampak lemah dan wajahnya tampak berbeda dari biasanya serta
ujung lidah anak yang tampak besar. Saat ini anak tidak demam, batuk pilek disangkal, BAB dan
BAK normal.
Sindrom Down berkaitan dengan retardasi mental, kelainan kongenital terutama jantung,
dan disfungsi atau penyakit pada beberapa organ tubuh.1
Penyimpangan kromosom Trisomi 21 menyebabkan ciri-ciri fisik dan perkembangan anak
Sindrom Down salah satunya penyakit jantung bawaan, juga terdapat ujung lidah lebih besar
(makroglosia).2
Pada penyakit jantung bawaan non-sianotik, masalah yang ditemukan pada kelompok ini
adalah adanya aliran pirau dari kiri ke kanan dengan manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari
yang asimptomatik sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering
terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.3

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, pasien lemah; Kesadaran compos mentis; Nadi 164
kali/menit; Respirasi 60 kali/menit; Suhu 37,4oC; Tekanan darah 90/60 mmHg; Status gizi;
Kepala: bentuknya sedikit lebih kecil; Mata: terdapat brushfield spots dan lipatan epikantal;
Mulut: Makroglosia; Leher: leher pendek; Jantung: bising kontinu di sela iga II-III garis

24
parasternal kiri, bising middiastolik di apeks; Ekstremitas: polidaktili jari-jari kanan dan simean
crease.
Terdapat ciri-ciri fisik dan perkembangan anak Sindrom Down sebagai berikut: penyakit
jantung bawaan, kekuatan otot lemah (hipotonia), kepala sedikit lebih kecil, leher lebih pendek,
lipatan epikantal, brushfield spots, ujung lidah lebih besar (makroglosia), daun telinga lebih kecil
dan terletak sedikit ke bawah bagian kepala, jari-jari tangan dan kaki lebih kecil, lebih pendek
dan tumpul. Simean crease.2
Pada DAP kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering
ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas
seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2-3 kiri
dan dibawah klavikula kiri.3

Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus DAP dapat dilakukan pemeriksaan echocardiography M-mode duktus
arteriosus persisten memperlihatkan pelebaran ventrikel kiri dan atrium kiri, pemeriksaan ini
untuk mendukung penegakan diagnosis.
Sesuai pada pasien ini hasil pemeriksaan echocardiography dengan kesan Small
secundum ASD/strectched PFO (Moderate PDA)

Diagnosis
1. Duktus Arteriosus Persisten sedang
Diagnosis duktus arteriosus persisten sedang ditegakkan sesuai dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan orangtua
mengatakan pasien tidak tertarik untuk meminum asi, menyusu tidak lama dan sering
berhenti kemudian dilanjutkan kembali. Tampak cepat lelah dan keringat banyak saat
setelah menyusu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Auskultasi jantung : bising kontinu
di sela iga II-III garis parasternal kiri. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan; kesan
Small secundum ASD/strectched PFO (Moderate PDA).
2. Sindrom Down

25
Tatalaksana
Pasien DAP dapat di terapi medikamentosa dan terapi bedah. Pasien DAP dengan pirau
kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung dapat diberikan furosemid 2x2 mg (p.o)
dan captopril 2x1,25 mg (p.o). Jika tidak terdapat perbaikan setelah terapi adekuat, sebaiknya
dilakukan tindakan bedah dengan operasi.

Prognosis
 Patent Ductus Arteriosus
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Functionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
 Sindrom Down

- Quo ad Vitam : Bonam


- Quo ad Functionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Bonam

26
Daftar Pustaka

1. Kawanto FH, Soedjatmiko. Pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan Sindrom


Down. Sari Pediatri, Vol.9, No.3, Oktober 2007.
2. Mirdania Y, dkk. Laporan Kasus Seorang Penderita Sindrom Down Dengan Leukemia
Akut. FK UNDIP/RSUP Sanglah Denpasar
3. Roebiono P.S. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian Kardiologi
dan Kedokteran Vaskuler FKUI Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
4. Djer M.M, Madiyono B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri, Vol. 2, No.
3, Desember 2000: 155-162
5. Park M.K. Park’s Pediatric Cardiology for Practitioners. Sixth Edition. Philadelphia.2014
6. Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak. Binarupa Aksara;Jakarta,
1994: 165-221
7. Rahayuningsih S.E, dkk. Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory Drug pada Bayi prematur
dengan Duktus Arteriosus Persisten. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2, September 2004: 71-4

27

Anda mungkin juga menyukai