Anda di halaman 1dari 11

Taufikurrahman, Pembuatan Cetakan Logan, dengan Menggunakan Paduan Tembaga Seng 235

Kekerasan dapat diukurldiuji dengan Brinell, Rockwell, atau Vickers.


Angka kekerasan Brinell (BHN) suatu bahan dapat dirumuskan seperti berikut.
2F
BHN = ..................................................................
(1)
ZD(D - )"
Kekuatan tarik merupakan kemampuan bahan untuk menahan tarikan agar
bahan tersebut tidak berubah bentuk. IJntuk kekuatan tarik, besar beban maksimum
yang dapat diterima oleh bahan dibagi dengan luas penampang mula.

Keuletan ditunjukkan regangan patah atau pertambahan panjang dan dapat


pula dinyatakan deugan reduksi penampang.

ALpnrah",,
C= ................................................................................... (3)
Lo
4 - 4 ..................................................................................
c =- (4)
4
Batas luluh (yield strength) meuunjukan batas daerah yang mengalami
deformasi elastis dan deformasi plastis.
p, ....................
0Y -- - ........ ............................................................
(5)
A"
Proses pengecoran meliputi pembuatan cetakan, persiapan, peleburan,
penuangan logam cair ke dalam cetakan, dan proses lanjutan logam hasil coran
(Surdia, 1990). Sehubungan dengan itu, temperatur cairan sebaiknya tidak terlalu
tinggi. Jika terlalu tinggi, kadar seng hilang karena penguapan. Titik cair standar
paduan kuningan car berbeda-beda berdasarkan komposisi bahau: jika komposisi
bahan 85% Cu-15% Zn, titik cair 1150-1200 OC; jika komposisi 70% Cu-20% Zn,
titik cair 1080-1130 OC;jika komposisi bahan 60% Cu-40% Zn, titik cair 1030-1080
OC (Ditter, 1998).
Titik cair standar paduan kuningan cor berdasarkan ketebalan juga berbeda-
beda: jika ketebalan kurang dari 12 mm, titik cair 1030-1050 OC; jika ketebalan 12-
15 mm, titik cair 1000-1030 OC ; jika ketebalan lebih dari 35 mm, titik cair 980-
1000 OC.
Untuk menghasilkan berbagai bentuk cetakan dengan rongga yang seragam,
digunakan suatu alat yang disebut model. Model diberi warna tertentu dan
dilengkapi dengan kotak inti (Surdia, 1990). Model yang sudah siap dihaluskan dan
dicat. Suatu model harus memiliki syarat, antara lain sederhana dalam
pembuatannya; tidak merusak rongga cetak; membentuk kemiringan model
236 INTEK NO.3flAHUN 13/OKTOBER2007

sewaktu diambil dari cetakan; membentuk radius pada sudut-sudut yang tajam;
kedudukan kuat pada saat dipasang (Surdia, 1990).
METODE PENELITIAN

Secara garis besar, penelitian ini diawali dengan pengujian material cetakan,
kemudian pendesainan, pembuatan cetakan, dan pengujian produk (baling-baling)
hasil pengecoran dengan cetakan logam. Pengecoran dan pembuatan spesimen uji
material dilakukan sesuai dengan standar ASME untuk mendapatkan data yang
akurat. Dalam pengujian material dengan uji komposisi, digunakan alat Poertaspec
X-Ray Spectrograph Model 2501 (nondestruktif test).
Pengujian kekuatan tarik bahan dilakukan dengan mengunakan peralatan uji
tarik Model WP 310 Gunt Hamburg, sedangkan pengujian kekerasan permukaan
hardness test dilakukan dengan menggunakan peralatan uji kekerasan tipe OM150
Albert Gneham. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan data perubahan
kekerasan permukaan tiap-tiap bahan uji, baik bahan yang mendapat perlakuan
panas maupun yang tidak. Proses perlakuan panas diberikan pada suhu 500°C
dengan waktu tunggu 1 jam, kemudian spesimen uji dicelupkan pada media yang
berbeda (udara, air, dan minyak).
Pengujian material dilakukan pada 5-10 sampel sehingga diperoleh akurasi
data yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, dilakukan pengujian
bahan has11 indushi besar dan bahan hasil pengecoran industri kecil (mmah tangga)
serta pengujian impak. Data yang diperoleh dianalisis tentang perlu-tidaknya
penambahan unsur pada material. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan cetakan
yang sesuai dengan standar yang ada. Setelah material cetakan diperoleh, dilakukan
perencanaan dan pembuatan cetakan logam. Komposisi bahan cetakan logam
disesuaikan dengan panas yang dikehendaki. Pengujian terhadap cetakan meliputi
pengujian ketahanan panas dan kapasitas produksi cetakan, dan pengujian produk
hasil pengecoran yang menggunakan cetakan logam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uutuk mengatasi masalah material cetakan logam, dimanfaatkanlah bahan
paduan tembaga-seng. Paduan ini memiliki titik cair yang lebih tinggi daripada
alumunium dan mudah dibuat menjadi cetakan logam. Material ini merupakan
bahan daur ulang dari material bekas dan sisa pembubutan paduan tembaga-seng.
Untuk mengetahui kandungan unsur kimia yang ada dalam paduan tersebut,
dilakukan pengujian komposisi yang merupakan salah satu indikator untuk
menentukan ketahanan material terhadap panas (Suhariyanto, 2007). Komposisi
unsur kimia sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis dan sifat fisis suatu
material. Sifat fisis paduan tembaga-seng terlihat jelas pada wama material;
semakiu tinggi kadar seng, semakin cerah wama paduan (Suhariyanto, 2007).
Proses pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur kimia
Taufikurrahman, Pembuatan Cetakan Logam dengan Menggunakan Paduan Tembaga Seng 237

material yang akan dijadikan bahan cetakan. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Komposisi paduan tembaga-seng hasil industri kecil

Sampel (dlm %)
Unsw 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-Rafa
Ni 0.85 0.88 0.7 0.95 0.83 0.72 0.93 0.9 0.86 0.71 0.833
Fe 0.45 0.6 0.47 0.45 0.36 0.27 0.4 0.54 0.33 0.29 0.4 16
Cu 74.76 76.61 79.76 84.3 79.8 74.6 70.34 70.62 80.78 76.75 76.832
Sn 7.2 6.32 8.19 6.33 7.2 6.35 7.3 8.23 6.4 5.2 6.872
Zn 11.7 12.4 9.6 10.8 8.93 7.62 13.2 17.2 10.8 15.3 11.755
Pb 3.3 4.5 6.45 3.6 5.2 4.4 6.5 5.3 5.5 6.3 5.105

Berdasarkan hasil pengujian komposisi produk pengecoran industri kecil,


diperoleh 75% tembaga dan 11,7% seng. Komposisi paduan tembaga-seng ini
memiliki titik cair sebesar llOO°C. Titik cair paduan ini berada di atas titik cair
alumunium, 670°C (Ditter, 1998). Hal ini berarti bahwa hasil pengujian komposisi
paduan tembaga-seng ini dapat digunakan sebagai cetakan logam. Agar cetakan
yang dihasilkan berkualitas, dilakukan pengujian pengujian kekuatan tank,
kekerasan permukaan, dan pengujian ketahanan panas cetakan, yang ditimbulkan
karena proses penuangan cairan.
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui deformasi plastis yang terjadi
pada spacement, pada logam-logam coran tidak terdapat pengecilan penampang
setempat hingga bahan logam tersebut patah (Surdia, 1999). Hal ini terlihat pada
Gambar 1. Sifat mekanik logam yang demikian menunjukan bahwa logam hasil
coran tersebut tidak dapat dibentuk atau dideformasi plastis, sedangkan hasil
pengujian tarik produk pengecoran yang menggunakan cetakan logam mengalami
sedikit kenaikan kekuatan tariknya jika dibandingkan dengan produk pengecoran
yang menggunakan cetakan pasir. Hal ini terjadi karena proses pengecoran, cetakan,
dan kemungkinan adanya cacat di dalam. Dengan menggunakan cetakan logam,
permukaan cetakan halus dan cetakan tidak mungkin menganduug air (Suhariyanto,
2007).
Material produk pabrik (material yang ada di pasaran) memiliki tingkat
keuletan yang tinggi. Selain itu, kekuatan tarik bahan lebih tinggi dan sifat
deformasi plastis bahan sangat baik. Hal ini disebabkan oleh proses pembentukan
bahan dan teknik pengecoran bahan sangat baik, seperti proses panas atau proses
dingin, selain teknik pencetakan baban yang menggunakan sistem tekan breasure
die casting).
-
238 INTEK N0.3flAHUN I3/0KTOBER 2007

Gambar 1 Kekuatan tarik paduan tembaga-seng (kg/mm')

Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa komposisi kirnia yang paduan


dan sifat-sifat mekanis bahan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai cetakan.
Proses pembuatan cetakan logam diawali dengan pembuatan pola. Komposisi
material untuk pembuatan pola dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Bahan pembuatan pola cetakan

No. Bahan Presentase


1. Pas" debdpasir cetak alandpaslr silica, persentasennya f 60 - 70%
2. Air f4-5%
3. Papan cetakan (landasan)
4. Pola baling-balingspeedboat
5. Rangka cetak (drag = bawahhesar, kup = ataslkec~l)
6. Semen 30 - 40%

Proses penuangan cairan pada cetakan logam dilakukan dengan kecepatan


konstan agar tidak terjadi pembekuan pada cetakan. Selain itu, volume penuangan
harus tepat karena dapat mempengaruhi hasil cetakan permanen. Cetakan yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Cetakan logam yang dihasilkan


Taufikurrahman, Pembuatan Cetakan Logam dengan Menggunakan Paduan Tembaga Seng 239

Proses pengukuran dilakukan pada waktu penuangan cairan logam di


cetakan. Dengan menggunakan alat termometer digital dan temperatur di cetakan
mencapai suhu 766"C, pengukuran dimulai dengan penuangan cairan logam ke
dalam cetakan hingga benda cetak dikeluarkan dari cetakan. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui suhu yang terjadi dalam proses pengecoran baling-baling
speedboat.
Pengujian kapasitas produksi ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan
produksi cetakan. Proses pengujian cetakan memperhatikan jumlah waktu yang
dibutuhkan untuk produksi 1 buah baling-baling speedboat. Kapasitas produksi
cetakan logam ini 20 buah baling-baling per jam. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan cetakan logam dapat meningkatkan produksi pengecoran secara
massal, yaitu 1 buah per jam menjadi 20 buah per jam. Dengan demlkian, cetakan
tersebut cetakan siap untuk dlgunakan sebagai alat bantu produksi pengecoran
baling-baling (dari) alumunium.
Pada saat penuangan cairan alumunium ke dalam rongga cetak hendaknya
dipertimbangkan proses pembekuan alumunium di dalam cetakan, mulai
pembentukan kristal. Kristalisasi terjadi mulai batas dinding kontak (castings-mould
interface) dan solidi&ation front; berkembang semakin lama semakin menuju pusat
model. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pembekuan untuk cairan logam mumi.
Tampak jelas bahwa temperatur sekitar leher riser (riserlcasting junchon) memiliki
temperatur paling tinggi dibandingkan dengan posisi ordinat lainnya di sumbu
simetri. Akibatnya, penyusutan karena pembekuan (solidification contraction)
cenderung terjadi di bagian yang bertemperatur tertinggi. Area tersebut sangat kritis
akan terjadinya cacat penyusutan (shrinkage) sebab area ini akan menjadi pusat
difusi panas (hot spot). Karena laju pembekuan pusat produk cor lebih rendah
dibandingkan dengan laju pembekuan bagian tepi produk cor, cairan logam yang
berada di pusat produk cor (hot spot) akan mengalir (berdifusi) ke arah bidang
pembekuan (front solidification). Akibatnya, pada daerah pusat produk car yang
tidak tersentuh cairan logam akan timbul kekosongan (Tjitro, 2006).
Untuk mengetahui kualiatas hasil penuangan produk yang menggunakan
cetakan logam ini, dilakukan pengujian tarik. Hal ini bertujuan mengetahui
deformasi plastis yang terjadi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tarik
paduan almunium hasil produk industri kecil dengan menggunakan cetakan logam
lebih baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa porositas dan udara yang
terjebak di dalam paduan dapat ditekan melalni penggnnaan jenis cetakan ini.
Taufrkurrahman, Pembuatan Cetakan Logam dengan Menggunaknn Paduan Tenibaga Seng 243

Ditter, Geoge E. 1998. Metalurgi Mekanik. Jakarta: Erlangga.


Harfer, Charles A. 2002. Hand Book of Material for Product Desian. New York: Mc Graw
Hd1.
Indrayadi, Bambang. 2003. Pengaruh Bentuk Riser terhadap Cacat Permukaan Coran
Aluminium Cetak Pasir. Dalam Jumal Teknologi Politek, X (3): 136-145.
Jastrzebsky, Zbigniew D. 1981. The Nature and Properties of Engineering Material. New
York: John Willey dan Sons.
Pollack, Herman W. 1981. Metallurgy. Virginia: Restan Publishing Company, Inc.
Aprectic Hall Company, Restan.
Rumanto, Agus dan Supriyo Margono. 2006. Prototipe Mesin Injection Die Casting.
Bandung: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Logam dan Mesin,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Surdia, Tata 1990. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: Pradnya Paramita.
2 0 0 0 . Pengetahuan
..------.- Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.
Suhariyanto. 2007. Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Alumunium (A356.0) dengan
Menambah TIC. Prosiding Seminar Nasional di UGM. Yogyakarta.
Tjitro, Soejono. 2006. Simulasi Prediksi Cacat Penyusutan pada Pengecoran Cetakan Pasir.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Simulasi dan Aplikasi untuk Optimasi
Produksi, UGM. Yogyakarta.
Van Vlack, Lawrence H. 1992. Ilmu dun Teknologi Bahan. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai