Anda di halaman 1dari 5

ASB

ANALISIS STANDAR BELANJA

I. LATAR BELAKANG
Tuntutan pengelolaan keuangan daerah yang ekonomis, efisien, efektif, akuntabel
dan transparan.
Adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis
antar program dan antar Perangkat Daerah yang dipengaruhi oleh :
a. Besaran anggaran dipengaruhi oleh “siapa” yang mengajukan kegiatan.
b. Besaran Anggaran dipengaruhi oleh “Nama” Kegiatan;

II. DASAR HUKUM ASB


 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah, sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015,
Pasal 298 :
(1) Belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai Urusan Pemerintahan Wajib yang
terkait Pelayanan Dasar yang ditetapkan dengan standar pelayanan minimal.
(2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada standar
teknis dan standar harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(3) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman
pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan :
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “standar harga satuan regional” adalah harga satuan barang
dan jasa yang ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kemahalan regional.

Ayat (3)

1
Yang dimaksud dengan “analisis standar belanja” adalah penilaian kewajaran atas
beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.

 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,


Pasal 39 ayat 2 : Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan
berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar
satuan harga, dan standar pelayanan minimal.
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 41 ayat 3 : Pembahasan oleh tim anggaran pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD
dengan kebijakan umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, prakiraan
maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan
lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar
satuan harga, dan standar pelayanan minimal.
 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, Pasal 89 Huruf e : Dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode
rekening APBD, format RKA-SKPD, analisis standar belanja, dan standar satuan
harga.
 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 93 ayat 1 disebutkan bahwa
penyusunan RKA SKPD berdasarkan prestasi kerja, indikator kinerja, capaian atau
target kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan
minimal.
 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 100 ayat 2 : Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA
(Prioritas dan Plafon Anggaran), prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran
sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator
kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga,
standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.

 Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 89
ayat 2 : Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-

2
SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup : dokumen sebagai lampiran
surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah Pasal 100 ayat 2 : Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan untuk menelaah : kesesuaian rencana anggaran dengan
standar analisis belanja, standar satuan harga.

III. MANFAAT ASB :


1. Dapat menentukan kewajaran belanja untuk melaksanakan suatu kegiatan.
2. Meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan
inefisiensi anggaran.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan Keuangan Daerah.
4. Penentuan anggaran berdasarkan pada tolok ukur kinerja yang jelas.
5. Unit kerja mendapat keleluasaan yang lebih besar untuk menentukan anggarannya
sendiri.
6. Penetapan plafon anggaran pada saat Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS) menjadi obyektif tidak lagi berdasarkan “intuisi”.
7. Memiliki argumen yang kuat jika “dituduh” melakukan pemborosan.
8. Penyusunan anggaran menjadi lebih tepat waktu.
9. Menjembatani kesenjangan antara praktek yang berlangsung dengan kondisi ideal
yang diamanatkan oleh regulasi.
10. Menjamin kewajaran beban kerja dan biaya yang digunakan antar Perangkat
Daerah dalam melakukan kegiatan sejenis.
11. Memudahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam melakukan verifikasi
total belanja yang diajukan dalam RKA SKPD untuk setiap kegiatan.
12. Memudahkan Perangkat Daerah dan TAPD dalam menghitung besarnya anggaran
total belanja untuk setiap jenis kegiatan berdasarkan target output yang ditetapkan
dalam RKA SKPD.

IV. CATATAN :
1. Sampai dengan saat ini Pemerintah Kota Mataram belum memiliki regulasi mengenai
Analisis Standar Belanja sebagaimana yang telah ditetapkan dibeberapa Daerah
lainnya :
a. Peraturan Bupati Badung Nomor 40 Tahun 2013 tentang Analisis Standar
Belanja, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Badung Nomor 76
Tahun 2013;

3
b. Peraturan Bupati Lamongan Nomor 93 Tahun 2016 tentang Analisis Standar
Belanja Tahun Anggaran 2017;
c. Peraturan Walikota Jambi Nomor 15 Tahun 2015 tentang Analisis Standar
Belanja, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Walikota Jambi Nomor 33
Tahun 2016;
d. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 111 Tahun 2016 tentang Standar Belanja;
e. Peraturan Walikota Tarakan Nomor 37 Tahun 2011 tentang Analisa Standar
Belanja (ASB) Kota Tarakan.

2. Perlu menjadi bahan pertimbangan, terkait dengan kebijakan yang diterapkan di


Pemerintah Kota Mataram selama ini yang masih memberikan peluang terhadap
kegiatan tertentu yang bersifat khusus dan memiliki beban kerja yang tinggi, upah/
honorarium dapat diberikan standar melebihi dari standard yang telah ditetapkan.
Dimana dalam Setiap Tahunnya Diktum pada konsideran dalam Keputusan Walikota
Mataram terkait Standar Satuan Harga Pemerintah Kota Mataram :

1) Diktum Keempat Keputusan Walikota Mataram Nomor 646/11/2011 tentang


Standar Satuan Harga Pemerintah Kota Mataram Tahun Anggaran 2012;
2) Diktum Kelima Keputusan Walikota Mataram Nomor 679/IX/2012 tentang
Standar Satuan Harga Pemerintah Kota Mataram Tahun Anggaran 2013;
3) Diktum Kelima Keputusan Walikota Mataram Nomor 963/IX/2014 tentang
Standar Satuan Harga Pemerintah Kota Mataram Tahun Anggaran 2015;
4) Diktum Kelima Keputusan Walikota Mataram Nomor 937/IX/2015 tentang
Standar Satuan Harga Pemerintah Kota Mataram Tahun Anggaran 2016;
5) Diktum Kelima Keputusan Walikota Mataram Nomor 844/IX/2016 tentang
Standar Satuan Harga Pemerintah Kota Mataram Tahun Anggaran 2017;
6) Diktum Kelima Keputusan Walikota Mataram Nomor 886/VIII/2017 tentang
Standar Satuan Harga Pemerintah Kota Mataram Tahun Anggaran 2018;

Yang pada pokoknya menyatakan :


“Terhadap kegiatan tertentu yang bersifat khusus dan memiliki beban kerja yang
tinggi, upah/ honorarium dapat diberikan standar melebihi ketentuan yang
diatur dalam Keputusan ini, yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota
tersendiri.”

Tentunya hal tersebut akan menimbulkan pertentangan/kontraris dengan


adanya ketentuan mengenai analisa standard belanja ini.
Namun demikian, meskipun telah jelas diamanatkan dalam Pasal 298 ayat (3)
UU No. 23 Tahun 2014, yang pada pokoknya menyatakan :

4
“Hanya terhadap Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah selain untuk mendanai Urusan Pemerintahan Wajib
yang terkait Pelayanan Dasar yang berpedoman pada analisis standar belanja dan
standar harga satuan regional”

Sehingga ke depan diharapkan dalam merumuskan suatu kebijakan harus


ditentukan secara komprehensif, dengan cara merincikan suatu potensi/ pertanyaan
terhadap suatu permasalahan yang hendak dicarikan solusinya.
Sebagai Contoh :

Anda mungkin juga menyukai